• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM METODE ANALISIS FISIKOKIMIA PERCOBAAN 6 PEMISAHAN ZAT AKTIF DENGAN EKSTRAKSI FASE PADAT

N/A
N/A
Wilandani Sabilla

Academic year: 2023

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM METODE ANALISIS FISIKOKIMIA PERCOBAAN 6 PEMISAHAN ZAT AKTIF DENGAN EKSTRAKSI FASE PADAT"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM METODE ANALISIS FISIKOKIMIA PERCOBAAN 6

PEMISAHAN ZAT AKTIF DENGAN EKSTRAKSI FASE PADAT

Disusun Oleh:

Kelompok 3B

Aprilia Utami (10060321049)

Raissa Firda Amanda (10060321050) Adinda Muthmainnah (10060321051) Nathasya Roslyanda (10060321052) Shakira Rafifah Nurrahmah J (10060321053) Defina Anggita Dwiyanti (10060321054)

Asisten Penanggung Jawab : Silvia Adella, S.Farm Tanggal Praktikum : Rabu, 2 November 2022 Tanggal Laporan : Rabu, 9 November 2022

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT E PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

(2)

1443 H/ 2022 M

PERCOBAAN 6

PEMISAHAN ZAT AKTIF DENGAN EKSTRAKSI FASE PADAT

I. Tujuan Percobaan

1. Melakukan pemisahan bahan kimia obat dari sediaan obat tradisional (jamu) dengan metode ektraksi fase padat.

2. Melakukan analisis kualitatif hasil ekstraksi fase padat dengan metode kromatografi lapis tipis dan KCKT.

II. Prinsip Percobaan

1. Prinsip ekstraksi fase padat padat yaitu analit terlarut dalam suatu pelarut yang memiliki daya elusi rendah dimasukkan ke dalam cartridge dan kemudian akan terperangkap pada medium SPE. Analit tersebut dapat dibilas dengan pelarut lain yang berdaya elusi rendah dan kemudian akhirnya dielusi dengan pelarut berdaya elusi kuat bervolume kecil (Watson, 2010).

2. Prinsip kerja KCKT atau lebih dikenal HPLC (high performance liquid chromatography) adalah pemisahan komponen analit berdasarkan kepolarannya, setiap komponen senyawa yang keluar akan terdeteksi dengan detektor dan direkam dalam bentuk kromatogram. Dimana jumlah peak menyatakan jumlah komponen, sedangkan luas peak menyatakan konsentrasi komponen dalam senyawa (Karl dan David, 2011).

3. Analisis dengan menggunakan KLT merupakan pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen). Komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan jarak yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya (Stahl, 2013).

(3)

III. Teori Dasar

3.1 Solid Phase Extraction

Menurut Simpson, SPE (Solid Phase Extraction) merupakan salah satu variasi dari teknik analisis yang tersedia untuk memperbaiki kesenjangan yangada antara sampel dengan tahap-tahap analisis. Filtrasi, homogenisasi, presipitasi,reaksi kimia, pertukaran pelarut, konsentrasi, penghapusan matrix, solubilisasi merupakan komponen yang dapat digunakan secara tunggal atau kombinasi untuk mendapatkan sampel dengan bentuk yang kompatibel dengan alat analisis yangdiperlukan (Simpson, Nigel; 2000). SPE memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair yaitu dengan menggunakan SPE proses ekstraksi menjadi lebih sempurna,pemisahan analit dari matriks menjadi lebih efisien, mengurangi pelarut organic yang digunakan.

SPE merupakan proses pemisahan yang efisien sehingga recovery yang tinggi (>99%) lebih mudah dicapai jika dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair. Pada ekstraksi cair- cair masih diperlukan ekstraksi beberapakali untuk memperoleh recovery yang tinggi, sedangkan dengan SPE hanyadibutuhkan satu tahap saja ( Rohman, A; 2009).

Pada ekstraksi fase padat larutan sampel dilewatkan pada partikel penyerap (fase padat) dimana analit memiliki afinitas yang lebih tinggi terhadap penyerap daripada diekstraksi dengan elusi menggunakan pelarut yang sesuai. Metode ini memudahkan analisis dengan menghilangkan matriks pengganggu. Ektraksi fase padat pada mulanya mulanya digunakan digunakan untuk polutan polutan

organikk organikk dalam air, namun sekarang

sekarang penggunaannya penggunaannya bertambah bertambah luas untuk berbagai berbagai matriks matriks meliputi meliputi serum darah, urin, susu, minyak, endapan, tanah, tanaman dan jaringan hewan serta sediaan obat (Gandjar, 2012).

