• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP DASAR FIQIH MAKALAH

N/A
N/A
Fawwaz Dhiya Ulhaq

Academic year: 2023

Membagikan "KONSEP DASAR FIQIH MAKALAH"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP DASAR FIQIH

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembelajaran Fiqih Dosen Pengampu:

1. Dr. Andewi Suhartini, M.Ag.

2. Dr. Iis Salsabila, M.Ag.

Oleh:

Kelompok 1 PAI 5C

Firda Nurul Inayah 1212020085

Hana Nurhaliza 1212020102

Ilhamuloh Rosuludin 1212020118 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

2023

(2)

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami haturkan ke hadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya makalah ini dapat tersusun hingga selesai tepat pada waktunya.

Tak lupa shalawat serta salam kami limpahkan kepada suri tauladan kita yaitu Nabi Muhammad SAW, semoga kelak kita mendapatkan syafa’atnya di hari akhir.

Ditulisnya makalah “Konsep Dasar Fiqih” ini tidak lain dan tidak bukan guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah pembelajaran fiqih yang diampu oleh dosen kita yaitu Ibu Dr. Andewi Suhartini, M. Ag. dan Ibu Dr. Iis Salsabila, M.Ag. Semoga dengan adanya tulisan ini dapat menjadi pengantar bagi pembaca untuk memahami konsep dasar pada fiqih dan dapat menjadi bekal untuk materi pembelajaran fiqih lainnya.

Kami sebagai penyusun menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan maupun tata bahasa penyampaian. Oleh karena itu, dengan rendah hati kami menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 9 September 2023

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI ... ii

BAB IPENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah ...1

C. Tujuan...1

BAB IIPEMBAHASAN...3

1. Pengertian Fiqih... 3

2. Tujuan Disyariatkannya Fiqih...5

3. Ruang Lingkup Materi Fiqih...5

a. Fiqih Ibadah...6

b. Fiqih Muamalah ... 6

c. Fiqih Munakahat... 8

d. Fiqih Mawaris... 10

e. Fiqih Jinayah... 14

f. Fiqih Siyasah ... 16

4. Jenis Materi Fiqih...19

BAB IIIPENUTUP... 22

A. Kesimpulan...22

B. Saran... 22

DAFTAR PUSTAKA...23

(4)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Fiqih merupakan salah satu disiplin ilmu Islam yang sangat penting dipelajari bagi setiap muslim. Para ulama meggunakan kata fiqih untuk pengetahuan dan pemahaman mendalam terhadap ajaran agama Islam Kajian fiqih ini membahas tentang segala amalan perbuatan kita menurut syariat. Singkatnya fiqih merupakan ilmu yang mempelajari hukum-hukum syar’i sesuai dengan dalil- dalil secara mendalam dan terperinci.

Perilaku atau amalan-amalan yang diatur hukum oleh disiplin ilmu fiqih didasarkan pada Ahkamul Khamsah dengan dasar hukumnya Al-quran dan Sunnah. Maka dari itu, perbuatan kita di dunia ini dihukumi jika tidak wajib maka itu sunnah atau mubah atau makruh atau bahkan haram.

Sebagai ilmu dasar yang wajib diketahui oleh muslim, alangkah lebih baik jika kita mengetahui bagaimana konsep dasar dari fiqih itu sendiri, karena dengan mempelajari fiqih dalam menjalankan ativitas keseharian sebagai muslim kita akan sadar hukum dan bertanggung jawab atas setiap perbuatan yang kita lakukan.

Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih dalam terkait kajian ilmu fiqih, makalah ini akan membahas tentang konsep dasar fiqih mulai dari pengertian, tujuan, hingga ruang lingkup atau objek kajian fiqih.

B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian fiqih?

2. Apa tujuan disyariatkannya fiqih?

3. Apa saja ruang lingkup materi fiqih?

4. Apa saja jenis materi fiqih?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui arti fiqih.

(5)

2. Untuk mengetahui tujuan disyariatkannya fiqih.

3. Untuk mengetahui ruang lingkup materi fiqih.

4. Untuk mengetahui jenis materi fiqih.

(6)

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Fiqih

Pengertian Fiqih Secara Bahasa

Fiqih berasal dari bahasa arab: ﻓﻘﻪ, dalam bahasa Indonesia menjadi Fiqh.

Secara bahasa, mempunyai arti paham atau mengerti. Dalam artian pemahaman terhadap hukum syari’at yang diturunkan oleh Allah dan Rasulnya. Fiqih dalam bahasa berarti ‘paham’, seperti dalam firman Allah dalam A-Qur’an.“Maka mengapa orang-orang itu (orang-orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan (sedikit pun)?” (QS. An-Nisa’ 4: Ayat 78)

Dalam surah Attaubah ayat 122 juga menjelaskan: “Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pemahaman mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”

Pengertian Fiqih menurut bahasa juga dapat dipahami melalui sabda Nabi di bawah ini:

نيدلا يﻓ ﻪهﻘفي اريخ ﻪب ا دري نم Artinya: “Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan maka Dia akan memahamkan baginya agama (Islam).” [HR. Bukhari No. 2948 dan Muslim No.

1037)

Pengertian Fiqih Secara Istilah

Secara istilah, Fiqih merupakan ilmu yang mempelajari tentang tata cara beribadah kepada Allah SWT. Pengetahuan tentang hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan perkataan mukallaf, dengan tujuan untuk mengetahui hukum-hukum suatu perbuatan. Apakah itu wajib, sunnah, haram,

(7)

makruh, mubah, dilihat dari dalil-dalil yang ada. Baik itu dalil qath’i ataupun dalil dzanni.

