MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK TEKNIK ROLE PLAYING
PADA SISWA SMA NEGERI 1 PERCUT SEI TUAN
PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penelitian Tindakan Bimbingan Konseling
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Rosmala Dewi, M.Pd.
DISUSUN OLEH:
DEWI SINTA (1213151027)
BK REGULER C 2021
PRODI S1 BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-Nya, Saya dapat menyelesaikan tugas proposal ini dengan tepat waktu. Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah PTBK. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan Saya dan juga para pembaca.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Rosmala Dewi, M.Pd., selaku dosen Mata Kuliah PTBK. Saya ucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya tugas ini.
Saya menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, Saya perlu mendapatkan saran dan kritik yang membangun, diharapkan demi kesempurnaan tugas ini.
Medan, 4 April 2024
Dewi Sinta 1213151027
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Masa remaja merupakan saat-saat yang dipenuhi dengan berbagai macam perubahan dan terkadang tampil sebagai masa yang tersulit dalam kehidupannya sebelum memasuki dunia kedewasaan. Begitu pula dengan perubahan yang dialami seseorang tidak saja menyangkut perubahan yang dapat teramati secara langsung, misalnya perubahan tinggi badan, berat badan, wajah ataupun tingkah laku tetapi juga menyangkut perubahan yang lebih halus yang tidak dapat terlihat secara langsung misalnya tentang kepercayaan diri.
Kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu, untuk bisa mencapai berbagai tujuan didalam hidupnya. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri akan optimis didalam melakukan semua aktivitasnya dan mempunyai tujuan yang nyata. Seseorang yang percaya diri akan merasa optimis di dalam melakukan semua aktifitasnya, serta mempunyai tujuan hidup yang realistik.
Pada dasarnya kepercayaaan diri merupakan bagian terpenting bagi kehidupan manusia. Maka dari itu, dengan Pendidikan yang baik diharapkan seseorang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga mampu meningkatkan kualitas dirinya menjadi pribadi yang mandiri, dewasa, dan bertanggung jawab. Seseorang mempunyai kebutuhan untuk kebebasan berfikir dan berperasaan sehingga seseorang yang mempunyai kebebasan berfikir dan berperasaan akan tumbuh menjadi manusia dengan rasa percaya diri.
Salah satu langkah pertama dan utama dalam membangun rasa percaya diri dengan memahami dan meyakini bahwa setiap manusia memiliki kelebihan dan kelemahan adapun. Kelebihan yang ada dalam diri seseorang harus dikembangkan dan dimanfaatkan agar menjadi produktif dan berguna bagi orang lain. Seseorang yang percaya diri dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang sesuai dengan tahapan perkembangan dengan baik, merasa berharga, mempunyai keberanian, dan kemampuan untuk meningkatkan kepercayaan diri yang positif.
Orang yang memiliki kepercayaan diri yang positif adalah keyakinan akan kemampuan diri yaitu sikap positif seseorang tentang dirinya bahwa mengerti sungguh sungguh akan apa yang dilakukannya. Optimis yaitu sikap positif seseorang yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri, harapan dan kemampuan.
Namun, masih banyak individu yang kurang percaya diri.
Berdasarkan hasil penelitian Kristanti (2007: 3) ada beberapa gejala siswa yang kurang
percaya diri, diantaranya: siswa mengeluh pada saat guru memberi informasi tentang jadwal tes ulangan dalam waktu dekat, siswa tidak berani menatap teman-temannya ketika tampil di depan kelas, tidak berani menyatakan pendapat ketika guru memberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat, siswa membuat contekan untuk dibuka pada saat ulangan, dalam proses belajar mengajar siswa sering melamun tidak memperhatikan materi pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Upaya untuk membangun kepercayaan diri siswa yang rendah seperti yang telah dipaparkan di atas, dapat dikemas dalam suatu bentuk kegiatan layanan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling merupakan usaha membantu siswa- siswa agar dapat memahami dirinya, yaitu potensi dan kelemahan-kelemahan diri. Menurut hasil penelitian sebuah tesis karya mahasiswa Universitas Sebelas Maret, Ningsih (2012: 179) menunjukan bahwa teknik sosiodrama dapat digunakan untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa secara efektif. Dan menurut Wahyu Nanda Eka Saputra (2017: 93) memaparkan salah satu teknik konseling yang dapat digunakan untuk meningkatkan percaya diri adalah cognitive defusion.
