2022
LAPORAN
AKHIR
i | Kata Pengantar & Daftar Isi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya. Karena hanya dengan izin-Nya maka Laporan Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik dan sesuai rencana. Laporan Akhir ini berisikan penjelasan terhadap metodologi pelaksanaan pekerjaan, hasil survey lapangan sementara, hasil analisis,rencana struktur dan rencana anggaran biaya.
Laporan Akhir ini merupakan salah satu dari keseluruhan laporan yang harus disampaikan untuk memenuhi ketentuan dalam Surat Perjanjian Kerja (kontrak) Nomor: 01.09.1/PK/DPK/IX/2022 tanggal 01 September 2022 mengenai pekerjaan
“KAJIAN DAN
DETAIL ENGINEERING DESIGN (DED) KONSEP PENGERUKAN BUANG HILIR BENDUNGAN SUTAMI, KABUPATEN MALANG, JAWA TIMUR”.
Pada kesempatan ini PT. TATA CIPTA UTAMA menyampaikan ucapan terima kasih kepada Perusahaan Umum Jasa Tirta I atas kerjasama dan kepercayaan yang diberikan, serta kepada semua pihak yang telah membantu sehingga tersusunnya Laporan Pendahuluan.
Malang, Desember 2022 PT. TATA CIPTA UTAMA
Rizaldi Zaafrano, ST,MT.
Ketua Tim
ii | Kata Pengantar & Daftar Isi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... I DAFTAR ISI ... II DAFTAR TABEL ... III DAFTAR GAMBAR ... IV BAB 1 PENDAHULUAN ... I - 1 1.1. LATAR BELAKANG ... I - 1 1.2. MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN ... I - 2 1.2.1. Maksud ... I - 2 1.2.2. Tujuan ... I - 2 1.2.3. Sasaran ... I - 3 1.3. LOKASI PEKERJAAN ... I - 3 1.4. RUANG LINGKUP KEGIATAN ... I - 3 1.5. HASIL KEGIATAN ... I - 5 1.6. JANGKA WAKTU PELAKSANAAN ... I - 5 1.7. DATA PENUNJANG ... I - 5 1.7.1. Dokumen dan Studi Terdahulu ... I - 5 1.7.2. NSPM ... I - 6 1.8. PELAPORAN ... I - 6 BAB 2 DESKRIPSI WILAYAH STUDI ... II - 8 2.1 WILAYAH SUNGAI DAN ADMINISTRATIF ... II - 8 2.2 DESKRIPSI BENDUNGAN SUTAMI ... II - 9
iii | Kata Pengantar & Daftar Isi
BAB 3 METODOLOGI PELAKSANAAN DAN HASIL SURVEI ... III - 14 3.1 UMUM ... III - 14 3.2 PEKERJAAN PERSIAPAN ... III - 17 3.3 PEKERJAAN PENINJAUAN LAPANGAN DAN PENGUMPULAN
DATA ... III - 17 3.4 KAJIAN STUDI TERDAHULU ... III - 18 3.5 PEKERJAAN SURVEY TOPOGRAFI... III - 20 3.6 HASIL PENGUKURAN TOPOGRAFI ... III - 37 3.7 HASIL SURVEI TANAH ... III - 39 3.8 KONDISI DAN PENGELOLAAN SEDIMEN WADUK SUTAMI
SAAT INI ... III - 42 3.9 KARAKTERISTIK PEMILIHAN CUTTER SUCTION DREGDER ... III - 43 BAB 4 ANALISIS PERENCANAAN PENGERUKAN SEDIMEN METODE
BUANG HILIR ... IV - 51 4.1 PERENCANAAN AREA PENGERUKAN DAN JALUR PIPA
BUANG HILIR ... IV - 51 4.2 RENCANA UNIT SISTEM KONTROL METODE BUANG HILIR ... IV - 54 4.3 PERHITUNGAN HIDRAULIK PIPA PEMBUANG SEDIMEN ... IV - 57 4.4 DESAIN DAN SPESIFIKASI TEKNIS CUTTER SUCTION DREDGER DAN
PERALATAN PENDUKUNG ... IV - 64 4.5 ANALISIS BIAYA INVESTASI DAN BIAYA OPERASIONAL METODE
PENGERUKAN BUANG HILIR... IV - 67 4.5.1 Biaya Investasi ... IV - 67 4.5.2 Biaya Operasional ... IV - 70 4.6 KAJIAN LINGKUNGAN RENCANA PENGERUKAN METODE BUANG HILIR
BENDUNGAN SUTAMI ... IV - 76
iv | Kata Pengantar & Daftar Isi
4.6.1 Penapisan ... IV - 76 4.6.2 Identifikasi Dampak Lingkungan ... IV - 78 4.6.3 Perkiraan Dampak Lingkungan ... IV - 79 4.7 KAJIAN RENCANA PENGERUKAN TERHADAP USIA GUNA WADUK
SUTAMI ... IV - 87 BAB 5 KESIMPULAN ... V - 88
v | Kata Pengantar & Daftar Isi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Data Historis Material Bed Load Waduk Sutami 2015-2017 ... III - 18 Tabel 3.2 Data Grain Size Material Bed Load Waduk Sutami, 2021 ... III - 19 Tabel 3.3 Ringkasan Hasil Uji Traixial ... III - 40 Tabel 3.4 Ringkasan Hasil Grain Size pada titik BH-BR 1 ... III - 41 Tabel 3.5 Ringkasan Hasil Grain Size pada titik BH-BR 2 ... III - 41 Tabel 3.6 Ringkasan Hasil Grain Size pada titik BH-BR 3 ... III - 42 Tabel 3.7 Pemilihan Jenis Kapal Keruk terhadap Jenis Material ... III - 43 Tabel 3.8 Kecepatan alir material ... III - 43 Tabel 3.9 Perhitungan Head loss ... III - 44 Tabel 3.10 Koefisien Kondisi Tanah ... III - 46 Tabel 3.11 Daftar Harga c ... III - 46 Tabel 3.12 Koefisien Kontraksi akibat pembesaran penampang pipa menurut
sudutnya ... III - 46 Tabel 3.13 Berat Jenis Material... III - 46 Tabel 4.1 Biaya Investasi Pengerukan Buang Hilir dengan sumber daya tenaga
diesel ... IV - 68 Tabel 4.2 Biaya Investasi Pengerukan Buang Hilir dengan sumber daya tenaga
hybrid ... IV - 69 Tabel 4.3 Analisis biaya operasional Pengerukan Buang Hilir dengan sumber daya tenaga
diesel (Skema 1) ... IV - 71 Tabel 4.4 Analisis biaya operasional Pengerukan Buang Hilir dengan sumber daya tenaga
diesel (Skema 2) ... IV - 72 Tabel 4.5 Analisis biaya operasional Pengerukan Buang Hilir dengan sumber daya tenaga
hybrid (Skema 1) ... IV - 73 Tabel 4.6 Analisis biaya operasional Pengerukan Buang Hilir dengan sumber daya tenaga
hybrid (Skema 2) ... IV - 74
vi | Kata Pengantar & Daftar Isi
Tabel 4.7 Ringkasan hasil analisis biaya operasional Pengerukan Buang Hilir ... IV - 75 Tabel 4.8 Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki AMDAL, UKL-UPL dan SPPL (KBLI) ... IV - 77 Tabel 4.9 Kajian Perkiraan Dampak Lingkungan Pengerukan Metode Buang Hilir Bendungan
Sutami ... IV - 80
vii | Kata Pengantar & Daftar Isi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Lokasi Studi Pekerjaan ... II - 9 Gambar 2.2 Bendungan Sutami ... II - 10 Gambar 3.1 Diagram Pelaksanaan Pekerjaan ... III - 15 Gambar 3.2 Diagram Pelaksanaan Pekerjaan (lanjutan) ... III - 16 Gambar 3.3 Hasil Pengukuran Bathymetri Waduk Sutami tahun 2021 ... III - 19 Gambar 3.4 Potongan Memanjang Dasar Waduk Sutami (Awal s/d 2021) ... III - 20 Gambar 3.5 Pengukuran Jarak pada Daerah Miring ... III - 22 Gambar 3.6 Pengukuran Sudut Jurusan ... III - 22 Gambar 3.7 Pengamatan Azimuth Astronomis ... III - 24 Gambar 3.8 Pengukuran Sipat Datar ... III - 25 Gambar 3.9 Pengukuran Gambar Poligon ... III - 31 Gambar 3.10 Bentuk Geometris Poligon Tertutup Dengan Sudut Dalam ... III - 31 Gambar 3.11 Bentuk Geometris Poligon Tertutup Dengan Sudut Luar ... III - 32 Gambar 3.12. Hasil Pengukuran Situasi Rencana Peletakan Pipa Buang Hilir
Waduk Sutami ... III - 37 Gambar 3.13. Hasil Pengukuran Penampang Melintang pada Cross P.0-P.3\ ... III - 38 Gambar 3.14. Hasil Pengukuran Penampang Melintang pada Cross P.19 - P.20 ... III - 38 Gambar 3.15. Hasil Pengukuran Penampang Melintang P.26-P.27 ... III - 39 Gambar 3.16 Tahanan gesekan pipa pada kondisi debit tertentu ... III - 48 Gambar 3.17 Skematik Headloss pada Alat Keruk ... III - 50 Gambar 4.1 Layout rencana pengerukan buang hilir menggunakan 3
booster pump ... III - 51 Gambar 4.2 Layout rencana area keruk dan potensi volume sedimen... III - 53 Gambar 4.3 Penampang Memanjang Rencana Pengerukan. ... III - 54 Gambar 4.4 Layout rencana unit sistem kontrol pengerukan buang hilir ... III - 56
viii | Kata Pengantar & Daftar Isi
Gambar 4.5 Layout Penempatan Booster dan Jalur Buang Hilir Skema 1.a & 1.b. ... III - 58 Gambar 4.6 Hasil Perhitungan Profil Tinggi Tekanan (Hydraulic Grade) pada
Skema 1.a... III - 59 Gambar 4. 7 Hasil Perhitungan Profil Tinggi Tekanan (Hydraulic Grade) pada
Skema 1.b... III - 60 Gambar 4.8 Layout Penempatan Booster dan Jalur Buang Hilir Skema 2.a & 2.b. ... III - 61 Gambar 4.9 Hasil Perhitungan Profil Tinggi Tekanan (Hydraulic Grade) pada
Skema 2.a... III - 62 Gambar 4.10 Hasil Perhitungan Profil Tinggi Tekanan (Hydraulic Grade) pada
Skema 2.b. III - ... 63
1 | B a b I
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta I adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pengelola sumber daya air yang memiliki Kantor Pusat di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur. Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pekeriaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memberi penugasan kepada PJT I untuk melakukan pengelolaan Sumber Daya Air di Wilayah Sungai Brantas yang salah satu nya adalah Bendungan Sutami.