Secara umum, para ulama mendefinisikan fiqih sebagai berikut:

ةِييةلي ةصِفيتلا اههةتيلةدهأ ِنةم بُهَهتِْبُِلا ةِييةلهُهعِلا ةِييةع ِريشلا ةِاهِِْْأاةب بُِلةعِلا Artinya: ”Ilmu yang membahas hukum-hukum syariat bidang amaliyah (perbuatan nyata) yang diambil dari dalil-dalil secara rinci,”

Definisi Fiqih menurut ulama Hanafiyah adalah:

نيفلُْلا لاعﻓاب قلعتت ىتلا تابجاولاو قوﻘحلا نيبي ُلع Artinya: “Ilmu yang menerangkan segala hak dan kewajiban yang berhubungan dengan perbuatan para mukallaf”.

Pengertian Fiqih menurut Ulama Syafi’iyah:

ِيلصفتلا اهتلدا نم طبنتَُلا نيفلُْلا لاعﻓاب قلعتت ىتلا ِيعرشلا ِاْْلا نيبي يذلا ُلعلا Artinya: “Ilmu yang menerangkan segala hukum agama yang berhubungan dengan perbuatan para mukallaf yang digali (di istinbat) dari dalil-dalil yang jelas (tafshily)”.

Zarkasi Abdul Salam memberikan pengertian fiqih adalah:

لاعﻓلاو لاوق لا كيلع فرعتت ذخ انلا قيُعلا. ُهفلا Artinya : “Pemahaman yang mendalam lagi tuntas yang dapat menunjukkan tujuan dari perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan”.

Selain itu, Zakaria Al Anshari seorang ahli fiqh pendukung mazhab Syafi’i (wafat 926 H) menyebutkan pengertian fiqh menurut istilah ialah “Pengetahuan tentang hukum-hukum syari’at mengenai amal perbuatan, hukum-hukum yang mana diperoleh dari dalil-dalil yang terperinci bagi hukum-hukum tersebut.”

Dalam kitab Durr ul-Mukhtar disebutkan bahwa fiqih mempunyai dua makna, yakni menurut ahli usul dan ahli fiqih. Masing-masing memiliki

(8)

pengertian dan dasar sendiri-sendiri dalam memaknai fiqih. Ada macam-macam ilmu fiqih dan pembagiannya.

Menurut ahli usul, fiqih adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ yang bersifat far’iyah (cabang), yang dihasilkan dari dalil-dalil yang tafsil (khusus, rinci dan jelas). Tegasnya, para ahli usul mengartikan fiqih adalah mengetahui hukum dan dalilnya. Sedangkan menurut para ahli fiqih (fuqaha), fiqih adalah mengetahui hukum-hukum syara’ yang menjadi sifat bagi perbuatan para hamba (mukallaf), yaitu: wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah. (Dr.

Musthafa Ahmad Az-Zarqa’, 2003).

2. Tujuan Disyariatkannya Fiqih

Ilmu fiqih yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan hubungan manusia dengan sesamanya. Ilmu Fiqih mengandung dua bagian: pertama, ibadah, yaitu yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan manusia dengan Tuhannya. Contoh ibadah adalah shalat, zakat, puasa, dan haji. Kedua, muamalah, yaitu bagian yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan antara manusia dengan sesamanya. (Ahmad Alfan, 2014)

3. Ruang Lingkup Materi Fiqih

Ruang lingkup yang terdapat pada ilmu fiqih adalah semua hukum yang berbentuk amaliyah untuk diamalkan oleh setiap mukallaf (Mukallaf artinya orang yang sudah dibebani atau diberi tanggungjawab melaksanakan ajaran syariah Islam dengan tanda-tanda seperti baligh, berakal, sadar, sudah masuk Islam).

Hukum yang diatur dalam fkih Islam itu terdiri dari hukum wajib, sunah, mubah, makruh dan haram; di samping itu ada pula dalam bentuk yang lain seperti sah, batal, benar, salah dan sebagainya.

Objek pembicaraan Ilmu Fikih adalah hukum yang bertalian dengan perbuatan orang-orang mukallaf yakni orang yang telah akil baligh dan mempunyai hak dan kewajiban. Adapun ruang lingkupnya meliputi: a. Pertama, hukum yang bertalian dengan hubungan manusia dengan khaliqnya (Allah Swt.).

(9)

Hukum-hukum itu bertalian dengan hukum-hukum ibadah. b. Kedua, hukum- hukum yang bertalian dengan muammalat, yaitu hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya baik pribadi maupun kelompok.

Rinciannya yaitu: 1) Hukum-hukum keluarga yang disebut Al-Ahʑwâl Asy- Syakhshiyyah. Hukum ini mengatur manusia dalam keluarga baik awal pembentukannya sampai pada akhirnya. 2) Hukum-hukum perdata, yaitu hukum yang bertalian manusia dengan hubungan hak kebendaan yang disebut muamalah maddiyah. 3) Hukum-hukum lain termasuk hukum-hukum yang bertalian dengan perekonomian dan keuangan yang disebut al-ahʑkâm al-iqtisʑâdiyah wal mâliyyah. (Ahmad Alfan, 2014).