Sedangkan menurut hasil penelitian Farida (2014: 113) menyatakan bahwa kepercayaan diri remaja putri pubertas awal dapat meningkat setelah diberikan treatment berupa teknik role playing.
Berdasarkan pemaparan di atas, dalam penelitian ini peneliti akan memberikan layanan bimbingan konseling dengan teknik role playing kepada individu yang kepercayaan dirinya rendah. Teknik ini melatih seseorang untuk mampu berkomunikasi interpersonal dan melatih seseorang untuk mengatasi rasa malunya. Dan juga bermain peran menyediakan kondisi yang dapat menghilangkan rasa takut atau cemas, karena dalam bermain peran individu dapat mengekspresikan dirinya secara bebas tanpa takut kena sanksi sosial terhadap perbuatannya.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka peneliti ingin meneliti lebih lanjut tentang “Meningkatkan Kepercayaan Diri Melalui Konseling Kelompok Teknik Role Playing Pada Siswa SMA Negeri 1 Percut Sei Tuan”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu
“Bagaimana layanan konseling kelompok dengan menggunakan teknik role playing dapat meningkatkan kepercayaan diri Siswa SMA Negeri 1 Percut Sei Tuan?”.
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dapat dirumuskan sebagai jawaban kesimpulan penelitian yang bersifat
sementara yang masih harus diuji kebenarannya dengan data yang terkumpul melalui penelitian. Berdasarkan pengertian di atas maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah kepercayaan diri Mahasiswa dapat ditingkatkan setelah mendapatkan layanan konseling kelompok teknik role playing.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini yaitu “Untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa melalui layanan konseling kelompok dengan menggunakan teknik role playing pada Siswa SMA Negeri 1 Percut Sei Tuan.
E. Manfaat Penelitian a) Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bimbingan dan konseling khususnya layanan konseling kelompok menggunakan teknik role playing dalam meningkatkan kepercayaan diri mahasiswa. Selain itu, penelitian ini dapat bermanfaat sebagai acuan penelitian selanjutnya.
b) Manfaat Praktis
- Bagi peneliti, sebagi bahan informasi untuk melakukan layanan konseling kelompok teknik role playing dalam meningkatkan kepercayaan diri Siswa SMA Negeri 1 Percut Sei Tuan.
- Bagi mahasiswa, siswa, guru bimbingan dan konseling, kepala sekolah, dan pihak- pihak yang terkait sebagai sumbangan pemikiran dan masukan memecahkan masalah yang terkait dengan judul tersebut.
- Bagi peneliti lain, sebagai acuan dan masukan untuk penelitian selanjutnya tentang pengaruh teknik role playing dalam layanan konseling kelompok terhadap kepercayaan diri serta menambah pengetahuan pengalaman, wawasan terkait dengan judul tersebut.
- Bagi sekolah, sebagai bahan masukan dan untuk informasi bagi guru BK terkait dengan judul tersebut.
- Bagi fakultas, sebagai literatur dan untuk referensi khusunya bagi mahasiswa yang membutuhkan dan semua pihak pada umumnya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Teori
1. Kepercayaan Diri
a. Pengertian Kepercayaan Diri
Menurut Endah Rahayuningdiyah (2016: 1) kepercayaan diri merupakan salah satu kunci untuk dapat mengoptimalkan potensi yang ada pada diri siswa.
Sedangkan menurut Nasrina Nur Fahmi dan Slamet (2016: 75) percaya diri adalah kondisi psikologis seseorang dimana individu dapat mengevaluasi keseluruhan dari dirinya sehingga memberinya keyakinan kuat pada kemapuan dirinya untuk melakukan tindakan dalam mencapai berbagai tujuandidalam hidupnya.
Menurut Jhon W. Santrock, Adolesce (2003: 336) rasa percaya diri adalah dimensi evaluatif yang menyeluruh dari diri, rasa percaya diri disebut juga sebagai harga diri. Berdasarkan hal tersebut menurut Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2005: 256) menyatakan bahwa seorang yang mempunyai harga diri akan lebih percaya diri, lebih mampu dan lebih produktif. Sebaliknya orang yang tidak cukup memiliki harga diri akan cenderung merasa rendah diri, tidak percaya diri, tidak berdaya, bahkan kehilangan inisiatif atau kebutuhan berfikir.
Menurut Lindenfield (Pinasti, 2011: 14) menyatakan bahwa siswa yang percaya diri ialah siswa yang merasa puas dengan dirinya. Kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan dalam jiwa manusia bahwa tantangan hidup apapun harus dihadapi dengan berbuat sesuatu. Kepercayaan diri lahir dari kesadaran jika siswa memutuskan untuk melakukan sesuatu, sesuatu itu pula yang harus dilakukan. Kepercayaan diri itu akan datang dari kesadaran siswa bahwa ia memiliki tekad untuk melakukan apapun, sampai tujuan yang diinginkan tercapai.
Syaifullah (2010: 49) menyatakan bahwa percaya diri merupakan keyakinan yang kuat dalam diri yang berupa perasaan dan anggapan bahwa dirinya dalam keadaan baik sehingga memungkinkan siswa tampil dan berperilaku dengan penuh keyakinan. Siswa yang percaya diri akan merasa optimis di dalam melakukan semua aktifitasnya, serta mempunyai tujuan hidup yang realistik.
Menurut Sarastika (Muslihin, 2014: 14) rasa percaya diri adalah sebuah ukuran mengenai seberapa besar anda menghargai diri sendiri. Sedangkan
menurut Angelis (2003: 11) memandang kepercayaan diri sebagai suatu keyakinan dalam jiwa manusia untuk menghadapi tantangan hidup apapun dengan berbuat sesuatu, sebagaimana dikemukakannya bahwa:
True confidence has nothing to do with a whats happening in your outer life. True confidence isn’t created because of what you do, but because of your belief in the ability you have within to do anything you set out to do.
Setiap siswa mempunyai hak untuk menikmati kebahagiaan dan kepuasan atas apa yang telah diperolehnya, tetapi itu akan sulit dirasakan apabila siswa tersebut memiliki kepercayaan diri yang rendah. Bukan hanya ketidakmampuan dalam melakukan suatu pekerjaan, tetapi juga ketidakmampuan dalam menikmati pekerjaan tersebut. Kepercayaan diri pada siswa tidak selalu sama, pada saat tertentu siswa merasa yakin atau mungkin tidak, ada situasi dimana siswa merasa yakin dan situasi di mana siswa tidak merasa demikian.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kepercayaan diri adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuan dirinya sendiri baik yang bersifat lahir maupun batin dalam menghadapi tantangan hidup apapun, kapanpun dan di manapun dengan melakukan suatu tindakan berbuat sesuatu untuk mencapai berbagai tujuan realistik dalam hidupnya.
b. Jenis- Jenis Kepercayaan Diri
Menurut Lindenfield (Aprilialini, 2015: 14) mengemukakan bahwa kepercayaan diri terdiri dari dua jenis percaya diri yaitu percaya diri batin dan percaya diri lahir.
1) Kepercayaan diri batin
Ada empat ciri utama yang khas pada orang yang mempunyai percaya diri batin yang sehat, yaitu:
a) Cinta diri: Orang yang percaya diri peduli tentang diri mereka sendiri sehingga perilaku dan gaya hidup yang mereka tampilkan untuk memelihara diri. Jadi cinta diri setiap siswa sangat diperlukan dalam menumbuhkan kepercayaan diri karena setiap siswa akan menghargai dengan baik kebutuhan jasmani maupun rohaninya, sehingga siswa akan: (1) mampu memelihara diri sehingga mampu menghargai baik kebutuhan jasmani maupun rohaninya, dan menempatkannya pada pijakan yang setara dengan kebutuhan orang lain, (2) bangga akan sifat-
sifat mereka yang baik dan memusatkan diri untuk memanfaatkannya sebaik mungkin, tidak mau membuang waktu, tenaga atau uang untuk memikirkan kekurangan diri sendiri, (3) merasa senang bila diperhatikan.
Secara terbuka menunjukkan keinginan untuk dipuji, ditentramkan dan mendapat ganjaran, dan mereka tidak akan mencoba memanfaatkan siapapun untuk memenuhi itu secara tidak langsung.
b) Pemahaman diri: Orang yang percaya diri batin sangat sadar diri. Mereka tidak terus-menerus merenungi diri sendiri, tetapi secara teratur mereka memikirkan perasaan, pikiran, perilaku dan mereka selalu ingin tahu bagaimana pendapat orang lain tentang diri mereka. Maka pemahaman diri yang baik, siswa akan dapat: (1) menyadari potensi diri yang dimilikinya sehingga kecil kemungkinan akan mengalami kegagalan berulang kali, cenderung menjadi pribadi yang mantap tidak begitu saja mengikuti orang lain, mempunyai sahabat yang dapat memberi dan menerima, (2) tahu diri dalam arti serta terbuka untuk menerima kritik dan bantuan.
c) Tujuan yang jelas: Orang yang percaya diri selalu tahu tujuan hidupnya.
Ini disebabkan karena mereka punya pikiran yang jelas mengapa mereka melakukan tindakan tertentu dan mereka tahu hasil apa yang bisa diharapkan. Seseorang yang memiliki tujuan yang jelas akan dapat: (1) mampu menentukan tujuan sendiri. Mereka akan terbiasa mandiri dan tidak bergantung pada orang lain, (2) mempunyai motivasi yang tinggi, lebih menilai kemajuan dirinya dari tujuan yang telah ditetapkan, (3) mampu membuat keputusan karena seseorang tahu betul apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari hasilnya.
d) Berpikir positif: Orang yang percaya diri biasanya merupakan teman yang menyenangkan, salah satu sebabnya ialah karena mereka biasa melihat kehidupan yang cerah dan mereka mengharap serta mencari pengalaman dan hasil yang bagus. Seseorang yang mampu berfikir positif akan dapat:
(1) memiliki harapan dalam hidupnya. Jadi orang yang berfikir positif selalu mempunyai keinginan dan cita-cita dalam hidupnya, (2) memiliki potensi motivasi dalam hidupnya. Jadi apa yang diinginkan dan di cita- citakan akan diwujudkannya, (3) memilki kepercayaan bahwa ini masalah dapat diselesaikan, percaya bahwa masa datang akan lebih baik dari masa
sekarang, mau bekerja walau dengan tantangan, dan melakukan tugasnya, karena seseorang percaya bahwa tujuannya akan tercapai.
2) Kepercayaan diri lahir
Untuk memberikan kesan percaya diri pada dunia luar, maka kita perlu mengembangkan ketrampilan dalam empat bidang yang berkaitan dengan kepercayaan diri lahir, yaitu:
a) Komunikasi: Dengan memiliki dasar yang baik dalam ketrampilan berkomunikasi, maka dapat mendengarkan orang lain dengan tepat, tenang dan penuh perhatian, bisa berbincang-bincang dengan orang dari segala jenis latar belakang, tahu kapan dan bagaimana berganti pokok pembicaraan dari percakapan biasa ke yang lebih mendalam, dan bicara di depan umum tanpa rasa takut. Ketika berkomunikasi orang yang kurang percaya diri, biasanya bicara gagap, sulit dimengerti oleh orang lain.
Orang yang memilki kepercayaan diri tinggi tidak akan menemui kendalakendala apabila harus berkomunikasi dengan orang lain.
Walaupun mampu berkomunikasi secara baik, tetapi orang yag diajak berbicara juga merasa nyaman.
b) Ketegasan: Dengan memilki sikap tegas tidak akan menunjukkan sikap agresif dan pasif dalam mencapai keberhasilan dalam hidupnya dan hubungan sosialnya, sehingga memungkinkan rasa percaya diri bertambah. Orang yang memiliki ketegasan akan dapat: (1) bersikap dan berperilaku asertif. Sikap tegas artinya menuntut hak pribadi dan menyatakan pikiran, perasaan dan keyakinan dengan cara langsung, jujur dan tepat. Sikap tegas meliputi setiap tindakan benar yang perlu diungkapkan. Misalnya: bertanya kepada guru mengenai materi pelajaran yang kurang dimengerti. Menjadi orang yang tegas pestinya memiliki kepercayaan diri tinggi. (2) berkompromi dengan siapa saja secara baik.
(3) menerima pujian dari orang lain secara wajar. (4) menerima kritikan yang membangun dari orang lain secara wajar.
c) Penampilan diri: Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang pasti tampil diri. Untuk dapat tampil diri membutuhkan gaya hidup yang dapat diterima orang lain dan mencerminkan tampil adanya, sopan dan berbusana dengan model maupun warna yang cocok sehingga orang
tersebut bisa tampil diri sebagai orang yang penuh percaya diri. Maka berpenampilan diri yang secara baik mencerminkan memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Ini ditujukan dari memilih gaya pakaian dan warna yang paling cocok dengan kepribadiannya dan kondisi fisiknya, cepat mendapat pengakuan karena penampilan pertama yang bagus, dan menyadari dampak gaya hidupnya terhadap pendapat orang lain mengenai diri mereka, tanpa terbatas pada keinginan untuk selalu ingin menyenangkan.
d) Pengendalian Perasaan: Pengendalian perasaan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Perasaan kita perlu dikelola secara baik. Apabila tidak dikelola secara baik bisa membentuk kekuatan besar yang tidak terduga yang bisa membuat seseorang lepas kendali. Untuk itu ketika harus mampu mengendalikan perasaan, mempunyai keberanian dalam menghadapi tantangan, ketabahan dalam menghadapi masalah dan pengendalian dalam bertindak agar tidak mudah terbenam dalam emosi.
Pendapat lain tentang jenis-jenis percaya diri menurut Angelis (2003: 58) yang membagi percaya diri menjadi tiga bagian:
1) Percaya diri berkenaan dengan tingkah laku
Merupakan percaya diri dalam bertindak dan dalam menyelesaikan tugas- tugas. Tugas-tugas tersebut baik tugas sederhana maupun yang kompleks akan dilakukan dengan penuh keyakinan atau kepercayaan diri.
2) Percaya diri berkenaan dengan emosi
Merupakan kepercayaan diri seseorang untuk dapat mengendalikan maupun menguasai sisi emosi mereka. Mereka akan menggunakan emosi dalam melakukan segala tindakannya atau membuat suatu pilihan yang tepat.
3) Percaya diri berkenaan dengan kerohanian (spiritualitas)
Percaya diri berkenaan dengan kerohanian ini merupakan kepercayaan diri yang paling penting. Kepercayaan diri kerohanian ini dapat dijadikan dasar dalam mengembangkan kedua jenis kepercayaan diri yang lain.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dalam penelitian ini memakai pendapat Lindenfield (Aprilialini, 2015: 14) sebagai bahan untuk pembuatan instrumen skala percaya diri. Sebagai mana disebutkan di atas bahwa percaya diri terdiri dari dua jenis yaitu percaya diri lahir dan percaya diri batin.
c. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri
Gejala rasa tidak percaya diri dimulai dari adanya kelemahankelemahan tertentu di dalam berbagai aspek kepribadian seseorang, sehinga orang tersebut mengalami gejala tidak pecaya diri. Menurut Hakim (2005: 12) menyatakan bahwa berbagai kelemahan pribadi yang menjadi penyebab timbulnya rasa tidak percaya diri adalah cacat atau kelainan fisik, buruk rupa, ekonomi lemah, status sosial, status perkawinan, sering gagal, kalah bersaing, pendidikan rendah, sulit menyesuaikan diri. Faktor-faktor penyebab rasa tidak percaya diri tersebut adalah:
1) Perlakuan keluarga yang keras, keluarga lebih banyak mencela daripada memuji. Dan lingkungan yang kurang memberikan kasih sayang dan penghargaan, terutama pada masa kanakkanak dan pada masa remaja.
2) Kurangnya komunikasi dalam berinteraksi dengan lingkungan.
3) Kekurangan jasmani.
4) Kegagalan yang berulang kali tanpa diimbangi dengan optimisme yang memadai.
5) Keinginan untuk mencapai kesempurnaan dalam segala hal (Idealisme yang tidak realistis).
6) Kurang memahami nilai dan peranan Iman dalam hidup.
7) Anak tidak meyakini fungsi diri: anak tidak yakin bahwa keseluruhan dirinya akan berfungsi dengan baik. Sehingga tidak mampu mendorong dirinya untuk berkembang total, maksimal dan optimal. Dengan semua itu, maka anak tersebut tidak dapat mencapai kemandirian.
8) Belum dapat mengontrol temperament yang lebih baik.
Berdasarkan uraian tersebut dapat simpulkan bahwa faktor yang menyebabkan anak tidak percaya diri berasal dari faktor internal yaitu diri sendiri, faktor eksternal yaitu keluarga dan lingkungan yang meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan dalam masyarakat. Kedua unsur tersebut yang dapat menyebabkan anak merasa kurang percaya diri.
2. Layanan Konseling Kelompok
a. Pengertian Layanan Konseling Kelompok
Menurut Achmad Juntik (2009: 56) layanan konseling kelompok
merupakan upaya bantuan untuk dapat memecahkan masalah siswa dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Layanan konseling kelompok memungkinkan siswa secara bersama-sama memperoleh kesempatan bagi pembahasan dan pengentasan masalah melalui dinamika kelompok dalam konseling kelompok.
Menurut Nasrina Nur fahmi dan Slamet (2016: 71) layanan konseling kelompok pada dasarnya adalah layanan konseling perorangan yang dilaksanakan di dalam suasana kelompok. Disana ada konselor dan ada klien, yaitu para anggota kelompok (yang jumlahnya minimal dua orang). Dimana juga ada pengungkapan dan pemahaman masalah klien, penelusuran sebab-sebab timbulnya masalah, upaya pemecahan masalah, kegiatan evaluasi dan tindak lanjut.
Menurut Suhertina (2015: 29) layanan konseling kelompok pada dasanya adalah proses konseling yang diselengarakan dalam kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Masalah yang dibahas dalam layanan konseling kelompok adalah masalah siswa (pribadi siswa) yang terlibat dalam kegiatan itu.
Menurut Kurnato (2014: 9) layanan konseling kelompok adalah proses konseling yang dilakukan dalam situasi kelompok, dimana konselor berinteraksi dengan konseli dalam bentuk kelompok yang dinamis untuk memfasilitasi perkembangan individu dan atau membantu individu dalam mengatasi masalah yang dihadapinya secara bersama-sama.
