• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP TAZKIYATUN NAFS PERSPEKTIF AL-GHOZALI DALAM PENDIDIKAN AKHLAK

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "KONSEP TAZKIYATUN NAFS PERSPEKTIF AL-GHOZALI DALAM PENDIDIKAN AKHLAK "

Copied!
83
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

  • Tujuan dan Manfaat Penelitian
  • Penelitian Relevan
  • Metode Penelitian

LANDASAN TEORI

Pendidikan Akhlak

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan akhlak adalah pendidikan yang berkaitan dengan pembentukan nilai-nilai akhlak dalam diri anak didik berupa kebajikan perangai dan budi pekerti yang mendorong perbuatan mulia dan menjadi kebiasaan perilaku. Pendidikan moral ditujukan pada internalisasi nilai-nilai moral melalui pelatihan dan pembiasaan, sehingga terbentuk perilaku yang baik. Al-Quran dalam konteks pendidikan akhlak, merupakan landasan utama dalam perumusan berbagai teori tentang pendidikan akhlak.

Tujuan pendidikan moral adalah mempersiapkan manusia (siswa) untuk sikap dan perilaku yang baik. Berdasarkan kata kunci pencarian di atas, ditetapkan bahwa tujuan pendidikan akhlak dari perspektif Al-Qub'an ada tiga. Berdasarkan kutipan di atas, tujuan pendidikan akhlak sejalan dengan konsep menciptakan manusia untuk beribadah dan bertakwa.

11Fadlil Yani Ainus Syam, Pendidikan Akhlak dalam Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Bagian III, (Jakarta: IMTIMA, 2007), hlm. Oleh karena itu tujuan pendidikan akhlak dalam Islam tidak memisahkan hubungan dengan Allah, dan hubungan dengan sesama makhluk. Dalam pendidikan akhlak, proses penanaman nilai-nilai akhlak disertai dengan pembiasaan dan latihan, baik yang berhubungan dengan sesama manusia maupun yang berhubungan dengan Allah SWT.

Tazkiyatun Nafs

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa proses tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) adalah upaya membersihkan dan mengeliminasinya dengan segala cabangnya kemudian mengisinya dengan taithhid dengan segala komponennya sekaligus menghiasinya dengan nafs. keteladanan asmaul husna (sifat-sifat Allah Yang Maha Tinggi) dan amal ibadah yang sempurna. . Berdasarkan pendapat di atas, tazkiyatun nafs adalah upaya mensucikan jiwa dan diri dari kekotoran jiwa, serta memperbaiki jiwa, melalui berbagai bentuk ibadah, amal saleh dan berbagai amal shalih serta langkah-langkah mujahadah. Tazkiyatun nafs pada hakekatnya adalah proses membersihkan jiwa dan hati dari berbagai dosa dan sifat-sifat tercela yang mengotorinya, kemudian meningkatkan kualitas jiwa dan hati dengan mengembangkan sifat-sifat terpuji yang diridhai Allah SWT, serta potensi positifnya dengan mujahadah, ibadah dan berbagai amal saleh lainnya, agar hati dan jiwa menjadi bersih dan baik serta berkualitas, yang pada akhirnya menjadikan mereka memiliki sifat dan perilaku yang baik dan terpuji.

Tazkiyatun nafs berusaha mengembalikan manusia pada fitrahnya yaitu fitrah tauhid, fitrah iman, Islam dan ihsan, disertai dengan upaya untuk memperkuat dan mengembangkan potensi tersebut agar setiap orang selalu dekat dengan Allah, spiritual meningkatkan kualitas melalui penghayatan. dan pengamalan ajaran agama. Landasan tazkiyatun nafs sebagai upaya menjaga kebersihan diri sebagai bagian dari pendidikan akhlak dapat dipahami dari firman Allah SWT. sebenarnya Tnya bugija T'obang yang terobsesi dengannya.”) Q.b.‎ sy-Shams; 9-10)24. Memahami hadis di atas, orang yang mengharapkan ridha Allah dan kebahagiaan abadi di akhirat harus benar-benar memperhatikan tazkiyatun nafs (penyucian jiwa).

Mujahadah dalam konteks tazkiyatun nafs dilakukan untuk mempertahankan diri dari dorongan-dorongan negatif yang muncul dari godaan nafs. Pembiasaan adalah metode tazkiyatun nafs yang menekankan pada pengulangan perilaku terpuji agar siswa terbiasa melakukannya tanpa ada dorongan dari luar. Memahami pendapat di atas, maka nafsu sebagai penghalang upaya tazkiyatun nafs harus dilatih dan dibiasakan untuk tidak diikuti hawa nafsunya.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Biografi Imam Al-Ghazali

Setelah dididik oleh keluarganya, Al-Ghazali melanjutkan pelajaran di madrasah pada usia tujuh tahun pada tahun 2010. Justeru, beliau mempelajari ilmu fiqh, sejarah para wali dan kehidupan rohani mereka, mempelajari syair tentang cinta (cinta) kepada Tuhan, menjelaskan al-Quran dan as-Sunnah. Al-Ghazali pergi ke Jurjan pada usia 15 tahun dan belajar di bawah Abu Nasr al-Isma'il. Selepas menamatkan pengajiannya di Jurjan, pada usia 19 atau 20 tahun, Al-Ghazali meneruskan pendidikannya di madrasah Nizamiyah Nizabur, belajar di bawah Yusuf Al-Nassaj, seorang pemuka agama yang dikenali sebagai Imamul Haramain atau Al-Juwayni Al-Haramain (a. Ulama Syafi'i iyyah Ash' ariyyah) hingga umur 28 tahun.