a. Fiqih Ibadah

Fiqih ibadah meliputi aturan tentang shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya yang bertujuan untuk mengatur hubungan antar manusia dengan Tuhannya. Ketentuan hukum ibadah ini, semula diatur secara global (mujmal) dalam Al-Qur’an, kemudian dijelaskan oleh Sunnah Rasul berupa ucapan, perbuatan atau penetapannya dan diformulasikan oleh para fuqaha’ (ahli hukum) ke dalam kitab-kitab fiqih. Pada prinsipnya dalam masalah ibadah kaum muslimin menerimanya sebagai ta’abbudy artinya seseorang menerima dan melaksanakannya dengan sepenuh hati, tanpa merasionalisasikannya. Hal ini karena arti ibadah sendiri adalah menghambakan diri kepada Allah SWT, Dzat yang berhak untuk disembah. Manusia tidak memiliki kemampun untuk menangkap secara pasti alasan (‘illat) dan tujuan (hikmah) apa yang terdapat di dalam perintah ibadah tersebut. Ini berbeda dengan fiqih muamalat, seperti yang akan dijelaskan kemudian, pertimbangan rasio dalam muamalah atau adat lebih menonjol (Rofiq, 2015)

b. Fiqih Muamalah

Fiqih muamalah mengatur hubungan antaramanusia dengan sesamanya, seperti perikatan dalam perdagangan, perbankan, pelaksanaan hukum, dan antara lain, agar terwujud ketertiban dan keadilan, baik secara perorangan maupun

(10)

kemasyarakatan. Fiqih muamalat ini dillihat sesuai dengan aspek dan tujuan masing-masing. Menurut Abd al-Wahab al-Khallaf (1990: 32-33), merinci sebagai berikut:

1) Hukum Kekeluargaan (al-ahwal al-syakhshiyah), yaitu hukum yang bekaitan dengan urusan keluarga dan pembentukaanya yang betujuan mengatur hubungan suami-istri dan keluarga satu dengan lainnya. Di dalam Al Qur’an yang membicarakan masalah ini sekitar 70 ayat.

2) Hukum Sipil (al-ahkam al-madaniyah/civils), yang mengatur hubungan individu-individu serta bentuk-bentuk hubungannya, seperti: jual-beli, sewa- menyewa, utang-piutang, dan lain-lain, agar tercipta hubungan yang harmonis di dalam masyarakat. Di dalam Al Qur’an yang membicarakan masalah ini sekitar 70 ayat.

3) Hukum Pidana (al-ahkam al-jinaiyah), yaitu hukum yang mengatur tentang bentuk kejahatan atau pelanggaran dan ketentuan sanksi hukumannya.

Tujuannya untuk memelihara kehidupan manusia, harta, kehormatan, hak serta membatasi hubungan pelaku perbuatan pidana dan masyarakat.

Ketentuan ini diatur dalam 30 ayat.

4) Hukum Acara (al-ahkam al-murafa’at), yaitu hukum yang mengatur tata cara mempertahankan hak, dan atau memutuskan siapa yang terbukti bersalah sesuai dengan ketentuan hukum. Hukum ini mengatur cara beracara di lembaga peradilan, tujuannya untuk mewujudkan keadilan dalam masyarakat.

Di dalam Al Qur’an yang membicarakan masalah ini sekitar 13 ayat.

5) Hukum Ketatanegaraan (al-ahkam al-dusturiyah), berkenaan dengan sistem hukum yang bertujuan mengatur hubungan antara penguasa (pemerintah) dengan yang dikuasainya atau rakyatnya, hak-hak dan kewajiban individu dan masyarakat, diatur dalam 10 ayat.

6) Hukum Internasional (al-ahkam al-dualiyah), mengatur hubungan antar- negara Islam dengan negara lainnya dan hubungan warga negara muslim

(11)

dengan non-muslim, baik dalam keadaan damai atau dalam masa perang. Di dalam Al Qur’an yang membicarakan masalah ini sekitar 25 ayat.

7) Hukum Ekonomi (al-ahkam al-iqtishadiyah wa al-maliyah), hukum ini mengatur hak-hak seseorang pekerja dan orang yang memperkerjakannya dan mengatur sumber keuangan Negara dan pendistribusiannya bagi kepentingan kesejahteraan rakyatnya. Hal ini diatur di dalam Al Qur’an sebanyak 10 ayat.

c. Fiqih Munakahat

Fiqih munakahat adalah sekumpulan peraturan atau hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan. Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis.(Ghazaly, 2019) Nikah menurut bahasa berasal dari kata nakaha yankihu nikahan yang berarti kawin, dalam istilah nikah berarti ikatan suami istri yang sah yang menimbulkan akibat hukum dan hak serta kewajiban bagi suami isteri. Kata nikah atau pernikahan sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, sebagai padanan kata perkawinan. Nikah artinya suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan mahramnya hingga menimbulkan hak dan kewajiban diantara keduanya.

Islam menganjurkan umatnya untuk melaksanakan pernikahan dengan berbgai bentuk anjuran. Berikut ini beberapa bentuk anjuran Islam tersebut diantaranya adalah:

1. Menikah merupakan sunnah para nabi dan risalah para Rasul 2. Menikah merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah swt.

3. Pernikahan merupakan sunnah Nabi, yaitu mencontoh tindak laku Nabi Muhammad saw.

4. Menikah merupakan salah satu bentuk ketaatan muslim (ibadah) untuk menyempurnakan separuh agamanya.

5. Aktivitas seksual dengan suami isteri, dinilai sedaqah.

Hukum melakukan pernikahan berlaku sesuai dengan kondisi seorang laki- laki yang akan menikah, ada beberapa hukum yang berlaku pada pernikahan, yaitu:

(12)

1. Wajib.

Pernikahan diwajibkan bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk menikah dan dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina seandainya dia tidak kawin.

2. Sunah (Mustahab).

Pernikahan menjadi sunah bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk melangsungkan pernikahan, akan tetapi jika dia tidak melaksanakan pernikahan tidak dikhawatirkan akan jatuh ke perbuatan maksiat (perzinaan). Dalam hal seperti ini, menikah baginya lebih utama dari pada segala bentuk peribadahan.

3. Makruh.

Pernikahan dikategorikan makruh bila bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan ia juga cukup mempunyai kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak memungkinkan dirinya tergelincir berbuat zina sekiranya tidak kawin.