Menurrut Royle et al ,SPE memiliki beberapa keunggulan dan telah banyak digunakan karena dapat menggunakan fase diam yang beragam, prosedur yang cepat dan sederhana serta troughput yang tinggi (Royle et al , 2008).

Menurut dalam Berthod, keuntungan utama dari ekstraksi fase padat adalah penggunaannya, penggunaannya, waktu cepat dan umumnya umumnya hanya dibutuhkan dibutuhkan pelarut pelarut ekstraksi dengan volume yang kecil. Selain itu,

(4)

teknik SPE telah dimodifikasi menjadi teknik SPME (Solid Phase Microextraction) yang memiliki serat silica dilapisi dengan fase diam (Berthod, 2014).

3.2 Analisis Kualitatif KCKT

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Pressure Liquid Chromatography(HPLC) merupakan salah satu metode kimia dan fisikokimia.

KCKT termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan fasa gerak cairan dan fasa diam cairan atau padat (Synder dan Kirkland, 1979).

Prinsip dasar dari HPLC, dan semua metode kromatografi adalah memisahkan setiap komponen dalam sampeluntuk selanjutnya diidentifikasi (kualitatif) dan dihitung berapa konsentrasi dari masing-masing komponen tersebut (kuantitatif).

Analisa kualitatif bertujuan untuk mengetahui informasi tentang identitas kimia dari analit dalam suatu sampel. Sedangkan analisa kuantitaif untuk mengetahui jumlah dan konsentrasi analit tersebut dalam sampel (Riyadi, 2009).

Teknik HPLC merupakan satu teknik kromatografi cair-cair yang dapat digunakan baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif dengan teknik HPLC didasarkan kepada pengukuran luas atau area puncak analit dalam kromatogram, dibandingkan dengan luas atau area larutan standar. Pada prakteknya, perbandingan kurang menghasilkan data yang akurat bila hanya melibatkan satu standar, oleh karena itu maka perbandingan dilakukan dengan menggunakan teknik kurva kalibrasi.Saat ini, HPLC atau KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain : farmasi;

lingkungan; bioteknologi; polimer; dan industri-industri makanan. Kegunaan umum HPLC adalah untuk: pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis ; analisis ketidakmurnian (impurities); analisis senyawa- senyawa mudah menguap (volatile); penentuan molekul-molekul netral, ionik, maupun zwitter ion; isolasi dan pemurnian senyawa; pemisahan senyawa- senyawa yang strukturnya hampir sama; pemisahan senyawa-senyawa dengan jumlah sekelumit (trace elements), dalam jumlah yang banyak,dan dalam skala proses industry.HPLC merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat

(5)

digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif.Analisis kuantitatif dengan HPLC didasarkan pada pengukuran luas atau area puncak analit dalam kromatogram, dibandingkan dengan luas/area standar(Riyadi, 2009).

3.3 Analisis Kualitatif KLT

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pemisahan komponen- komponen atas dasar perbedaan adsorbs atau partisi oleh fase dian di bawah pengaruh gerakan pelarut pengembang atau pelarut pengembang campur. Pemilihan pelarut pengembang sangat dipengaruhi oleh macam dan polaritas zatzat kimia yang dipisahkan. Pelarut yang dipilih untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. KLT merupakan salah satu bentuk/model dari kromatografi cair dimana sampel diaplikasikan sebagai noda atau goresan pada lapisan penjerap tipis yang dilaburkan diatas lempeng plastic, gelas, atau logam. Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0 (Rubiyanto, 2016).

KLT biasanya digunakan pada analisis kualitatif untuk menentukan jumlah komponen campuran, atau penentuan suatu zat. Sehingga KLT merupakan Teknik analisis yang cukup mudah dan praktis (Wuladari, 2011)

3.4 Paracetamol

Parasetamol (Acetaminophen) adalah analgesik yang digunakan secara luas dan obat antipiretik yang digunakan untuk menghilangkan demam, sakit kepala, dan sakit ringan lainnya dan nyeri. Parasetamol adalah bahan utama dalam berbagai obat dingin dan flu dan banyak analgesik resep. Hal ini sangat aman dalam dosis standar, tetapi karena ketersediaan luas, overdosis yang disengaja atau tidak disengaja yang tidak biasa. Parasetamol, tidak seperti analgesik umum lainnya seperti aspirin dan ibuprofen, tidak memiliki sifat anti-inflamasi atau efek pada fungsi trombosit, dan itu

(6)

bukan anggota dari kelas obat yang dikenal sebagai obat anti-inflamasi non-steroid atau NSAID. Pada dosis terapi parasetamol tidak mengiritasi lapisan lambung atau mempengaruhi pembekuan darah, fungsi ginjal, atau ductus arteriosus janin (NSAID). Seperti NSAID dan tidak seperti analgesik opioid, parasetamol tidak menyebabkan euforia atau mengubah suasana hati dengan cara apapun. Parasetamol dan NSAID memiliki manfaat yang benar-benar bebas dari masalah dengan kecanduan, ketergantungan, toleransi dan penarikan. Acetaminophen digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan pseudoefedrin, dekstrometorfan, klorfeniramin, diphenhydramine, doxylamine, codeine, hydrocodone, atau oxycodone (Bingham et al., 2001).

