KRITERIA URBAN DESIGN
KRITERIA TERUKUR MEASURABLE CRITERIA
Kriteria terukur menurut Shirvani, adalah kriteria yang bisa diukur secara kuantitatif; berkaitan dengan faktor-faktor alamiah seperti urban climate, solar energy, urban geology, dan lainnya.
Faktor lainnya berkaitan dengan ukuran aktual dari wujud fisik suatu lingkungan dan bangunan seperti: ketinggian dan bulk, FAR, BCR, setback, dan lainnya.
Kriteria terukur dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
Kriteria lingkungan alamiah
Kriteria wujud bangunan, massing, dan intensity.
1. KRITERIA LINGKUNGAN ALAMIAH
Kriteria ini terdiri dari 8 elemen (secara umum sudah dibahas dalam Mata Kuliah Perancangan Kota), yaitu :
Land use
Building form and massing
Circulation and parking
Open space
Pedestrian ways
Activity support
Signage
Preservation
Dalam praktek, planner/urban designer harus berhati-hati dan berkomunikasi dengan ahli lingkungan jika akan menerapkan kriteria lingkungan alamiah ke dalam konsep dan design.
2. KRITERIA WUJUD BANGUNAN, MASSING DAN INTENSITY
Kriteria ini mencakup ukuran tiga dimensi dari suatu wujud kota yang masuk dalam ranah urban design. Secara umum dikenal dua jenis ukuran, yaitu: ukuran konvensional dan ukuran inovatif.
UKURAN KONVENSIONAL
Menurut Shirvani ada 3 jenis ukuran konvensional, yaitu: FAR, SEP dan density.
FAR atau Floor Area Ratio, adalah angka perbandingan antara luas lantai seluruh bangunan dengan luas area.
total floor area FAR = --- total lot area
SEP atau Sky Exposure Plane, adalah bidang imajiner yang diawali dari batas tepi jalan, pada pengembangan bangunan dalam suatu tapak yang dinyatakan dalam perbandingan antara jarak vertikal dan horisontal.
vertical distance
Sky Exposure Plane = --- horisontal distance
Density adalah jumlah orang atau unit space per unit bidang dua dimensi. Misalnya: 6 bangunan per acre, 50 jiwa/Ha.
Selain ukuran konvensional yang digagas Shirvani, dikenal kriteria lain yang digunakan untuk merancang serta mengendalikan lingkungan dan bangunan; yaitu: lintasan terbang pesawat, ALO, optimasi harga, keamanan dari bahaya kebakaran, dan ketentuan setempat lainnya.
1. LINTASAN TERBANG PESAWAT
Lintasan terbang pesawat merupakan ruang udara di sekitar bandar udara, yang harus bebas dari segala bangunan atau struktur fisik lainnya agar tidak mengganggu jalur penerbangan.
Wujudnya berupa plane dengan bentuk dasar elips dengan jari-jari terpanjang 15 km dan jari-jari terpendek 5,1 km. Bagian-bagian dari daerah lintasan terbang pesawat adalah :
Kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
Kawasan ini dibatasi oleh tepi dalam yang berhimpit dengan ujung- ujung permukaan utama berjarak 60 meter dari ujung landas pacu dengan lebar tertentu (sesuai klasifikasi landas pacu) pada bagian dalam, kawasan ini melebar ke arah luar secara teratur dengan sudut pelebaran 10% atau 15% (sesuai klasifikasi landas pacu) serta garis tengah bidangnya merupakan perpanjangan dari garis tengah landas pacu dengan jarak mendatar tertentu dan akhir kawasan dengan lebar tertentu.
Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan
Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan dibatasi oleh tepi dalam yang berhimpit dengan ujung – ujung permukaan utama dengan lebar 60 meter atau 80 meter atau 150 meter atau 300 meter (sesuai klasifikasi landas pacu), kawasan ini meluas keluar secara teratur dengan garis tengahnya merupakan perpanjangan dari garis tengah landas pacu sampai lebar 660 meter atau 680 meter atau 750 meter atau 1150 meter atau 1200 meter (sesuai klasifikasi landas pacu) dan jarak mendatar 3.000 meter dari ujung permukaan utama.
Kawasan di bawah permukaan transisi
Kawasan ini dibatasi oleh tepi dalam yang berhimpit dengan sisi panjang permukaan utama dan sisi permukaan pendekatan, kawasan ini meluas keluar sampai jarak mendatar 225 meter atau 315 meter ( sesuai klasifikasi landas pacu ) dengan kemiringan 14,3% atau 20% (sesuai klasifikasi landas pacu).