4. Mubah.

Pernikahan dikategorikan mubah bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan berbuat zina dan apabila melakukannya juga tidak akan menerlantarkan istri.

Perkawinan orang tersebut hanya didasarkan untuk memenuhi kesenangan bukan untuk menjaga kehormatan agama dan membina keluarga.

5. Haram.

Pernikahan diharamkan bagi orang yang dapat dipastikan bahwa ia tidak akan mampu memberi nafkah istri, baik lahir maupun batin. (Samad, 2017)

Ayat Al-quran tentang munakahat : Dalil Pernikahan di QS. Ar. Ruum (30):21

هكةلذهٰ ىةﻓ يَةإ ةِهُِْ هَ هو ةةۭيد هويم ُبْهنِيهب هَهعهج هو اههِيهلةإ اا ووبنبَِْهتلةل ا ةةج ذهو ِْهأ ُِبْةَبفنهأ ِنلةم ُبْهل هقهلهخ َِهأ وٓةﻪةتذهياهَ ِنةم هو

هَو بريْهفهتهي مٍِ ِوهﻘلةل مٍۢذهياهَهل

(13)

Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”(QS. Ar. Ruum (30):21)

Dalil Menikah di QS. Adz Dzariyaat (51):49

هَو بريَهذهت ُِبْيلهعهل ةنِيهج ِوهْ اهنِﻘهلهخ ٍَِىهَ لةَبَ نةم هو

Artinya:“Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah.”(QS. Adz Dzariyaat (51):49)

Suatu akad pernikahan menurut hukum Islam ada yang sah dan ada yang batal. Akad pernikahan dikatakan sah apabila akad tersebut dilaksanakan dengan syarat-syarat dan rukun-rukun yang lengkap sesuai dengan ketentuan agama.

Imam asy-Syafi’i menyebutkan bahwa rukun nikah itu ada lima, yaitu calon suami, calon istri, wali, dua orang saksi dan sigat. Menurut Imam Malik rukun nikah itu adalah wali, mahar calon suami, calon istri, sigat. (Atabik &

Mudhiiah, 2016) Selain rukun, dalam Islam ada syarat sah nikah yang wajib dipenuhi: 1) Beragama Islam; 2) Bukan laki-laki mahrom bagi calon istri; 3) Wali Akad Nikah; 4) Tidak Sedang melaksanakan haji; dan 5) Bukan Paksaan (Yunita, 2019)

d. Fiqih Mawaris

Waris adalah berbagai aturan tentang perpindahan hak milik seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli waris. Dalam istilah lain, waris disebut juga dengan fara'idh, yang artinya bagian tertentu yang dibagi menurut agama Islam kepada semua yang berhak menerimanya.(Saebani & Djaliel, 2015) Mawaris, dalam konteks hukum Islam, merujuk pada pembagian harta benda seseorang setelah meninggal dunia. Secara harfiah, mawaris berasal dari kata waratha yang berarti mewarisi atau menerima sesuatu sebagai warisan.

Dalam hukum waris Islam, mawaris menentukan bagaimana harta warisan seseorang akan dibagi antara ahli waris yang telah ditentukan oleh syariat. Hukum

(14)

waris Islam didasarkan pada petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam Al-Quran dan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW.

Dasar-dasar hukum waris dalam Islam dapat ditemukan dalam al-Quran dan hadis. Berikut adalah beberapa dasar hukum waris yang penting:

1) Al-Quran: Al-Quran menjadi sumber utama dalam menetapkan hukum waris.

Beberapa ayat yang berkaitan dengan pembagian warisan antara lain:

- Surat An-Nisa (4:11): Ayat ini menyebutkan pembagian warisan antara anak-anak laki-laki dan perempuan, serta antara suami dan istri.

- Surat An-Nisa (4:12): Ayat ini memberikan pedoman tentang pembagian warisan antara beberapa ahli waris seperti anak-anak laki-laki, anak-anak perempuan, orang tua, dan suami/istri.

- Surat An-Nisa (4:176): Ayat ini membahas kasus-kasus khusus dan mengatur pembagian warisan dalam situasi di mana tidak ada ahli waris yang ditentukan secara jelas

2) Hadis: Hadis-hadis Nabi Muhammad SAW juga memberikan petunjuk lebih rinci mengenai pembagian warisan. Hadis-hadis ini termasuk dalam koleksi literatur hadis,seperti Sahih Bukhari, Sahih Muslim, dan lain-lain.

- Hadis Riwayat Abdullah bin Abbas:

Rasulullah SAW bersabda, "Bagi yang meninggal dunia di antara kalian, harta yang ditinggalkannya itu adalah untuk ahli warisnya. Tidak boleh meninggalkan wasiat bagi ahli waris." (HR. Bukhari)

3) Ijma' (Konsensus Umat): Selain al-Quran dan hadis, konsep waris juga dapat dikembangkan melalui konsensus ulama dan praktik umat Islam yang telah diterima secara luas dalam masyarakat.

4) Qiyas (Penalaran Analogi): Kadang-kadang, dalam situasi yang tidak memiliki petunjuk langsung dalam al-Quran atau hadis, prinsip-prinsip dan hukum yang ada dapat diterapkan secara analogi untuk menentukan pembagian warisan yang adil.

Kelompok Ahli Waris

Dari banyaknya anggota keluarga yang berpotensi menjadi ahli waris, islam mengelompokkan ahli waris ke dalam tiga kelompok, yaitu:

(15)

1. Zawil Furudh

Zawil Furudh adalah kelompok ahli waris yang menerima bagian tertentu yang sudah ditentukan oleh hadits dan Al-Quran. Yang berhak menjadi ahli waris adalah golongan laki-laki dan perempuan. Ilmu Faraidh atau ilmu warisan membagi harta ke dalam 6 bagian, yaitu ½, ¼, 1/8,1/3, 2/3, dan 1/6.