Parasetamol merupakan sintesis dari derivat para aminofenol non-opiat yang ditujukan untuk penggunaan analgesik dan antipiretik. Mekanisme kerja dari Parasetamol ini mirip dengan salisilat yaitu dengan menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem Saraf Pusat (SSP). Parasetamol bekerja pada tempat yang tidak terdapat peroksida sedangkan pada tempat inflamasi terdapat leukosit yang melepaskan peroksida sehingga efek anti inflamasinya tidak bermakna (Tjay dan Rahardja, 2007); (Katzung, 2011).

Gambar 1. Struktur Kimia Parasetamol

(7)

IV. Data Fisik dan Kimia

1. Paracetamol (Dirjen POM, 2014)

Pemerian : Serbuk, hablur, putih, ahit dan berbau.

Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air dan dalam 7 bagia etanol.

Titik leleh : 168-172°C

Terhirup : Pindahkan korban ke tempat berudara segar.

Terkena kulit : Bilas dengan sabun dan air mengalir.

Terkena mata : Bilas dengan air mengalir selama 15 menit.

2. Methanol (Peraturan UE, 2017) Bentuk : Cair

Warna : Tidak berwarna

Bau : Alkohol TD/TL : -97°C / 64,7°C Tertelan : Kumur-kumur menggunakan air.

Terhirup : Pindahkan korban ke tempat berudara segar.

Terkena mata : Bilas dengan hati-hati dengan air untuk beberapa menit.

3. Aquadest (Dirjem POM, 2014)

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.

TD/TL : 100°C / 0°C

4. NH4OH (Peraturan UE, 2017) Bentuk : Cair

Warna : Tidak berwarna Bau : Pedih

(8)

TL/TD : -57,5°C / 37,7°C

Tertelan : Basuh mulut dan jangan merangsang muntah.

Terkena mata : Bilas dengan air beberapa menit.

5. Asam Format (Peraturan UE, 2017) Bentuk : Cair

Warna : Tidak berwarna

Bau : Pedih TL/TD : 4°C / 101°C

Terhirup : Biarkan korban menghirup udara segar.

6. Kloroform (Peraturan UE, 2017) Bentuk : Cair

Warna : Tidak berwarna Bau : Manis

Terhirup : Pindahkan korban ke tempat berudara segar.

Terkena kulit : Cuci dengan banyak sabun dan air.

V. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah Alat-alat gelas (labu ukur, beaker glass), Bejana KCT, Filter membran PTFE 0,45μm, Kolom 20 rbax ODS 4,6 mm IDX 250mm (5μm), Penampak bercak sinar UV 254 nm, Pipet mikro eppendorf 100-1000 μL, Pipa kapiler, Seperangkat alat KCKT (agillent) dengan detektor UV 254 nm, dan Timbangan analitik (Radwag x A 82/220/2x).

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah Asam format, Aquades, Aquades steril, Baku pembanding parasetamol, Catridge EFP strata C18-E Phenomenex 200 mg/ 3 mL, Kloroform p.a, Metanol p.a, Methanol pro KCKT, Serbuk simplisia

(9)

Curcumae xanthorrizae rhizoma (rimpang temulawak), Curcumae domestica rhizome (rimpang kunyit), dan Zingiberis officinalis rhizome (rimpang jahe).

VI. Prosedur Percobaan 6.1 Ektraksi Fase Padat

Ditimbang 1 gram sampel jamu simulasi. Lalu, dimasukkan ke dalam vial dan ditambahkan asam format 5% sebanyak 8 mL. Kemudian, dikocok menggunakan shaker selama 15 menit. Setelah 15 menit, campuran disaring menggunakan kertas saring yang sudah dibasahi terlebih dahulu menggunakan asam format. Dipipet hanya bagian atas campuran agar kertas saring tidak tersumbat. Kemudian, filtrat ditampung sebanyak 2 mL,lalu dimasukkan ke dalam vial yang sudah diberi label filtrat.