Kawasan di bawah permukaan horizontal dalam
Kawasan ini dibatasi oleh lingkaran dengan radius 2000 meter atau 2500 meter atau 3500 meter atau 4000 meter (sesuai klasifikasi landas pacu) dari titik tengah tiap ujung permukaan utama dan menarik garis singgung pada kedua lingkaran yang berdekatan tetapi kawasan ini tidak termasuk kawasan di bawah permukaan transisi.
Kawasan di bawah permukaan kerucut
Kawasan ini dibatasi dari tepi luar kawasan di bawah permukaan horizontal dalam meluas dengan jarak mendatar 700 meter atau 1100 meter atau 1200 atau 1500 meter atau 2000 meter (sesuai klasifikasi landas pacu) dengan kemiringan 5% (sesuai klasifikasi landas pacu).
Kawasan di bawah permukaan horizontal luar
Kawasan ini dibatasi oleh lingkaran dengan radius 15.000 meter dari titik tengah tiap ujung permukaan utama dan menarik garis singgung pada kedua lingkaran yang berdekatan tetapi kawasan ini tidak termasuk kawasan di bawah permukaan transisi, kawasan di bawah permukaan horizontal dalam, kawasan di bawah permukaan kerucut.
KETINGGIAN MAKSIMUM YANG DIIJINKAN
Bangunan-bangunan yang berada dalam jangkauan Ketentuan Lintasan Terbang Pesawat, ketinggianya dibatasi berdasarkan rumus berikut :
Tm = Tm1 St
dimana :
Tm : tinggi maksimum yang diijinkan (dalam meter).
Tm1 : tinggi maksimum yang diijinkan berdasarkan teori (dalam meter).
St : selisih ketinggian (peil) antara lokasi studi dengan bandara.
CONTOH :
LOKASI STUDI ( + 145 m) LOKASI BANDARA (+ 120 m)
25 M
Berapa ketinggian bangunan yang diijinkan di lokasi studi jika terletak di Permukaan Horisontal Luar ?
Tm1 = 150 meter St = 25 meter
Tm = 150 – 25 = 125 meter
Jika 1 lantai setara dengan 5 meter, maka ketinggian maksimum yang diijinkan adalah 25 lantai.
2. ANGLE OF LIGHT OBSTRUCTION (ALO)
Tinggi maksimum bangunan berdasarkan sudut bayangan matahari, dapat dtentukan dengan rumus :
h’ = h tot - 1,5 tg
dimana :
h tot : 0,5 (Jd + Ls + Jb) Jd : sempadan depan Jb : sempadan belakang Ls : lebar bangunan
GAMBAR PENAMPANG
BATAS BUILDING ENVELOPE
h’ htot
Jd Ls Jb
Penggunaan rumus ALO yang menunjukkan perbandingan antara jarak dan tinggi bangunan, dalam praktek sangat bervariasi. Ada yang menggunakan perbandingan :
h = 1,5 d h = d
h = 0,75 x 1,5 x GSB h : tinggi selubung bangunan
d ; jarak antara proyeksi titik puncak selubung dengan titik tengah Rumija
3. OPTIMASI HARGA
Kriteria ini didasarkan pada tinjauan dari aspek ekonomi, dimana harga tanah semakin dekat dengan pusat kota semakin tinggi, sehingga timbul pemikiran konsep membangun ke arah vertikal.
Menurut Brandt, ternyata membangun ke arah vertikal juga ada batas optimumnya, dan tidak selamanya membangun ke arah vertikal lebih menguntungkan dibandingkan membeli lahan baru. Menurut Brandt (dalam Suwandono; 1988) ukuran tersebut dapat dirumuskan dalam model sebagai berikut:
dC
--- < LP dL
dimana :
dC : selisih total biaya konstruksi per unit luas (dalam rupiah).
dL : selisih keuntungan luas lahan dengan dibuat bertingkatnya bangunan (dalam rupiah).
LP : harga lahan (rupiah per m2).
Berdasarkan model tersebut maka dapat dihitung sampai ketinggian berapa lantai pembangunan gedung bertingkat masih ekonomis dibandingkan dengan membeli lahan baru atau menambah luas lahan, dengan membeli lahan di sekitarnya.