2. Ashabah

Ashabah yaitu kelompok ahli waris yang besar atau kecilnya bagian harta belum dipastikan dan disepakati oleh ashabul furud di kelompok zawil furudh dan zawil arham. Dengan kata lain, ashabah adalah kelompok ahli waris menerima sisa harta setelah dibagikan pada kelompok zawil furudh.

3. Zawil Arham

Zawil arham adalah kelompok ahli waris yang tidak menerima bagiannya, kecuali tidak ada zawil furudh dan ashabah. Kelompok ini dinilai berdasarkan kedekatan kekerabatan, contoh cucu perempuan dari anak perempuan atau kakek dari garis ibu.

Ahli waris dari golongan laki-laki :

Terdapat 15 orang dari golongan laki-laki yang memiliki hak menjadi ahli waris:

1. Anak laki-laki

2. Cucu dari pihak anak laki-laki 3. Bapak

4. Kakek dari pihak bapak dan terus ke atas pertalian yang belum putus 5. Saudara kandung laki-laki

6. Saudara laki-laki satu bapak 7. Sodara laki-laki satu ibu

8. Anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki 9. Anak laki-laki dari saudara laki-laki satu bapak

10. Saudara laki-laki bapak (paman) dari pihak bapak kandung 11. Saudara laki-laki bapak yang satu ayah

12. Anak laki-laki dari paman, saudara kandung 13. Anak laki-laki dari paman yang satu bapak 14. Suami

(16)

15. Laki-laki yang memerdekakan pewaris

Jika semuanya hadir, maka hanya 3 orang saja yang mendapatkan harta warisan, yaitu bapak, anak laki-laki, dan suami.

Ahli Waris dari Golongan Perempuan :

Jika sepuluh orang tersebut hadir, maka hanya 5 orang yang berhak menjadi ahli waris, yaitu istri, anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki, ibu, dan saudara kandung perempuan.

1. Anak perempuan

2. Anak perempuan dari anak laki-laki yang seterusnya ke bawah, asal pertaliannya dengan yang meninggal masih terus laki-laki

3. Ibu

4. Nenek atau Ibu dari bapak

5. Nenek atau Ibu dari ibu terus ke atas pihak ibu sebelum berselang laki-laki 6. Saudara perempuan kandung

7. Saudara perempuan yang satu bapak 8. Sodara perempuan yang satu ibu 9. Istri

10. Perempuan yang memerdekakan pewaris

Setelah mengetahui hitungan mengenai pembagian waris dan ahli waris.

maka harus diketahui pula siapa saja yang berhak menerima hak pembagian tersebut. Diantara pembagian waris yaitu:

Ahli waris yang dapat bagian separuh (1/2)

Seorang suami akan mendapat separuh dari harta peninggalan dengan ketentuan ia tidak mewarisi bersama far’ul waris (فرع لاوارث), yaitu keturunan pewaris yang berhak mendapat bagian, seperti: anak laki-laki, anak perempuan, cucu laki-laki pancar laki laki, dan cucu perempuan pancar laki-laki.

Ahli Waris yang Mendapatkan Bagian Seperempat (1/4)

a. Suami memperoleh bagian seperempat, dengan ketentuan bahwa ia mewaris bersama far’ul waris, seperti: anak laki-laki, anak perempuan, cucu laki-laki, pancar laki-laki, dan cucu perempuan pancar laki-laki.

(17)

b. Isteri atau para isteri mendapat bagian seperempat dengan ketentuan bahwa ia atau mereka tidak mewaris bersama far’ul waris, sperti: anak laki-laki, anak perempuan, cucu laki-laki pancar laki-laki, dan cucu perempuan pancar laki- laki.

Ahli Waris yang Mendapatkan Bagian Seperdelapan (1/8)

Seorang isteri atau beberapa isteri akan mendapat seperdelapan dari harta peninggalan suami, asalkan dengan syarat: memiliki anak laki-laki atau cucu laki- laki.

Ahli Waris yang Mendapatkan Bagian Duapertiga (2/3)

a. Dua orang anak kandung Perempuan atau lebih akan mendapat duapertiga dari harta peninggalan, asa dengan syarat: tidak memiliki anak laki-laki yang menjadikannya sebagai Ashabah

b. Dua anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki Dua anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki akan mendapat duapertiga dari harta peninggalan, asalkan dengan syarat: Tidak ada anak kandung (baik laki-laki atau perempuan), Tidak ada dua orang anak perempuan kandung, Tidak ada saudara laki-laki yang dapat menjadikannya sebagai ashabah

c. Dua orang saudara Perempuan sekandung atau lebih akan mendapat duapertiga dari harta peninggalan, asalkan dengan syarat: Tidak ada anak (laki-laki maupun anak perempuan) dan bapak atau kakek, tidak ada saudara yang membuat mereka menjadi ashabah,Tidak ada beberapa anak perempuan atau beberapa anak perempuan dari anak laki-laki, baik satu atau lebih.

d. Dua orang saudara perempuan sebapak atau lebih akan mendapat dua pertiga dari harta peninggalan, asalkan dengan syarat: Tidak ada anak atau orang tua, Tidak ada saudara yang menjadikannya ashabah, tidak ada anak perempuan atau anak-anak perempuan dari anak laki-laki saudara sekandung (baik laki- laki maupun Perempuan).

e. Fiqih Jinayah

Fiqih jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat

(18)

jarimah. Kata jinayah merupakan bentuk verbal noun (masdar) dari kata jana.

