• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR PRAKTEK KERJA LAPANG

N/A
N/A
thariq syahputra

Academic year: 2024

Membagikan "LAPORAN AKHIR PRAKTEK KERJA LAPANG "

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR PRAKTEK KERJA LAPANG

TINJAUAN PENERAPAN HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINTS (HACCP) DALAM PROSES PENGENDALIAN MUTU NANAS KALENG DI

PT. GREAT GIANT PINEAPPLE

PT Great Giant Pineapple, Desa Terbanggi Besar, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung

oleh :

Krisna Batara Putra 201910220311158

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN-PETERNAKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2022

(2)

i

HALAMAN PENGESAHAN

Tinjauan Penerapan Hazard Analisis and Critical Control Point (HACCP) Dalam Proses Pengendalian Mutu Nanas Kaleng Di PT. Great Giant

Pineapple

Oleh:

Krisna Batara Putra 201910220311158 Malang, November 2021

Telah diperiksa dan disahkan Oleh:

Mengetahui,

Wakil Dekan I Fakultas Pertanian – Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang

Ir. Henik Sukorini, MP, Ph.D. IPM NIP 10593110359

Ketua Program Studi Teknologi Pangan

Hanif Alamudin M., S.Gz., M.Si.

NIP-UMM 180929121990

Dosen Pembimbing Lapang

A. Denny Kurniawan

Dosen Pembimbing

Devi Dwi Siskawardani, S.TP., M.Sc NIP-UMM 170822121989

(3)

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur disampaikan kepada Allah SWT atas sgeala rahmat dan hidayah- Nya sehingga penulis dapat melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) dan menyelesaikan laporan PKL yang berjudul “Tinjauan Penerapan Hazard Analisis and Critical Control Point (HACCP) Dalam Proses Pengendalian Mutu Nanas Kaleng di PT. Great Giant Pineapple” yang dilaksanakan pada 22 Agustus 2022 sampai 21 Oktober 2022. Laporan ini disusun untuk memenuhi tanggung jawab setelah melaksanakan PKL sebagai persyaratan untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Strata 1 di Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian-Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang. Pelaksanaan PKL ini untuk mengimplementasikan ilmu yang didapat dari perkuliahan dan sebagai bagi mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman kerja sehingga dapat mempersiapakan diri untuk memasuki dunia kerja.

Penulis terimakasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam pelaksanaan PKL di PT.

Great Giant Pineapple, diantaranya kepada :

1. Allah SWT, yang memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelasikan PKL dan laporan PKL ini.

2. Bapak Dr. Fauzan, M.Pd, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Malang

3. Bapak Dr. Ir. Aris Winaya, M.M., M.Si, selaku Dekan Fakultas Pertanian- Peternakan.

4. Bapak Hanif Alamudin M, S.Gz., M.Si selaku Ketua Program Studi Teknologi Pangan.

5. Ibu Vritta Amroini Wahyudi, S.Si, M.Si selaku Koordinator PKL

6. Ibu Devi Dwi Siskawardani, S.TP., M.Sc selaku dosen pembimbing PKL.

7. Bapak Ahmad Denny Kurniawan selaku pembimbing lapangan PKL.

8. Bapak Agus Purwanto selaku kepala pagian QC cannery.

9. Bapak Taufik Rahman selaku pembimbing lapangan pada bagian cook room.

10. Seluruh karyawan PT. Great Giant Pineapple telah telah menerima membantu penulis selama pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Great Giant Pineapple

Laporan PKL ini tidak terlepas dari kekurangan, sehingga para pembaca dapat memberikan saran untuk menyempurnakan laponan ini. Laporan PKL ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya di Universitas Muhammadiyah Malang.

Malang, 23 Oktober 2022 Penulis,

Krisna Batara Putra

(4)

iii

Krisna Batara Putra. 201910220311158. Tinjauan Penerapan Hazard Analisis and Critical Control Point (HACCP) Dalam Proses Pengendalian Mutu Nanas Kaleng di PT. Great Giant Pineapple. Dosen Pembimbing Perguruan Tinggi : Devi Dwi Siskawardani, S.TP., M.Sc.

Pembimbing Lapang Mitra PKL : A. Denny Kurniawan RINGKASAN

PT. Great Giant Pineapple merupakan industry yang terletak di JL. Terbanggi Besar, Km. 77, Desa Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung 34163.

Perusahaan ini memproduksi hasil pertanian salah satunya yaitu nanas keleng. Praktek Kerja Lapang dilaksanakan dengan metode magang kerja dan pengamatan langsung, yaitu dengan mengikuti kegiatan di pabrik serta melakukan wawancara langsung dengan manager, produksi kepala produksi, maupun karyawan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi atau pengamatan langsung, wawancara, dokumentasi, serta mempelajari literatur- literatur yang berkaitan dengan proses pengolahan nanas kaleng baik melalui buku maupun media daring seperti artikel dari lembaga resmi, jurnal atau publikasi ilmiah.

Proses produksi nanas kaleng meliputi, datangnya material (buah segar), penimbangan, pencucian, grading, pengupasan kulit, pemotongan, penghilangan hati (core), filling, seaming, cooking, cooling, selection, final prodak. Tujuan yang ingin dicapai dari Praktikum Kerja Lapang (PKL) ini adalah mengetahui dan memahami serangkaian proses pada pembuatan nanas kaleng di PT. Great Giant Pineapple dan juga mengevaluasi Penerapan Hazard Analisis and Critical Control Point (HACCP) Di PT. Great Giant Pineapple di lampung dengan metode penetapan CCP mengunakan Decision Tree.

Kata kunci: HACCP, CCP, NANAS KALENG.

(5)

iv DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

RINGKASAN ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.2.1 Tujuan Umum ... 2

1.2.2 Tujuan Khusus ... 3

1.3 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Buah Nanas ... 5

2.2 Pengalengan ... 5

2.3 Pengendalian Mutu ... 6

2.4 Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) ... 7

2.6 Tahapan Proses ... 12

BAB III METODE PELAKSANAAN ... 17

3.1 Tempat dan Waktu ... 17

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 17

3.3 Jadwal dan Pelaksanaan Kegiatan ... 17

3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 18

BAB IV TINJAUAN UMUM MITRA PKL ... 19

4.1 Profil Mitra... 19

4.2 Visi dan Misi Mitra ... 19

4.3 Lokasi Mitra ... 20

4.4 Struktur Organisasi Mitra ... 20

4.5 Informasi Ketenagakerjaan Mitra ... 22

BAB V TUGAS KHUSUS ... 24

5.1 Hazard Analysis Critical Control (HACCP) ... 24

(6)

v

5.2.1 Pembentukan Tim HACCP ... 24

5.2.2 Deskripsi Produk ... 25

5.2.3 Identifikasi Penggunaan Produk ... 25

5.2.4 Penyusunan Diagram Alir ... 25

5.2.5 Analisa Bahaya ... 25

5.2.6 Identifikasi Titik Kendali Kritis ... 26

5.2.7 Penetapan Sistem Monitoring Pada Setiap Titik Kendali Kritis ... 28

5.2.8 Penetapan Tindakan Koreksi Terhadap Penyimpangan ... 28

5.2.9 Penetapan Prosedur Verifikasi ... 29

5.2.10 Penetapan Proses Pencatatan dan Dokumentasi ... 30

BAB V PENUTUP ... 32

5.1 Kesimpulan ... 32

5.2 Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33

LAMPIRAN ... 35

(7)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jenis Bahaya Pada Makanan ... 9

Tabel 2. Tingkat Risiko dan Tingkat Koreksi ... 11

Tabel 3. Pelaksanaan Jadwal Kegiatan Praktik Kerja Lapangan ... 17

Tabel 4. Proses Yang Dikategorikan Sebagai OPRP ... 27

(8)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Nanas (Ananas comosus L.) termasuk kedalam salah satu komoditas buah unggulan di Indonesia yang paling banyak diekspor. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, volume ekspor nanas mencapai 236.226 ton pada 2019, meningkat sebesar 7.693 ton dari tahun 2018. Sementara, volume ekspor pisang hanya sebesar 22.745 ton, mangga 2.470 ton, jeruk 2.079 ton, dan durian 360 ton (Rizaty, 2021). Nanas juga merupakan salah satu jenis buah yang banyak diminati oleh masyarakat. Memiliki bentuk yang bulat memanjang dan kulit buahnya bersisik. Varietas nanas ada beberapa jenis, antara lain adalah Smooth Cayenne, Queen, dan Spanish. Varietas yang dibudidayakan secara luas oleh petani adalah Smooth Cayenne dan Queen (Hadiati dan Indriyani, 2008). PT Great Giant Pinapple merupakan salah satu perusahaan penggerak produksi nanas kaleng dan menjadi salah satu produsen nanas kaleng dan sari buah nanas terbesar di dunia. PT Great Giant Pinapple juga telah banyak mendapatkan sertifikat yang dapat menyatakan bahwa perusahaan ini sudah memenuhi standar untuk perusahaan makanan. Pencapaian-pencapaian inilah alasan dari penulis ingin melakukan praktek kerja lapangan di PT. Great Giant Pinapple. PT. Great Giant Pinapple dalam menjaga kualitas dari produknya memiliki 4 Quality Control, yaitu QC Raw Material (pengendalian kualitas bahan baku), QC Inplan Cannery (pengendalian kualitas pengalengan produk), QC Cook Room (pengendalian kualitas pemanasan dan pendinginan produk) dan QC Final Product (pengendalian kualitas produk akhir).

