• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konflik Tanah Persil Perkebunan Kapuk di Kecamatan Wongsorejo Banyuwangi Tahun 1988-2019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Konflik Tanah Persil Perkebunan Kapuk di Kecamatan Wongsorejo Banyuwangi Tahun 1988-2019"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Permasalahan agraria yang kemudian berkembang dalam berbagai kasus konflik agraria di Indonesia tidak dapat dipungkiri lagi. 7 Noer Fauzi Rachman, “Rangkaian Penjelasan Konflik Agraria yang Kronis, Sistemik, dan Meluas di Indonesia” Artikel dalam Jurnal Bhumi No.

Rumusan Masalah

PT. Wongsorejo sebagai perusahaan pemilik tanah perkebunan kapuk dengan luas total 606 Ha, kemudian Pemerintah Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Banyuwangi menerbitkan surat HGU dan HGB dalam bentuk sertifikat No. Wongsorejo merupakan pemilik lahan perkebunan kapuk yang masyarakatnya telah menggarap lahan tersebut secara turun temurun, yang terjadi di Desa Karang Rejo Selatan/Bongkoran, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, 1988-2019. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai keberadaan petak perkebunan kapuk di Desa Karang Rejo Selatan dan Karang Baru, lahan yang menjadi sengketa, proses konflik lahan petak perkebunan kapuk, dan upaya pemerintah dalam menyelesaikan konflik tersebut.

Desa Karang Rejo Selatan merupakan salah satu desa di Kecamatan Wongsorejo35 yang wilayahnya terletak di kawasan Perkebunan Kapuk. Masyarakat Dusun Karang Baru bertempat tinggal di sebelah selatan areal Petak Perkebunan Kapuk sesuai peta. Pada tahun 2014, OPWB mendengar kabar bahwa HGU PT Wongsorejo akan diperluas dengan adanya HGB dan kerjasama pembangunan kawasan industri di kawasan Petak Perkebunan Kapuk.

Wongsorejo selaku pemilik Petak Perkebunan Kapuk merupakan salah satu konflik pertanahan yang terjadi di Indonesia. Wongsorejo bersama warga Desa Karang Rejo Selatan/Bongkoran dan Karang Baru sebagai masyarakat yang telah menggarap lahan tersebut dan bertempat tinggal di Petak Perkebunan Kapuk secara turun temurun. Permasalahan konflik lahan yang terjadi di lahan Kapuk Perkebunan merupakan permasalahan pertanahan yang melibatkan perusahaan perkebunan PT.

Wongsorejo, Wongsorejo Banyuwangi Farmers Organisation (OPWB) fra Karang Rejo Selatan og Karang Baru Hamlets, samt Banyuwangi Regency Government.

Gambar 4.1 Pemandangan Perkebunan Kapuk dan Satpam saat mengontrol  pemetik kapuk di area Persil Perkebunan Kapuk PT
Gambar 4.1 Pemandangan Perkebunan Kapuk dan Satpam saat mengontrol pemetik kapuk di area Persil Perkebunan Kapuk PT

Tujuan Masalah

Manfaat Masalah

Ruang Lingkup

Wongsorejo di Desa Karang Rejo Selatan/Bongkoran dan Karang Baru Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi periode tahun 1988-2019. Namun penulisan penulis disini mengambil rentang waktu tahun 1988-2019 di Desa Karang Rejo Selatan dan Karang Baru Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi. Masyarakat petani Karang Rejo Selatan dan Karang Baru merupakan warga yang memiliki/menggarap lahan petak Perkebunan Kapuk yang berusaha menghasilkan barang dari lahan pertaniannya untuk mendapatkan hasilnya.

Selain memiliki lahan di lahan perkebunan Kapuk, warga Dusun Karang Baru juga memiliki sebagian lahan di pedesaan. Di bawah ini penulis menyajikan diagram sebaran data anggota Organisasi Tani Wongsorejo Banyuwangi (OPWB) yang merupakan warga dan mengklaim hak atas tanah PT Kapuk Perkebunan Persil. Pembatasan ini kemudian menimbulkan konflik antara masyarakat Desa Karang Rejo Selatan dan Karang Baru dengan investor komersial industri.