Secara etimologi, kata jana berarti berbuat dosa atau salah, sedangkan jinayah diartikan perbuatan dosa atau perbuatan salah. Kata jana juga berarti memetik buah dari pohonnya. Orang yang berbuat jahat disebut jani dan orang yang dikenai perbuatan disebut mujnaalaih. Kata jinayah dalam istilah hukum sering disebut dengan delik atan tindak pidana.

Secara terminologi, kata jinayah mempunyai pengertian, seperti yang diungapkan Imam al-Mawardi yakni: "Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Syara' yang diancam oleh Allah dengan hukuman hadd atau ta'zir."

Dalam istilah lain, jarimah disebut juga dengan jinayah. Menurut Abdul Qadir Audah pengertian jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang oleh Syara, baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta, dan lainnya."(H Zulkarnain Lubis et al., 2016)

Dalil tentang Jinayah terdapat diSurat Al-Baqarah (2) Ayat 84

ُِبتِنها هو ُِبت َِ هرِقها يُبث ُِبَ ةَاهيةد ِنةلم ُِبْهَبفِنها هَ ِوبج ةرِْبت هل هو ُِبَهَااهمةد هَ ِوبْةفَِهت هل ُِبْهقاهَِيةم اهنِذهخها ِٰةا هو هَ ِوبدههِشهت

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji kamu, “Janganlah kamu menumpahkan darahmu (membunuh orang), dan mengusir dirimu (saudara sebangsamu) dari kampung halamanmu.” Kemudian kamu berikrar dan bersaksi.

Dalam fiqih jinayah, terdapat berbagai jenis pelanggaran yang dikategorikan sebagai jinayah, dan hukuman yang diterapkan atas pelanggaran tersebut dapat berbeda-beda. Beberapa contoh pelanggaran yang termasuk dalam ruang lingkup fiqih jinayah meliputi:

a) Hudud adalah pelanggaran yang mencakup tindakan seperti pencurian, perampokan, pemerkosaan, dan zina (hubungan seksual di luar pernikahan).

Hukuman-hukuman yang diterapkan dalam kasus-kasus ini biasanya telah ditentukan dengan jelas dalam hukum Islam, seperti hukuman potong tangan untuk pencuri yang terbukti bersalah.

b) Tazir adalah jenis pelanggaran yang tidak memiliki hukuman yang ditentukan secara tegas dalam hukum Islam. Hukuman untuk pelanggaran tazir

(19)

ditentukan oleh hakim berdasarkan kebijaksanaan mereka dan dapat bervariasi tergantung pada kasusnya.

c) Qishas adalah konsep pembalasan dalam hukum Islam, di mana seseorang yang telah menjadi korban kejahatan memiliki hak untuk meminta pembalasan sebanding terhadap pelaku kejahatan tersebut. Ini biasanya berlaku dalam kasus pembunuhan atau penganiayaan.

d) Diyya adalah pembayaran kompensasi atau darah yang harus dibayar oleh pelaku kejahatan kepada korban atau keluarganya sebagai ganti rugi. Ini berlaku dalam kasus pembunuhan atau cedera parah.

Penerapan hukum jinayah dalam Islam dapat bervariasi antara negara- negara dengan mayoritas penduduk Muslim, tergantung pada interpretasi hukum Islam yang digunakan oleh otoritas hukum dan pemerintah setempat. Beberapa negara menerapkan hukum Islam dengan ketat, sementara yang lain mengadopsi campuran antara hukum sipil dan hukum Islam.

f. Fiqih Siyasah

Kata siyasah berasal dari kata sasa. Kata ini dalam kamus Lisan al-Arab berarti mengatur, mengurus dan memerintah. Jadi siyasah menurut bahasa mengandung beberapa arti, yaitu mengatur, mengurus, memerintah, memimpin, membuat kebijaksanan, pemerintahan dan politik. Secara terminologis dalam kitab Lisan al-Arab, yang dimaksud dengan kata siyasah adalah mengatur atau memimpin sesuatu dengan cara yang membawa kepada kemaslahatan. Dapat disimpulkan bahwa fiqh siyasah ialah ilmu yang mempelajari hal-ihwal urusan umat dan negara dengan segala bentuk hukum, pengaturan, dan kebijaksanaan yang dibuat oleh pemegang kekuasan yang sejalan dengan dasar-dasar ajaran syariat untuk mewujudkan kemaslahatan umat.

Dalil siyasah yaitu Surat An-Nisa ayat 59 lengkap dengan artinya:

بُ ِودد برهﻓ ٍَِيهَ ِيةﻓ ُِبتِع هْاهنهت َِةاهﻓ مُِبِْنةم ةرِمه ِلا ىةلوبا هو هل ِوبُ يرلا اوبعِيةِها هو ه لل اوبعِيةِها ا وِوبنهمذا هنِيةذيلا اههديهاوذي

ةًِيةوِأهت بنهَِْهايو ررِيهخ هكةلذٰ رةر ةخذ ِلا ةِ ِوهيِلا هو ة لّاةب هَ ِوبنةمِْبت ُِبتِنبَ َِةا ةل ِوبُيرلاهو ة لل ىهلةا ࣖ

(20)

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian.

Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An Nisa:

59)

Dalam ayat ini Allah SWT. Menjelaskan kepada kita semua bahwa seluruh kebijakan yang dibuat oleh manusia dimuka bumi ini sebagai seorang kholifah harus berorientasi kepada nilai nilai ketaatan dan kepatuhan kepada Allah dan Rosulnya. Jika terdapat suatu aturan yang sesuai dengan aturan Allah dan Rosulnya maka wajib ditaati dan dipatuhi namun sebaliknya jika aturan atau kebijakn tersebut tidak sesuai dengan Allah keimanan dan ketakwaan, agar janji yang telah diberikan oleh Allah bisa terealisir. Nilai nilai selanjutnya yang harus ada dalam fiqh siyasah adalah nilai amanah dan keadilan.