CONTOH :
Sebuah kapling yang terletak di Jl. “X” harga tanahnya Rp. 1.250.000,- per m2. Jika harga per m2 bangunan mengikuti Standar Bappenas;
luas lahan 1.200 m2; BCR 60%, berapakah jumlah lantai optimal di lokasi tersebut ?
Untuk menghitung jumlah lantai optimum, terlebih dahulu perlu membuat lembar kerja berupa tabel terdiri dari 9 kolom yang memuat :
Jumlah lantai bangunan
Luas tiap lantai bangunan
Luas lahan
Tabungan luas lahan
Biaya konstruksi per m2
Total biaya konstruksi
Selisih biaya konstruksi (dC)
Tabungan lahan (dL)
Harga lahan berdasarkan perhitungan
TABEL KERJA
JML LT.
(1)
LUAS TIAP
LT.
(M2) (2)
LUAS LAHAN
(M2) (3)
TABUNGAN LUAS LAHAN
(M2) (4)
BIAYA KONST.
PER M2 (PER JUTA)
(5)
TOTAL BIAYA KONST.
(PER JUTA)
(6)
SELISIH BIAYA KONST.
(dC) (7)
TABUN GAN LAHAN/
JUTA (dL)
(8)
dC/dL (PER JUTA)
(9)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
720 360 240 180 144 120 102,85 90 80 72
1200 600 400 300 240 200 171,42 150 133,33 120
0 600 200 100 60 40 28,57 21,42 16,66 13,33
0,57 0,621 0,638 0,646 0,662 0,682 0,704 0,732 0,857 1,004
410,4 447,12 469,36 465,12 476,64 491,04 506,88 527,04 617,04 722,88
0 36,72 12,24 5,76 11,52 14,4 15,84 20,16 90 105,84
0 750 250 125 75 50 35,713 26,785 20,833 16,666
0 0,0489 0,0489 0,0460 0,1536 0,288 0,4435 0,7526 4,32 6,3504 PENJELASAN
KOLOM 1 : jumlah lantai : 1 -- n
KOLOM 2 : luas tiap lantai : BCR x (3) = 60% x (3) KOLOM 3 : luas lahan : 1.200 m2 (diketahui)
Baris 1 : luas total
Baris 2 : baris 1 dibagi 2
Baris 3 : baris 1 dibagi 3
Baris 4 : baris 1 dibagi 4
dan seterusnya
KOLOM 4 : tabungan luas lahan
Baris 1 : 0
Baris 2 : kolom (3) baris 1 – baris 2 Baris 3 : kolom (3) baris 2 – baris 3 Baris 4 : kolom (3) baris 3 – baris 4
dan seterusnya
KOLOM 5 : biaya konstruksi (tergantung kualitas bangunan) Baris 1 : 570.000 (standar Bappenas)
Baris 2 : 1,090 x standar
Baris 3 : 1,120 x standar
Baris 4 : 1,135 x standar
Baris 5 : 1,162 x standar
Baris 6 : 1,197 x standar
Baris 7 : 1,236 x standar
Baris 8 : 1,265 x standar
KOLOM 6 :
Total biaya konstruksi : kolom (2) x (kolom (5) KOLOM 7 : dC
Selisih biaya konstruksi : kolom (6) baris (n + 1) – n
Baris 1 : 0
Baris 2 : kolom (6) baris 2 – baris 1 Baris 3 : kolom (6)baris 3 – baris 2 Baris 4 : kolom (6) baris 4 – baris 3
dan seterusnya KOLOM 8 : dL
Tabungan lahan : kolom (4) x Rp. 1.250.000,- KOLOM 9 : dC/dL
Bila dC/dL lebih kecil dari harga tanah per m2, maka jumlah lantai bangunan fisibel/layak ditinjau dari optimum harga (dalam hal ini ketinggian 8 lantai, dimana dC/dL = Rp. 752.640,).
4. KEAMANAN TERHADAP BAHAYA KEBAKARAN
Pertimbangan keamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan bertingkat (di Indonesia) diatur dalam Petunjuk Perencanaan Struktur Bangunan untuk Pencegahan Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung yang diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan Umum No. SKBI- 2.3.53,1987, UDC : 699.81: 624.04.
Berdasarkan jenis penggunaanya, ada dua kategori ketinggian bangunan ditinjau dari keamanan terhadap bahaya kebakaran, yaitu :
Kategori pertama :
Jenis penggunaan untuk perumahan/flat, perkantoran, pabrik dan gudang tidak dibatasi ketinggian maksimumnya.