Masyarakat Desa Karang Rejo Selatan dan Karang Baru belum mampu mengembangkan mentalitas luas terhadap industri. Kedua pihak yang mengalami konflik lahan adalah masyarakat yang menggarap tanah Dusun Karang Rejo Selatan/Bongkoran dan Dusun Karang Baru, di kawasan Petak Perkebunan Kapuk dengan perusahaan perkebunan PT. Hal ini juga menjadi kritik dari PT.Wongsorejo agar masyarakat berhenti melakukan kekerasan yang merugikan dan merugikan anggota organisasinya sendiri.

Wongsorejo bersama masyarakat di Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi, yang tergabung dalam organisasi Organisasi Tani Wongsorejo Banyuwangi (OPWB) yang beranggotakan masyarakat Dusun Karang Rejo Selatan Desa Wongsorejo dan Dusun Karang Baru Desa Alasbuluh, yang menggugat lahan Perkebunan Kapuk milik PT .

TINJAUAN PUSTAKA

PENDEKATAN, KERANGKA TEORI, METODE PENELITIAN

Pendekatan

Sosiologi agraria merupakan kajian sosiologi dari berbagai aspek, antara lain sosial, politik (kekuasaan), ekonomi, dan budaya. Menganalisis permasalahan yang dapat dilihat dari sudut pandang sosiologi yang berbeda untuk mengetahui analisis solusi antar kelompok atau strata masyarakat yang mempunyai kekuasaan atas tanah dan aset bertujuan untuk melakukan upaya perubahan keadaan dalam suatu hubungan. Dalam pendekatan ini tinjauan terhadap sosiologi agraria akan membantu untuk melihat dan menganalisis permasalahan, baik permasalahan tersebut.

Permasalahan pertanahan yang terjadi sejak zaman kolonial membuktikan bahwa Indonesia adalah negara kaya. Sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pertanahan dan permasalahannya bukan lagi isu baru yang dibicarakan. Permasalahan pertanahan merupakan permasalahan yang sering terjadi saat ini dengan permasalahan yang sangat kompleks seperti: petani versus petani, perusahaan versus petani, petani versus negara.

Kerangka Teori

Bab ini juga akan membahas secara lengkap tentang Konflik Lahan Perkebunan Kapok di Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi, 1988-2019. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan mengenai kepemilikan tanah Petak Perkebunan Kapuk yang diakui oleh dua kelompok masyarakat. Masyarakat petani Dusun Karang Rejo Selatan merupakan masyarakat yang menggarap tanah erfpacht, hak kepemilikannya kemudian beralih kepada pemilik baru yang bebas menguasai tanah Kapuk Perkebunan Persil yaitu PT.

Wongsorejo ditingkatkan statusnya dari Hak Guna Usaha (HGU) menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) karena bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam rencana pengembangan industri di kawasan Petak Perkebunan Kapuk. Alasan utama ditolaknya pembangunan industri di kawasan Petak Perkebunan Kapuk adalah karena masyarakat Desa Karang Rejo Selatan dan Karang Baru masih menggantungkan hidup pada sektor pertanian dan menggantungkan penghidupan mereka pada sektor pertanian meskipun hanya bertani pada musim penghujan. Tak hanya itu, OPWB juga menginginkan HGU PT Wongsorejo yang habis masa berlakunya pada 31 Desember 2012 tidak diperpanjang karena berada di lahan sengketa.

Metode Penelitian

Sistematika Penulisan

Keberadaan perkebunan kapuk tentunya berkaitan dengan hak kepemilikan dan keberadaan lahan. Wongsorejo yang telah menimbulkan konflik turun-temurun antara masyarakat penggarap lahan di kawasan Petak Perkebunan Kapuk dengan perusahaan PT. Wongsorejo telah memiliki Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) sejak tahun 1989 dengan luas 603 Ha. Hak Guna Usaha (HGU) tersebut telah habis masa berlakunya pada tahun 2012 dan selanjutnya diperpanjang menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) dengan adanya rencana Pemkab Banyuwangi akan membangun gedung di sana. kawasan industri terpadu di lahan perkebunan kapuk.