Seluruh aturan dan kebijakan yang terlahir dari fiqh siyasah harus berorientasi pada hukum hukum yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rosulnya.

Siyasah Islamiyah adalah siyasah (politik) yang berbasis maslahah yakni siyasah yang lahir dari al-Qur’an dan hadis Nabi bukan siyasah yang lahir dari kepentingan individu atau golongan tertentu. Siyasah islamiyah inilah yang menjadi obyek kajian dari fiqh siyasah. Obyek ini perlu diperjelas agar tidak keliru memahami antara politik islam atau islam yang dipolitisir.(Jafar, 2018)

Ruang lingkup fiqih siyasah, menurut Abdurrahman Taj terbagi menjadi tujuh bidang, yaitu:

a) Siyasah dusturiyah (konstitusi)

Membahas masalah perundang-undangan negara, mengenai prinsip dasar yang berkaitan dengan bentuk pemerintahan, aturan yang berkaitan dengan hak-hak rakyat dan mengenai pembagian kekuasaan.

b) Siyasah tasyri'iyah (legislatif)

Adalah salah satu konsep dalam fiqih siyasah (ilmu politik dalam Islam) yang merujuk kepada peran legislatif dalam menetapkan hukum-hukum atau

(21)

undang-undang berdasarkan prinsip-prinsip hukum Islam (syariah). Ini adalah aspek penting dalam tata kelola pemerintahan Islam, di mana legislator atau badan legislatif bertanggung jawab untuk mengeluarkan undang-undang yang sesuai dengan ajaran Islam.

c) Siyasah qadhaiyah/ peradilan)

Adalah salah satu aspek penting dalam fiqih siyasah (ilmu politik dalam Islam) yang berkaitan dengan sistem peradilan atau kehakiman dalam masyarakat Muslim. Ini mencakup prinsip-prinsip dan prosedur yang harus diikuti oleh sistem peradilan dalam menegakkan hukum Islam (syariah) dan menjalankan fungsi-fungsi peradilan dalam masyarakat Muslim.

d) Siyasah maliyah (keuangan)

Adalah salah satu cabang dalam ilmu politik Islam atau fiqih siyasah yang berkaitan dengan tata kelola keuangan dalam masyarakat Muslim. Ini mencakup prinsip-prinsip dan pedoman untuk pengelolaan keuangan publik, perpajakan, serta distribusi dan penggunaan dana publik dalam kerangka hukum Islam (syariah). Siyasah maliyah adalah aspek penting dalam pemerintahan Islam yang bertujuan untuk memastikan keadilan dan keberlanjutan dalam urusan keuangan.

e) Siyasah idariyah (administrasi)

Adalah cabang ilmu yang berkaitan dengan tata kelola administrasi pemerintahan dalam masyarakat Muslim. Ini mencakup prinsip-prinsip, tugas-tugas, dan tanggung jawab yang berkaitan dengan administrasi pemerintahan yang harus dilaksanakan sesuai dengan hukum Islam (syariah).

f) Siyasah tanfiziyah (eksekutif)

Adalah salah satu aspek penting dalam fiqih siyasah (ilmu politik dalam Islam) yang berkaitan dengan kekuasaan eksekutif dalam pemerintahan. Ini mencakup prinsip-prinsip dan tugas-tugas eksekutif dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam (syariah).

g) Siyasah kharijiah (luar negeri)

(22)

Adalah istilah dalam fiqih siyasah (ilmu politik dalam Islam) yang merujuk kepada hubungan luar negeri atau urusan internasional dalam konteks pemerintahan Islam. Ini mencakup prinsip-prinsip, strategi, dan tugas-tugas yang terkait dengan urusan internasional, diplomasi, dan hubungan dengan negara-negara lain sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam (syariah).

4. Jenis Materi Fiqih

Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa guna mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Materi pembelajaran dipilih seoptimal mungkin untuk membantu peserta didik dalam mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan pemilihan materi pembelajaran adalah jenis, cakupan, urutan, dan perlakuan (treatment) terhadap materi pembelajaran. Secara terperinci, jenis- jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai. Jika diklasifikasikan adalah sebagai berikut:

a) Materi Fakta: segala hal yang berwujud kenyataan dan kebenaran, meliputi nama objek, peristiwa sejarah, lambang dan nama tempat. Contoh: sejarah Indonesia, perjuangan pahlawan dengan adanya monument dan makam b) Materi Konsep: segala yang berwujud pengertian-pengertian yang biasa

timbul sebagai hasil pemikiran, meliputi definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat. Contoh: penyimpangan sosial adalah suatu pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat atau lain sebagainya.

c) Materi Prinsip: berupa hal utama, pokok dan memiliki posisi terpenting, meliputi dalil, rumus, adagium, paradigma serta hubungan antar konsep yang menggambarkan implikasi sebab akibat. Contohnya: prilaku menyimpang timbul karena tidak adanya nilai atau norma yang dapat ditaati secara teguh, diterima secara luas.

(23)

d) Materi Prosedur: merupakan langkah-langkah sistematis atau berurutandalam mengerjkan suatu aktifitas dan kronologi suatu system. Contoh: praktik penelitian sosial, dan lain sebagainya.

e) Sikap atau nilai: merupakan hasil belajar aspek sikap, misalnya nilai kejujuran, kasih saying, tolong-menolong, semangat dan minat belajar dan bekerja. Contohnya: aplikasi sosiologi dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk sikap tolerensi dalam menghadapi fenomena social yang bervariasi.