Nanas hanya mampu bertahan selama 7 hari pada suhu kamar (28°C -30°C).

Kandungan air yang terkandung dalam nanas juga tinggi yaitu 85,3% (Muchtadi, 2000).

Hal ini menyebabkan nanas segar peka terhadap kelayuan, pengkeriputan dan kerusakan mekanik, serta rentan terhadap serangan cendawan dan bakteri. Tanaman nanas juga merupakan produk hortikultura yang memiliki struktur hidup yang masih mengalami perubahan kimiawi dan biokimiawi yang disebabkan oleh aktivitas metabolisme bahkan setelah pemanenan. Pengawetan buah nanas bisa dilakukan dengan cara pengalengan.

Pengalengan buah nanas merupakan proses termal buah nanas dalam wadah tertutup rapat yang organisme pembusuk dan enzim didalamnya telah dinonaktifkan (Adnan et al., 2017)

Oleh karena itu, PT. Great Giant Pinapple sebagai salah satu perusahaan industri pengolahan nanas membuat produk nanas dalam solid pack berupa nanas kaleng, cocktail

(9)

2

kaleng, cocktail in plastic cup. Nanas yang diolah menjadi berbagai macam produk aladah upaya untuk memperpanjang panjang masa simpan bahan, meningkatkan mutu, daya saing dan perluasan pasar. Salah satu produk olahan nanas PT Great Giant Pinapple adalah nanas kaleng, dimana buah nanas segar diolah dalam bentuk slice (potongan) lalu dikemas dalam kaleng. Pengendalian mutu merupakan upaya untuk mencapai dan mempertahankan standar bentuk, kegunaan, dan warna yang akan direncanakan. Mutu ditujukan untuk mengupayakan agar produk akhir sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan (Prawirosentono, 2004). Kegiatan pengendalian mutu buah sangat diperhatikan agar buah yang dihasilkan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan.

Pengendalian produk berkaitan tentang keamanan produk pangan juga harus tetap diperhatikan selama proses produksi. Adanya kemungkinan bahaya yang ditimbulkan harus dapat dikendalikan dengan cara meminimalisir ke tingkat yang lebih aman dan dapat diterima (Triagus & Khairunnisa, 2016). Pengendalian yang dapat dilakukan untuk menjamin keamanan produk pangan dengan menggunakan sistem pengendalian kualitas keamanan yaitu metode HACCP (Hazard Analysis Critical Control). Keberadaan HACCP dalam industri pengolah pangan bertujuan untuk memastikan mutu dan keamanan produk yang diproduksi sebelum dikonsumsi oleh masyarakat. Sistem HACCP melakukan analisis dan pengendalian secara seksama terhadap bahaya atau resiko biologis, kimia dan fisik dari bahan baku produksi, pengadaan dan penanganan dalam manufakturing, distribusi dan konsumsi dari produk akhir. Sehingga diharapkan perusahaan dapat mencegah terjadinya bahaya sebelum makanan sampai pada konsumen (Renosori,2012). Pentingnya penerapan HACCP pada industri pangan dikarenakan adanya kemungkinan suatu produk tercemar bahaya baik fisik, kimia maupun biologi sehingga dapat membahayakan konsumen.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari praktik kerja lapangan ini adalah:

1. Mahasiswa dapat mengetahui, mengerti, dan memahami penerapan ilmu pengetahuan dari teknologi yang diperoleh selama perkuliahan dalam bentuk praktek kerja lapangan di PT.

Great Giant Foods

2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami serta mempu berkontribusi dan ikut serta dalam proses produksi dan penjaminan mutu di PT. Great Giant Foods

(10)

3

3. Mahasiswa dapat memperkuat pemahaman aktivitas di perusahaan melalui observasi dengan pengaplikasian teori

4. Memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan strata satu pada Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang 1.2.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari praktik kerja lapangan ini adalah:

1. Mahasiswa dapat mempelajari aspek-aspek teknologi industri yang diterapkan di PT. Great Giant Foods

2. Mahasiswa dapat mengetahui proses pengalengan nanas di PT. Great Giant Foods

3. Mahasiswa dapat mengetahui penjaminan mutu pada nanas kaleng oleh PT. Great Giant Foods 4. Mahasiswa dapat mengetahui penerapan HACCP pada proses pengalengan nanas di PT. Great

Giant Foods.

1.3 Manfaat Bagi Mahasiswa

Adapun manfaat dari praktik kerja lapangan bagi mahasiswa adalah:

1. Menambah pemahaman dan penghayatan tentang kegiatan di Mitra PKL

2. Memperoleh pengalaman tentang cara berfikir dan bekerja sesuai disiplin ilmu, sehingga dapat memahami adanya keterkaitan ilmu dalam mengatasi permasalahan di Mitra PKL

3. Memperoleh daya penalaran dalam melakukan penelaahan, perumusan dan pemecahan masalah di Mitra PKL

4. Memperoleh pengalaman dan keterampilan untuk melaksanakan kegiatan manajerial di Mitra PKL

5. Memperoleh kesempatan untuk dapat berperan sebagai motivator, fasilitator, dinamisator dan membantu pemikiran sebagai problem solver

Bagi Program Studi

Adapun manfaat dari praktik kerja lapangan bagi program studi adalah:

1. Memperoleh kesempatan kerjasama dengan perguruan tinggi.

2. Mendapatkan bantuan pemikiran, tenaga, ilmu, dan teknologi dalam merencanakan dan memecahkan permasalahan untuk mendukung pengembangan Mitra PKL.

(11)

4 Bagi Perusahaan

Adapun manfaat dari praktik kerja lapangan bagi perusaan adalah:

1. Memperoleh umpan balik dari pelaksanaan Program PKL di Mitra PKL, guna penyempurnaan kurikulum perguruan tinggi yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat

2. Memperoleh berbagai sumber belajar dan menemukan berbagai permasalahan untuk pengembangan penelitian dan pendidikan

3. Terjalin kerjasama yang baik dengan Mitra PKL untuk pengembangan Tri Dharma Perguruan Tinggi

(12)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Nanas

Nanas (Ananas Comosus L. Merr) merupakan salah satu buah – buahan tropis yang banyak diminati oleh masyarakat baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Buah nanas umumnya dikunsumsi dalam bentuk segar, selainitu buah nanas dapat pula dinikmati dalam bentuk juice sebagai minuman segar ataupun dalam bentuk olahan seperti dodol, kripik nanas dan selai.

(Astoko, 2019).

Kandungan nutrisi yang terdapat dalam 100 gram buah nenas memiliki: 85,3 gram air, kalori (52 kal), Protein (0.4 gram), Lemak (0.2 gram), Karbohidrat (13,7 gram), Kalsium (16 mg), Fosfor (11 mg), Besi (0.3 mg), vitamin A (130 IU), Vitamin B (0,08 mg), Vitamin C (24 mg) dan bagian yang dicerna 36 %. Selain itu, nenas juga mengandung enzim bromelain yang bermanfaat untuk kesehatan seperti menurunkan tekanan darah, membersihkan darah, meningkatkan pencernaan, menghambat pertumbuhan sel kanker, dan meningkatkan sistem pertahanan tubuh (Direktorat Budidaya dan Pascapanen Buah dan DJH, 2014).

Buah nanas merupakan komoditi yang terbukti memiliki peluang pasar yang cukup baik di dalam maupun di luar negeri. Saat ini pemasaran buah nanas tidak hanya dalam bentuk segar tetapi juga dalam bentuk pangan olahan (Astoko, 2019). Eksport nanas segar Indonesia periode 1987 – 1990 terus meningkat dengan laju rata – rata pertumbuhan 287,83 %. Volume ekspor nanas begitu besar sehingga Indonesia menjadi negara pengekspor nanas terbesar di dunia hingga awal tahun 2012 (Wicaksono, 2015).

2.2 Pengalengan

Teknologi pengalengan (canning) merupakan salah satu teknik mengawetkan makanan dengan cara memanaskannya pada suhu tinggi. Proses pengawetan terjadi melalui pembunuhan bakteri pembusuk dan patogen oleh panas. Terdapat dua teknik pemanasan, yaitu pemanasan basah dan pemanasan kering. Proses pemanasan basah dinilai lebih efektif jika dibandingkan dengan pemanasan kering (Hariyadi, 2000). Pengalengan dapat dilakukan menggunakan beberapa media, terdapat karakteristik khusus yang harus dimiliki oleh wadah pengalengan, yaitu wadah harus tertutup rapat dan tidak dapat dimasuki oleh udara maupun bakteri pembusuk (Agung dan Mazda, 2021)

Proses pengalengan makanan dapat dilakukan melalui pasteurisasi dan sterilisasi komersial. Proses pasteurisasi lebih ditujukan untuk produk makanan dengan tingkat keasaman

(13)

6

tinggi (pH4.5). Pengalengan makanan secara umum dimulai dengan mempersiapan bahan yang akan dikalengkan, mengisi kaleng dengan makanan, mengisi medium, ekshausting, menutup kaleng, melakukan sterilisasi, melakukan pendinginan, dan terakhir adalah penyimpanan.

Sebelum dilakukan pengemasan bahan pangan diproses dengan metode blansir yang merupakan salah satu tahap penting pada pengalengan makanan dan berpengaruh terhadap kualitas dari produk akhir secara keseluruhan (Muchtadi, 2006).