Kategori kedua :
Penggunaan untuk pertokoan dan bangunan umum dibatasi sampai ketinggian maksimum 28 meter.
Kriteria pengendalian tinggi bangunan ini, didasarkan pada kemampuan yang ada saat itu. Karenanya disadari, bila kemampuan dalam melakukan evakuasi dan pemadaan kebakaran pada bangunan berlantai banyak semakin meningkat di masa mendatang, maka persyaratan tinggi bangunan, khususnya untuk pertokoan dan bangunan umum akan lebih tinggi lagi.
TABEL : PERIODE KETAHANAN TERHADAP API UNTUK BANGUNAN BERTINGKAT BANYAK
KATEGORI FUNGSI
UKURAN MAKSIMUM PERIODE MINIMAL
KETAHANAN TERHADAP API TINGGI
(M)
LUAS LANTAI
(M2)
PER LUAS KUBIKAL
(M2)
LANTAI DASAR ATAU DI ATASNYA
(JAM)
LANTAI BASEMENT
(JAM) Rumah sederhana
< 3 lantai
= 4 lantai 4 lantai
TD TD TD
TD 250 TD
TD TD TD
0,5 1 1
1 1 1,5 Perumahan lainnya
< 2 lantai
= 3 lantai
berlantai banyak berlantai banyak
TD TD 28 TD
500 250 3000 2000
TD TD 8500 6500
0,5 1 1 1,5
1 1 1,5 2 Institusional 28
>28 2000
2000 TD
TD 1
1,5 1
2 Perkantoran 7,5
7,5 15 28 TD
250 500 NI 1000 2000
TD TD 3500 14000 TD
0 0,5 1 1 1,5
1 1 1 1,5 2
Pertokoan 7,5
7,5 15 28 28
150 500 NI 1000 2000
NI NI 3500 7000 7000
0 0,5 1 1 2
1 1 1 2 4
Pabrik 7,5
7,5 15 28 28
>28
250 NI NI NI NI 5000
NI 1700 4250 8500 28500 5500
1 1,5 1 1 2 2
1 1 1 2 4 4 Bangunan umum 7,5,
7,5 15 28
250 500 NI 5000
NI NI 3500 14000
0 0,5 1 1
1 1 1 1,5
Gudang 7,5
7,5 15
150 300 BI
NI NI 1700
0 0,5 1
1 1 1
15 28 28
>28
NI NI NI 1000
3500 7000 21000 NI
1 2 4 4
2 4 4 4
Sumber : Departemen pekerjaan Umum; 1987
TABEL PENYEDIAAN SISTEM DETEKSI DAN ALARM MENURUT FUNGSI, JUMLAH DAN LUAS LANTAI BANGUNAN GEDUNG.
TABEL JARAK ANTAR BANGUNAN GEDUNG
Sumber : Permen PU NOMOR : 26/PRT/M/2008 5. KETENTUAN LAIN
Di kota-kota yang memiliki kawasan cagar budaya atau untuk tujuan pelestarian lingkungan, diberlakukan ketentuan lain untuk mengendalikan bangunan; sifatnya kondisional.
Ketentuan ini dimaksudkan sebagai upaya untuk melindungi atau melestarikan bangunan dan lingkungannya agar tidak tergusur oleh pembangunan kota.
Contohnya antara lain adalah :
Pengendalian tinggi bangunan di sekeliling Monumen Tugu Pahlawan yang ditetapkan maksimum 24 meter pada bagian podiumnya. Tujuannya adalah membentuk deretan massa bangunan yang melingkupi ruang luar Tugu Pahlawan, dengan ketinggian setara bangunan menara Gedung Kantor Gubernur.
Pengendalian tinggi bangunan di Bali yang tidak boleh melebihi tinggi pohon kelapa, dengan maksud untuk menjaga kelestarian lingkungan alam Bali.
Ketinggian podium bangunan di koridor Jalan Tunjungan yang tidak boleh melebihi tinggi bidang pada wajah depan bangunan bersejarah, dengan maksud untuk melestarikan fasade bangunan yang menjadi jatidiri Kawasan Tunjungan.
Pengendalian tinggi bangunan di sekeliling Taman Surya yang tidak diijinkan melebihi tinggi Gedung Balai Kota, agar tercipta ruang luar yang serasi dengan bangunan sekitarnya.