Setelah mengetahui berbagai macam jenis materi pembelajaran secara umum, maka dapat ditarik kesimpulan jenis materi fiqih yang dipelajari yaitu:

a) Materi Fakta

Materi fakta dalam kajian fiqih berhubungan dengan tempat, alat, dan perbuatan mukallaf yang terkait dengan hukum. Contoh: seorang mukallaf (orang yang melakukan hukum syar’i) sedang beribadah tawaf di Ka’bah mengenakan pakaian ihram.

b) Materi Konsep

Materi konsep dalam kajian fiqih berarti mempelajari tentang definisi, pengertian, hakikat, ciri khusus, inti/isi dari hukum syar’i terkait. Contoh: Shalat pada hakikatnya adalah bentuk komunikasi antara seorang hamba sengan Allah SWT.

c) Materi Prinsip/Kaidah

Materi prinsip dalam fiqih berkenaan dengan dalil atau kaidah fiqhiyah dan ushuliyah. Kaidah fiqhiyah yang berarti kumpulan hukum-hukum syara’ yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf berdasarkan dari dalil-dalil yang terperinci.

Sedangkan kaidah ushuliyah berarti sekumpulan dalil yang menjadi dasar tumbuh dan berkembangnya fiqih. Contoh: Dasar hukum shalat.

d) Materi Prosedur

(24)

Materi prosedur berisikan urutan/tertib perbuatan/ langkah-langkah secara sistematis atau berurutan dalam melakukan suatu amal perbuatan. Contoh: Tata cara berkurban.

e) Materi Makna

Materi makna dalam fiqih berarti Maqashid Syariah atau hikmah dari hukum tertentu. Contoh: Kita makan dan minum sebagai bentuk maqashid syariah untuk melindungi jiwa, Kita melaksanakan shalat dan zakat sebagai bentuk maqashid syariah untuk melindungi agama, dll.

(25)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Fiqih berasal dari bahasa arab: ﻓﻘﻪ, dalam bahasa Indonesia menjadi Fiqh.

Secara bahasa, mempunyai arti paham atau mengerti. Dalam artian pemahaman terhadap hukum syari’at yang diturunkan oleh Allah dan Rasulnya. Secara istilah Fiqih berisi pengetahuan tentang hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan perkataan mukallaf, dengan tujuan untuk mengetahui hukum- hukum suatu perbuatan.

Ruang lingkup yang terdapat pada ilmu fiqih adalah semua hukum yang berbentuk amaliyah untuk diamalkan oleh setiap mukallaf. Adapun ruang lingkupnya meliputi: a. Pertama, hukum yang bertalian dengan hubungan manusia dengan khaliqnya (Allah Swt.). Hukum-hukum itu bertalian dengan hukum- hukum ibadah. b. Kedua, hukum-hukum yang bertalian dengan muammalat, yaitu hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya baik pribadi maupun kelompok.

Klasifikasi jenis materi fiqih dibagi lima, diantaranya materi fakta, materi konsep, materi prinsip, materi prosedur, dan materi hikmah. Semua jenis materi tersebut ditujukan untuk membantu peserta didik dalam mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar

B. Saran

Sebagai seorang muslim umumnya dan calon pendidik agama Islam pada khususnya, hendaknya para pembaca untuk memperdalam dan menggali kembali mengenai konsep dasar fiqih karena yang ditulis di makalah ini hanya sebagian kecil dari berbagai versi tentang konsep dasar fiqih.

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Abd al-Wahab al-Khallaf, ‘Ilm Ushul al-Fiqh, Jakarta: Maktabah al-Da’wah al- Islamiyah Syabab al-Azhar, 1410/1990.

Ahmad Alfan, Wayudi AS, Tri Bimo Soewarno,Ruang Lingkup Fiqh, (2014).

Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, edisi revisi, cet-2, Jakarta:

Rajawali Pres, 2015.

AminHusnul. (2020). Konsep Materi Pembelajaran Fiqh di Madrasah.RAUDHAH Proud To be Professional JurnalTarbiyah Islamiyah5(1), 42-50.

Atabik, A., & Mudhiiah, K. (2016). Pernikahan dan Hikmahnya Perspektif Hukum Islam.YUDISIA: Jurnal Pemikiran Hukum Dan Hukum Islam,5(2).

A. Syathori. (2017). KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN FIQIH DI MADRASAH TSANAWIYAH (Implementasi, Analisis dan Pengembangannya). Al-Tarbawi Al-Haditsah: Jurnal Pendidikan Islam Vol.

2, No. 1, 1-23.

Dr.Musthafa Ahmad Az-Zarqa’ AlmadkhalAl Fiqhi Al’Am, (Damaskus ; Al Adib, 1967-1968), Hal;42, Santri news.com, (2003).

Ghazaly, H. A. R. (2019).Fiqh munakahat. Prenada Media.

H Zulkarnain Lubis, M. H., Ritonga, H. B., & SH, M. H. (2016). Dasar-dasar hukum acara jinayah. Prenada Media.

Jafar, W. A. (2018). Fiqh Siyasah dalam Perspektif al-Qur’an dan al-Hadist. Al Imarah: Jurnal Pemerintahan Dan Politik Islam,3(1), 18–28.

Sabarudin. (2018). Materi Pembelajaran Dalam Kurikulum 2013. Jurnal An-Nur, Vol. 04No. 01, 1-18.

Saebani, B. A., & Djaliel, M. A. (2015).Fiqh mawaris.

Samad, M. Y. (2017). Jurnal Hukum Pernikahan Dalam Islam. Istiqra: Jurnal Pendidikan Dan Pemikiran Islam,5(1).

Referensi

Dokumen terkait

5 : View garden The French Internasional School Of Beijing .... 10 : Analisa Vegetasi dan Drainase