Kecerdasan dan bakat Al-Ghazali dalam bidang ilmu pengetahuan membuatnya dikenal luas di kalangan ulama dan cendekiawan saat itu. Setelah Imam al-Haromain wafat, al-Ghazali diangkat oleh Perdana Menteri Nizamul Mulk di bawah pemerintahan khalifah Abbasiyah untuk menjadi rektor Universitas Nizamiyah. Dimana al-Ghazali baru berusia dua puluh delapan tahun saat itu, namun keahliannya mampu menarik perhatian Perdana Menteri.

Pada tahun 1095 Al-Ghazali meninggalkan profesinya sebagai guru, merantau dari satu tempat ke tempat lain. Sebagai seorang sufi, Al-Ghazali percaya bahwa tasawwuf adalah cara terbaik yang dapat menyelamatkan manusia dari rasa ragu dan dapat mempersulit kerentanan Takiki. ‎taTun‎505‎H‎)1111‎M(‎ai‎hTus." 6. Bila memahami uraian singkat kisah hidup Al-Ghazali di atas, maka dapat dipahami bahwa sejak kecil Al-Ghazali telah dikaruniai keimanan yang tinggi. , gaya hidup sederhana dan selalu tabah dalam menghadapi masalah hidupnya.

Karya-karya Imam Al-Ghazali

Kehidupan Al-Ghazali di masa tuanya memiliki pola yang mantap menjadi seorang sufi. Sebagai seorang sufi, Al-Ghazali percaya bahwa tasawwuf adalah cara terbaik yang dapat menyelamatkan manusia dari keraguan dan dapat menantang ketakutan Takiki. ‎ husnul khotimah Al- Ghazali wafat pada hari Senin 14 Jumadil kTib‎taTun‎505‎H‎)1111‎M(‎ai‎hTus."6. Selain itu, berkat kecerdasan dan daya tahannya, beliau mampu mengembangkan potensi dirinya dengan bimbingan dari para ulama yang berilmu tinggi dan berwawasan luas, termasuk dalam bidang pendidikan. Buku-bukunya dalam bidang keagamaan adalah Ihya Ulum ad-Din (Kebangkitan Ilmu Agama) dan al-Munkidz min ad-Dalal (Penyelamat dari tersesat ).7.

Karya-karya Al-Ghazali di atas mendapat pujian dari para gurunya dan menarik perhatian para cendekiawan dan ulama pada masanya. Karya-karya Al-Ghahzali telah diterjemahkan ke banyak bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Banyaknya karya Al-Ghazali menunjukkan bahwa Al-Ghazali adalah seorang ulama yang produktif dalam menulis, dan juga menunjukkan kontribusi pemikirannya yang besar bagi khazanah keilmuan Islam.

Hal ini terlihat dari karya-karya Al-Ghazali di atas yang mencakup berbagai jenis ilmu seperti tasawuf, fiqh, ushul fiqh, filsafat dan mantik.

Tazkiyatun Nafs dalam Pendidikan Akhlak Menurut

Mengetahui hubungan/keterkaitan ilmu dengan cita-citanya, karena cita-cita yang tinggi dan dekat mempengaruhi cita-cita yang jauh; dan yang penting berpengaruh terhadap orang lain.10 Berdasarkan kutipan di atas, tazkijatun nafsi dalam pendidikan akhlak diawali dengan upaya membersihkan hati dari sifat-sifat tercela dan berpaling dari kesibukan dunia yang mengganggu dalam menuntut ilmu. Dalam kerangka pendidikan akhlak, menurut Al-Ghazali, ada sepuluh tahapan yang harus diselesaikan peserta didik, agar ilmu yang diterimanya menjadi pedoman dan penerang dalam hati dan terwujud dalam perbuatan. Menurut Al-Ghazali, santri hendaknya mengutamakan kesucian jiwa daripada akhlak yang menjijikkan, mengurangi pergaulan dengan kesibukan dunia, serta rela menjauh dari keluarga dan tanah air untuk menuntut ilmu.

Saat belajar, siswa tidak boleh sombong dengan ilmu yang dimilikinya dan tidak menentang guru. Siswa harus melindungi diri dari mendengarkan pendapat manusia yang berbeda yang dapat mempengaruhi ketekunan mereka dalam belajar. Siswa harus membersihkan diri mereka dari sifat-sifat yang memalukan dan penyakit hati, dan menghiasi pikiran mereka dengan kebajikan dan sifat-sifat mulia.