Keuntungan bahan kemasan kaleng adalah dapat dipanaskan untuk sterilisasi dan cepat dingin, fisik kuat tanpa berat ekstra, serta kedap sinar, udara dan air, kedap cahaya dan tahan terhadap suhu. Kelemahannya yaitu kaleng tidak lembam terhadap bahan kimia dan bisa bereaksi dengan lingkungan serta isinya, dan beberapa produk makanan serta minuman sangat sensitif kehilangan rasa disebabkan oleh terbukanya kaleng logam (Setyowati, 2000).

2.3 Pengendalian Mutu

Pengendalian mutu merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam sebuah perusahaan.

Pengendalian mutu (Quality Control) merupakan bagian dari manajemen mutu yang difokuskan pada pemenuhan persyaratan mutu (Kurniawan dan Zahrok, 2017). Tujuan pengendalian mutu adalah untuk mendapatkan jaminan bahwa mutu produk atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan dengan mengeluarkan biaya yang ekonomis atau serendah mungkin (Luthfi et al., 2016). Secara umum tujuan utama dari pengendalian mutu adalah menjaga mutu produk dan meminimalisir produk cacat lolos ke tangan konsumen secara kontinyu. Salah satu metode perbaikan dan pengendalian mutu yaitu alat Old Seven Tools, yaitu : Stratificatio, Check sheet, Histogram, Diagram Pareto, Fishbone (Cause-Effect Diagram), Scatter Diagram, Control Chart (Sholiha dan Syaichu, 2015).

Pengendalian mutu merupakan upaya untuk mencapai dan mempertahankan standar bentuk, kegunaan, dan warna yang akan direncanakan. Mutu ditujukan untuk mengupayakan agar produk akhir sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan (Prawirosentono, 2004).

Pengujian tingkat kematangan buah bertujuan untuk mengetahui tingkat kematangan yang terlihat dari buah. Pengujian tingkat kematangan dilakukan dengan melihat secara langsung tanpa alat pengukur atau sebagainya. Pengujian tingkat kematangan buah dilakukan setiap adanya pasokan buah dari plantation (Yocepta dkk., 2017).

Peningkatan produski perlu diikuti dengan perbaikan penanganan pascapanen. Kehilangan hasil dan penurunan mutu tidak terlepas dari cara penanganan panen dan pascapanen yang

(14)

7

dilakukan baik oleh petani, pedagang pengumpul maupun pengecer. Panen adalah rangkaian kegiatan pengambilan hasil budidaya berdasarkan umur, waktu, dan cara sesuai dengan sifat dan/atau karakter produk. Sementara pascapanen adalah rangkaian kegiatan yang dimulai dari pengumpulan hasil panen, proses penanganan pascapanen hingga produk siap dihantarkan ke konsumen (Direktorat Budidaya dan Pascapanen Buah dan DJH, 2014). Perusahaan melakukan pengendalian mutu mulai dari saat penerimaan bahan baku sampai menjadi produk jadi yang siap dipasarkan. Supaya produk nanas kaleng dapat bersaing dengan produk lain (Hamzah, 2018).

2.4 Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) 1. Definisi

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) didefinisikan sebagai sistem manajemen yang dapat menjamin keamanan produk dalam industri pengolahan pangan menggunakan konsep pendekatan yang bersifat logis (rasional), sistematis, kontinyu dan menyeluruh dengan tujuan untuk mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan bahaya yang dapat menimbulkan risiko terhadap mutu dan keamanan produk pangan. Menurut (Cartwright & Latifah, 2017) pengendalian bahaya dimulai dari kedatangan bahan baku, proses produksi atau pengolahan, manufakturing, penanganan, dan penggunaan bahan pangan. HACCP menjadi panduan dalam penyusunan sistem bagi badan usaha yang bermaksud untuk menerapkan HACCP secara sistematik, benar, teliti dan realistis sehingga menjadi efektif dan efisien (Pratiwi, 2012). Konsep HACCP merupakan gabungan dari prinsip mikrobiologis makanan, pengawasan mutu, dan penilaian resiko untuk mencapai tingkat keamanan. Penerapan HACCP bukan menghentikan pertumbuhan bakteri sampai titik nol, namun meminimalisir ke tingkat yang dianggap lebih aman. Menurut (Cartwright & Latifah, 2017) keuntungan dari penerapan HACCP adalah mampu melakukan kontrol keamanan pangan pada proses produksi yang kompleks, dapat meningkatkan jaminan keamanan pangan, penggunaan sumber daya secara lebih baik dan pemecahan masalah dapat lebih cepat.

2. Prinsip HACCP

Secara umum ada 7 prinsip dasar prinsip dari penerapan sistem HACCP (Perdana, 2018):

Prinsip 1: Melaksanakan analisa bahaya

Prinsip 2: Menentukan titik kendali kritis (TTK)/ Critical Control Point (CCP) Prinsip 3: Menetapkan batas kritis

Prinsip 4: Menetapkan sistem untuk memantau pengendalian TKK

(15)

8

Prinsip 5: Menetapkan tindakan perbaikan untuk dilakukan jika hasil pemantauan menunjukkan bahwa suatu titik kendali kritis tertentu tidak dalam kendali

Prinsip 6: Menetapkan prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif

Prinsip 7: Menetapkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan catatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip sistem HACCP dan penerapannya.

Penyusunan dan Penerapan Sistem HACCP

Menurut (Deswanti, 2013) penerapan prinsip-prinsip HACCP ada 12 langkah yang terdiri dari 5 langkah awal persiapan dan diikuti dengan 7 langkah berikutnya yang merupakan prinsip HACCP, yaitu :

3. Pembentukan Tim HACCP

Manajemen puncak membentuk tim HACCP yang bertugas dan bertanggung jawab dalam hal perencanaan, penerapan dan pengembangan sistem HACCP yang terdiri dari disiplin ilmu dan mempunyai pengetahuan dan keahlian spesifik yang tepat untuk produk. Anggota tim HACCP tidak dibatasi, dapat berasal dari departemen produksi, pengendalian mutu (QC), jaminan mutu (QA), manufakturing, keteknikan (engineering), R&D serta sanitasi. Masing- masing bagian memiliki kemampuan dan keahlian di bidangnya sehingga dapat memperoleh informasi untuk mengembangkan sistem HACCP secara efektif dan benar (Cartwright & Latifah, 2017).

4. Deskripsi Produk

Tim HACCP harus dapat mendeskripsikan atau memberi gambaran secara menyeluruh mengenai produk yang diproduksi. Produk harus disertai dengan informasi lengkap terkait komposisi, formulasi, daya awet dan cara distribusinya. Dimana semua informasi tersebut akan digunakan untuk melakukan evaluasi secara luas (Cartwright & Latifah, 2017).

5. Identifikasi Penggunaan Produk

Rencana penggunaan produk harus didasarkan pada kegunaan yang diharapkan dari suatu produk oleh konsumen. Tujuan identifikasi penggunaan ini adalah untuk memberi informasi terkait cara penanganan, cara mengkonsumsi produk dan beberapa informasi lainnya yang penting untuk diketahui oleh konsumen (Damanik, 2012).

(16)

9 6. Penyusunan Diagram Alir

Penyusunan bagan alir dilakukan oleh tim HACCP dimana setiap tahapan proses harus dianalisis untuk menyusun bagan alirnya (Cartwright & Latifah, 2017). Tujuan dari penyusunan bagan alir adalah memberi gambaran tahapan proses produksi pada suatu industri pangan yang bersangkutan secara garis besar yang jelas dan sederhana dari setiap langkah yang terlibat dalam proses dibawah kendali perusahaan tersebut. Selain itu, bagan alir memberi informasi langkah- langkah sebelum dan sesudah proses pengolahan yang terjadi di tempat tersebut. Bagan alir proses harus mencakup data seperti rincian semua bahan mentah dan kemasan, semua kegiatan proses, profil suhu dan waktu, transfer dalam dan antar-area produksi, gambaran desain atau perlengkapan (Damanik, 2012).

7. Verifikasi Diagram Alir

Bagan alir yang telah disusun kemudian akan dilakukan tinjauan ulang untuk menguji dan memeriksa kembali bagan alir tersebut. Tim HACCP akan memverifikasi keakuratan dan kelengkapan bagan alir dengan kondisi proses pengolahan yang sebenarnya. Jika ditemukan hal- hal yang tidak sesuai atau kurang sempurna akan dilakukan modifikasi (Cartwright & Latifah, 2017).

8. Analisis Bahaya

Analisis bahaya bertujuan untuk mengetahui potensi bahaya, penyebab dan peluang atau resiko serta tingkat keparahan pada setiap tahapan proses. Menurut (Cartwright & Latifah, 2017) ada 3 jenis bahaya yang mungkin terjadi di dalam makanan, yaitu :

Tabel 1. Jenis Bahaya Pada Makanan Jenis

Bahaya Penyebab Contoh

Biologi

Bakteri patogen, virus atau parasit yang dapat menyebabkan keracunan, penyakit infeksi atau infestasi

E. coli patogenik, Listeria monocytogenes, Bacillus sp., Clostridium sp., Virus hepatitis A, dan lain

Kimia

Tertelannya toksin alami atau bahan kimia yang

Beracun

Toksin alami (sianida), allergen, pestisida, mikotoksin

Fisik

Tertelannya benda-benda asing yang seharusnya

tidak boleh terdapat di dalam makanan

Kerikil, logam, kaca, rambut Sumber : (Cartwright & Latifah, 2017)

(17)

10 9. Identifikasi Titik Kendali Kritis

CCP (Critical Control Point) diartikan sebagai titik atau tahapan dalam pengolahan produk makanan yang dapat dikendalikan sehingga bahaya dapat dicegah atau diturunkan pada tingkat yang dianggap aman (Surono et al., 2016). Jika diputuskan bahwa bahan baku tersebut membawa bahaya yang kritis sehingga perlu ditangani dengan suatu tahap atau proses, maka tahap atau proses yang mengendalikan bahaya tersebut adalah CCP.

