• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN

N/A
N/A
Aghnia mulia iqlimah

Academic year: 2024

Membagikan "LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN

Disusun Oleh;

AGHNIA MULIA IQLIMAH A610200021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2023

(2)

A. TUJUAN

Tujuan dari penyusunan laporan ini adalah sesuai dengan tujuan akhir perkuliahan evaluasi sumberdaya lahan yaitu mahasiswa mampu membuat berbagai peta dan analisis data sebagai berikut.

1. Peta Batas DAS

2. Peta Kemiringan Lereng 3. Peta Jenis Tanah

4. Peta Bentuk Lahan 5. Peta Penggunaan Lahan 6. Peta Satuan Lahan 7. Peta Kemampuan Lahan 8. Peta Kesesuaian Lahan

9. Analisis data untuk menentukan evaluasi kemampuan lahan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) menggunakan Software LCLP

10. Analisis data untuk mengetahui kesesuaian lahan saat ini pada suatu DAS dengan melihat penggunaan lahannya

B. ALAT DAN BAHAN 1. Alat

a. Aplikasi LCLP b. Aplikasi Avenza Map c. Software ArcMap 10.2 d. Komputer

e. Handphone f. Penggaris g. air

2. Bahan

a. Peta DAS 1

b. Peta Jenis Tanah DAS 1

(3)

c. Peta Kemiringan Lereng DAS 5 d. Peta Bentuk Lahan DAS 5 e. Peta Penggunaan Lahan DAS 5 f. Peta Satuan Lahan DAS 5

g. Tanah untuk mengukur kualitas tanah h. Peta Administrasi Kabupaten Sukoharjo i. Data DEM

C. DESKRIPSI WILAYAH 1. Administrasi Sukoharjo

Letak Geografis

Kabupaten Sukoharjo sebagai salah satu Kabupaten di Jawa Tengah, secara astronomis terletak antara 110º 42’ hingga 110º 57’ Bujur Timur dan 7º 32’ hingga 7º 49’

Lintang Selatan. Sesuai dengan letaknya, Kabupaten Sukoharjo dipengaruhi iklim tropis dengan dua musim, yaitu musim kemarau dan penghujan serta bertemperatur sedan

Luas Kabupaten Sukoharjo 46.666 hektar atau 1,43 persen luas Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan terluas adalah Kecamatan Polokarto dengan luas wilayah 6.218 hektar atau sekitar 13,32 persen dari total wilayah Kabupaten Sukoharjo, sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Kartasura dengan luas wilayah 1.923 hektar atau 4,12 persen wilayah Kabupaten Sukoharjo. Berdasarkan ketinggian dari permukaan laut, rata rata tinggi wilayah di Kabupaten Sukoharjo 89—125 mdpl dan wilayah tertinggi di Kecamatan Bulu yaitu 693 meter dpl dan daerah terendah di Kecamatan Grogol dan Baki yaitu 89 meter dpl. Kabupaten Sukoharjo mempunyai posisi yang strategis, yakni letaknya yang bersebelahan langsung dengan Kota Surakarta.

Kota Surakarta merupakan kawasan perkotaan terbesar kedua di Provinsi Jawa Tengah.

Disamping itu, Kabupaten Sukoharjo juga terletak di persimpangan jurusan Semarang, Yogyakarta, Solo dan termasuk di dalam kawasan strategis SUBOSUKA WONOSRATEN (Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen dan Klaten) yang dapat mendukung perkembangan pembangunan, khususnya bidang-bidang potensial di Kabupaten Sukoharjo.

(4)

2. Kemiringan Lereng

Gambar 2 Peta Kemiringan Lereng Sub Das Manyaran

Kabupaten Sukoharjo berada pada ketinggian wilayah antara 125 – 80 dpal.

Tempat tertinggi di atas permukaan air laut adalah Kecamatan Polokarto yaitu 125 m dpal, dan yang terendah adalah Kecamatan Grogol yaitu 80 m dpal. Berdasarkan kemiringan lahan, dikelompokkan menjadi lahan landai (3-8º), Gk miring/bergelombang (8-15º), miring berbukit (15-30º), agak curam (30-45º) dan sangat curam (>45º). Lahan datar seluas 36.443 hektar tersebar di setiap kecamatan, Lahan curam seluas 1.088,75 hektar berada di sebagian Kecamatan Grogol, Polokarto, Nguter, Bendosari, Bulu, Weru, dan Tawangsari, sedangkan lahan dengan kemiringan sangat curam seluas 525 hektar berada di sebagian Kecamatan Polokarto, Bulu, Weru, dan Tawangsari.

Kemiringan Keterangan Luas (Ha)

0 – 2o Datar 36.443

2 – 4o Agak Miring 4 – 8o Miring 8 – 16o Agak Curam

16 – 35o Curam 1.088.75

(5)

3. Jenis Tanah

Wilayah Kabupaten Sukoharjo memiliki enam jenis tanah yang berbeda. Jenis tanah yang paling banyak ditemui adalah jenis gromosol yang tersebar di bagian tengah, yaitu pada Kecamatan Mojolaban, Polokarto, Bendosari, Nguter, Tawangsari, dan Bulu.

Kemudian jenis aluvium pada Kecamatan Baki, Grogol, Sukoharjo dan Nguter. Jenis Latosol pada Kecamatan Polokarto, Bendosari, dan Nguter. Jenis regosol pada ujung bagian barat, yaitu Kecamatan Kartasura, Gatak, Weru dan Tangsari. Lalu jenis litosol banyak terdapat pada Kecamatan Tawangsari dan Bulu. Sedangkan yang paling sedikit ditemukan adalah jenis mediteran yang banyak ditemui di Kecamatan Mojolaban

4. Bentuk Lahan

Menurut penggunaan lahan, wilayah Kabupaten Sukoharjo terdiri dari lahan sawah sebesar 44,18% (20.617 Ha) dan lahan bukan sawah sebesar 55,82 % (26.049 Ha). Dari lahan sawah yang mempunyai pengairan teknis seluas 14.655 ha (71,08%), irigasi setengan teknis 2.161 ha (10,47%), irigasi sederhana 1.967 ha (9,54%) dan tadah hujan seluas 1.834 ha (8,89%). Lahan bukan sawah terdiri dari tanah kering 24.951 Ha (95,87

%), hutan negara 390 Ha (1,49 %) serta perkebunan negara 708 Ha (2,64 %).

Adapun wilayah kecamatan dengan perbandingan luas lahan sawah lebih besar dibandingkan dengan luas lahan kering terdapat di Kecamatan Sukoharjo, Mojolaban, Baki dan Gatak. Untuk kecamatan lainnya, penggunaan lahan kering lebih dominan dibandingan dengan penggunaan lahan sawah. Dari luas tanah kering yang ada, peruntukkan pekarangan mendominasi luasan yang ada, yaitu seluas 16.761 Ha (67,17 % dari luas tanah kering).

5. Penggunaan Lahan

Persentase penggunaan lahan Kabupaten Sukoharjo terbesar adalah sawah (43,82%), kemudian non-pertanian (42,87%) dan sisanya penggunaan lain. Jumlah penduduk Kabupaten Sukoharjo berdasar data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil tahun 2021 sebanyak 898.634 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 1.926 jiwa/km2.

(6)

D. DASAR TEORI

Konservasi lahan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk pengelolaan lahan secara berkelanjutan. Pengelolaan ini dapat dilakukan secara vegetatif yaitu dengan penanaman tanaman diatas lahan, mekanik dengan pengelolaan tanah seperti terasering, guludan, pengelolaan tanah sesuai garis kontur, drainase, cekdam serta secara kimiawi. Penggunaan lahan yang digunakan sekarang ini banyak mengalami perubahan lahan karena peningkatan jumlah penduduk. Mengetahui pemanfaatan penggunaan lahan di daerah DAS penting digunakan untuk mengetahui kemampuan lahan dan keseuaian lahan di sekitar daerah DAS.

1. Lahan

Lahan merupakan sumber daya alam yang sangat penting untuk pengembangan usaha pertanian, kebutuhan lahan pertanian akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, namun luasan lahan yang sesuai bagi kegiatan di bidang pertanian terbatas. Hal ini menjadi kendala untuk meningkatkan produksi pangan dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Masyarakat tani yang tradisional memenuhi kebutuhan pangannya dengan menanaman secara tradisional. Kegiatan pertanian ini menyebabkan degrasi kesuburan tanah melalui erosi dan penggunaan tanah yang terus menerus. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah konservasi tanah yaitu dengan mengelola lahan sesuai dengan kemampuan lahan (Rayes 2006 dalam Sefle, Luther, dkk 2013).

2. Kemampuan Lahan

Kemampuan lahan merupakan penilaian atas kemampuan lahan untuk penggunaan tertentu yang dinilai dari masing-masing faktor penghambat.

Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya dan tidak dikuti dengan usaha konservasi tanah yang baik akan mempercepat terjadi erosi. Apabila tanah sudah tererosi maka produktivitas lahan akan menurun (Arsyad 2010 dalam Sefle, Luther, dkk 2013).

Kemampuan lahan merupakan klasifikasi potensi lahan untuk penggunaan berbagai sistem pertanian secara umum tanpa menjelaskan keuntungan untuk jenis tanaman tertentu maupun tindakan-tindakan pengelolaannya (Rayes, 2007 dalam Pinamangung Maya, dkk, 2013). Kemampuan lahan adalah mutu lahan yang dinilai

(7)

secara menyeluruh, sedangkan kesesuaian lahan merupakan mutu lahan yang berkenaan dengan imbangan permintaan dengan penawaran dalam suatu lingkup kepentingan khusus. Kesesuaian lahan ditentukan dengan membandingkan parameter-parameter hasil pengukuran di lapangan dengan nilai standar atau kriteria yang berlaku. Klasifikasi kemampuan lahan adalah pengelompokan lahan ke dalam satuan-satuan khusus menurut kemampuannya untuk penggunaan secara intensif dan perlakuan yang dapat digunakan secara terus-menerus serta menetapkan jenis penggunaan yang sesuai dan jenis perlakuan yang diperlukan untuk produksi tanaman secara lestari (Wirosoedarmo, dkk 2014).

Sistem klasifikasi menurut USDA, tanah dikelompokkan ke dalam delapan kelas yang ditandai dengan huruf Romawi dari I sampai VIII; dimana ancaman kerusakan atau hambatan meningkat berturut-turut dari kelas I meningkat sampai kelas VIII (Klingebiel & Montgomery, 1973; Arsyad, 2006).

Kemampuan lahan merupakan pencerminan kapasitas fisik lingkungan yang dicerminkan oleh keadaan topografi, tanah, hidrologi, dan iklim, serta dinamika yang terjadi khususnya erosi, banjir dan lainnya. Kombinasi karakter sifat fisik statis dan dinamik dipakai untuk menentukan kelas kemampuan lahan, yang dibagi menjadi 8 kelas. Kelas I mempunyai pilihan penggunaan yang banyak karena dapat diperuntukan untuk berbagai penggunaan, mulai untuk budidaya intensif hingga tidak intensif, sedangkan kelas VIII, pilihan peruntukannya sangat terbatas, yang dalam hal ini cenderung diperuntukan untuk kawasan lindung atau sejenisnya (Rustiadi et al., 2010). Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) dalam tingkat kelas, kemampuan lahan menunjukkan kesamaan dari besarnya faktor-faktor penghambat. Semakin tinggi kelasnya, kualitas lahannya semakin buruk, berarti resiko kerusakan dan besarnya faktor penghambat bertambah dan pilihan penggunaan lahan yang diterapkan semakin terbatas.

3. Penggunaan Lahan

Penggunaan Lahan dalam pengertian yang luas digunakan tentang lahan ialah suatu daerah permukaan daratan bumi yang ciri‐cirinya mencakup segala tanda pengenal, baik yang bersifat cukup mantap maupun yang dapat diramalkan bersifat mendaur, dari biosfer, atmosfer, tanah, geologi, hidrologi dan populasi tumbuhan dan hewan, serta hasil kegiatan manusia pada masa lampau dan masa kini, sejauh

(8)

tanda‐tanda pengenal tersebut memberikan pengaruh murad atas penggunaan lahan oleh manusia pada masa kini dan masa mendatang (Baharinawati, 2017).

Penggunaan Lahan Perubahan lahan dapat berupa vegetasi dan konstruksi buatan yang menutup permukaan lahan. Penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampkan di permukaan bumi, seperti bangunan, danau, vegetasi. Penggunaan lahan adalah semua jenis penggunaan atas lahan oleh manusia, mencakup penggunaan untuk pertanian hingga kuburan. (Purwadhi dan Sanjoto, 2008 dalam Muttaqin, Syahrizal )

Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) penggunaan lahan dapat dibedakan menjadi penggunaan lahan pedesaan (rural land use) dan penggunaan lahan perkotaan (urban land use). Penggunaan lahan pedesaan dititik beratkan pada produksi pertanian, sedangkan penggunaan lahan perkotaan dititik beratkan pada tujuan untuk tempat tinggal. Selanjutnya penggunaan lahan berdasarkan Arsyad (2006) dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahakan dan dimanfaatkan atau atas jenis tumbuhan atau tanaman yang terdapat di atas lahan tersebut. Berdasarkan hal ini dikenal macam penggunaan lahan seperti tegalan (pertanian lahan kering atau pertanian pada lahan tidak beririgasi), sawah, kebun, kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang alang- alang, dan sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam lahan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi, pertambangan, dan sebagainya.

4. Kesesuaian Lahan

Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan . Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial).

(9)

Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial).

Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukanmasukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisiktersebutmberupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Berikut beberapa kelas kesesuaian lahan.

a. Kelas S1 : Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata.

b. Kelas S2 : Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input).

Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri.

c. Kelas S3 : Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta.

5. Daerah Aliran Sungai (DAS)

DAS merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Selain itu pengelolaan DAS dapat disebutkan merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang secara umum untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan kehutanan yang optimum dan berkelanjutan (lestari) dengan upaya menekan kerusakan

(10)

seminimum mungkin agar distribusi aliran air sungai yang berasal dari DAS dapat merata sepanjang tahun (Efendi, 2012).

(11)

E. LANGKAH KERJA

Pembuatan peta kemampuan lahan dan kesesuaian lahan dilakukan dengan beberapa tahap awal, terdapat beberapa data yang diperlukan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diantaranya yaitu peta batas DAS , peta kemiringan lereng, peta bentuk lahan, peta penggunaan lahan dan peta satuan lahan menggunakan Arcgis 10.2, penentuan sampel guna survei lapangan dan data sekunder diantaranya permeabilitas tanah, drainase tanah, salinitas tanah dan data kepekaan erosi. Kemudian diolah dengan menggunakan software LCLP sebagai hasil analisis. Berikut uraikan langkah kerja dalam pembuatan peta kemampuan lahan dan kesesuaian lahan:

1. Data Primer

Pengumpulan data primer dengan melakukan beberapa pengolahan data dalam pembuatan peta diantranya Peta batas das, Peta kemiringan lereng, peta bentuk lahan, peta penggunaan lahan dan peta satuan lahan menggunakan arcgis 10.2 kemudian dengan melakukan survei lapangan dengan metode penentuan samling atau Purposive sampling yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pembuatan peta batas das

Pembuatan peta batas das dengan memanfaatkan software arcgis 10.2, data yang diperlukan untuk membuat peta batas das adalah peta dem dan peta sungai das yang tekait kemudian akan menghasilkan peta batas Das.

b. Peta Kemiringan Lereng

Pembuatan peta kemiringan lereengdengan memanfaatkan peta batas itu sendiri sebagai data dasar kemudian peta rupa bumi. Berdasarkan Kemiringan lereng wilayah Sub Das Manyaran dapat dibagi menjadi 5 kelas lahan yaitu datar, agak miring, miring, agak curam, curam, dibagi berdasarkan analisis menggunakan software lclp (USLE = Universal Soil Loss Equation) yang dibagi berdasarkan ketinggian tempatnya seperti datar, bergelombang, miring, dan lainya kemudian dengan pemanfaatan hillshade.

c. Peta Jenis Tanah

Pembuatan peta jenis tanah menggunakan data batas das dan peta jenis tanah jenis tanah bisa dilihat dari nama belakang tanah dan orde tanah.

d. Peta Bentuk Lahan

(12)

Pembuatan peta batas das dengan memanfaatkan peta batas das sebagai peta dasar kemudian peta RBI yang berupa kontur dan peta lanset 8 untuk mengetahui lahan yang terdiri dari 7 saluran B1-B7. Dalam pembuatan peta bentuk lahan ini mengacu pada klasifikasi bentuk lahan menurut Van Zuidam (1969) dan Verstappen maka bentuk muka bumi dapat diklasifikasikan menjadi 8 satuan bentuklahan utama (geomorfologi), yang dapat masing-masing dirinci lagi berdasarkan skala peta yang digunakan. Berdasarkan Peta RBI dan ciri-ciri bentuk lahan yang ada di sekitar batas das. Lokasi penelitian termasuk pada bentuk lahan Denudasional dan sebagian Fluvial yang dapat diklasifikasikan dari D1 – D13 dan F1 – F21, dan pada lokasi penelitian termasuk pada D1, D2 dan F1.

e. Peta Penggunaan Lahan

Peta penggunaan lahan berguna untuk mengetahui penggunaan atau pemanfaatan lahan di sekitar daerah sungai. Peta dasar yang digunakan adalah peta batas das dan peta landuse atau google earth 2018 guna mengetahui dari penggunaaan lahan yang ada disekitar. Pembagian penggunaan lahan berupa sawah, permukiman, kebun, rumput, sungai, tegalan yang berada disekitar Sub Das Manyaran.

f. Peta Satuan lahan

Peta satuan lahan merupakan peta gabungan dari data yang telah diperoleh (kemiringan lereng, jenis tanah, bentuk lahan, penggunaan lahan) kemudian digabungkan dan dioleh menggunakan arcgis dan menjadi peta satuan lahan guna kepentingan survei di lapangan.

2. Penentuan Sampel

Teknik dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive proportional random sampling. Purposive sampling menurut Sugiyono adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Dalam proportional random sampling, penentuan anggota sampel peneliti mengambil wakil-wakil dari tiap-tiap kelompok yang ada dalam populasi yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah anggota subjek yang ada dalam masing-masing kelompok tersebut. Kemudian dalam penentuan sampling pada peta dengan menggunakan eliminate pada peta satuan lahan yang kemudian menghasilkan 45 sampel yaitu.

(13)

Nomor

Sampel

Satuan Lahan 1 V8IVEptTeg 2 V8IVEptiri 3 V8IIIEptTeg 4 V8IIIEptPerm 5 V8IIIEptiri 6 V8IIEptTeg 7 V8IIEptPerm 8 V8IIEptiri 9 V7IVEptTeg 10 V7IVEptPerm 11 V7IVEpttri 12 V7IIIEptTeg 13 V7IIIEptPerm 14 V7IIIEptKeb 15 V7IIIEptiri 16 V7IIEptTeg 17 V7IIEptPerm 18 V7IIEptKeb 19 V7IIEptiri 20 V5VeptTeg

21 V5VeptSem

22 V5VeptPerm 23 V5VEptKeb 24 V5IVEptTeg 25 V5IVEptSem 26 V5IVEptPerm 27 V5IVEptKeb 28 V5IIIEptTeg 29 V5IIIEptPerm 30 V4VIEptTeg 31 V4VIEptSem 32 V4VIEptTeg

33 V4VeptSem

34 V4VeptPerm 35 V4VeptKeb 36 V4Veptlri 37 V4IVEptTeg 38 V4IVEptSem 39 V4IVEptPerm 40 V4IVEptlri

(14)

3. Data lapangan yang diambil

Pada saat melakukan survei dititik yang di jadikan sample, data lapangan yang diambil meliputi topografi sample yang di survei, drainase, bahaya tingkat erosi, ancaman longsor, tanah dan batuan seperti teksture, dan permeabilitas tanah. Terdapat lembar observasi (terlampir).

4. Data Sekunder

Data sekunder yang dicari diantaranya permeabilitas tanah, drainase tanah, Salinitas tanah dan data kepekaan erosi

a. Permeabilitas tanah b. Salinitas tanah c. kepekaan erosi 5. Pengolahan Data

Hasil data yang diperoleh pada saat survei kemudian diolah dengan langkah awal yaitu pengukuran teksture tanah yang dari 48 sample. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui tekstur tanah dengan cara dihitung besarnya pasir,debu,dan liat kemudian hasil perhitungan tersebut dimasukan kedalam segitiga teksture tanah.

(15)

Analisis data dilakukan dengan menggunakan Software LCLP. Data yang dibutuhkan dalam analisis diantaranya meliputi topografi lereng permukaan, tanah kerikil/batuan, tanah tekstur lapisan atas, permeabilitas tanah, tanah tekstur lapisan bawah, kedalaman tanah, drainase tanah, bahaya tingkat erosi, bahaya kepekaan erosi, ancaman banjir, ancaman garam/salinitas, dan ancaman longsor. Berikut ini merupakan cara analisis menggunakan Software LCLP:

Hasil analisis yang muncul setelah semua data dimasukkan dalam tabel Software LCLP adalah dapat diketahui faktor pembatas, kelas kemampuan lahan, sub-kelas kemampuan lahan, divisi, sub-divisi, dan tindakan konservasi masing-masing satuan lahan.

(16)

F. DAFTAR PUSTAKA

Effendi dan Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Air. (2012). “Kajian Model Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Das) Terpadu Direktorat Kehutanan dan Konservasi”. Ecotrophic.9 (1) : 63-71 ISSN : 1907-5626

Muttaqina, Syahrizal dan Ainib, Qurrotul. 2011. “Analisis Perubahan Penutup Lahan Hutan dan Perkebunan di Provinsi Jambi Periode 2000 – 2008”. Jurnal Sistem Informasi Vol 4 (2) : 1-8

Pinamangung, Maya dkk. 2013. “Potensi Lahan Di Desa Kahuku Kecamatan Likupang Kabupaten Minahasa Utara Berdasarkan Kelas Kemampuan”

Sefle, Luther dkk.2013. “Klasifikasi Kemampuan Lahan Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Kecamatan Lolak Kabupaten Bolaang Mongondow”

Suyana, Jaka dan Muliawati. 2014. “Analisis Kemampuan Lahan Pada Sistem Pertanian Di Sub-Das Serang Daerah Tangkapan Waduk Kedung Ombo (Analysis Of Land Capability On Farming System At Serang Sub-Watershed Kedung Ombo Reservoir Catchment Area)” Sains Tanah – Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 11 (2) : 139-149

Bunduwati dan Priyono Kuswaji Dwi. 2017. “Evaluasi Daya Dukung Lingkungan Berbasis Kemampauan Lahan Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Cek lapangan Peta Geologi Peta Kontur Peta Kemiringan Lereng Peta rerata Curah Hujan Skoring dan pembobotan Overlay Peta Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap

Dari peta bentuk lahan, peta lereng, peta tanah, dan peta penggunaan lahan dengan skala sama yaitu 1: 100.000 dilakukan tumpang susun (overlay) untuk pembuatan peta satuan

Data yang dikumpulkan adalah data primer (tingkat bahaya erosi, bahan kasar, kedalaman efektif tanah, drainase, banjir, batuan di permukaan, batuan tersingkap, kemiringan

Nilai indeks faktor kemiringan lereng (LS) didapat dari data primer pada satuan peta yang telah mengalami tindakan konservasi tanah, terutama tindakan konservasi tanah secara

Data spasial dan data atribut yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Peta RBI, Peta Jenis Tanah, Peta Kemiringan Lereng, Peta Penggunaan Lahan, Peta

Data spasial dan data atribut yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Peta RBI, Peta Jenis Tanah, Peta Kemiringan Lereng data Penggunaan Lahan, data

Bahan yang digunakan berupa peta administrasi enam (6) kabupaten yang masuk dalam wilayah Sub DAS Dengkeng, peta batas Daerah Aliran Sungai (DAS), peta kemiringan

Peta Sedimentasi di Sub-DAS Cikao KESIMPULAN Hasil simulasi model SWAT yang menggabungkan data penggunaan lahan, jenis tanah, kemiringan lereng, curah hujan, dan iklim menunjukkan