Hal serupa juga terjadi di Dusun Karang Rejo Selatan/Bongkoran dan Dusun Karang Baru, terjadi peralihan kepemilikan hak atas tanah seluas 287 Ha kepada perusahaan perkebunan kapuk PT. Pada tahun 1950-an, masyarakat petani yang kini dikenal sebagai Warga Dusun Karang Rejo Selatan datang untuk menggarap lahan di areal Petak Perkebunan Kapuk dengan upah menempati lahan garapan tersebut dan mengambil hasilnya. Konflik lahan Perkebunan Kapuk muncul karena adanya kepemilikan hak atas tanah, areal Perkebunan Kapuk direncanakan oleh pemerintah Kabupaten banyuwangi bekerjasama dengan PT.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keberadaan Persil Perkebunan Kapuk di Desa Bongkoran dan Karang

  • Kepemilikan Tanah Persil Perkebunan Kapuk
  • Pola Kepemilikan Tanah Desa Karang Rejo Selatan
  • Pola Kepemilikan Tanah Desa Karang Baru

Berbeda dengan yang terjadi di kawasan Kapuk Plantation Parcel milik PT Wongsorejo yang merupakan bekas lahan perkebunan Belanda alias tanah erfpacht karena ditinggalkan Belanda. Begitu pula di Desa Karang Baru, lahan yang ditanami masyarakat Desa Karang Baru sebagian merupakan lahan milik Perkebunan Kapuk Persil. Kelompok kedua adalah masyarakat yang membuka lahan di Petak Perkebunan Kapuk dan tinggal serta bercocok tanam di areal Petak Perkebunan Kapuk milik PT.

Kondisi lahan Perkebunan Kapuk setelah dinasionalisasi dikelola oleh warga sekitar bernama Mbah Sarmon sebelum akhirnya menjadi milik PT. Wongsorejo mulai melatih dan merekrut pekerja perkebunan kapuk untuk menjadi petugas keamanan atau satpam. Dalam foto tersebut terlihat warga Dusun Karang Baru hanya memiliki lahan di areal Petak Perkebunan Kapuk, namun tidak menempati areal Petak Perkebunan Kapuk.

Tanah yang Menjadi Sengketa

  • Awal Terjadinya Konflik
    • Rencana Pembangunan Industri Perhotelan oleh PT. Wongsorejo
    • Dukungan Pemerintah Banyuwangi terhadap Rencana Industri
    • Persepsi Masyarakat Karang Rejo Selatan dan Karang Baru Terhadap

Warga desa yang melakukan sengketa pertanahan terdiri dari dua desa yakni Dusun Karang Rejo Selatan Desa Wongsorejo dan Dusun Karang Baru Desa Alasbuluh. Konflik pertanahan yang menjadi sengketa di Kecamatan Wongsorejo, Dusun Karang Rejo Selatan Desa Wongsorejo dan Dusun Karang Baru Desa Alasbuluh bermula ketika terjadi peralihan hak kepemilikan tanah. Apalagi bagi masyarakat Dusun Karang Rejo Selatan atau dikenal dengan masyarakat Bongkoran yang sudah turun temurun menempati lahan tersebut.

Organisasi ini juga ikut serta dalam penanganan peristiwa penembakan terhadap warga Desa Karang Rejo Selatan Bongkoran yang dilakukan oleh perkebunan Persil Kapuk. Dusun Karang Rejo Selatan dan Dusun Karang Baru merupakan bagian dari kecamatan Wongsorejo, namun mempunyai pemekaran desa yang berbeda. Karang Rejo Selatan juga merupakan bagian dari Desa Wongsorejo, sedangkan Karang Baru merupakan bagian dari Desa Alasbuluh.

Desa Karang Rejo Selatan tidak hanya tinggal di areal perkebunan Persil Kapuk saja, namun juga bercocok tanam di tengah areal perkebunan Persil Kapuk. Masyarakat Karang Rejo Selatan mengenai lahan perkebunan Kapuk beradaptasi dengan kondisi sejarah yang dijelaskan oleh Bapak. Dijelaskan Yatno.