10. Identifikasi Batas Kritis Pada Setiap Titik Kendali Kritis

Batas kritis atau critical limits adalah suatu kriteria yang memisahkan antara kondisi yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima (BSN, 1998). Penentuan CCP dapat dilakukan menggunakan pohon keputusan (Wicaksani & Adriyani, 2017). Setiap CCP akan memiliki satu atau lebih tindakan pengendalian untuk memastikan bahwa bahaya yang teridentifikasi dicegah, dihilangkan atau dikurangi ke tingkat yang dapat diterima. Setiap tindakan pengendalian memiliki satu atau lebih batas kritis terkait. Batas kritis dapat didasarkan pada faktor-faktor seperti: suhu, waktu, kelembaban, aktivitas air (aw), pH, keasaman yang dapat dititrasi, konsentrasi garam, klorin yang tersedia, viskositas, pengawet, atau informasi sensorik seperti aroma dan penampilan visual (Cartwright & Latifah, 2017).

11. Penetapan Sistem Monitoring pada Setiap Titik Kendali Kritis

Pemantauan (monitoring) adalah tindakan melakukan serentetan pengamatan atau pengukuran terencana mengenai parameter pengendali untuk menilai apakah titik kendali kritis dalam kendali (BSN, 1998). Tujuan dari dilakukannya pemantauan yaitu sebagai bentuk manajemen keamanan pangan karena memudahkan pelacakan operasi jika terjadi kecenderungan kehilangan kendali sebelum terjadi penyimpangan dari batas kritis, menentukan kapan ada kehilangan kendali dan penyimpangan terjadi di TKK, yaitu melebihi atau tidak dari batas kritis, bentuk dokumentasi tertulis untuk kegiatan verifikasi. Kegiatan monitoring dilakukan agar CPP berada di bawah batas kritis (Renosori, 2012).

12. Penetapan Tindakan Koreksi terhadap Penyimpangan

Tindakan koreksi harus dilakukan ketika terdapat penyimpangan atau proses yang melampaui batas kritis (Wardani, 2015). Sistem HACCP sudah dirancang untuk dapat mengenali adanya bahaya yang berhubungan dengan kesehatan dan membangun strategi pencegahan preventif. Namun, jika dari hasil pemantauan ternyata menunjukkan telah terjadi penyimpangan terhadap TKK dan batas kritisnya maka harus dilakukan tindakan koreksi atau perbaikan dari

(18)

11

penyimpangan tersebut. Tindakan koreksi ini dapat berbeda-beda tergantung dari tingkat resiko produk, yaitu semakin tinggi resiko produk semakin cepat tindakan koreksi harus dilakukan.

Tabel 2. Tingkat Risiko dan Tingkat Koreksi Tingkat Risiko Tingkat Koreksi Produk berisiko

tinggi

Produk tidak boleh diproses/diproduksi sebelum semua penyimpanan dikoreksi/diperbaiki

Produk ditahan/tidak dipasarkan dan diuji keamanannya Jika keamanan produk tidak memenuhi peryaratan, perlu dilakukan tindakan koreksi/perbaikan yang tepat.

Produk berisiko sedang

Produk dapat diproses, tetapi penyimpangan harus diperbaiki dalam waktu singkat (dalam beberapa hari/minggu).

Diperlukan pemantauan khusus sampai semua penyimpangan dikoreksi /diperbaiki.

Produk berisiko rendah

Produk dapat diproses

Penyimpangan harus dikoreksi/diperbaiki jika waktu memungkinkan

Harus dilakukan pengawasan rutin untuk menjamin bahwa status resiko rendah tidak berubah menjadi resiko sedang atau tinggi.

Sumber : Suntory Garuda Beverage (2021) 13. Penetapan Prosedur Verifikasi

Verifikasi (verification) adalah penerapan metode, prosedur, pengujian, dan cara penilaian lainnya disamping pemantauan untuk menentukan kesesuaian dengan rencana HACCP (BSN, 1998). Verifikasi dilakukan untuk memastikan sistem HACCP telah berjalan dengan benar sehingga mampu menghasilkan mutu produk yang berkualitas (Sutrisno et al., 2016). Kegiatan verifikasi terdiri dari empat kegiatan, yaitu validasi HACCP, meninjau hasil pemantauan, pengujian produk, dan auditing (Renosori, 2012)..

14. Penetapan Proses Pencatatan dan Dokumentasi

Proses pencatatan dan dokumentasi HACCP meliputi pendataan tertulis maupun bukti foto semua langkah HACCP yang dilakukan agar dapat dilakukan pemeriksaan ulang dalam periode waktu tertentu (Wardani, 2015). Pencatatan dan pembukuan yang efisien serta akurat penting dalam penerapan sistem HACCP. Tujuan dari penyimpanan catatan dan dokumentasi ini yaitu bukti keamanan produk berkaitan dengan prosedur dan proses yang ada, jaminan pemenuhan peraturan, kemudahan pelacakan produk dan peninjauan catatan, rekaman pada pengukuran-

(19)

12

pengukuran, merupakan sumber tinjauan data yang diperlukan bila dilakukan audit (Damanik, 2012).

2.6 Tahapan Proses

Tahap-tahap proses pengalengan nanas adalah sebagai berikut:

1. Pemanenan

Bahan setelah dipetik segera dibawa ke pabrik karena setelah dipanen buah-buahan masih melakukan proses fisiologis. Bahan yang dikalengkan harus memenuhi syarat antara lain sudah masak, ukuran volume maksimal dan tekstur masih keras (Pujimulyani 2009).

2. Pencucian

Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan tanah yang melekat pada kulit karena merupakan sumber kontaminan dan bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa insektisida.

Cara pencucian dengan penyemprotan akan lebih efektif dengan tekanan. Cara pencucian lain dengan agitating atau dengan penggoncangan/gerakan (Pujimulyani 2009). Pembersihan dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dari bahan baku. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pencucian dengan air dingin pada buah. Selain itu, pencucian dapat dilakukan dengan cara merendam atau menyemprot bahan dengan air.

3. Pemilihan (sortasi)

Tujuan dilakukannya sortasi yaitu memisahkan buah yang rusak, ranting, kerikil, buah yang terserang hama dan untuk menyeragamkan warna, ukuran serta tingkat kemasakan buah nanas (Pujimulyani 2009). Proses pemilihan dilakukan dengan memilih bahan yang sesuai dengan standar kematangan buah. Sortasi dan grading dapat dilakukan berdasarkan ukuran/diameter, berat jenis atau warna. Pada grading pengalengan buah nanas, dilakukan berdasarkan diameter dari buah nanas.

4. Pengupasan

Tahap pengupasan dalam pengalengan bertujuan untuk menghilangkan bagian yang tidak dapat dimakan, misal kulit dan hati nanas (Pujimulyani 2009). Pengupasan pada proses produksi nanas kaleng dalam penelitian ini bertujuan untuk mengupas bagian kulit dan mata nanas.

Penghilangan hati nanas dilakukan secara terpisah menggunakan cane loader machine yang kemudian nanas akan langsung dimasukkan ke dalam kaleng.

(20)

13 5. Preparasi

Secara umum yang dimaksud preparasi adalah persiapan nanas sebelum dimasukkan ke dalam kaleng yang terdiri dari berbagai aktivitas seperti penyiangan, pengirisan, sortasi 1, penyiangan 2, sortasi 2. Alat yang digunakan bisa menggunakan mesin atau juga menggunakan pisau (Pujimulyani 2009).

6. Blanching

Blanching adalah perlakuan panas pada bahan yang dapat dilakukan dengan merendam bahan dalam air panas atau pemberian uap air panas pada bahan. Tujuan dilakukan blanching adalah mengurangi kontaminasi bakteri serta menginaktivasi enzim. Suhu yang digunakan untuk proses blanching 70-80°C dengan waktu 2-4 menit (Pujimulyani 2009). Dalam pengalengan, blanching diartikan sebagai pemasukan buah ke dalam air mendidih atau mengukus dalam air mendidih yang berlebih selama periode waktu tertentu diikuti dengan mecelupkannya dalam air dingin untuk menghentikan pemasakan. Blanching akan merusak enzim yang mengakibatkan perubahan warna, flavor dan tekstur. Blanching menghilangkan udara dari makanan sehingga membuatnya lunak dan lebih mudah ditangani.

7. Pengisian

Pengisian bahan dalam kaleng didahului dengan preparasi kaleng yang akan digunakan.

Kaleng yang akan digunakan harus diperiksa dan dibersihkan terlebih dahulu, pemeriksaan meliputi kerusakan bibir kaleng, karat, dan lubang. Kaleng yang digunakan harus sesuai dengan bahan yang dikemas. Pengisian bahan ke dalam wadah harus secepat mungkin setelah bahan mengalami preparasi. Pengisian larutan pengisi dilakukan setelah bahan dimasukan ke dalam kaleng. Larutan pengisi yang dipakai dalam pengalengan nanas adalah larutan gula 60- 65%.

Tujuan dilakukan penambahan larutan pengisi adalah menambah flavor, mengisi sela-sela kaleng dan mempercepat penetrasi panas (Pujimulyani 2009). Pengisian bahan ke dalam wadah (kaleng) harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak terlalu banyak udara tertahan dalam wadah.

Pengisian bahan jangan terlalu penuh dan harus disisakan tempat kosong di bagian atas wadah (head space). Volume head space tak lebih dari 10 % dari kapasitas wadah. Head space ditujukan agar pada waktu proses sterilisasi masih terdapat tempat untuk pengembangan isi. Pengisian bahan dapat dilakukan dengan tangan atau mesin.

Besar head space dalam wadah sangat penting. Bila terlalu kecil akan sangat berbahaya, karena ujung kaleng akan pecah akibat pengembangan isi selama pengolahan. Bila head space

(21)

14

tidak cukup, kecepatan pemindahan panas menurun, dengan demikian waktu pengolahan lebih lama. Sebaliknya apabila head space terlalu besar, udara yang terkumpul di dalam ruang tersebut lebih banyak, sehingga dapat menyebabkan oksidasi dan perubahan warna bahan yang dikalengkan.

8. Exhausting

Exhausting merupakan suatu perlakuan pada kaleng dan isinya yang bertujuan untuk menghilangkan oksigen pada bahan maupun dalam kaleng, menghasilkan ruang vakum pada kaleng serta menaikkan suhu bahan dalam kaleng yang merupakan suhu awal processing (Pujimulyani 2009). Tujuan dari exhausting adalah menghilangkan udara sehingga tekanan di dalam kaleng setelah perlakuan panas dan pendinginan sehingga tekanan di dalam kaleng lebih rendah daripada tekanan atmosfer. Kondisi vakum menjaga tutup kaleng tertutup sehingga mengurangi tingkat oksigen dalam head space. Hal ini juga akan memperpanjang umur simpan dari produk makanan dan mencegah penggembungan kaleng pada daerah yang tinggi.

Pengurangan jumlah udara bertujuan mengurangi oksigen dan kesempatan oksidasi dari bahan.

Vakum di dalam kaleng dihasilkan dari penggunaan panas atau dengan cara mekanis.

Vakum dalam kaleng dapat dihasilkan dari pemanasan kaleng menggunakan steam pada suhu 80-90°C selama 5-7 menit, diikuti dengan sealing kaleng panas. Alternatif lain adalah dengan mechanical high vacuum seamer pada suhu kamar. Beberapa produk, khususnya jus, dipanaskan terlebih dahulu selama preparasi dan pengisian ke dalam kaleng. Kadang, sebelum pengisian kaleng, udara dalam head space dihilangkan dengan steam, yang terkondensasi setelah proses dan dengan cara demikian menyebabkan kondisi vakum. Tingkat vakum dalam proses, pendinginan kaleng tergantung dari ukuran kaleng dan jenis produk.

9. Penutupan kaleng

Penutupan kaleng dilakukan segera setelah proses exhausting. Kaleng ditutup rapat untuk mencegah kerusakan isi kaleng (mencegah kebocoran yang dapat menyebabkan pengkaratan kaleng yang lain) (Pujimulyani 2009). Tujuan penutupan wadah : Memasang tutup dari wadah sedemikian rupa, sehingga faktor-faktor penyebab kerusakan tidak dapat masuk lagi ke dalamnya setelah dilakukan sterilisasi. Penutupan kaleng dilakukan dengan alat khusus. Penutupan kaleng harus sempurna, sebab kebocoran dapat merusak produknya. Sebelum wadah ditutup diperiksa dahulu apakah head space-nya sudah cukup dan sesuai dengan perhitungan. Setelah ditutup sempurna, kaleng/wadah perlu dibersihkan jika ada sisa-sisa bahan yang menempel pada dinding

(22)

15

kaleng / wadah. Pencucian dilakukan dengan air panas (suhu sekitar 82,2°C) yang mengandung larutan H2PO4 dengan konsentrasi 1,0 – 1,5 %, kemudian dibilas dengan air bersih beberapa kali.

10. Processing (sterilisasi)

Sterilisasi pada pengalengan adalah proses pemanasan wadah serta isinya pada suhu dan jangka waktu tertentu untuk menghilangkan atau mengurangi faktor-faktor penyebab kerusakan makanan, tanpa menimbulkan gejala lewat pemasakan (over cooking) pada makanannya. Suhu yang digunakan biasanya 121°C selama 20 – 40 menit, tergantung dari jenis bahan makanan.

Pada umumnya suhu sterilisasi yang biasa dilakukan untuk buah-buahan pada suhu 100°C.

Sterilisasi bertujuan untuk membunuh semua mikroorganisme dalam kaleng dan memperbaiki tekstur, flavor, dan kenampakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi sterilisasi menurut Pujimulyani (2009) yaitu:

a) Jenis mikroorganisme yang akan dimatikan/dirusak.

b) Kecepatan penetrasi panas pada titik terdingin dalam isi kaleng.

c) Suhu awal bahan makanan.

d) Ukuran dan macam kaleng yang digunakan.

e) Suhu sterilisasi yang digunakan.

f) Tekanan uap air yang digunakan saat sterilisasi.

g) Keasaman bahan makanan yang dikalengkan.

11. Pendinginan

Pendinginan dilakukan untuk beberapa tujuan yaitu mencegah lewat pemasakan (over cooking) dari bahan pangan dan mencegah tumbuhnya sporaspora dari bakteri perusak bahan pangan yang belum mati. Pendinginan dilakukan menggunakan air dingin pada wadah yang sudah disterilisasi hingga suhu mencapai 35 – 40°C. Pendinginan dapat dilakukan pada dalam autoklaf sebelum autoklaf dibuka, ataupun diluar autoklaf dengan jalan menyemprotkan air dingin (air pendingin sebaiknya mengalami khlorinasi terlebih dahulu).

12. Penyimpanan

Penyimpanan bertujuan agar makanan yang dikalengkan tidak berubah kualitasnya maupun kenampakannya sampai saat akan diangkut / dipasarkan. Suhu penyimpanan yang dapat mempertahankan kualitas bahan yang disimpan adalah 15°C. Suhu penyimpanan yang tinggi dapat mempercepat terjadinya korosi kaleng, perubahan tekstur, warna, rasa serta aroma

(23)

16

makanan kaleng. Penyimpanan yang baik adalah penyimpanan yang dilakukan pada suhu rendah, RH rendah, serta terdapat ventilasi atau pertukaran udara di dalam ruangan penyimpanan harus baik (Larousse, 1997).

(24)

17 BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1 Tempat dan Waktu

Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dilaksanakan di PT. Great Giant Pineapple, JL.

Terbanggi Besar, Km. 77, Desa Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung 34163, Indonesia. Telp: +62 721 25388. Waktu pelaksanaan PKL selama 30 hari yang dimulai dari tanggal 22 Agustus 2022 hingga 21 Oktober 2022.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan yaitu:

1. Praktek (partisipasi aktif), keikutsertaan secara aktif dalam semua proses produksi pengalengan buah selama 2 bulan kerja dengan melaksanakan protokol kesehatan.

2. Observasi, melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fakta yang terjadi pada proses pengolahan nanas kaleng di PT. Great Giant Pineappele.

3. Survey dan Wawancara, mengajukan pertanyaan kepada pembimbing, karyawan, maupun pihak berwenang di PT. Great Giant Pineappele.

4. Dokumentasi, pengambilan data sekunder berupa layout lokasi industri di PT. Great Giant Pineappele dan beberapa gambar yang dibutuhkan untuk dokumentasi apabila diperkenankan.

5. Studi literatur, pengumpulan data dan informasi dari literatur yang erat kaitannya dengan PT. Great Giant Pineappele dan kegiatan pengalengan nanas.

3.3 Jadwal dan Pelaksanaan Kegiatan

Tabel 3. Pelaksanaan Jadwal Kegiatan Praktik Kerja Lapangan

No. Nama Kegiatan

Bulan ke-1 Bulan ke-2 Minggu ke- Minggu ke-

1 2 3 4 1 2 3 4

1 Mahasiswa melakukan pengenalan lokasi dan mengetahui sejarah umum perusahaan, struktur organisasi, dan tata letak fasilitas di PT. Great Giant Pineapple

2 Mahasiswa mengetahui mesin-mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses pengalengan nanas di PT. Great Giant Pineappele

3 Mahasiswa mengetahui proses produksi dan ikut serta dalam proses

(25)

18

No. Nama Kegiatan

Bulan ke-1 Bulan ke-2 Minggu ke- Minggu ke-

1 2 3 4 1 2 3 4

Pengalengan nanas di PT. Great Giant Pineappele

5 Mahasiswa mengetahui penerapan HACCP pada pengalengan nanas di PT. Great Giant Pineappele.

6 Mahasiswa menyusun laporan akhir

Keterangan: Rencana ini dapat berubah karena menyesuaikan dengan peraturan perusahaan yang bersangkutan, dimana dapat diubah sesuai dengan perencanaan yang ditentukan oleh perusahaan yang bersangkutan.

3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dan informasi yang digunakan pada PKL ini adalah melalui metode survey dengan melakukan wawancara langsung kepada pembimbing, karyawan, maupun pihak yang bersangkutan di PT. Great Giant Pineappele dan metode observasi yaitu dengan melakukan pengamatan dan pencatatan sistematis terhadap kegiatan nyata yang terjadi pada proses pengalengan nanas. Selain itu peserta PKL juga secara aktif berpartisipasi langsung dalam proses pengalengan nanas serta penjaminan mutu. Analisis data dilakukan dengan cara mengumpulkan teori-teori dari berbagai sumber-sumber pustaka ilmiah baik pustaka primer (jurnal ilmiah maupun jurnal data) maupun pustaka sekunder (test book) yang disesuaikan dengan proses pengalengan nanas serta membandingkannya dengan kondisi permasalahan dari hasil pengamatan dilapang.

(26)

19 BAB IV

TINJAUAN UMUM MITRA PKL

4.1 Profil Mitra

PT. Great Giant Pineapple merupakan perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan dan pengalengan nanas yang berdiri sejak 14 Mei 1979. Perusahaan ini dipelopori oleh PT. Umas Jaya Farm yang sudah berdiri sejak tahun 1973. Pada tahun 1975 pabrik nanas ini berdiri di Way Halim sedangkan rencananya perkebunannya berada di Terbanggi Besar. Namun karena perencanaan lokasi pabrik dan lokasi perkebunan yang berjauhan membuat perencanaan budidaya nanas mengalami penundaan. Untuk memanfaatkan lahan kosong di Terbanggi Besar akibat penundaan budidaya nanas, PT. Umas Jaya Farm memanfaatkan lahan kosong tersebut untuk mananam singkong yang akan dipasarkan di PT. Sungai Budi yang terletak di Lampung Tengah dan pepermint yang digunakan sebagai bahan baku mentos, namun ternyata usaha ini dinilai tidak menguntungkan. Oleh sebab itu, dalam mengatasi masalah ini PT. Umas Jaya Farm mengalihkan penjualan singkong ke CV. Bumi Waras. Penjualan singkong di CV. Bumi Waras ini ternyata juga tidak baik sehingga akhirnya PT. Umas Jaya Farm menggantinya dengan menanam semangka di area sekitar 100 ha. Namun karena cuaca yang kurang mendukung, akhirnya budidaya semangka ini hanya berjalan selama 2 tahun saja.

Penanaman nanas oleh PT. Umas Jaya Farm dimulai pada tahun 1979 dengan jenis nanas tanpa duri atau bisa disebut dengan istilah „Smooth Cayanne‟. Tahun 1983-1984 PT. Great Giant Pineapple membangun pabrik di Terbanggi Besar, dimana pada bulan Oktober 1984 perusahaan ini mulai mengekspor 4 container nanas kaleng. Perusahaan ini memiliki lahan sebesar ± 32.000 ha, dimana sekitar 20.000 ha lahan digunakan untuk budidaya nanas.

Dalam proses produksinya PT. Great Giant Pineapple telah mendapatkan banyak sertifikat yang dapat menyatakan bahwa perusahaan ini sudah memenuhi standar perusahaan makanan. Sertifikasi yang didapatkan perusahaan ini antara lain; ISO 14000 tentang manajemen lingkungan kerja pabrik pada tahun 2006, Sistem Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMKS) pada tahun 1999 dari Sucofindo, Social Accountability (Sertifikat SA8000) pada tahun 2001 oleh Bureau Varietas Quality Assurance, ISO 9001;2008 (Manajemen Mutu), ISO 2000 (Manajemen Keamanan Produk). Pabrik ini selain menjadi pabrik dengan produktifitas tinggi, namun pabrik ini juga memanfaatkan semua hal dari pabriknya sehingga tercipta kondisi zero waste

4.2 Visi dan Misi Mitra

PT Great Giant Pineapple memiliki visi dan misi dalam mengembangkan produk yang berkualitas. Adapun visi PT Great Giant Pineapple yaitu,

a. Menjadi mitra bisnis pilihan dan terpercaya dalam buah olahan yangbermutu di seluruh dunia.

b. Menjadi pemimpin global dalam industri nanas dan memperluas penawaran produk-produk yang relevan kepada pelanggan

c. GGP berkomitmen akan pertumbuhan yang berkelanjutan (secara ekonomi dan lingkungan) dan akan terus menerus memperkuat pengiriman produkbermutu tinggi dan pelayanan yang baik

(27)

20

kepada pelanggan. Sedangkan misi PT Great Giant Pineapple yaitu, berkomitmen terhadap pertumbuhan ekonomi dan lingkungan, dapat terus memperkuat dan memperluas pengiriman produk dengan mutu tinggi serta dapat terus memberikan pelayanan yang baik kepada para pelanggan

4.3 Lokasi Mitra

PT. Great Giant Pineapple terletak di Terbanggi Besar KM 77, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tenggah, Lampung, Indonesia. Secara geografis pabrik ini terletak di koordinat 4o49‟07‟ LS dan 105o13‟13‟ BT. Pembangunan pabrik di Terbanggi Besar ini dikarenakan letak lokasi pabrik akan sangat dekat dengan lokasi perkebunan nanas yang juga berada di Terbanggi Besar. Sehingga kerusakan buah nanas akibat pengangkutan dapat dikurangi dan biaya transportasi juga akan lebih murah. Selain itu, letak pabrik ini juga dekat dengan pelabuhan tempat pengiriman barang sehingga perusahaan akan lebih mudah dalam mengekspor produk ke negara-negara yang dituju.

PT. Great Giant Pineapple memiliki luas lahan sekitar 32.000 ha dengan lahan seluas ± 20.000 ha telah ditanami nanas. Pada tahun 1992 perusahaan ini membeli lahan milik PT. Bumi Lampung Permai serta pada tahun 1997 perusahaan juga membeli lahan perkebunan kelapa milik PT. Multiagro sehingga lahan perkebunan nanas semakin meluas hingga di Gunung Batin dan Gunung Agung.

4.4 Struktur Organisasi Mitra

PT Great Giant Pineapple memiliki tingkatan struktur organisasi yang terkoordinir disetiap bagiannya. Hal ini diperlukan untuk menentukan status jelas kedudukan, wewenang dan tanggung jawab masing-masing pekerja. Tingkatan tertinggi pada PT. Great Giant Pineapple dipegang oleh dewan komisaris (board of commissioners) yang berkantor pusat di Plaza Chase Podium 5, Jalan Jendral Sudirman, Jakarta.

Adapun struktur organisasi pada PT Great Giant Pineapple adalah sebagai berikut.

(28)

21 Sumber: PT Great Giant Pineapple, 2019

Diagram 1. Struktur Organisasi PT Great Giant Pineapple Keterangan :

= Garis Komando (Authority) --- = Garis Koordinasi Acc = Accounting

Board of Commissioners

President Director &

Managing Director

Tax & Legal Manager Internal Audit Manager

Production Director (CEOS)

Marketing Director

Corp.

Development Director

Finance Director

& Associate

General Adm.

Director

- PJC - Asia - Europe - Traffic - TFI - SSN - Factory

- F.M Plan I - F.M Plan II - F.M Plan III - Service - Forc. & Spr - Tech. Eng - Research - PP & C.Plan - QA & NPD

- Finance - Acct Mgr - Treassury Mgr

- MIS Mgr - B & D Mgr

- Tapioka Dev

- Project

- Purchasing - Logistic - HRD Mgr - Gen.

- P.R Mgr

(29)

22 B & D = Business & Development

TFI = Transpacifik Incorporation CEQS = Chief Executive Quality System SSN = Sewu Segar Nusantara

Mgr = Manager

HRD = Human Resources & Development PP & C = Production Planning & Control TechEng = Technical Engineering

PIR = Perusahaan Inti Rakyat

MIS = Management Information System

QA & NPD = Quality Assurance & New Development Product

4.5 Informasi Ketenagakerjaan Mitra

PT Great Giant Pineapple memiliki tenaga kerja yang digolongkan menjadicdua berdasarkan waktu kontraknya yaitu tenaga kerja dengan perjanjian kerjacwaktu tertentu (PKWT) dan tenaga kerja dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT). Tenaga kerja PKWT terdiri dari tenaga kerja harian tetap dan tenaga kerja harian lepas. Tenaga kerja PKWT memiliki waktu kerja berdasarkan kontrak dan harus mendaftar kembali bila ingin memperpanjang atau memperbarui kontrak kerja. Persyaratan tenaga kerja PKWT tidak terlalu spesifik harus menguasai keahlian khusus seperti tenaga kerja bagian kebersihan, tenaga kerja pembawa kereta dorong nanas kaleng dan lain-lain. sedangkan tenaga kerja tetap langsung dan tenaga kerja tidak langsung. Tenaga kerja langsung sifatnya secara langsung berhubungan dengan proses produksi seperti operator mesin, tenaga kerja bagian selection product dan lain- lain. Sedangkan tenaga kerja tidak langsung sifatnya tidak secara langsung berhubungan dengan proses produksi seperti kepala bagian, kepala shift, koordinator, dan lain-lain.

Tenaga kerja PT Great Giant Pineapple bekerja selama 6 hari dalam minggu dengan waktu kerja selama 8 jam perhari. Tenaga kerja PKWTT dibagi menjadi 2 shift berdasarkan waktu jam kerja siang dan malam yaitu shift A dan shift B. Shift A bekerja mulai dari jam 08.00- 18.00 WIB sedangkan shift B bekerja mulai dari jam 18.00-07.00 WIB. Shift A dan shift B akan dilakukan pergantian jam kerja tiap seminggu sekali. Jam istirahat, sholat dan makan siang tenaga kerja shift siang mulai dari jam 12.00-13.00 WIB kecuali hari Jumat, jam istirahat, sholat dan makan siang tenaga kerja lebih panjang yaitu jam 11.30-13.00 WIB. Namun, untuk tenaga kerja PKWTT tidak langsung akan bekerja selama setengah hari mulai dari jam 08.00-12.00 WIB. Selain itu, jam kerja pekerja bagian pabrik juga ditentukan dengan jumlah buah nanas yang tersedia dibagian raw material. Jika buah nanas sedikit atau pengirimannya terhambat, maka waktu proses produksi akan lebih cepat atau tertunda sementara. Secara spesifik, terdapat total tenaga kerja PKWT dan PKWTT bagian Cannery sebanyak 2974 orang, bagian Quality

(30)

23

Assurance sebanyak 100 orang, bagian Can Making sebanyak 250 orang, bagian Quality Control sebanyak 150 orang, bagian Maintainance sebanyak 250 orang, bagian Juice Concentrate &

Drum Plant sebanyak 450 orang, dan bagian Labeling & Packaging sebanyak 300 orang. PT Great Giant Pineapple memperkerjakan ±7000 tenaga kerja dibagian plantation dan 4988 tenaga kerja bagian factory division.

(31)

24 BAB V TUGAS KHUSUS 5.1 Hazard Analysis Critical Control (HACCP)

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) didefinisikan sebagai suatu manajemen yang dapat menjamin keamanan produk dalam industri pengolahan pangan menggunakan konsep pendekatan yang bersifat logis (rasional), sistematis, kontinyu dan menyeluruh dengan tujuan untuk mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan bahaya yang dapat menimbulkan risiko terhadap mutu dan keamanan produk pangan.

Konsep pendekatan dalam HACCP tersebut yang dimaksud dengan logis (rasional) yaitu dikarenakan pendekatan yang didasarkan pada data historis tentang penyebab suatu penyakit yang timbul dan kerusakan pangan. HACCP bersifat sistematis dikarenakan konsep HACCP merupakan rencana yang teliti dan cermat serta meliputi kegiatan operasi tahap demi tahap, tatacara (prosedur) dan ukuran kriteria pengendaliannya. Konsep HACCP juga bersifat kontinyu karena apabila ditemukan terjadi suatu masalah maka dapat segera dilaksanakan tindakan untuk memperbaikinya. Disamping itu, sistem HACCP dikatakan bersifat komprehensif karena sistem HACCP sendiri berhubungan erat dengan ramuan (ingredient), pengolah/proses dan tujuan penggunaan/pemakaian produk pangan selanjutnya (Daulay dan Madya, 2000). Penerapan prinsip-prinsip HACCP terdapat 12 langkah yang terdiri dari 5 langkah awal persiapan dan diikuti dengan 7 langkah berikutnya yang merupakan prinsip HACCP, yaitu :

5.2.1 Pembentukan Tim HACCP

Tim HACCP terdiri dari berbagai disiplin ilmu yang mempunyai pengetahuan dan keahlian spesifik terhadap produk yang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam hal perencanaan, penerapan, dan pengembangan sistem HACCP (Cartwright dan Latifah, 2017).

Dalam hal ini ketua dari tim HACCP berasal dari departemen quality yang bertugas dalam memberikan training dan memfasilitasi studi HACCP sedangkan anggotanya berasal dari bagian produksi, pengendalian mutu (QC), jaminan mutu (QA), manufacturing, keteknikan (engineering), R&D serta sanitasi. Pembentukan tim HACCP untuk produk nanas kaleng di PT.

Great Giant Pineapple telah dilakukan sesuai dengan SNI CAC/RCP 1: 2011 yaitu produsen pangan sebaiknya menjamin bahwa pengetahuan dan keahlian spesifik terhadap produk tertentu tersedia untuk pengembangan rencana HACCP yang efektif. Secara optimal, hal tersebut dapat dicapai melalui pembentukan sebuah tim dari berbagai disiplin ilmu. Apabila keahlian tersebut tidak tersedia di perusahaan, saran tenaga ahli sebaiknya diperoleh dari sumber lain seperti asosiasi perdagangan dan industri, tenaga ahli independen, regulator yang berwenang, literatur HACCP dan panduan HACCP (termasuk panduan HACCP untuk sektor yang spesifik). Dapat dimungkinkan bahwa seseorang yang telah mendapat pelatihan dengan baik dengan akses ke panduan tersebut mampu mengimplementasikan HACCP di perusahaannya. Ruang lingkup rencana HACCP sebaiknya diidentifikasi. Ruang lingkup tersebut sebaiknya menggambarkan segmen- segmen mana saja dari rantai pangan tersebut yang terlibat dan penjenjangan secara umum bahaya-bahaya yang dimaksudkan (misalnya apakah meliputi seluruh jenjang bahaya atau hanya jenjang tertentu) .

(32)

25 5.2.2 Deskripsi Produk

Deskripsi produk berisi mengenai informasi produk yang relevan. Deskripsi produk yang terdapat di produk nanas kaleng di PT. Great Giant Pineapple telah sesuai dengan SNI CAC/RCP 1: 2011 dimana deskripsi produknya terdiri dari: karakteristik produk akhir, kedatangan bahan baku, spesifikasi dan persyaratan regulasi, pengemasan, klaim dan informasi label, distribusi dan penyimpanan serta penggunaan oleh konsumen. Selain deskripsi produk akhir. PT. Great Giant Pineapple juga mendeskripsikan secara lengkap bahan-bahan yang digunakan untuk proses pembuatan nana kaleng. Bahan tersebut terdiri dari bahan baku dan bahan kemas. Menurut Daulay dan Madya (2000) keterangan atau karakteristik yang lengkap mengenai produk harus dibuat, termasuk keterangan mengenai komposisi (ingredien), formulasi, daya awet dan cara distribusinya. Semua informasi tersebut diperlukan oleh tim HACCP untuk melakukan evaluasi secara luas dan komprehensif.

5.2.3 Identifikasi Penggunaan Produk

Identifikasi penggunaan produk didasarkan pada kegunaan-kegunaaan yang diharapkan dari produk oleh konsumen (Cartwright dan Latifah, 2017). Produk nanas kaleng merupakan buah dengan pengolahan untuk mempermudah konsumen dalam menyantapnya. Produk ini dikemas dalam kaleng sehingga dapat dikonsumsi secara langsung. Produk ini tidak dapat dikonsumsi jika dimasukkan kedalam freezer, kemasan dalam keadaaan bocor, rusak atau terbuka. Identifikasi penggunaan produk pada PT. Great Giant Pineapple untuk produk nanas kaleng telah sesuai dengan SNI CAC/RCP 1: 2011 yang menyatakan jika diputuskan bahwa bahan baku tersebut membawa bahaya yang kritis sehingga perlu ditangani dengan suatu tahap atau proses, maka tahap atau proses yang mengendalikan bahaya tersebut adalah CCP.

5.2.4 Penyusunan Diagram Alir

Penyusunan diagram alir memuat semua tahapan dalam operasional produksi dimulai dari kedatangan bahan baku sampai pendistribusian produk. Diagram alir pada produk nanas kaleng di PT. Great Giant Pineapple disusun oleh tim HACCP. Tim HACCP di PT. Great Giant Pineapple telah menyusun diagram alir mulai dari kedatangan bahan baku dan bahan kemas, proses dari bahan baku dan bahan kemas sebelum masuk ke produksi sampai dengan proses pembuatan nanas kaleng dari tahap pencampuran bahan hingga distribusi yang mana dapat dilihat pada lampiran 1. Penyusunan diagram alir ini telah sesuai dengan (SNI CAC/RCP 1:2011) yang menyatakan bahwa, bagan alir sebaiknya disusun oleh tim HACCP. Bagan alir sebaiknya mencakup semua tahapan dalam operasi untuk produk tertentu. Bagan alir yang sama dapat digunakan untuk sejumiah produk yang dihasilkan menggunakan tahapan proses yang serupa. Ketika menerapkan HACCP untuk suatu operasi tertentu, pertimbangan sebaiknya diberikan pada tahapan sebelumnya dan yang mengikuti operasi tertentu tersebut.

5.2.5 Analisa Bahaya

Proses analisis bahaya dilakukan oleh tim HACCP dengan membuat flowchart proses produksi. Selanjutnya dilakukan pembuatan daftar bahaya yang mungkin terjadi pada setiap tahapan proses produksi. Tim HACCP melakukan analisa bahaya yang bertujuan untuk mengidentifikasi bahaya-bahaya yang sifatnya dapat dikurangi atau dihilangkan sampai batas yang dapat diterima untuk menghasilkan produk yang aman. Cara melakukan analisa bahaya

(33)

26

dilakukan berdasarkan matriks yang menghubungkan antara besarnya bahaya (severity) dengan peluang terjadinya bahaya (probability) sehingga didapatkan nilai signifikasi (significances) dari suatu bahaya.

Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan di PT. Great Giant Pineapple telah melakukan identifikasi bahaya pada bahan baku, bahan kemas serta proses produksi. Bahaya yang diidentifikasi terdiri dari mikrobiologi, kimia, fisik, dan alergen dengan sumber dan potensi bahaya yang berbeda sesuai dengan kategori proses produksinya serta tindakan yang berbeda pada setiap analisa bahaya tersebut. Secara umum, analisis bahaya yang telah dilakukan pada produk nanas kaleng di PT. Great Giant Pineapple telah sesuai SNI CAC/RCP 1: 2011.

• Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP): Suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengendalikan bahaya yang nyata bagi keamanan pangan.

• Rencana HACCP (HACCP Plan): Dokumen yang dibuat sesuai dengan prinsip-prinsip

• HACCP untuk menjamin pengendalian bahaya yang nyata bagi keamanan pangan pada bagian rantai pangan yang sedang dipertimbangan.

• Bahaya (Hazard): Unsur biologi, kimia atau fisik, atau kondisi dari pangan yang berpotensi manyebabkan dampak buruk bagi kesehatan.

• Analisa bahaya (Hazard Analysis): Proses pengumpulan dan penilaian informasi mengenai bahaya dan keadaan yang menyebabkan terjadinya bahaya untuk menentukan mana yang berdampak nyata bagi keamanan pangan sehingga sebaiknya ditangani dalam rencana HACCP.

5.2.6 Identifikasi Titik Kendali Kritis

Bahaya yang telah diidentifikasi dan telah dilakukan penilaian bahayanya akan ditentukan titik kendali kritisnya. Penentuan titik kendali kritis dapat dibantu dengan menggunakan pohon keputusan (decision tree) yang berisi pertanyaan-pertanyaan singkat. Pohon keputusan untuk identifikasi titik kendali kritis dapat dilihat pada Lampiran 4. Cara pengendalian bahaya terhadap significant hazard yang dipilih harus mampu mencapai level bahaya yang dapat diterima dan dapat dibuktikan kemampuannya. Setelah menetapkan cara pengendalian bahaya, maka dilakukan proses penilaian untuk melihat apakah cara pengendalian yang dipilih terhadap suatu significant hazard termasuk ke dalam Critical Control Point (CCP) atau Operational PreRequisite Program (OPRP). Secara umum, identifikasi OPRP dan CCP yang telah dilakukan pada produk nanas kaleng di PT. Great Giant Pineapple telah sesuai SNI CAC/RCP 1: 2011.

Tim HACCP (lihat "pembentukan tim HACCP" di atas) sebaiknya mendaftar semua bahaya yang mungkin terjadi pada setiap tahapan sesuai dengan ruang lingkupnya mulai dari produksi primer, pengolahan, manufaktur, dan distribusi hingga dikonsumsi.

Tim HACCP (lihat "pembentukan tim HACCP") selanjutnya sebaiknya melakukan Analisa bahaya pada rencana HACCP untuk mengidentifikasi bahaya-bahaya mana saja yang dari sifatnya tersebut, penghilangan atau pengurangannya sampai tingkat yang dapat diterima sangat penting untuk menghasilkan pangan yang aman.

Dalam melakukan analisa bahaya, jika memungkinkan sebaiknya mencakup hal-hal berikut ini:

(34)

27

• kemungkinan terjadinya bahaya dan keparahan dampaknya yang merugikan kesehatan;

• evaluasi kualitatif dan/atau kuantitatif keberadaan bahaya; daya tahan hidup atau perkembangbiakan mikroorganisme-mikroorganisme tertentu;

• produksi atau ketahanan toksin, bahan kimia atau fisika dalam pangan;

• kondisi yang memacu keadaan di atas.

Pertimbangan sebaiknya diberikan terhadap tindakan pengendalian apa, jika ada, yang dapat diterapkan untuk setiap bahaya Lebih dari satu tindakan pengendalian mungkin dibutuhkan untuk mengendalikan satu atau beberapa bahaya spesifik dan lebih dari satu bahaya mungkin dapat dikendalikan dengan satu tindakan pengendalian yang spesifik. Setidaknya ada 3 proses yang dikategorikan sebagai CCP dan 8 proses dikategorikan sebagai OPRP yaitu sebagai berikut:

Tabel 4. Proses Yang Dikategorikan Sebagai OPRP No Tahapan

proses

Identifikasi Bahaya

Decision Tree keterangan

P1 Apakah ada tindakan

pengendalian untuk bahaya yang diidentifikasikan?

Ya : lanjut P2 Tidak : Bukan CCP

P2 Apakah tahapan dirancang secara spesifik untuk mengurangi/

menghilangkan bahaya yang mungkin terjadi sampai

tingkatan yang dapat diterima?

Ya : CCP Tidak : Lanjut P3

P3 Apakah bahaya yang diidentifikasi dapat meningkat sampai melebihi batas?

Ya : lanjut P4 Tidak : Bukan CCP

P4 Apakah tahap proses berikutnya dapat

menghilangkan/

mengurangi bahaya yang teridentifikasi sampai tingkatan yang dapat diterima?

Ya : Bukan CCP Tidak : CCP

1 Penimbangan Fisik Tidak - - -

CP 2 Penumpahan

(dumping)

Fisik Tidak - - -

CP 3 Pencucian

(washing)

Fisik Tidak - - -

CP 4 Sortasi

(grading)

Fisik Tidak - - -

CP

5 Pengupasan Fisik Ya Tidak Ya Tidak CP

6 Single knife slicer (sks)

Fisik Ya Ya Tidak Ya OPRP

7 Can loader machine (CLM)

Fisik Ya Tidak Ya Tidak CP

8 Filling Fisik Ya Tidak Ya Tidak CP

9 Magnet Trap Fisik Ya Ya Tidak Ya CCP

(35)

28

10 exhousting Mikroba Ya Ya Tidak Ya CP

11 Vacuum Mikroba CCP

12 Syrupper (pengisian media)

Mikroba Ya Ya Tidak Ya CCP

1 seaming Mikroba Ya Ya Tidak Ya CCP

14 Cooking/

Cooling

Mikroba Ya Ya Tidak Ya CCP

15 palletizer Mikroba Tidak - - - CP

5.2.7 Penetapan Sistem Monitoring Pada Setiap Titik Kendali Kritis

Kegiatan monitoring bertujuan untuk memeriksa efektivitas pengendalian pada sebuah CCP atau OPRP dengan melibatkan pengamatan, pengukuran, dan pencatatan yang sistematis berkaitan dengan titik kendali kritis. Penetapan sistem monitoring akan memberikan informasi terkait pencegahan dari batas kritis yang mencangkup unsur ‘apa’, ‘bagaimana’, ‘kapan’, dan siapa’. Secara umum, penetapan sistem monitoring yang telah dilakukan pada produk nanas kaleng di PT. Great Giant Pineapple telah sesuai SNI CAC/RCP 1: 2011.

Pemantauan merupakan pengukuran atau pengamatan terjadwal atas suatu CCP yang berhubungan dengan batas kritisnya. Prosedur pemantauan harus mampu untuk mendeteksi hilangnya pengendalian pada CCP. Selanjutnya, pemantauan sebaiknya memberikan informasi ini dengan tepat waktu untuk membuat penyesuaian sehingga menjamin pengendalian proses untuk mencegah terlanggarnya batas kritis. Jika mungkin, penyesuaian proses sebaiknya dilakukan sebelum terjadi deviasi. Data yang diperoleh dari pemantauan harus dievaluasi oleh orang yang ditunjuk dengan pengetahuan dan kewenangan untuk melaksanakan tindakan koreksi jika teridikasai. Jika pemantauan tidak kontinu, maka sejumlah atau frekuensi pamantauan harus cukup memberi jaminan CCP terkendali. Kebanyakan prosedur pemantauan untuk CCP perlu dikerjakan dengan cepat karena terkait dengan on-line proses dan disana tidak ada waktu yang cukup untuk pengujian analitik. Pengukuran kimia dan fisika lebih disukai dari pada pengujian mikrobiologi karena dapat dilakukan dengan cepat dan sering menunjukkan pengendalian mikrobiologi produk. Semua rekaman dan dokumen terkait dengan pemantauan CCP perlu ditandatangani oleh orang yang melakukan pemantauan dan oleh orang yang bertanggungjawab mengkaji perusahaan.

5.2.8 Penetapan Tindakan Koreksi Terhadap Penyimpangan

Tindakan koreksi merupakan tindakan yang diambil sebagai langkah perbaikan terhadap titik kritis sehingga mengurangi bahaya terhadap produk yang dihasilkan. Tujuan dari penetapan tindakan koreksi adalah menjamin bahwa konsumen hanya mendapatkan produk yang aman dan mencegah terulangnya kejadian yang tidak diinginkan. Secara umum, penetapan tindakan koreksi pada produk nanas kaleng di PT. Great Giant Pineapple telah sesuai dengan SNI CAC/RCP 1: 2011yaitu tindakan perbaikan yang spesifik harus dikembangkan untuk setiap CCP dalam sistem HACCP agar dapat menangani penyimpangan bila terjadi. Tindakan-tindakan harus menjamin bahwa CCP telah berada di bawah kendali. Tindakan- tindakan yang dilakukan juga harus mencakup disposisi yang tepat dari produk yang terpengaruh. Penyimpangan dan

(36)

29

prosedur disposisi produk harus didokumentasikan dalam pemeliharaan rekaman HACCP. Pada proses pembuatan nanas kaleng, tindakan koreksi yang dilakukan yaitu melakukan evaluasi operator pada setiap tahapan proses produksi, mengindentifikasi titik kritis dan melakukan reject pada produk yang melewati batas kritis yang telah ditetapkan.

5.2.9 Penetapan Prosedur Verifikasi

Prosedur verifikasi dapat ditentukan melalui metode audit dan pengujian, termasuk pengambilan contoh secara acak dan analisa. Tujuan dari adanya verifikasi adalah untuk menentukan apakah sistem HACCP telah bekerja secara benar. Ada dua kegiatan verifikasi yang harus dilakukan dalam implementasi HACCP, yaitu verifikasi terhadap CCP atau OPRP yang bertujuan untuk memastikan CCP atau OPRP efektif dalam mengeliminasi bahaya serta menjaga bahaya agar tetap aman dan verifikasi implementasi HACCP yang bertujuan untuk memastikan efektivitas pelaksana

Gambar

Tabel 1. Jenis Bahaya Pada Makanan  Jenis
Tabel 3. Pelaksanaan Jadwal Kegiatan Praktik Kerja Lapangan
Diagram 1. Struktur Organisasi PT Great Giant Pineapple  Keterangan :
Tabel 4.  Proses Yang Dikategorikan Sebagai OPRP  No  Tahapan

Referensi

Dokumen terkait