Kegagalan peserta didik untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan menemukan kebenaran untuk meraih kebahagiaan di sisi Allah swt adalah karena adanya hijab (penghalang) yang bersumber dari penyakit jiwa dan sifat yang buruk. Sifat malu adalah penyakit hati yang menjadi penutup (penghalang) siswa untuk menuju Allah swt, dan pintu masuk hidayah ke dalam hati. Siswa harus memprioritaskan studi pengetahuan yang mengarah pada perilaku, dan secara bertahap pada setiap tingkat pendidikan.

Analisis Tazkiyatun Nafs dalam Pendidikan Akhlak

Siswa harus menghindari berbagai penyakit jiwa yang dapat menghambat perkembangan belajar siswa. Kesucian batin merupakan fokus utama dari pengobatan kitab Ihya` Ulumuddin dan ditempatkan di antara kewajiban santri dalam menuntut ilmu. -Ghazali, Mutiara Ihya Ulumuddin (Mukhtasor Ihya` Ulumuddin), terjemahan Irwan Kurniawan, (Bandung: Pustaka Mizan, 2008), hlm. Siswa harus mengurangi kegiatan dan kegiatan yang tidak bermanfaat dan mengalihkan perhatian Anda dari belajar.

Idenya adalah agar siswa tidak ragu-ragu ketika mempelajari ilmu yang baru dipelajarinya. Memahami ayat di atas, dapat dikatakan bahwa siswa harus tegas dalam cara belajar dan tidak mudah meninggalkan kelas. Siswa hendaknya mempelajari suatu disiplin ilmu secara bertahap, mulai dari tingkatan yang paling penting (utama), yaitu ilmu yang mendekatkan diri kepada Tuhan.

Ulumuddin ialah ketabahan pelajar dalam menuntut ilmu, dan tidak beralih kepada ilmu lain sehingga ilmu yang pertama dikuasai dengan baik. Pelajar perlu menjaga hati agar tidak dijangkiti penyakit jantung yang boleh menghalang mereka daripada menimba ilmu yang bermanfaat. Pemahaman ini memerlukan proses pencarian dalam pembelajaran supaya pelajar mempunyai matlamat yang jelas dalam pembelajaran.

PENUTUP

Kesimpulan

Pendidikan menurut Al-Ghazali merupakan bagian dari tazkiyatun nafs dan ilmu dipandang sebagai alat untuk mencerahkan hati dan mengantarkan akal menuju kemuliaan. Menurut Al-Ghazali akhlak siswa pada dasarnya dapat dilatih, dibimbing, diubah dan dibentuk melalui pendidikan. Al-Ghazali mengemukakan sepuluh konsep tazkiyatun nafs dalam kaitannya dengan pendidikan, yaitu: mengutamakan kesucian jiwa di atas akhlak yang rendah hati dari sifat-sifat yang baik.

Saran

Santri hendaknya berlatih dan belajar mensucikan hati selama menuntut ilmu agar dapat mengambil manfaat dari ilmu yang dipelajarinya dan lebih mendalami karya-karya Al-Ghazali sebagai rujukan dalam pendidikan akhlak. Abdul Qadir Isa, Hakaiq et-Tashawwuf, Terjemahan Khairul Amru dan Afrizal Lubis, (Jakarta: Qisthi Press, 2005. Al-Ghazali, Mutiara Ihya Ulumuddin Mukhtasor Ihya` Ulumuddin terjemahan Irwan Kurniawan, Bandung: 20 Mi80.

Taman Kebenaran, Tujuan Ruhani Mencari Jati Diri Menemukan Tuhan, (Raudhatu ath-Thalibin wa 'Umdatu as-Salikin) Kaseroon USA Translator. Fadlil Yani Ainus Syam, Pendidikan Akhlak dalam Sains dan Aplikasi Pendidikan, Bagian III, Jakarta: IMTIMA, 2007. Masyhuri, Prinsip Tazkiyah al-Nafs dalam Islam dan kaitannya dengan kesehatan mental, Jurnal Pemikiran Islam; Vol.

Muhammad Akib, The Role of Extracurricular Activities of Bina Islam in Improving Morele Moral, Bunga Ramai Research in Islamic Religious Education, Yogyakarta: Depublish, 2016. Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Mukhtasor Sahih Muslim, Jilid 1, vertaal deur Elly Lathifah, Jakarta: Gema Insani Press , 2005. Muhyiddin Abdusshomad, Tradisionalis Fiqh, Malang: Pustaka Bayan, 2007 Muslim bin Hajjah al-Qusyairi, Sahih Muslim, Riyadh: Dar Toyyibatun, 2006 Muslim bin Hajjaj Al-Qusyairrut, Jilid 1 Dar Beihlimiruta. -Kolam.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil keterampilan bercerita kelas III A yang diajarkan menggunakan media pop up book lebih baik dari pada tanpa menggunakan