Gambar 4.3 Data Persebaran Anggota Organisasi Petani Wongsorejo Banyuwangi  (OPWB) menurut Desa
Gambar 4.3 Data Persebaran Anggota Organisasi Petani Wongsorejo Banyuwangi (OPWB) menurut Desa

Proses Terjadinya Konflik Tanah Persil Perkebunan Kapuk

  • Bentuk Protes Petani Terhadap PT Wongsorejo
  • Campur Tangan Organisasi Petani Wongsorejo Banyuwangi (OPWB)
  • Reaksi PT. Wongsorejo

Para petani di Dusun Karang Rejo Selatan tidak akan melakukan berbagai perlawanan dan aksi jika tidak ada kejadian sebelumnya. Ketentuan kebijakan ini membuat para petani memanfaatkannya untuk menuntut pengembalian lebih lanjut atas lahan yang dikuasai oleh perusahaan perkebunan kapuk PT. Petani yang hanya mempunyai keterampilan pertanian tentu tidak akan siap dengan munculnya kawasan industri.

Alasan para petani melakukan aksi massa yang berujung pada adu fisik tak lain karena mereka menolak dibangunnya jalan yang dianggap sebagai awal berkembangnya industri di kawasan Perkebunan Kapuk Persil, namun yang dimaksudkan PT Wongsorejo bukan hanya itu saja. Namun memang benar pembangunan jalan tersebut dilakukan untuk memudahkan akses perusahaan dalam pembangunannya, di sisi lain pembangunan tersebut juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat pertanian86. Melanjutkan pada tahun 2017, PT. Wongsorejo menurunkan alat berat milik perusahaan tersebut di tanah kawasan sebelah timur Kantor Pos Loji dengan pengamanan ketat meski massa sudah berkerumun, namun tidak terjadi apa-apa. Wongsorejo, mengingat manipulasi yang terjadi di masa lalu dan perusahaan tidak pernah beroperasi di lapangan, berkali-kali OPWB mengirimkan surat ke BPN Jatim terkait pemblokiran HGU PT Wongsorejo namun tidak pernah mendapat tanggapan sampai ke bawah.

Gambar 4.11 Protes petani OPWB terhadap pembangunan pos PT. Wongsorejo  Sumber : Anam (nama samaran)
Gambar 4.11 Protes petani OPWB terhadap pembangunan pos PT. Wongsorejo Sumber : Anam (nama samaran)

Upaya Pemerintah untuk Menyelesaikan Konflik

  • Musyawarah Pihak PT Wongsorejo dengan Organisasi Petani Wongsorejo
  • Reaksi Petani Terhadap Hasil Musyawarah dengan PT Wongsorejo

Melalui surat tersebut, para petani OPWB meminta pemerintah menjadikan lahan tersebut sebagai Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) untuk mempertahankan desa yang menjadi andalan penghidupan petani OPWB di Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi, Jawa Timur, itu. Terkait dengan hal tersebut adalah dinamika kebijakan permasalahan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang dibuat oleh pemerintahan Joko Widodo yang dijadikan sebagai permintaan komunitas petani Organisasi Tani Wongsorejo Banyuwangi (OPWB). Bahkan lahan bekas HGU yang ditinggalkan ATR/BPN masih sulit dijadikan objek Reforma Agraria.

Nazir Salim, Westi Utami, Reforma Agraria Melengkapi Amanat Konstitusi: Politik Reforma Agraria dan Perdebatan Pertanahan Objek Reforma Agraria (Yogyakarta: STPN Press, November 2019), hal. Nazir Salim, Westi Utami, Reforma Agraria Melengkapi Amanat Konstitusi: Politik Reforma Agraria dan Perdebatan Pertanahan Objek Reforma Agraria (Yogyakarta: STPN Press, November 2019), hal. 68. Selama beberapa tahun sejak awal kedatangan mereka bekerja di Petak Perkebunan Kapuk, pada tahun 1989 tanah Petak Perkebunan Kapuk menjadi milik PT.

KESIMPULAN

Gambar

Tabel 4.1  Luas  &  Produksi  Tanaman  Kapuk  Per-Kabupaten  dan Kecamatan Wongsorejo Tahun 1989-2019
Gambar 4.14  Pos  yang  digulingkan  oleh  para  petani  OPWB  sebagai bukti protes
Gambar 4.1 Pemandangan Perkebunan Kapuk dan Satpam saat mengontrol  pemetik kapuk di area Persil Perkebunan Kapuk PT
Gambar 4.2 Data rinci lokasi lahan Organisasi Petani Wongsorejo Banyuwangi  Sumber : Arsip OPWB
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak