• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lap-KKB-Monev-UU-Orm..>

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Lap-KKB-Monev-UU-Orm..>"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

Temuan pemantauan media online tahun kelima menunjukkan jumlah peristiwa terkait implementasi UU Pengorganisasian Massa sebanyak 200 peristiwa dengan 284 jenis aksi. Hasil pantauan media online menunjukkan jumlah kejadian terkait penerapan UU Komunalisasi jauh lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Penerapan UU Ormas pada periode kelima menunjukkan bahwa negara merupakan aktor kunci dalam pembatasan pergerakan ormas.

KONTEKS

Konteks baru dalam pemberlakuan UU Ormas periode tahun kelima adalah terbitnya 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri pada bulan Juli 2017, yaitu 1) Peraturan Menteri Dalam Negeri 56 Tahun 2017 tentang Pengawasan Ormas di Lingkungan Kementerian. Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, 2) Peraturan Menteri Dalam Negeri 57 Tahun 2017 tentang Pendaftaran dan Pengelolaan Sistem Informasi Ormas, dan 3) Peraturan Menteri Dalam Negeri 58 Tahun 2017 tentang Kerjasama Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah dengan Organisasi massa dan badan atau lembaga di bidang politik dan pemerintahan umum. Dalam hal ini, ormas yang berbadan hukum tidak perlu mendaftar, namun harus menyertakan rekomendasi dari kementerian dan pemerintah terkait. Selain itu, Permendagri 57/2017 juga mewajibkan ormas melaporkan perkembangannya setiap enam bulan dan ditandatangani oleh lembaga negara terkait.

UU ORMAS DALAM PERSPEKTIF KKB

Persoalan UU Ormas bukan hanya pada isi pasal-pasalnya saja, namun juga pada konsep dasar pengaturannya. Selain itu, menempatkan UU Pengorganisasian Massa sebagai “payung hukum” dalam pengaturan organisasi masyarakat sipil hanya akan menambah rantai birokrasi, perizinan, dan mekanisme yang semakin kompleks. Menolak UU Ormas bahkan Perpp Ormas bukan berarti Ormas tidak mau diatur.

METODOLOGI

UU Ormas jelas-jelas merupakan peraturan yang salah dan keliru sehingga harusnya dihapuskan dari peraturan hukum di Indonesia, bukan direvisi sebagaimana usulan DPR dan pemerintah melalui RUU Ormas atau revisi UU Ormas. . KKB membagi objek atau tujuan pengawasan UU Ormas tahun kelima menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu dampak, kebijakan, dan perilaku dalam implementasi undang-undang tersebut. KKB mengumpulkan, menyeleksi, dan memverifikasi sejumlah data atau temuan selama pemantauan pelaksanaan UU Ormas.

TEMUAN DAN ANALISIS

Deskripsi Temuan

Hal ini dipengaruhi oleh beberapa peristiwa penting pada periode kelima ini, yaitu 1) terbitnya Perppu 2/2017 yang kemudian disahkan menjadi undang-undang pencabutan status badan hukum perkumpulan HTI oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan 3) terbitnya Permendagri dan Permendagri 58/2017. Pada periode tahun kelima ini, jumlah acara yang merupakan bentuk implementasi UU Ormas sebanyak 200 acara. Hasilnya menunjukkan bahwa 200 peristiwa yang terjadi pada periode tahun kelima terjadi di semua tingkatan, baik nasional, provinsi, dan daerah.

Dari 200 peristiwa yang terjadi pada periode tahun kelima, peristiwa tersebut tersebar di 30 provinsi di 92 kabupaten/kota. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebaran daerah pada periode tahun kelima lebih besar dibandingkan periode sebelumnya. Berbeda dengan periode keempat, pada periode kelima terdapat tujuh kategori berdasarkan jenis tindakan.

Jenis tindakan yang jarang ditemukan pada periode kelima ini adalah kategori kriminalisasi dengan 1 tindakan (Lihat Bagan 3. Jenis Tindakan). Pada kategori stigmatisasi OMS terjadi peningkatan dari 6 aksi pada periode kedua menjadi 16 aksi pada periode ketiga, meningkat lagi menjadi 25 aksi pada periode tahun keempat dan selanjutnya meningkat menjadi 48 aksi pada periode kelima. Pada kategori larangan kegiatan terjadi peningkatan signifikan dari 7 tindakan pada periode kedua menjadi 14 tindakan pada periode ketiga, meningkat lagi menjadi 15 tindakan pada periode keempat dan meningkat lagi menjadi 48 tindakan pada periode kelima.

Terkait kategori stigmatisasi, tidak ada perubahan atau stagnasi dari 1 tindakan pada periode keempat menjadi 1 tindakan pada periode kelima. Pada periode kelima ini, terdapat 16 kategori aktor dalam pengawasan implementasi UU Ormas, yaitu 1) Tokoh Masyarakat; Dalam kurun waktu lima tahun ini, temuan menunjukkan bahwa peta sebaran korban dari tindakan yang bertentangan dengan prinsip jaminan kebebasan berserikat semakin berkembang dan meluas di berbagai wilayah di Indonesia.

Pada periode tahun kelima, teridentifikasi empat jenis kategori korban yang terkena dampak implementasi UU Ormas, yaitu 1) OMS yang belum/belum terdaftar dan OMS yang SKT-nya sudah habis masa berlakunya; Jenis organisasi yang juga sangat rentan menjadi korban pelanggaran kebebasan berserikat dalam kurun waktu lima tahun ini adalah organisasi masyarakat sipil yang dinilai anti NKRI, anti Pancasila, dan radikal.

Tabel 1. Perbandingan Jumlah Peristiwa dan Jenis Tindakan Implementasi UU Ormas 2 Juli 2014 – 1  Juli 2018
Tabel 1. Perbandingan Jumlah Peristiwa dan Jenis Tindakan Implementasi UU Ormas 2 Juli 2014 – 1 Juli 2018

Analisis Kebijakan

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 58 Tahun 2017 tentang Kerja Sama Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah dengan Organisasi Kemasyarakatan dan Badan atau Lembaga di bidang Politik dan Pemerintahan Umum (Permendagri 58/2017). Peraturan Menteri Dalam Negeri yang terbaru adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 58 Tahun 2017 tentang Kerja Sama Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah dengan Organisasi Masyarakat dan Badan atau Lembaga di bidang politik dan pemerintahan umum (Permendagri 58/2017). Temuan KKB diawali dengan Pasal 15 yang mengatur tentang persyaratan umum dan persyaratan khusus bagi ormas yang ingin mengajukan proposal kerja sama dengan pemerintah/pemerintah daerah.

Dengan begitu, pertimbangan pemerintah/pemerintah daerah dalam menyeleksi dan menilai kesesuaian permohonan kerja sama dari ormas akan menjadi lebih komprehensif. Timbul pertanyaan, bagaimana nasib ormas yang struktur kepengurusannya tidak berjenjang atau bahkan baru pertama kali bekerjasama dengan pemerintah. Perlu adanya perbedaan perlakuan antara ormas yang awal mengajukan kerja sama dengan yang sudah pernah bekerja sama sebelumnya.

Ormas yang pertama kali mengajukan proposal kerja sama tentunya harus diuji lebih ketat tingkat kesiapannya. Sedangkan ormas yang pernah bekerja sama dan berpengalaman dengan pemerintah/pemerintah daerah pasti akan memfokuskan penilaiannya pada rekam jejak, pembagian manfaat, kepatuhan pengelolaan administrasi dan keuangan, serta kedalaman prestasi (dari kerja sama sebelumnya). Pilihan kegiatan sebenarnya mungkin berbeda, namun pada tataran tujuan kerja sama (menurut Pasal 4) dan program antara ormas dan pemerintah/pemerintah daerah adalah sama.

Apa saja ruang lingkup program strategis nasional yang juga harus diketahui secara pasti oleh ormas yang mengajukan proposal kerja sama.

Analisis Hak Asasi Manusia

Dalam laporan Pelapor Khusus PBB tentang kebebasan berkumpul dan berserikat tahun 2012, Maina Kiai berpendapat bahwa penerapan hak tersebut mempengaruhi kualitas pencapaian penegakan hak-hak lainnya. Sejumlah kejadian yang terdokumentasi dalam laporan ini menunjukkan bahwa mayoritas ormas yang terkena dampak kebijakan pendaftaran adalah ormas yang memiliki latar belakang aktivisme yang berkaitan dengan kelompok rentan, minoritas, atau kelompok kurang mampu. Kategori “ormas yang sesat dan penodaan agama” lebih mengacu pada rezim hukum penodaan agama yang sudah tidak diakui lagi dalam hukum hak asasi manusia internasional.

12/2005 tentang asas pembatasan hak, yaitu penghapusan mekanisme peradilan dalam proses pembubaran ormas dan penguatan rezim pendaftaran ormas untuk membatasi ormas yang melakukan pelanggaran. 2/2017 menambahkan ketentuan pidana bagi individu yang tergabung dalam ormas yang diduga melanggar ketentuan undang-undang ini. 2/2017 mengubah beberapa kategori organisasi massa kekerasan yang terdiri dari satu pasal dan 4 ayat, antara lain.

Selain itu, kasus kriminalisasi Ormas masih terjadi, menunjukkan konsistensi pemerintah dalam menggunakan UU Ormas sebagai instrumen kontrol dan pemaksaan. penilaian) ormas penerima dana. Di sisi lain, tidak ada tindakan afirmatif bagi ormas yang memiliki modalitas kecil (sosial, politik, budaya, ekonomi) untuk memperoleh hibah. Kategori ormas terlarang berpotensi mengurangi ruang lingkup ormas yang dapat ikut serta dalam proses pembangunan, khususnya berkiprah.

2/2017 juga menambahkan ketentuan pidana bagi orang yang tergabung dalam ormas dan dianggap melanggar ketentuan undang-undang ini.

Tabel 6. Ruang Lingkup Kewajiban HAM bagi Negara
Tabel 6. Ruang Lingkup Kewajiban HAM bagi Negara

KESIMPULAN

Kedua, negara wajib membangun sistem kelembagaan untuk menentukan hak-hak individu dalam mekanisme pemulihan. Oleh karena itu, mekanisme registrasi dan akses terhadap sumber daya bagi ormas tidak bisa digeneralisasikan. Undang-undang Ormas belum mempertimbangkan aspek-aspek spesifik kelompok minoritas, yang secara struktural terpinggirkan dalam proses pembangunan sehingga harus berupaya lebih keras untuk menikmati haknya untuk bergabung atau membentuk organisasi.

Kombinasi rezim registrasi ormas dengan pemberian akses terhadap sumber daya akan menciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya ormas. Rezim pendaftaran melalui kepemilikan SKT juga tidak mewakili kualifikasi yang diperlukan untuk menilai transparansi, akuntabilitas, dan kredibilitas ormas dalam pengelolaan atau pemanfaatan sumber daya yang disediakan. Penerapan asas contrarius actus yang ditujukan kepada ormas yang berbentuk badan hukum juga tidak dapat dibenarkan secara hukum.

Sebab, pemberian status badan hukum tidak hanya berkaitan dengan legitimasi administratif saja, namun juga menimbulkan subjek hukum baru yang juga mempunyai hak dan kewajiban yang melekat. Urgensi UU Ormas dalam pencegahan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan teroris nyatanya tidak terdapat dalam berbagai regulasi teknis turunan UU Ormas. Upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang dan pendanaan teroris yang dilakukan oleh ormas, khususnya pada tahap penyidikan dan penyidikan, dapat menggunakan Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Asas Pengakuan Pemilik Utama Perseroan di Dalam Negeri. konteks pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan tindak pidana terorisme (Perpres 13/2018 atau disebut juga Perpres Kepemilikan Manfaat/Perpres BO).

Di sisi lain, UU Ormas dan ketentuan turunannya kehilangan urgensinya dalam mencegah pencucian uang dan pendanaan teroris karena tidak memberikan pedoman operasional yang memadai mengenai tata kelola ormas yang transparan dan akuntabel.

REKOMENDASI

Penerapan asas contrarius actus dalam Perpp 2/2017 menunjukkan adanya distorsi pemahaman terhadap pendirian ormas yang memerlukan izin dengan menggunakan kerangka peraturan administrasi pemerintah. Upaya penghapusan atau penghapusan hak dan kewajiban yang berkaitan dengan badan hukum harus dilakukan melalui putusan pengadilan, sama seperti badan hukum lainnya, seperti pernyataan pailit suatu perseroan terbatas (PT) dan pembubaran partai politik melalui Mahkamah Konstitusi. Selain itu, penghapusan prosedur hukum acara terkait dengan pencabutan status badan hukum dari suatu organisasi juga akan menimbulkan benturan norma dengan undang-undang tentang pendirian.

Hal ini didukung dengan kewajiban yang disyaratkan dalam Perpres 13/2018 tentang penetapan kedudukan pengambil kebijakan yang paling menentukan yaitu pemilik manfaat (beneficial owner) di luar struktur resmi. Dengan demikian, risiko dan tanggung jawab hukum mengenai kemungkinan digunakannya ormas berbadan hukum (yayasan dan perkumpulan) sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan teroris dapat segera diketahui (melalui identifikasi dan penetapan pemilik manfaat). Kementerian Dalam Negeri sebaiknya merekonstruksi fungsi Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dalam UU Ormas dengan merumuskan kebijakan tersendiri antara pendataan Organisasi Masyarakat Sipil (CSO) dan pemberian akses terhadap sumber daya.

Mendesak DPR segera merevisi UU Ormas agar fokus pada pasal-pasal terkait Surat Keterangan Terdaftar (SKT) agar sejalan dengan putusan MK, pengertian Asas Pancasila, larangan dan sanksi bagi ormas, serta ketentuan pidana. . . Laporan Pelapor Khusus tentang hak kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai, A/HRC/20/27, 21 Mei 2012. Laporan Pelapor Khusus tentang hak kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai, A/HRC/26/ 29, 14 April 2014.

Report of the Special Rapporteur on the rights to freedom of peaceful assembly and association, A/73/279, 7 August 2018.

Gambar

Tabel 1. Perbandingan Jumlah Peristiwa dan Jenis Tindakan Implementasi UU Ormas 2 Juli 2014 – 1  Juli 2018
Tabel 2. 10 Lokasi Terbanyak Implementasi UU Ormas Juli 2014 – Juli 2018  No  Provinsi
Grafik 4. Persentase Total Jumlah Jenis Tindakan Tahun 2014 – 2018
Grafik  di  atas  menunjukkan  bahwa  hampir  semua  kategori  jenis  tindakan  mengalami  peningkatan  dari  periode  kedua  hingga  periode  kelima
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penguasa informasi/ dokumen memberikan informasi/ dokumen yang dimaksud kepada PPID atau PPID Pembantu Daftar Informasi Publik yang telah ditetapkan, baik yang disimpan