Bendungan Sutami yang berada di Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur merupakan bendungan serbaguna yang dilengkapi dengan fasilitas Pembangkitan Listrik Tenaga Air (PLTA) yang memiliki kapasitas terpasang sebesar 3 x 35 MW dengan realisasi produksi listrik sebesar 598 Juta kWh (Laporan Audited PJT l Tahun 2021). Bendungan ini telah selesai dibangun pada tahun 1972 dengan kapasitas tampungan awal sebesar 343 Juta m3. Seiring berjalan nya waktu Bendungan Sutami mulai memiliki masalah yang semakin berat, terutama masalah sedimentasi bendungan yang menjadi permasalahan utama. Bendungan yang terletak pada bagian hulu sistem Sungai Brantas telah mengalami penurunan kapasitas tampungannya dengan cepat.
Tercatat pada tahun 2021 lalu, kapasitas tampungan nya berkurang menjadi sebesar 175,56 Juta m3 atau sekitar 51,18% dari kapasitas semula. Dengan permasalahan yang ada tersebut maka sangat mempengaruhi alokasi air untuk pembangkitan energi (PLTA), pemenuhan irigasi dan air baku (lndustri dan PDAM) pada musim kemarau serta kemampuan pengendalian banjir pada musim penghujan.
Dalam hal menunjang kegiatan pemantauan dan evaluasi terhadap sedimentasi waduk, PJT I telah melakukan kegiatan pengukuran bathimetri setiap tahunnya. Adapun beberapa upaya telah dilakukan Perum Jasa Tirta I (PJT 1) untuk mengatasi permasalahan dan mempertahankan baik fungsi maupun usia guna waduk, yaitu diantaranya adalah berupa
2 | B a b I
kegiatan penghijauan didaerah hulu, pembangunan check dam pada anak sungai, perlindungan tebing sungai serta pekerjaan sipil teknis lainnya, pengerukan sedimen (dry excavation) pada check dam dan anak sungai, serta pengerukan sedimen menggunakan Cutter Suction Dredger (CSD) pada waduk yang berdampak langsung terhadap penambahan kapasitas tampungan waduk. Selain itu, sejalan dengan kegiatan pengendalian sedimentasi yang telah direkomendasikan dalam Hasil Studi Roadmap Pengelolaan Sedimentasi di DAS Brantas 2020-2024 yang salah satu nya adalah kegiatan Pengerukan Bendungan Sutami dengan metode Buang hilir, untuk itu perlu disusun suatu Kajian dan Detail Engineering Design (DED) Konsep Pengerukan Buang Hilir Bendungan Sutami guna kepentingan perencanaan yang matang ditinjau dari segi biaya, metode kerja, dan analisa dampak lingkungan yang nantinya terjadi pasca kegiatan berlangsung.1.2. MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN
1.2.1. MaksudMaksud yang ingin dicapai dari kegiatan ini yaitu untuk mendapatkan DED serta analisis kelayakan teknls, finansial dan lingkungan sebagai dasar dalam melaksanakan kegiatan pengerukan Bendungan Sutami dengan metode buang hilir.
1.2.2. Tujuan
Tujuan yang lngin dicapai dari kegiatan studi ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendapatkan gambaran tentang perencanaan kegiatan pengerukan metode buang hilir sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Tersedianya 2 (dua) altematif metode pelaksanaan kegiatan pengerukan menggunakan metode pengerukan konvensional (Kapal Keruk + Booster) dan metode pengerukan tenaga listrik.
3. Tersedianya minimal 2 (dua) lokasi rekomendasi titik pengerukan sedimen yang dilengkapi dengan gambar kerja lengkap, analisa kebutuhan peralatan kerja (Bill of Quantity), Analisa dampak lingkungan, Rencana Anggaran Biaya (RAB) pelaksanaan, beserta dengan Persyaratan Teknis/ RKS metode pelaksanaannya
3 | B a b I
1.2.3. SasaranSasaran kegiatan ini adalah agar supaya pihak pengelola dalam konteks pekerjaan ini adalah Perum Jasa Tirta l mendapatkan alternatif metode perencanaan penanganan pengendalian sedimentasi pada area tampungan/ waduk Bendungan Sutami dengan metode pengerukan yang pembuangan hasil pengerukannya disalurkan menuju area/ alur sungai di hilir bendungan.
1.3. LOKASI PEKERJAAN
Lokasi pekerjaan untuk “Kajian dan Detail Engineering Design (DED) Konsep Pengerukan Buang Hilir Bendungan Sutami” adalah terletak di Bendungan Sutami yang berada di Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.
1.4. RUANG LINGKUP KEGIATAN
Ruang lingkup pekerjaan pada kajian ini adalah sebagai berikut:
1. Pekerjaan persiapan, yaitu penyampaian informasi dan perijinan kegiatan pada instansi terkait serta penyusunan rencana kerja, jadwal kerja, keterlibatan personil, batasan daerah kajian, metode pelaksanaan pekerjaan dan metode pengumpulan data (data primer dan data sekunder).
2. Kajian pustaka berupa pengumpulan data dan informasi yang bersumber dari buku, laporan penelitian, studi terdahulu dan dokumen lainnya.
3. Pengamatan kondisi awal lapang, pengumpulan data primer dan sekunder berupa data pengukuran kapasitas waduk, spesifikasi kapal keruk eksisting, realisasi kegiatan pengerukan dan data penunjang lainnya.
4. Pekerjaan Survei dan lnventarisasi Data
• Pengukuran Waduk, meliputi:
- Melakukan kegiatan bathimetri dengan jarak antara penampang melintang maksimal 100 m
- Pengukuran melintang dilaksanakan pada seluruh area permukaan waduk dan sebagian area greenbelt waduk sampai elevasi +276 mdpl
• Survei Penyelidikan Tanah, meliputi:
- Pengumpulan data primer, sampel sedimen beserta hasll pengujian laboratoriumnya
4 | B a b I
- Pengambilan sampel sedimen dilakukan sebanyak minimal 3 (tiga) sampel perlokasi rencana kegiatan pengerukan 5. Analisis, Evaluasi dan Desain
• Analisis Topografi
Pengolahan dan Perhitungan Data lapangan hasil pengukuran bathimetry, sehingga dapat dihasilkan suatu peta lengkap yang dapat memberikan gambaran bentuk permukaan tanah berupa situasi dan ketinggian. Hasil Analisisnya meliputi:
- Overlay hasil pengukuran bathimetry se!ama kurun waktu sekurang-kurangnya 5 Tahun
- Peta Lokasi Situasi Studi dengan skala 1 : 2.000
- Gambar-gambar melintang skala 1 : 200 ke arah horizontal dan vertical
- Gambar potongan memanjang waduk dengan skala 1 : 2.000 (arah horizontal) dan skala 1 : 200 (arah vertikal)
• Analisis Tanah/Sedimen
Melakukan analisis tanah/sedimen sehingga didapatkan gambaran kondisi jenis tanah/sedimen di sekitar lokasi studi yang nantinya akan digunakan untuk desain dan pemilihan jenis kapal keruk yang digunakan beserta dengan utilitas penunjangnya.
• Perencanaan Metode Pengerukan Buang Hilir
Perencanaan konsep pengerukan ini dimaksudkan untuk mengetahui kebutuhan mendetail terkait metode kerja dan peralatan kerja baik dengan metode konvensional maupun metode lislrik, meliputi:
- Jumlah kebutuhan dan spesifikasi dari Kapal Keruk, Booster Pump, pipa dan kelengkapannya
- Menganalisa model numerik instalasi booster pump - Menganalisis metode pelaksanaan pengerukan
- Menganalisis kebutuhan biaya investasi dan operasionalnya
- Menyusun buku petunjuk pelaksanaan pekerjaan beserta dengan petunjuk perawatan nya secara menyeluruh
- Menganalisis dampak lingkungan pelaksanaan pengerukan terutama di hilir
5 | B a b I
6. Penentuan altematif yang dipilih dan prioritas pentahapan pemenuhan kelengkapanperalatan kerjanya
7. Penyusunan Laporan Kajlan 8. Presentasi Hasil Kajian
1.5. HASIL KEGIATAN
Hasil dari kajian dan perencanaan dalam kegiatan studi ini yaitu:
1. Gambaran tentang perencanaan kegiatan pengerukan metode buang hilir sesuai dengan ketentuan yang beraku.
2. Penyusunan 2 (dua) altematif rnetode pelaksanaan kegiatan pengerukan menggunakan metode pengerukan konvensional (Kapal Keruk & Booster) dan metode pengerukan tenaga listrik.
3. Tersedianya minimal 2 (dua) lokasi rekomendasi titik pengerukan sedimen yang dilengkapi dengan gambar kerja lengkap, analisa kebutuhan peralatan kerja (Bill of Quantity), Analisa dampak lingkungan, Rencana Anggaran Biaya (RAB) pelaksanaan, beserta dengan Persyaratan Teknis / RKS / metode pelaksanaan nya.
1.6. JANGKA WAKTU PELAKSANAAN
Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan “Kajian dan Detail Engineering Design (DED) Konsep Pengerukan Buang Hilir Bendungan Sutami” ini adalah selama 120 (Seratus Dua puluh) hari kalender terhitung mulai tanggal diterimanya Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja.
1.7. DATA PENUNJANG
1.7.1. Dokumen dan Studi Terdahulu
Data penunjang untuk pelaksanaan pekerjaan “Kajian dan Detail Engineering Design (DED) Konsep Pengerukan Buang Hilir Bendungan Sutami” meliputi:
1. As BuiltDrawing
2. Pedoman Operasi dan Pemeliharaan
3. Design Report (Laporan desain) dan Project Completion Report 4. Data/laporan pemantauan bendungan.
6 | B a b I
5. Laporan sedimentasi waduk tahunan (disesuaikan dengan data yang ada) 6. Data / laporan kegiatan pengerukan yang telah dilakukan1.7.2. NSPM
A. Standar dan Pedoman yang digunakan:
1. Peraturan tentang pengerukan dan reklamasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan Republik Indonesia (53-2021)
2. Peraturan tentang Bendungan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia (06-2020)
3. Peraturan Pengerukan lndonesia SNI (19-6471.1-2000& 19-6471.2-2000)
4. Peraturan Perburuhan di Indonesia dan Peraturan Umum tentang Keselamatan Kerja yang dlkeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia.
5. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum tentang Keselamatan Tenaga Kerja yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia.
6. Normalisasi Teknis yang berlaku (SNI, SKSNI, SKBI dan lain-lain).
7. Peraturan-peraturan Daerah setempat yang berlaku.
B. Peraturan Perundangan yang digunakan:
1. UU 7/2004 tentang Sumber Daya Air
2. Permen PUPR No.27/PRT/M/2015 tentang Bendungan
3. Permen Pekerjaan Umum No. 04/PRT/M/2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen Pekerjaan Umum.
1.8. PELAPORAN
Dalam pelaksanaan kegiatan ini, laporan akan dengan perincian sebagai berikut:
1. Laporan Pendahuluan, berisi Rencana Kerja yang akan dilaksanakan dan hasil orientasi lapangan serta kerangka kegiatan yang barus dijelaskan seperti kegiatan persiapan, mobilisasi tenaga dan peralatan, jadwal pelaksanaan dan jadwal penugasan personil atau tenaga ahli, serta gambaran makro perencanaan dan program kerja berikutnya.
2. Laporan Antara (Interim), yang berisi kemajuan pelaksanaan pekerjaan perencanaan, hasil soil test, kendala dan solusi penyelesaiannya, garnbar-gambar pra-rencana, konsep gambar-gambar detail basil perencanaan dan gambar detail 3D.
7 | B a b I
3. Laporan Akhir, yang berisi kemajuan pelaksanaan pekerjaan perencanaan, kendala dansolusi penyelesaiannya serta gambar-gambar detail hasil perencanaan.
4. Laporan Pendukung, berupa:
• Laporan Teknis (Struktur, Pengukuran, Soil Test & ME)
• Gambar Perencanaan A1 (kalkir) dan A3
• Konsep Laporan Akhir
• Ringkasan Eksekutif
8 | B a b 2
BAB 2 2. DESKRIPSI WILAYAH STUDI
2.1 WILAYAH SUNGAI DAN ADMINISTRATIF
Wilayah Sungai (WS) Brantas merupakan wilayah sungai strategis nasional dan menjadi kewenangan pemerintah pusat berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No 04/PRT/M/2015 yang memiliki luas 1.410.300 Ha dan terdiri dari 220 Daerah Aliran Sungai (DAS), meliputi DAS Brantas yang merupakan DAS terbesar, 4 DAS kecil yang berada di bagian utara dan bermuara di Laut Jawa dan 215 DAS kecil yang berada di selatan dan bermuara di Laut Hindia. Sungai Brantas merupakan sungai terbesar kedua di Pulau Jawa yang terletak pada 110,030’ BT sampai 112,055’ BT dan 7001’ LS sampai 8,015’ LS serta mempunyai panjang ± 320 km.
Secara administrasi WS Brantas meliputi 16 Kabupaten (Malang, Blitar, Tulungagung, Trenggalek, Pacitan, Ponorogo, Kediri, Nganjuk, Jombang, Bojonegoro, Gresik, Mojokerto, Sidoarjo, Pasuruan, Lumajang dan Madiun) dan 6 Kota (Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto dan Surabaya).
Waduk Ir. Sutami, disebut juga Bendungan Sutami, Waduk Karangkates, atau Bendungan Karangkates, merupakan bendungan yang menciptakan suatu waduk karena tertahannya aliran Sungai Brantas. Waduk ini terletak di Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Bendungan ini dikelola oleh Perum Jasa Tirta I.
Air waduk ini berasal dari mata air di Gunung Arjuno dan ditambah air hujan.
9 | B a b 2
Gambar 2.1 Lokasi Studi PekerjaanSumber : Google,2022
2.2 DESKRIPSI BENDUNGAN SUTAMI
Bendungan Sutami adalah bendungan urugan batu yang mulai dibangun oleh pemerintah antara tahun 1975-1977 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1977 untuk dijadikan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Untuk waduk dikelola oleh Jasa Tirta I, sedangkan pengelolaan PLTA oleh Pembangkitan Jawa-Bali. Selain sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) bendungan ini juga memiliki beberapa fungsi yang diantaranya:
• Pengendali banjir dengan kala ulang 50 tahun setara 1,650 m3/detik,
• Pembangkit listrik dengan daya 3 x 35,000 kWh (488 juta kWh/tahun),
• Penyediaan air irigasi 24 m3/detik pada musim kemarau (seluas 34,000 ha) melalui pengaliran ke hilir,
• Pariwisata dan perikanan darat.
10 | B a b 2
Gambar 2.2 Bendungan SutamiSumber : Dokumentasi Foto Udara,2022
Perikanan disini dilakukan oleh warga setempat dengan menggunakan jaring terampung yang biasa disebut kerramba (warga menyebut kerambak). Pemeliharaan ikan dengan memanfaatkan perairan di waduk Ir Sutami ini terjadi semenjak era reformasi, yang sebelumnya menangkap dan memelihara ikan di perairan ini dilarang oleh pihak pemilik bendungan.
Selain manfaat sebagai sarana pariwisata dan perikanan, Bendungan Sutami yang juga biasa disebut "dam" oleh masyarakat setempat ini juga memiliki manfaat lain, yaitu digunakan sebagai akses oleh para pengentara motor untuk melintas pada siang hari dengan membayar karcis. Mereka yang sering melintas mayoritas adalah warga yang tinggal di wilayah selatan waduk, seperti warga Kalipare dan Donomulyo.
Sedangkan untuk data teknis Bendungan Sutami adalah sebagai berikut:
1. Waduk
Sungai : Sungai Brantas
Daerah aliran sungai (DAS) : 2.050 km2 Daerah terendam : 15,00 km2
Kapasitas total : 343.000.000 m3 (1972)
11 | B a b 2
174.880.000 m3 (2022)
Kapasitas efektif : 253.000.000 m3 (1977)
154.490.000 m3 (2022)
Muka air tinggi (MAT) : El. 272,50 m
Muka air rendah (MAR) : El. 246,00 m (untuk turbin)
El. 242,00 m (untuk irigasi)
Muka air banjir : El. 277,00 m Debit masuk rata-rata : 55,20 m3/det Debit banjir rencana : 4.200,00 m3/det Erosi lahan DAS rencana : 0,18 mm/tahun 2. Bendungan Utama
Tipe bendungan : Timbunan batu dengan inti kedap air
Panjang : 823,50 m
Lebar puncak : 13,70 m
Tinggi : 100,00 m
Lebar dasar : 400,00 m
Volume : 6.156.000 m3
Elevasi puncak : El. 279,00 m Kemiringan Lereng : 1 : 2
3. Bendungan Pengelak / Coffer Dam
Tipe : Timbunan batu/rock fill
Volume : 488.600 m3
Tinggi : 50,00 m
Elevasi puncak : El. 230,00 m Elevasi dasar : El. 180,00 m
Lebar puncak : 12,00 m
4. Pelimpah / spillway
Tipe : Pelimpah bebas dilengkapi pintu
Panjang saluran : 460,00 m
12 | B a b 2
Elevasi ambang pelimpah tanpa pintu : El. 272,50 mLebar ambang pelimpah tanpa pintu : 50,00 m Elevasi ambang pelimpah berpintu : El. 267,00 m Lebar ambang pelimpah berpintu : 10,00 m
Kapasitas : 1.600 m3/det
Panjang jembatan beton : 12,00 m
Lebar jembatan beton : 9,30 m
Panjang jembatan baja : 22,00 m
Lebar jembatan baja : 9,30 m
Pintu spillway
Jumlah : 1 unit
Tipe : Simple girder
Ukuran : 10 x 5,8 m
5. Bangunan Pembangkit Listrik dan Kelengkapan Head race
Tipe : Pipa baja
Panjang : 175,00 m
Diameter / Jumlah : 3,40 m / 3 buah
Tangki Pendatar (Surge Tank)
Tinggi shaft : 50,00 m
Diameter / Jumlah : 7,00 m / 3 buah
Pipa pesat (Penstock Pipe)
Tipe : Pipa baja
Panjang : 215,00 m
Diameter / Jumlah : 3,40 m / 3 buah
Turbin dan Kapasitas Pembangkit
Turbin : 3 bh (Vertical Francis)
13 | B a b 2
Kapasitas terpasang : 3 x 35 MW
14 | B a b 3
BAB 3 3. METODOLOGI PELAKSANAAN DAN HASIL SURVEI
3.1 UMUM
Dalam usaha mendapatkan hasil pekerjaan analisa yang maksimal dengan biaya pelaksanaan yang seringan mungkin, dan hasil yang sebaik-baiknya diperlukan metode pelaksanaan pekerjaan yang baik.
15 | B a b 3
Mulai
Kajian Awal
Penyusunan Konsep Desain dan Laporan Pendahuluan
CEK Diskusi/Presentasi
Laporan Pendahuluan Ya
KOMPILASI DATA:
a) Pengumpulan data teknis b) Survei pendahuluan
Laporan Pendahuluan Tidak
Kegiatan Survei
Survei Topografi Survei Tanah
Draft Design Pengerukan Buang Hilir
Penyusunan Laporan Antara
CEK Diskusi/Presentasi Laporan Antara
Laporan Antara Tidak
Ya
A
Gambar 3.1 Diagram Pelaksanaan Pekerjaan Sumber: Hasil Analisis Konsultan,2022
16 | B a b 3
A
Design Struktur, Metode Operasional, Biaya Operasional &
Draft BOQ / RAB
Penyusunan Konsep Laporan Akhir
CEK Diskusi/ Laporan
Akhir
Laporan Akhir
TidakYa
Selesai
Gambar 3.2 Diagram Pelaksanaan Pekerjaan (lanjutan) Sumber: Hasil Analisis Konsultan,2022
Perencanaan penanganan sedimen metode pengerukan buang hilir pada Bendungan Sutami dilaksanakan untuk memindahkan sedimen pada tampungan waduk menuju area hilir bendungan. Tahapan perencanaan meliputi kegiatan sebagai berikut :
• Identifikasi lokasi pengerukan
• Identifikasi lokasi pembuangan
• Identifikasi jalur pipa pembuangan
• Identifikasi kebutuhan dan ketersediaan peralatan
• Survey Topografi, Bathymetri dan Penyidikan Tanah
17 | B a b 3
• Perencanaan struktur untuk pengangkutan sedimen dari area tampungan waduk menuju area hilir bendungan dengan mempertimbangkan kapasitas produksi optimal.
3.2 PEKERJAAN PERSIAPAN
Sebelum tim konsultan memulai kegiatannya, akan dilakukan beberapa kegiatan yang berupa inventarisasi kelengkapan kerja, sebagai bahan persiapan tim dalam melakukan aktivitasnya.
Kegiatan tersebut antara lain :
• Melakukan penyusunan tim dan Jadwal Pelaksanaan Penyelesaian Proyek. Dalam proses penyusunan jadwal penyelesaian proyek, tim konsultan berpegang pada Kerangka Acuan Teknis tentang waktu yang disediakan.
• Usaha-usaha untuk memperoleh perijinan yang berhubungan dengan pekerjaan dan kantor.
• Penyediaan blanko-blanko dan material lain yang diperlukan.
• Menyediakan sarana akomodasi dan transportasi untuk pelaksanaan dan pengawasan yang diperlukan.
3.3 PEKERJAAN PENINJAUAN LAPANGAN DAN PENGUMPULAN DATA
I. Persiapan Administrasi dan Mobilisasia. Menyediakan sarana prasarana dan transportasi untuk keperluan kantor.
b. Penyediaan blanko-blanko dan material lain yang diperlukan.
c. Melakukan penyusunan jadwal penugasan personil dan jadwal pelaksanaan penyelesaian pekerjaan. Dalam proses penyusunan jadwal penyelesaian pekerjaan, tim konsultan berpegang pada kerangka acuan teknis tentang waktu yang disediakan.
II. Pekerjaan Peninjauan Lapangan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini antara lain : a. Mempelajari kondisi dan situasi daerah kerja.
b. Melakukan koordinasi dengan Direksi Pekerjaan untuk mendapatkan masukan dalam rangka menyusun konsep desain pengerukan buang hilir.
III. Pekerjaan Pengumpulan Data
18 | B a b 3 Pekerjaan ini terdiri dari kegiatan pengumpulan sekunder. Jenis data sekunder yang harus diperoleh untuk mendukung kegiatan analisa teknis antara lain :
a. Pengumpulan data teknis bendungan atau waduk misalnya dimensi bendungan, luas daerah genangan waduk, lengkung kapasitas waduk, dan lain-lain.
b. Pengumpulan data operasional waduk, meliputi data elevasi muka air waduk dan debit inflow / outflow
3.4 KAJIAN STUDI TERDAHULU
Kajian yang dilakukan pada tahap ini mencakup kajian tanah dan properti sedimen, serta data historis bathymetri.
Tabel 3.1 Data Historis Material Bed Load Waduk Sutami 2015-2017
No Nomor Titik
Tahun 2015 Tahun 2017 Sand
0,074 - 2,00
mm
%
Silt 0,005 -
0,074 mm
%
Clay 0,001 -
0,005 mm
%
Sand 0,074 -
2,00 mm
%
Silt 0,005 -
0,074 mm
%
Clay 0,001 -
0,005 mm
% 1 : Section ST 1 - Kiri 40,84% 47,91% 11,25% 19,30% 67,12% 13,58%
2 : Section ST 1 - Tengah 28,50% 62,33% 9,17% 6,17% 63,24% 30,59%
3 : Section ST 1 - Kanan 30,15% 57,84% 12,02% 27,81% 55,67% 16,52%
4 : Section ST 4 - Kiri 17,08% 71,32% 11,61% 19,40% 70,38% 10,22%
5 : Section ST 4 - Tengah 11,24% 81,29% 7,48% 16,24% 70,98% 12,78%
6 : Section ST 4 - Kanan 15,82% 77,92% 6,27% 15,39% 48,33% 36,28%
7 : Section ST 6 - Kiri 34,16% 55,43% 10,42% 8,68% 59,76% 31,56%
8 : Section ST 6 - Tengah 10,00% 78,82% 11,18% 3,92% 76,44% 19,64%
9 : Section ST 6 - Kanan 6,87% 80,71% 12,42% 21,88% 62,32% 15,80%
10 : Section ST 10 - Kiri 6,87% 80,71% 12,42% 21,69% 47,44% 30,87%
11 : Section ST 10 - Tengah 2,17% 83,49% 14,34% 1,72% 78,03% 20,25%
12 : Section ST 10 - Kanan 6,63% 82,19% 11,19% 0,91% 64,28% 34,81%
13 : Section ST 12 - Kiri 5,46% 82,33% 12,22% 1,98% 79,12% 18,90%
14 : Section ST 12 - Tengah 3,43% 85,15% 11,41% 1,23% 69,15% 29,62%
15 : Section ST 12 - Kanan 3,51% 85,26% 11,23% 2,53% 63,36% 34,11%
16 : Section ST 14 - Kiri 5,01% 82,56% 12,43% 0,57% 53,86% 45,57%
17 : Section ST 14 - Tengah 2,58% 86,47% 10,95% 3,37% 79,68% 16,94%
18 : Section ST 14 - Kanan 5,07% 82,71% 12,21% 1,42% 71,05% 27,54%
Rata-rata
ST 1 s/d ST 6 22% 68% 10% 15% 64% 21%
ST 10 s/d ST 14 5% 83% 12% 4% 67% 29%
Sumber : Kajian Kapasitas Tampungan Waduk Dalam Rangka Pengelolaan Sedimentasi Wilayah Sungai Brantas, 2021
19 | B a b 3 Tabel 3.2 Data Grain Size Material Bed Load Waduk Sutami, 2021
Nama Waduk Sutami
Nama Sungai Sungai Metro
Titik Pengambilan Kiri Tengah Kanan
Natural Water Content (%) - - -
Specific gravity of soil Gs 2,382 2,558 2,764
GRAIN SIZE ANALYSIS Proport
ion Gravel part ( % ) 10,00 13,00 9.00 Sand part ( % ) 90,00 87,00 91.00
Silt part ( % ) - - -
Clay part ( % ) - - -
Max. diameter (mm) 10,00 10,00 10,00 60 % diameter (mm) 0,400 1,200 0,430 10 % diameter (mm) 0,150 0,400 0,160
Passing # 200
Sumber : Kajian Kapasitas Tampungan Waduk Dalam Rangka Pengelolaan Sedimentasi Wilayah Sungai Brantas, 2021
Gambar 3.3 Hasil Pengukuran Bathymetri Waduk Sutami tahun 2021 Sumber : Kajian Kapasitas Tampungan Waduk Dalam Rangka Pengelolaan Sedimentasi Wilayah Sungai
Brantas, 2021
20 | B a b 3 Gambar 3.4 Potongan Memanjang Dasar Waduk Sutami (Awal s/d 2021) Sumber : Kajian Kapasitas Tampungan Waduk Dalam Rangka Pengelolaan Sedimentasi Wilayah Sungai
Brantas, 2021
3.5 PEKERJAAN SURVEY TOPOGRAFI
A. Peninjauan Lapangan1. Maksud peninjauan lapangan adalah untuk mempelajari kondisi dan situasi daerah kerja, mendapatkan masukan-masukan dalam rangka menyusun program kerja.
2. Mencari dan menetapkan jalan masuk dan jalan kerja yang paling baik serta melakukan observasi visual lokasi studi.
3. Membuat perencanaan lokasi titik referensi pengukuran (BM), sebagai titik dasar untuk koordinat dan elevasi.
B. Pengukuran Poligon Utama
200 205 210 215 220 225 230 235 240 245 250 255 260 265 270 275 280
-1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Elevasi (m)
Jarak (m)
Elevasi dasar terdalam Waduk Sutami
Sungai asli 1977 1982 1994 1997
1999 2002 2004 2006 2009
2011 2014 HWL LWL 2015
2016 2017 2018 2021
HWL = 272.50
LWL = 260.00 m
Intake PLTA El.
232,60 m As Bendungan
21 | B a b 3 Sebelum digunakan semua alat dan perlengkapan pengukuran harus dicek dan diperiksa oleh direksi untuk mendapatkan persetujuan. Pengukuran poligon terdiri dari pengukuran poligon utama dan cabang (jika ada), sedangkan untuk detail lapangan biasanya dilakukan pengukuran poligon raai. Poligon utama adalah suatu jaringan titik-titik dilapangan yang ditentukan melalui pengukuran dengan tingkat ketelitian yang tinggi dan digunakan sebagai kerangka dasar pengukuran situasi areal secara keseluruhan, untuk itu pelaksanaan pengukurannya harus dilakukan secara cermat dan teliti.
1. Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk kegiatan survey ini adalah :
• 1 unit Theodolite T2
• 1 buah pita ukur baja 50 m
• 1 set bak ukur 2. Metode Pelaksanaan
Dalam rangka penyelenggaraan kerangka dasar peta, dalam hal ini kerangka dasar horisontal / posisi horisontal (X,Y) digunakan metode poligon. Dalam pengukuran poligon ada dua unsur penting yang perlu diperhatikan yaitu jarak dan sudut jurusan yang akan diuraikan dalam penjelasan di bawah ini.
Dalam pembuatan titik dalam jaringan pengukuran poligon, titik-titik poligon tersebut berjarak sekitar 50 meter.
a. Pengukuran Jarak
Pada pelaksanaan pekerjaan, pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 100 m. Tingkat ketelitian hasil pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur, sangat bergantung kepada :
• Cara pengukuran itu sendiri.
• Keadaan permukaan tanah.
Khusus untuk pengukuran jarak pada daerah yang miring dilakukan dengan cara seperti yang digambarkan pada gambar di bawah ini.
22 | B a b 3
Gambar 3. 5 Pengukuran Jarak pada Daerah Miring
Untuk meningkatkan ketelitian pengukuran jarak, juga dilakukan pengukuran jarak optis hasil pembacaan rambu ukur sebagai koreksi.
b. Pengukuran Sudut Jurusan
Sudut jurusan sisi-sisi poligon yaitu besarnya bacaan lingkaran horizontal alat ukur sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik. Besarnya sudut jurusan ditentukan berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di samping titik poligon. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 3.6 Pengukuran Sudut Jurusan Berdasarkan gambar di atas, besarnya sudut β :
AB AC −
=
dimana :
β = sudut mendatar
AC = bacaan skala horisontal ke target kiri d1 d2
A 1 d3
2 B
jarak AB = d1 + d2 + d3
23 | B a b 3
AB = bacaan skala horisontal ke target kanan.
Pembacaan sudut jurusan dilakukan dalam posisi teropong biasa dan luar biasa.
Spesifikasi teknis pengukuran poligon adalah sebagai berikut:
• jarak antara titik-titik poligon adalah 50 meter
• alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2
• alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 100 meter
• jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2)
• selisih sudut antara dua pembacaan 5” (lima detik)
• ketelitian jarak linear (K1) c. Pengamatan Azimuth Astronomis
Disamping untuk mengetahui arah / azimuth awal, pengamatan matahari dilakukan untuk tujuan sebagai berikut :
• Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan akumulatif pada sudut- sudut terukur dalam jaringan poligon.
• Untuk menentukan arah / azimuth titik-titik kontrol / poligon yang tidak terlihat satu dengan yang lainnya.
• Penentuan sumbu X untuk koordinat bidang datar pada pekerjaan pengukuran yang bersifat lokal / koordinat lokal.
Metodologi pengamatan azimuth astronomis diilustrasikan pada gambar di bawah ini.
Dengan memperhatikan metoda pengamatan azimuth astronomis pada gambar tersebut, maka azimuth target (T) adalah :
+
=
T M
atau
(
T M)
M + +
=
dimana :
T = azimuth ke target
M = azimuth pusat matahari
T = bacaan jurusan mendatar ke target
M = bacaan jurusan mendatar ke matahari
24 | B a b 3 β = sudut mendatar antara jurusan ke matahari dengan
jurusan ke target.
Pengukuran azimuth matahari dilakukan pada jalur poligon utama terhadap patok terdekat dengan titik pengamatan pada salah satu patok yang lain.
Gambar 3.7 Pengamatan Azimuth Astronomis d. Pengukuran Sipat Datar
Kerangka dasar vertikal diperoleh dengan melakukan pengukuran sipat datar pada titik-titik jalur poligon. Jalur pengukuran dilakukan tertutup (loop), yaitu pengukuran dimulai dan diakhiri pada titik yang sama. Pengukuran beda tinggi dilakukan double stand dan pergi pulang. Seluruh ketinggian di traverse net (titik-titik kerangka pengukuran) telah diikatkan terhadap BM.
Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan melakukan pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi seperti yang diilustrasikan pada Gambar.
Spesifikasi teknis pengukuran sipat datar adalah sebagai berikut :
• Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi
• Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap
• Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu belakang menjadi rambu muka.
25 | B a b 3 Gambar 3.8 Pengukuran Sipat Datar
• Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang pembacaan rambu lengkap benang atas, benang tengah dan benang bawah.
• Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 lebih kecil atau sama dengan 2 mm.
• Jarak rambu ke alat maksimum 75 mm.
• Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik.
• Toleransi salah penutup beda tinggi (T) ditentukan dengan rumus berikut : mm
D 8
T =
Dimana D = jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satuan km. Hasil pengukuran lapangan terhadap kerangka dasar vertikal diolah dengan menggunakan spreadsheet sebagaimana kerangka horizontalnya. Dari hasil pengelolaan tersebut didapatkan data ketinggian relatif pada titik-titik patok terhadap bench mark acuan.
e. Pengukuran Levelling
Pengukuran levelling dimaksudkan untuk menentukan ketinggian titik-titik poligon dan ketinggian patok poligon, BM, dan patok poligon cabang, sehingga dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
• Levelling Poligon Utama
• Levelling Poligon Cabang.
Levelling Poligon Utama
Pengukuran levelling poligon utama harus dilaksanakan dengan ketentuan- ketentuan sebagai berikut :
26 | B a b 3 a. Pengukuran levelling poligon harus dilakukan dengan menggunakan alat
Waterpass automatis seperti Wild NAK.2 atau Ni.2 atau yang sederajat ketelitiannya.
b. Pengukuran levelling harus dilakukan dengan sistem pengukuran “double-stand” atau sistem “pulang pergi”.
c. Pembacaan rambu ukur selalu dilakukan bacaan tiga benang teropong (benang atas, benang tengah, dan benang bawah), dengan rambu yang dipasang tegak lurus dilengkapi dengan nivo rambu.
d. Bacaan skala rambu harus dilakukan pada interval skala antara 0,5 meter sampai dengan 2,5 meter untuk rambu panjang 3,0 meter.
e. Pengukuran levelling harus dilakukan dengan jarak ke depan sama dengan jarak ke belakang pada setiap slag, atau jumlah jarak ke depan sama dengan jumlah jarak ke belakang pada setiap seksi pengukuran.
f. Selama pelaksanaan pengukuran tempat berdiri rambu ukur harus digunakan rambu yang terbuat dari plat besi.
g. Pengukuran levelling harus dilakukan dengan jarak antara alat dan rambu maksimal 50,0 m.
h. Pengukuran levelling poligon utama, disamping harus melewati semua titik poligon, tapi juga harus melewati semua BM yang dipasang, maupun BM lainnya yang ada.
i. Ketelitian pengukuran levelling ditentukan < 6D mm dimana D adalah jumlah jarak sisi-sisi poligon dalam km.
Levelling Poligon Cabang
Pengukuran levelling poligon cabang adalah pengukuran levelling pada jalur titik- titik poligon cabang, harus dilaksanakan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. Pengukuran levelling poligon harus dilakukan dengan menggunakan alat Waterpass semi automatis atau waterpass biasa seperti Shokisa B.2 Wild NAK.1 atau yang sedejat ketelitiannya.
b. Pengukuran levelling harus dilakukan dengan sistem pengukuran “double- stand” atau sistem “pulang pergi”.
27 | B a b 3 c. Pembacaan rambu ukur harus selalu dilakukan bacaan tiga benang teropong
(benang atas, benang tengah, benang bawah), dengan rambu yang dipasang tegak lurus dilengkapi dengan nivo rambu.
d. Bacaan skala rambu harus dilakukan pada interval skala antara 0,5 meter sampai dengan 2,5 meter untuk rambu panjang 3,0 meter.
e. Pengukuran levelling harus dilakukan dengan jarak ke depan sama dengan jarak ke belakang pada setiap slag, atau jumlah jarak ke depan sama dengan jumlah jarak ke belakang pada setiap seksi pengukuran.
f. Pengukuran levelling harus dilakukan dengan jarak antara alat dan rambu maksimal 50,0 m.
g. Pengukuran levelling poligon sekunder harus melewati semua titik poligon cabang dan harus diikatkan kepada titik-titik poligon utama yang ada.
h. Ketelitian pengukuran levelling ditentukan < 10D mm dimana D adalah jumlah jarak sisi-sisi poligon dalam Km.
f. Pengukuran Situasi Detail
Pengukuran detail situasi dimaksudkan untuk mendapatkan data posisi planimetris maupun ketinggian dari semua titik-titik di lapangan, baik itu titik-titik yang mewakili keadaan topografi kemiringan tanah maupun detail alam maupun detail bangunan eksisting yang ada.
Penentuan situasi dilakukan untuk mengambil data rinci lapangan, baik obyek alam maupun bangunan-bangunan, jembatan, jalan dan sebagainya. Obyek-obyek yang diukur kemudian dihitung harga koordinatnya (X,Y,Z). untuk selanjutnya garis kontur untuk masing-masing ketinggian dapat ditentukan dengan cara interpolasi.
Situasi diukur berdasarkan jaringan kerangka horizontal dan vertikal yang dipasang dengan melakukan pengukuran keliling serta pengukuran di dalam daerah survei.
Bila perlu jalur poligon dapat ditarik lagi dari kerangka utama dan cabang untuk mengisi detail planimetris berikut spot height yang cukup, sehingga diperoleh penggambaran kontur yang lebih menghasilkan informasi ketinggian yang memadai.
Dalam pelaksanaan pengukuran situasi detail dilakukan dengan kriteria sebagai berikut :
28 | B a b 3 1. Peralatan yang digunakan :
Peralatan yang digunakan untuk kegiatan survey ini adalah :
• Theodolite T0
• Pita baja 50 meter
• Bak ukur
2. Metode Pelaksanaan
Pengukuran situasi rinci dilakukan dengan cara tachimetri dengan menggunakan alat ukur Theodolith Kompas (T0). Dengan cara ini diperoleh data-data sebagai berikut :
• Azimuth magnetis.
• Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah).
• Sudut zenith atau sudut miring.
• Tinggi alat ukur.
• Pengukuran situasi detail dilakukan menggunakan sistem raai atau lajur- lajur arah utara-selatan atau arah barat-timur, dimana jarak antara lajur adalah maksimal 30,0 m.
• Pengukuran situasi dilakukan dengan menggunakan Theodolit T0 atau lebih tinggi derajat ketelitiannya dengan sistem tachimetri, dan harus selalu diikatkan kepada titik-titik poligon utama atau sekunder yang terdekat.
• Pengukuran situasi detail meliputi semua tinggi rendah tanah pada areal coverage lengkap semua detail bangunan eksisting yang ada, maupun titik-titik poligon utama atau sekunder yang terdekat.
g. Pengolahan Data.
Pengolahan data survey topografi meliputi beberapa jenis hitungan, antara lain adalah :
• Hitungan azimuth matahari
• Hitungan poligon (koordinat)
• Waterpass (tinggi)
• Hitungan situasi (tinggi titik detail).
29 | B a b 3 Pehitungan pendahuluan poligon dan sipat datar dilakukan di lapangan secara konvensional dan perhitungan definitif dilakukan di kantor. Perhitungan pendahuluan tersebut dilakukan di lapangan dengan maksud apabila terjadi kesalahan pengukuran bisa langsung diatasi dan diukur kembali.
1. Hitungan Azimuth Matahari
Azimuth pengamatan matahari dihitung dengan metode tinggi matahari.
Hitungan pengamatan matahari dilakukan secara konvensional menggunakan formulir hitungan matahari dan deklinasi didapatkan dari tabel deklinasi matahari tahun terakhir. Lintang tempat pengamatan berdasarkan interpolasi dari peta rupa bumi skala 1 : 50.000
Azimuth ke matahari dapat dihitung dengan rumus persamaan segitiga astronomi. Dengan segi tiga bola dapat dihitung besarnya azimuth, yaitu dengan rumus trigonometri sebagai berikut :
h Cos . Cos
h Sin . Q Sin A Sin
Cos
−
=
dimana :
A = azimuth matahari
Q = lintang pengamatan (dari peta topografi) = deklinasi matahari (dari almanak matahari) h = sudut miring ke matahari (dari hasil pengukuran).
• Perhitungan sudut tegak (sudut miring / zenith)
Sudut tegak yang digunakan dalam hitungan diberi koreksi sebagai berikut, salah indeks (i) dari alat ukur, koreksi ini diperoleh melalui pengecekan alat ukur atau kalibrasi alat
• Koreksi refraksi (r)
Rumus menghitung besarnya koreksi refraksi digunakan:
ct . cp . rm
R =
dimana :
rm = sudut refraksi normal pada tekanan udara 760 mm.Hg, temperatur 0OC dan kelembaban nisbi 60%.
30 | B a b 3 Harga rm dapat dicari dari Tabel VI pada Buku Almanak
Matahari cp =
760
p , dengan p adalah tekanan udara dalam mm.Hg.
Bila tekanan udara tidak diukur, tetapi tinggi tempat pengamatan diketahui dari dari peta topografi, maka harga cp dapat dicari dari Tabel VIIa Almanak Matahari ct =
(
273283+t)
, dengan t adalah temperatur udara dalam0OC. (harga ct dapat dicari dari Tabel VIII pada Buku Almanak Matahari)
hn
Cos . pH
p = atau
Zn
Sin . pH
p =
• Koreksi paralaks (p), besarnya kareksi paralaks adalah :
→ pH adalah koreksi paralaks terbesar, berkisar antara 8,66” – 8,95”, rata- ratanya 8,8”
→ Koreksi terhadap pusat matahari (1/2 d)
→ Dicari berdasarkan letak posisi kwadran yang diamati.
2. Hitungan Poligon
Pelaksanaan perhitungan poligon pendahuluan dilaksanakan di lapangan, supaya bila terjadi kesalahan pengukuran bisa langsung diperbaiki dan perhitungan definitif dengan menggunakan komputer dilakukan di kantor
Syarat-syarat supaya poligon dapat dihitung, maka data yang harus diketahui adalah :
• Sudut jurusan awal / azimuth awal dapat dihitung dari koordinat 2 (dua) buah titik tetap atau dari pengamatan matahari.
• Sudut mendatar antara 2 sisi pada tiap titik poligon (β).
31 | B a b 3 Gambar 3.9 Pengukuran Gambar Poligon
• Perhitungan sudut horisontal didapat dari bacaan sudut biasa (β) ke belakang dikurangi sudut (β) ke muka dan bacaan sudut luar biasa (Lβ) ke muka. Sudut yang didapat adalah harga sudut rata-rata dari pembacaan (β) dan (Lβ).
• Jarak mendatar antara titik-titik poligon (d).
• Menentukan titik awal.
• Yang akan dijadikan titik awal adalah titik referensi yang telah diketahui koordinatnya dan kondisi dinilai cukup stabil. Bila tidak terdapat, akan dibuat referensi lokal UTM berdasarkan peta rupa bumi berpedoman kepada bangunan yang ada dengan persetujuan Direksi.
Tahapan hitungan polygon tertutup setelah data yang diperlukan diperoleh adalah sebagai berikut :
1. Bila yang dihitung sudut dalam (β), maka syarat geometrisnya adalah seperti berikut :
Gambar 3.10 Bentuk Geometris Poligon Tertutup Dengan Sudut Dalam
1
5
4 3
2 U
Azimuth Awal
sudut = (N-2).180
dimana :
N = banyak titik poligon
sudut = jumlah sudut
32 | B a b 3 Gambar 3.11 Bentuk Geometris Poligon Tertutup Dengan Sudut Luar
2. Jika jumlah sudut tidak sama dengan (N-2).180 atau tidak sama dengan (N+2).180, maka ada kesalahan penutup sudut sebesar f dan hitungan harus dikoreksi
3. Batasan salah penutup sudut maksimum adalah 10N 4. Sudut mendatar yang benar dihitung dengan rumus :
N f
ukuran
+
=
5. Menghitung sudut jurusan yang benar dengan rumus :
awal 180O
N = +−
6. Menghitung selisih absis dan ordinat tiap sisi dengan rumus:
Selisih absis, ∆X = d . Sin Selisih ordinat, ∆Y = d . Cos
7. Syarat geometris selisih absis dan ordinat adalah : Jumlah d . Sin = 0 atau ∆X = 0
Jumlah d . Cos = 0 atau ∆Y = 0
8. Bila tidak sama dengan nol, berarti ada kesalahan penutup absis (fx) dan ordinat (fy), sehingga hitungan selisih absis dan ordinat yang benar :
fx d . x d
x
+
=
.fy
d y d
y
+
=
9. Menghitung koordinat yang benar :
' Y Y Y
' X X X
+
=
+
=
1
5
4 3
2 U
Azimuth Awal
Sudut luar (β), maka syarat geometrisnya
sudut = (N-2).180
N = banyak titik poligon
sudut = jumlah sudut
33 | B a b 3 10. Untuk mengetahui kesalahan linear poligon didapat dengan rumus :
( ) ( )
d fy SL fx
2 2
= +
Dengan batasan ketelitian linier untuk poligon utama 1/5.000.
3. Hitungan Sipat Datar
Perhitungan pendahuluan untuk memperoleh unsur beda tinggi pada jalur-jalur yang menghubungkan titik-titik simpul dilaksanakan di lapangan, sehingga bila terjadi kesalahan pengukuran bisa diulang kembali, dan perhitungan definitif dilakukan di kantor.
Syarat-syarat supaya sipat datar kring tertutup dapat dihitung adalah :
• Ada beda tinggi (∆h)
• Ada jarak
• Ada referensi awal (elevasi titik tetap terdahulu) Tahapan hitungan sipat datar sebagai berikut :
a) Beda tinggi antara dua titik didapat dari bacaan benag tengah belakang (BTb) dikurangi bacaan benang muka (BTm) atau beda tinggi.
BTm BTb
h = −
b) Untuk mengontrol pembacaan benang tengah (BT) dan untuk memperoleh jarak optis, dibaca dengan benang atas (BA), benang bawah (BB), dengan kontrol ukuran : BT = ½ (BA – BB), sedangkan jarak optis dihitung dengan rumus :
(
BA BB)
. c
d = −
atau
(
BA BB)
. 100
d = −
sehingga jarak tiap slag didapat yaitu jarak muka ditambah jarak ke belakang atau D = Dm + Db
c) Dari hasil perhitungan beda tinggi tersebut pada masing-masing kring tertutup dilakukan perhitungan jumlah beda tinggi, ∆hi = 0, dengan I = 1 sampai n, sehingga diperoleh kesalahan penutup beda tinggi di tiap-tiap kring.
34 | B a b 3 d) Untuk mengetahui apakah salah penutup sudah memenuhi toleransi yang
diinginkan, dipakai rumus : d 10
T =
dimana :
T = toleransi
10 = angka yang menyatakan tingkat ketelitian (mm) d = jarak total pengukuran (Km).
e) Dari salah penutup beda tinggi tiap kring, koreksi dapat dibagikan ke beda tinggi tiap seksi dengan cara konvensional, tanda koreksi (+ atau -) adalah kebalikan dari tanda salah penutup.
f) Elevasi titik-titik pada tiap-tiap seksi diantara titik-titik simpul tersebut diperoleh dari perhitungan secara konvensional atau perataan sederhana dengan acuan pada elevasi titik-titik simpul.
4. Hitungan Titik Detail
Perhitungan titik detail menggunakan metode tachimetri. Sebagaimana telah diterangkan di atas pada pengukuran tachimetri unsur yang didapat dari pengukuran situasi detail yaitu:
• Tinggi alat ukur terhadap patok diukur (TA)
• Tinggi patok diukur (TP)
• Pembacaan sudut vertikal (h) atau sudut zenit (z)
• Pembacaan benang lengkap (BA, BT, BB)
Dari unsur data-data tersebut di atas dapat dihitung :
• Jarak optis atau jarak miring, yaitu DM = C (BB – BB) atau DM = 100 (BB - BA)
• Jarak mendatar, yaitu D = DM . Cos 2Z atau D = DM . Sin 2h
Hitungan beda tinggi (∆H) dari tempat berdiri alat ke titik detail dihitung dengan rumus :
1) Bila bacaan benang tengah (BT) pada rambu setinggi alat maka, beda tinggi (∆H) = 0,5 . DM . Sin 2Z
35 | B a b 3 2) Bila bacaan benang tengah (BT) pada rambu tidak setinggi alat maka, beda
tinggi (∆H) = 0,5 . DM . Sin 2Z + TA - BT
Hitungan elevasi titik-titik detail selanjutnya dapat dihitung berdasarkan elevasi acuan awal dan akhir yang diketahui dari tinggi tiap patok poligon / waterpass.
5. Penggambaran (Plotting Data)
Untuk proses penggambaran pada hasil pengukuran, terlebih dahulu disiapkan data - data berupa :
-
Koordinat dan ketinggian seluruh titik CP/BM
-Koordinat dan ketinggian seluruh titik poligon
-
Koordinat dan ketinggian seluruh titik cross dan detail beserta keterangannya.
Dari data hasil hitungan sementara di lapangan disusun dan dipilah menurut jenis pengukuran dan nomor patoknya, kemudian dimasukkan ke dalam komputer seperti susunan data ukur aslinya. Setelah dihitung untuk masing-masing pengukuran dengan metoda hitungan sesuai jenis pengukurannya (misalnya ; poligon dengan metoda Leastquares/Bowditch, cross section dengan metoda Tachimetri) dengan program sederhana dari Excel atau program Autodesk Land Development atau program pemetaan lain seperti Surfer, maka data tersebut digabungkan menjadi satu file sehingga titik-titik pengukuran lapangan mempunyai koordinat ( x , Y ) dan ketinggian ( Z ), yang diberi deskripsi (keterangan) dan nomor baris. File ini masih dalam program Excel, tetapi susunannya sudah PENZD (Point, East (X), North (Y), Z (Height), dan Description). Kemudian dari data Excel ini (*.xls) dirubah menjadi data dengan ekstension *.csv atau
*.prn atau ekstension *.dat lainnya, untuk dibaca dalam program
Softdesk. Memasuki program Softdesk data tadi dibaca dan diimpor
menjadi file gambar *.dwg.
36 | B a b 3
Selanjutnya diproses sesuai prosedur kerja dari software tersebut, diantaranya pembuatan surface (project) data base dari gambar yang dikerjakan dengan membuat garis triangulasi antar titik-titik yang ada.
Grading atau create kontur yaitu pembuatan atau pemunculan garis kontur sesuai dengan spesifikasi yang diminta. Untuk memunculkan kontur terlebih dahulu dilakukan pengisian permukaan (surface pada menu COGO
→
surface) setelah dilakukan maka regen (memunculkan) garis-garis triangulasi, garis tersebut menunjukan adanya hubungan untuk menginterpolasi garis kontur dari titik ke titik.
Untuk memunculkan kontur dikerjakan melalui menu Countur dan memilih garis kontur mayor (setiap 10 meter) dan minor (setiap 2,5 meter).
Sedangkan intensitas kehalusan garis kontur dapat dipilih antara 0 s/d 10, setelah dipilih angka yang cocok, kontur dimunculkan melalui menu Regen.
Setelah terbentuk garis-garis kontur selanjutnya adalah pengeditan antara lain:
-
Memisah masing-masing obyek / tema dalam gambar menjadi layer- layer
-
Mengedit garis-garis yang akan membedakan bentuk garis kontur, seperti
•
Garis Pinggir Jalan
•
Garis Pinggir Sungai
-
Membuat label grid angka genap
-
Membuat notasi grid pada label grid tersebut
-
Membuat text untuk nama kampung, nama sungai, arah jalan
-
Merubah ukuran font (mis : font elevasi, nama kampung, angka grid,
dll)
37 | B a b 3 -
Membuat arah utara
-
Memperbaiki kontur yang tidak sesuai dengan keadaan dengan cara :
•
Menghapus garis triangulasi antara titik ke titik
•
Menghapus angka ketinggian yang tidak sesuai
•
Mengubah angka ketinggian sehingga menjadi angka yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
-
Membuat format skala yang sesuai untuk dicetak
-
Meletakkan simbol-simbol (buatan manusia maupun alam) sesuai keadaan sebenarnya.
3.6 HASIL PENGUKURAN TOPOGRAFI
Gambar 3.12. Hasil Pengukuran Situasi Rencana Peletakan Pipa Buang Hilir Waduk Sutami
38 | B a b 3 Gambar 3.13. Hasil Pengukuran Penampang Melintang pada Cross P.0-P.3\
Sumber : Hasil Survey Topografi,2022
Gambar 3.14. Hasil Pengukuran Penampang Melintang pada Cross P.19 - P.20 Sumber : Hasil Survey Topografi,2022
39 | B a b 3 Gambar 3.15. Hasil Pengukuran Penampang Melintang P.26-P.27
Sumber : Hasil Survey Topografi,2022
3.7 HASIL SURVEI TANAH
Survei tanah dan sampel sedimen dilaksanakan pada area Waduk Sutami di lokasi pengerukan yang direncanakan.
Pelaksanaan survei dilaksanakan dengan melakukan pengambilan sampel sedimen dasar waduk serta kondisi tanah pada lokasi rencana booster pump serta melakukan uji laboratorium.
Parameter tanah hasil uji laboratorium sebagai berikut :
• Grain size analysis
• Hydrometer analysis
Hasil uji laboratorium sampel sedimen digunakan untuk merencanakan metode / peralatan keruk yang sesuai pada rencana lokasi pengerukan.
40 | B a b 3 Tabel 3.3 Ringkasan Hasil Uji Traixial
Sumber : Hasil Uji Laboraturium,2022
41 | B a b 3 Tabel 3.4 Ringkasan Hasil Grain Size pada titik BH-BR 1
Sumber : Hasil Uji Laboraturium,2022
Tabel 3.5 Ringkasan Hasil Grain Size pada titik BH-BR 2
Sumber : Hasil Uji Laboraturium,2022
42 | B a b 3 Tabel 3. 6 Ringkasan Hasil Grain Size pada titik BH-BR 3
Sumber : Hasil Uji Laboraturium,2022
3.8 KONDISI DAN PENGELOLAAN SEDIMEN WADUK SUTAMI SAAT INI
Kondisi tampungan Bendungan Sutami saat ini, sebagian besar telah dipenuhi sedimen.Tercatat pada tahun 2022, kapasitas tampungannya berkurang menjadi sebesar 174,88 juta m3 atau sekitar 51,18% dari kapasitas semula. Dimana dengan adanya permasalahan tersebut maka sangat mempengaruhi alokasi air untuk pembangkitan energi (PLTA), pemenuhan irigasi dan air baku (industri dan PDAM) pada musim kemarau serta kemampuan pengendalian banjir pada musim penghujan.
Sedangkan untuk upaya pengurangan endapan sedimen pada tampungan waduk saat ini, yaitu dengan metode pengerukan pada jangka panjang yang diperkirakan akan mengalami kendala pada penyediaan area spoilbank (tempat pembuangan hasil pengerukan). Mempertimbangkan kondisi ini, maka Perum Jasa Tirta I berupaya untuk memperoleh alternatif konsep metode pengerukan sekaligus menyiapkan rencana desain dan operasionalnya.
43 | B a b 3
3.9 KARAKTERISTIK PEMILIHAN CUTTER SUCTION DREGDER
Kapal keruk atau cutter suction dregder (CSD) merupakan kapal yang memiliki perlatan khusus untuk melakukan pengerukan. Perkiraan kapasitas produksi Kapal Keruk dipengaruhi beberapa faktor utama:
1. Jenis material yang dikeruk
2. Jenis dan panjang pipa pembuangan, serta layout dari rencana pengerukan.
Tabel 3.7 Pemilihan Jenis Kapal Keruk terhadap Jenis Material
Sumber : MTI IHC Holland
Dalam sebuah operasi pengerukan, material yang melewati pipa buang adalah campuran antara air dengan lumpur padat. Prosentase lumpur biasanya 10% hingga 15% dari volume material. Kecepatan aliran material ini juga menentukan, kecepatan yang terlalu tinggi akan menyebabkan gesekan yang besar sebaliknya bila terlalu rendah, banyak material yang tertahan dalam pipa. Sebagai dasar perkiraan diberikan hubungan antara jenis tanah dengan kecepatan yang dipakai:
Tabel 3.8 Kecepatan alir material
Jenis tanah Kecepatan aliran dlm pipa (m/dtk)Lumpur
Pasir halus Pasir kasar Kerikil Batuan
2.5 3.0 – 4.0 4.0 – 5.5 4.5 – 5.5
6
44 | B a b 3 Perhitungan kehilangan tinggi tekanan dalam sistem pengerukan, selanjutnya dihitung dengan langkah sebagaimana pada tabel 3.5.
Tabel 3.9 Perhitungan Head loss
No Head Loss Rumus Perhitungan Keterangan
1 H dalam keruk
H = h(bwh mkair) Bd
1) (Bd
t − − Bd = berat jenis material (tabel 3.9.) 2 H pd cutter
H =
(g) 2 (V)2
E1
E1 = koef head loss cutter (0.25-0.5) V = kecepatan aliran material (tabel 3.1.)
g = gravitasi = 9.8 m/dtk 3 H pipa masuk
H =
(g) 2 (V)2 E2
E2 = koef head loss pipa hisap (0.3- 0.5)