Selanjutnya dilakukan pengondisian kolom SPE C18, kemudian ambil methanol sebanyak 1,5 mL. Dimasukkan ke dalam kolom SPE dan ditunggu sampai methanol habis menetes. Setelah itu, ditambahkan 1,5 mL aquades, dimasukkan kedalam kolom SPE dan ditunggu sampai aquades habis menetes

Tahap selanjutnya yaitu retensi. Dipindahkan kolom SPE kedalam vial retensi.Lalu, Diambil 800 𝜇𝑚 sampel jamu simulasi mengguakan mikro pipet. Kemudian sampel dimasukkan kedalam kolom SPE.Setelah tahapan restensi selesai,kolom SPE dipindahkan ke vial pembilasam, kemudian kolom dicuci dengan ditambahkan aquades sebanyak 3 mL.Selanjutnya, di pindahkan kolom SPE ke vial elusi dan ditambahkan NH4OH dalam metanol sebanyak 3 mL.

6.2 Analisis Kualitatif dengan KLT

Dibuat fase gerak kloroform metanol dengan perbandingan (9:1) sebanyak 10 mL.Lalu, dilakukan penjenuhan fase gerak.Bersamaan dengan dilakukan proses penjenuhan, ditotolkan larutan standar parasetamol, filtrat jamu, larutan hasil retensi, larutan hasil cucian dan hasil elusi pada plat KLT GF254 menggunakan pipa kapiler.

Setelah fase gerak dijenuhkan dan sampel selesai ditotolkan. Lalu, plat dimasukkan ke dalam bejana dan dielusi hingga eluen mencapai tanda batas.

(10)

6.3 Analisis Kualitatif dengan KCKT 6.3.1 Larutan Standar

Dibandingkan kromatogram larutan uji dengan larutan standar. Dibuat larutan standar yaitu dengan dipipet 1 mL larutan stok ke dalam labu takar 10 mL. Kemudian diencerkan dengan fase gerak aquabidestilata:metanol (3:1) hingga tanda batas.

Larutan disaring menggunakan membran PTFE ukuran 0,45𝜇𝑚. Selanjutnya, larutan siap diinjeksikan ke dalam KCKT. Sebelum diinjeksikan siring terlebih dahulu dibilas menggunakan larutan yang akan digunakan.Kemudian, diambil sebanyak 40 𝜇𝑚 dan diinjeksikan ke dalam KCKT.

6.3.2 Larutan Uji

Dilakukan hal yang sama pada larutan uji yang sudah disaring menggunakan membran filter PTFE 0,45 𝜇𝑚. Selanjutnya, larutan siap diinjeksikan ke dalam KCKT.

Sebelum diinjeksikan siring terlebih dahulu dibilas menggunakan larutan yang akan digunakan.Kemudian, diambil sebanyak 40 𝜇𝑚 dan diinjeksikan ke dalam KCKT.

VII. Data Pengamatan 7.1 Pengamatan KCKT

 Waktu Retensi larutan Standar = 3,527

 Waktu Retensi larutan Uji = 3,497 7.2 Pengamatan KLT dan Hasil Perhitungan

 Jarak eluen = 5,5 cm

 Jarak tempuh standar = 3,1 cm

 Jarak tempuh filtrat = 3 cm

 Jarak tempuh elusi = 3,2 cm Rf = 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑡

𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛

 Rf elusi = 3,2 𝑐𝑚

5,5 𝑐𝑚 = 0,582

 Rf filtrat = 3 𝑐𝑚

5,5 𝑐𝑚 = 0,545

(11)

 Rf standar = 3,1 𝑐𝑚

5,5 𝑐𝑚 = 0,564

VIII. Pembahasan

Analisis kualitatif adalah suatu analisis yang tidak menggunakan perhitungan dan hanya menganalisis suatu sampel, seperti terjadinya suatu perubahan warna pada larutan.

Analisa kualitatif juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses mencari dan menyelidiki keberadaan suatu unsur kimia dalam sampel. Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrofotometer dan fotometer. Spektrofotometri menghasilkan sinar dan spektrum dengan panjang gelombang dan fotometri adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometri digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 1990:

325).

Dalam percobaan ini terdapat beberapa tahap yang dilakukan dalam SPE/ekstraksi padat, Hal pertama yang dilakukan yaitu sampel jamu simulasi yang telah mengandung BKO(bahan kimia obat) yaitu paracetamol ditimbang sebanyak 1 gram dan dilarutkan dengan asam format sebanyak 8 mL pada vial. Digunakan asam format karena asam format bisa menurunkan kepolaran paracetamol sehingga pada saat diekstraksi dapat terjerap di fase diam. Selain itu asam format juga memiliki daya elusi yang rendah sehingga dapat menahan analit lebih lama terjerap pada fase diam. Kemudian dikocok selama 15 menit, dimana pengocokan bertujuan untuk melarutkan sampel dengan asam format, sehingga campuran tersebut akan homogen. Setelah 15 menit, larutan sampel disaring dengan menggunakan kertas saring agar memisahkan filtrat dari partikel padatnya, sehingga yang tertampung hanya cairan filtratnya saja. Setelah itu, dilakukan tahap awal dalam ekstraksi fase padat yaitu pengkondisian kolom. Dimana pengkondisian pelarut yang digunakan yaitu methanol dan aquadest. Tujuan dari pengkodisian ini adalah untuk membuka pori-pori fase diam, dan untuk menyamakan sifat sampel dengan fase diamnya yang bertujuan agar tidak terjadi reaksi kimia yang tidak diinginkan. Pada pengkondisian ini digunakan eluen yang memiliki sifat elusi yang kuat, yaitu methanol

(12)

dan aquadest. Methanol dan aquadest ini memiliki sifat elusi yang kuat karena bersifat polar dan dapat melarutkan senyawa-senyawa yang bersifat polar. Pengkondisian dilakukan dengan memasukan metanol dan aquadest masing-masing sebanyak 1,5 mL secara bergantian ke dalam cartridge hingga pelarut dari cartridge tersebut tidak menetes lagi. Lalu dimasukkan filtrat sebanyak 800 µL kedalam cartridge. Pada fase ini merupakan fase retensi atau penjerapan senyawa. Tahap penjerapan ini berfungsi untuk menjerap analit yaitu paracetamol pada fase diam, sehingga yang keluar dari cartridge adalah matriks-matriks pada jamu simulasi selain analit yang berada pada eluen. Eluen yang digunakan pada tahap ini adalah asam format yang dicampurkan dengan jamu simulasi yang selanjutnya diambil filtratnya. Asam format dijadikan sebagai pelarut karena asam format memiliki daya elusi yang rendah yang dapat membuat parasetamol terjerap atau tertahan lebih lama pada fase diam dan dapat menurunkan kepolaran dari parasetamol. Selanjutnya, tahap ketiga adalah pencucican atau pembilasan, dimana pencucian atau pembilasan ini digunakan mengguakan aquadest. Pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan pengotor atau sisa matriks-matriks yang masih tertinggal pada fase diam. Prinsipnya, pencucian ini harus menggunakan pelarut yang tidak dapat melarutkan analit. Sehingga digunakan aquadest untuk pencucian ini, karena parasetamol berdasrkan Farmakope Indonesia Edisi V memiliki kelarutan yang agak sukar larut dalam air. Dan sampai di tahap yang keempat yaitu elusi. Dimana elusi ini adalah fase untuk mengeluarkan analit yang terjerap pada fase diam. Paracetamol ini memiliki nilai pKa yang tinggi yaitu 9, dimana semakin tingga pKa semakin bersifat asam lemah. Eluen yang digunakan pada tahap elusi ini adalah NH4OH 2,5% dalam methanol. NH4OH ini bersifat basa lemah, dimana bereaksi dengan paracetamol yang bersifat asam lemah maka akan terjadi netralisasi atau terbentuk garam, dimana ketika sudah terbentuk garam akan dan mudah larut, sehingga analit akan ikut terelusi. Setelah melakukan proes ekstraksi fase padat dengan menggunakan kolom EFP C-18, selanjutnya dilakukan analisis kualitatif menggunakan KLT dan KCKT. Karena tujuan dari dilakukannya ektraksi fase padat ini untuk mengisolasi parasetamol dari jamu simulasi.

(13)

Pertama adalah melakukan analisis kualitiatif menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Pada proses analisis kualitatif menggunakan KLT bertujuan untuk memastikan ada atau tidaknya parasetamol dalam larutan yang di uji. Fase diam yang digunakan adalah silika gel dan fase gerak yang digunakan adalah kloroform : metanol (9:1). Pada proses analisis kualitiatif menggunakan KLT ini digunakan 5 sampel yaitu larutan standar 1000 ppm, larutan filtrat, larutan hasil retensi atau penjerapan, larutan hasil pencucian, dan larutan hasil elusi. Sebelum dilakukan penotolan sampel pada plat KLT, terlebih dahulu plat KLT di aktivasi menggunakan metanol dan dimasukan ke dalam oven pada suhu 105°C selama 15 menit karena air akan menguap pada suhu 100°C sehingga air yang terdapat pada plat KLT akan menguap semuanya sehingga plat akan kering sehingga proses elusi dapat bergerak dengan cepat. Setelah semua sampel ditotolkan pada plat KLT dan dilakukan elusi dalam fase gerak yang telah dijenuhkan.

Proses penjenuhan fase gerak atau eluen dilakukan menggunakan chamber atau wadah yang transparan terbuat dari kaca atau gelas (pada praktikum wadah yang digunakan adalah beaker glass), kemudian wadah tersebut diisi dengan eluen dan dimasukan kertas saring juga ditutup. Untuk mengetahui fase gerak tersebut sudah jenuh dilihat dari basahnya seluruh bagian kertas saring tersebut. Eluen atau fase gerak yang digunakan adalah kloroform : metanol dengan perbandingan 9:1. Pada saat KLT, fase gerak (eluen) yang digunakan tidak oleh menggunakan air karena gipsum pada plat KLT akan larut.

Perbandingan eluen yang digunakan 9:1 (9 mL kloroform 1 mL metanol) sehingga fase gerak bersifat nonpolar. Karena kloroform bersifat nonpolar sedangkan metanol bersifat polar dan komposisi eluen lebih banyak kloroformnya sehingga fase grak bersifat nonpolar. Setelah dilakukan elusi sampai mencapai garis atas selanjutnya plat KLT tersebut diangkat dan dikeringkan untuk selanjutnya di lihat di bawah penampak bercak lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm. Digunakan panjang gelombang 254 nm karena 254 nm merupakan panjang gelombang parasetamol.

8.1 Kromatrografi Lapis Tipis (KLT)

Pada proses pemisahan zat aktif menggunakan KLT, fase gerak yang digunakan adalah kloroform:metanol dengan perbandingan (9:1) dan fase diam berupa plat KLT.

(14)

Pada proses kualitatif ini digunakan sebanyak 4 sampel yaitu larutan standar parasetamol, filtrat jamu, larutan hasil retensi, larutan hasil cucian dan hasil elusi pada plat KLT GF254.

Sebelum dilakukan penotolan sampel pada plat KLT, terlebih dahulu plat KLT di aktivasi menggunakan metanol dan dimasukan ke dalam oven pada suhu 105°C selama 15 menit karena air akan menguap pada suhu 100°C sehingga air yang terdapat pada plat KLT akan menguap semuanya sehingga plat akan kering sehingga proses elusi dapat bergerak dengan cepat. Setelah semua sampel ditotolkan pada plat KLT dan dilakukan elusi dalam fase gerak yang telah dijenuhkan.

Untuk mengetahui fase gerak tersebut sudah jenuh dilihat dari basahnya seluruh bagian kertas saring tersebut. Eluen atau fase gerak yang digunakan adalah kloroform : metanol dengan perbandingan 9:1. Pada saat KLT, fase gerak (eluen) yang digunakan tidak oleh menggunakan air karena gipsum pada plat KLT akan larut.

Perbandingan eluen yang digunakan 9:1 (9 mL kloroform 1 mL metanol) sehingga fase gerak bersifat nonpolar. Karena kloroform bersifat nonpolar sedangkan metanol bersifat polar dan komposisi eluen lebih banyak kloroformnya sehingga fase gerak bersifat nonpolar (anonim, 2018). Setelah dilakukan elusi sampai mencapai garis atas selanjutnya plat KLT tersebut diangkat dan dikeringkan untuk selanjutnya di lihat di bawah penampak bercak lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm. Hasil dari pengamatan yang diperolah, dari ke-empat sampel yang dianalisis semua sampel tersebut menunjukan adanya spot atau bercak.

8.2 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Pada percobaan pemisahan zat aktif dengan ekstraksi fase padat kali ini, salah satu tujuannya yaitu untuk melakukan analisis kualitatif hasil ekstraksi fase padat dengan metode kromatografi lapis tipis dan kromatografi cair kinerja tinggi. KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada berbagai bidang, antara lain: farmasi, lingkungan dan

(15)

industri-industri makanan (Gandjar & Rohman, 2007). Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini didukung oleh sistem pompa tekanan tinggi, kemajuan dalam teknologi kolom, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam. KCKT mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM, 1995).

Teknik HPLC merupakan suatu metode kromatografi cair-cair yang dapat digunakan baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dengan Teknik HPLC didasarkan pada pengukuran luas area standar. Pada praktek nya, metode pembandingan are standar dan sampel kurang menghasilkan data yang akurat bilsa hanya melibatkan suatu konsentrasi standar. Oleh karena itu, dilakukan dengan menggunakan teknik kurva kalibrasi (Wiji, dkk., 2010). Ada tiga pendekatan untuk analisis kualitatif yaitu :

a. Perbandingan antara data retensi solute yang tidak diketahui dengan data retensi baku yang sesuai (senyawa yang diketahui) pada kondisi yang sama. Waktu retensi atau volume retensi senyawa baku dan senyawa yang tidak diketahui dibandingkan dengan cara kromatografi dengan cara berurutan dalam kondisi alat yang stabil dengan perbedaan waktu pengoperasian antara keduanya sekecil mungkin.

b. Dengan cara spiking, untuk Kromatografi yang melibatkan kolom, spiking dilakukan dengan menambah sampel yang mengandung senyawa tertentu yang akan diselidiki dengan senyawa baku pada kondisi kromatografi yang sama. Hal ini dilakukan dengan cara: pertama, dilakukan proses kromatografi sampel yang tidak di spiking. kedua, sampel yang telah di spiking dengan senyawa baku dilakukan proses kromatografi. Jika pada puncak tertentu yang diduga mengandung senyawa yang diselidiki terjadi peningkatan tinggi puncak/luas puncak setelah di spiking dibandingkan dengan tinggi puncak/luas puncak yang tidak dilakukan spiking maka dapat diidentifikasi bahwa sampel mengandung senyawa yang kita selidiki.

(16)

c. Menggabungkan alat kromatografi dengan spektrometer massa spektro yang ada di database computer atau diinterupsi sendiri. Cara ini dapat dilakukan untuk solute yang belum ada baku murninya

(Rohman, 2009).

Analisis kualitatif KCKT berupa pengamatan waktu retensi (tR) senyawa baku dan senyawa yang tidak diketahui dibandingkan dengan cara kromatografi secara berurutan dalam kondisi alat yang stabil dengan perbedaan waktu pengoperasian anatar keduanya sekecil mungkin (Gandjar dan Rohman, 2007). Pemisahan senyawa dalam KCKT diatur oleh distribusi senyawa dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair secara sukses terhadap suatu masalah yang dihadapi membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).

Beberapa fase diam yang sering digunakan pada KCKT yaitu divinel benzena, polimer stiren, dan silika baik yang dimodifikasi maupun yang tidak. Modifikasi silika dilakukan dengan menambahkan reagen klorosin yang akan bereaksi dengaan gugus silanol. Gugus silanol (Si-OH) pada silika menyebabkan silika bersifat sedikit asam dan memiliki permukaan yang polar (Lux, 2004). Fase diam jenis C-18 atau ODS (Octa Desil Silica) mampu memisahkan senyawa dengan tingkat kepolaran tinggi, sedang dan rendah.

Rantai alkil yang lebih pendek pada fase diam sangat sesuai digunakan untuk senyawa polar. Silika yang tidak termodifikasi menyebabkan waktu retensi yang bervariasi dikarenakan adanya kandungan air (Lux, 2004). Sedangkan untuk pemilihan fase gerak dapat ditentukan melalui eksperimen trial and error hingga didapatkan kromatogram yang diinginkan. Pada kromatografi fase terbalik, fase gerak bersifat polar dan akan terlelui lebih dulu. Sedangkan pada fase normal fase gerak berisfat kurang polar dan akan terelusi lebih dulu (Dong, 2006 ; Lux, 2004).

(17)

8.3 Perbandingan Hasil dengan Litelatur

Hasil pengamatan yang diperoleh larutan hasil penjerapan memiliki banyak waktu retensi yang menandakan banyaknya matriks-matriks di dalam larutan tersebut. Pada pengujian analisis dengan menggunakan KLT diperoleh nilai Rf bercak standar yaitu sebesar 0,564; nilai Rf jarak filtrat sebesar 0,545; dan nilai Rf jarak tempuh elusi sebesar 0,582. Berdasarkan hasil data yang diperoleh spot larutan standar paracetamol, filtrat dan elusi menunjukkan spot yang berdekatan yang berarti mengandung paracetamol.Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh (Husna dkk 2020) didapat bahwa nilai Rf sampel yang masih dapat ditoleransi yaitu memiliki selisih < 0,05 dari Rf nilai baku. Nilai Rf yang ≥ 0,05 menandakan bahwa sampel negatif mengandung senyawa sesuai baku pada penelitian. Selisih nilai Rf yang didapat masing-masing sebesar 0,018 dan 0,019.

Sehingga dapat disimpulkan sampel positif mengandung parasetamol. Kemudian, diperoleh hasil analisis dengan menggunakan KCKT yaitu, pada larutan standar waktu retensinya sebesar 3,527 sedangkan pada larutan uji waktu retensinya yaitu sebesar 3,497.

Dengan diperolehnya data dari KCKT ini menunjukan bahwa hasil dari ekstraksi fase padat ketika dilakukan analisis kualitatif dengan metode KCKT menunjukkan bahwa hasil ekstraksi fase padat mengandung paracetamol. hal ini dapat dilihat dari waktu retensi larutan standar dan larutan uji dimana waktu retensi puncak nya sama-sama pada menit ke-3, sesuai dengan literatur.Menurut literatur waktu retensi parasetamol yaitu berada pada rentang 3-4. Tetapi jika dilihat pada kromatogram nya, pada larutan standar belum terbentuk sebuah puncak maksimum, masih terdapat puncak-puncak kecil yang terbentuk. Yang artinya pada larutan standar masih terdapat pengotor, Hal ini terjadi karena parasetamol yang terdapat pada filtrat jamu simulasi tidak terjerap secara maksimal di fase diam C18 pada tahapan penjerapan sehingga parasetamol banyak yang ikut keluar atau terelusi dan tertampung dalam larutan hasil penjerapan yang mengakibatkan sedikitnya parasetamol di dalam larutan hasil elusi dan adanya parasetamol di dalam larutan hasil penjerapan. Selain itu, dapat disebabkan karena penyaringan dengan membran filter PTFE tidak optimal sehingga masih ada pengotor- pengotor pada sampel larutan standar.

(18)

IX. Kesimpulan

Parasetamol dapat dipisahkan dari sediaan obat tradisional (jamu) dengan metode ekstraksi fase padat , karena parasetamol masih dapat keluar pada proses penjerapan yang mengakibatkan adanya senyawa parasetamol pada larutan hasil penjerapan.

Berdasarkan hasil analisis kualitatif hasil ekstraksi fase padat dengan metode KLT dan KCKT seluruh larutan mengandung parasetamol.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Berthor L, Robert G, Mills G.A. (2014). A Solid Phase Extraction Approach for the for the Identification of Pharmaceutical Sludge Absorbtion Mechanisms . Journal of Pharmaceutical Analysis: 4 (2): 117-124.

Bingham, E., Cohrssen, B., Powell, C.H. (2001). Patty’s Toxicology Volumes 1-9 5th ed. John Wiley & Sons: New York, N.Y.

Dirjen POM. (2014). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.

Dong, M.W. 2006. Modern HPLC for Practicing Scientist. Canada: A John Wiley &

Sons, Inc.

F. Husna and S. R. Mita. (2020).“Identifikasi Bahan Kimia Obat dalam Obat Tradisional Stamina Pria dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis,”

Farmaka, vol. 18, no. 2, pp. 16–25.

Gandjar, J.G. dan Abdul. R. (2014). Kimia Farmasi Farmasi Analisis Analisis.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Gandjar. I.G dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Karl Drlica, David S. Perlin. 2011. Antibiotic Resistance: Understanding NCBI and Responding to an Emerging Crisis. Emergency Infectious Disease.

Katzung, B.G. (2011). Farmakologi Dasar dan Klinik. 8th ed. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Khopkar, S. M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Peraturan (UE). (2017). Lembar Data Keselamatan Bahan. Jakarta: Merck Indonesia.

Riyadi, W. (2009). Identifikasi signal kromatogram HPLC.

(20)

Rohman, Abdul. (2009). Kromatografi Untuk Analisis Obat. Ed I, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Rohman, Abdul. 2009. Kromatografi Untuk Analisis Obat. Ed I. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Royle, L, Camphell MP, Radcliffe CM, White DM, Harvey DJ et al (2008).

HPLC Base Analysis of Analysis of Serum N-glicans N-glicans ona 96. Well Platform With Dedicated Database Software: 376: 1-12

Rubiyanto, D., 2016, Teknik dasar Kromatografi, Deepublish, Yogyakarta.

Simpson, Nigel J.K. (2000). Solid-Phase Extraction : Principles, Techniques, and Applications. Marcel Dekker Inc., New York

Stahl, E. (2013). Thin-Layer Chromatography: A Laboratory Handbook. Springer.

Synder, L. dan Kirkland J. J. (1979). Introduction to Modern Liquid Chromatography.

Second Edition. John Wiley & Sons. Inc New York, Chihester, Briebane,Toronto, Singapore.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, (2007), Obat-Obat Penting Khasiat,Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Ke-6, 262, 269-271, PT.Elex Media Komputindo, Jakarta.

Watson, D.G. 2010. Analisis Farmasi: Buku Ajar Untuk Mahasiswa Farmasi dan Praktisi Kimia Farmasi, Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Wiji. Anna Permanasari, dkk. 2010. Pementum Proteitum Kimia Amalit Instrumen.

Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIA UPI.

Wulandari, Lstyo. 2011.Kromatografi Lapis Tipis. Jember: PT Taman Kampus Presindo.

Referensi

Dokumen terkait