Dengan memperhatikan definisi konseling kelompok sebagaimana telah disebutkan diatas, maka kita dapat mengatakan bahwa konseling kelompok mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi layanan kuratif; yaitu layan yang diarahkan untuk mengatasi persoalan yang dialami individu, serta fungsi layanan preventif;
yaitu layanan konseling yang diarahkan untuk mencegah terjadinya persoalan pada diri individu.
b. Tujuan Konseling Kelompok
Tujuan konseling kelompok menurut Nasrina Nur fahmi dan Slamet (2016:
71) adalah berkembangnya kemampuan sosialisasi siswa, khususnya kemampuan berkomunikasinya. Melalui konseling kelompok hal-hal yang dapat menghambat atau mengganggu sosialisasi dan komunikasi siswa diungkap dan didinamikakan melalui berbagai teknik, sehingga kemampuan sosialisasi dan berkomunikasi siswa berkembang secara optimal.
Menurut Rasimin & Hamdi (2018: 8-9) tujuan konseling kelompok pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan teoretis dan tujuan operasional.
Tujuan teoretis berkaitan dengan tujuan yang secara umum dicapai melalui proses konseling, sedangkan tujuan operasional disesuaikan dengan harapan anggota dan masalah yang dihadapi anggota. Tujuan-tujuan tersebut diupayakan melalui proses dalam konseling kelompok. Pemberi dorongan (supportive) dan pemahaman melalui redikatif (insight- reeducative) sebagai pendekatan yang digunakan konseling. Diharapkan konseli dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut, menurut Nelson-Jones (Latipun. 2006: 182) tujuan operasionalnya disesuaikan dengan masalah konsell dat dirumuskan secara bersama- sama antara konseli dan konselor.
Menurut Dewa Ketut Sukardi (2008: 68) tujuan layanan konseling kelompok meliputi:
1) Melatih anggota kelompok agar berani berbicara dengan banyak.
2) Melatih anggota kelompok dapat bertenggang rasa terhadap teman sebayanya.
3) Dapat mengembangkan bakat dan minat masing-masing anggota kelompok.
4) Mengentaskan permasalahan-permasalahan kelompok.
Sehingga dapat kita simpulkan bahwa tujuan layanan konseling kelompok adalah untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa. Kepercayaan diri yang dapat ditinjau dalam kepercayan diri lahir dan batin yang diimplimentasikan kedalam tujuh ciri yaitu, cinta diri dengan gaya hidup dan perilaku untuk memelihara diri, sadar akan potensi dan kekurangan yang dimiliki, memiliki tujuan hidup yang jelas, berpikir positif dengan apa yang dikerjakan dan bagaimana hasilnya, dapat berkomunikasi dengan orang lain, memiliki ketegasan, penampilan diri yang baik dan memiliki ketegasan, penampilan diri yang baik dan memiliki pengendalian perasaan.
c. Tahapan Penyelenggaraan Layanan Konseling Kelompok
Menurut Dewa Ketut Sukardi (2008: 36) ada empat tahapan penyelenggaraan layanan konseling kelompok diantarannya: tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap kegiatan, dan tahap pengakhiran. untuk penjelasan lebih lengkap dapat dilihat penjelasan sebagai berikut.
1) Tahap Pembentukan
Dalam layanan konseling kelompok, pembentukan kelompok merupakan
tahap awal yang sangat berpengaruh dalam proses konseling selanjutnya.
Karena tahap ini mempunyai pengaruh besar tehadap keberlangsungan konseling, ada beberapa persiapan yang harus dilakukan oleh seorang konselor.
2) Tahap peralihan
Tahap peralihan merupakan jembatan antra tahap pertama dengan tahap ketiga. Adapun tujuan dari tahap peralihan adalah terbebasnya anggota dari perasaan atau sikap enggan, ragu, malu atau saling tidak percaya untuk memasuki tahap berikutnya, makin mantapnya suasana kelompok dan kebersamaan, makin mantapnya minat untuk ikut serta dalam kegiatan kelompok.
3) Tahap Kegiatan
Dalam layanan konseling kelompok, tahap pertama dan kedua, pada dasarnya adalah tahap penyaiapan agar semua anggota kelompok yang sebenarnya. Konselor menyiapkan kondisi psikologis konseli untuk dapat memasuki sesi konseling kelompok dengan penuh kesungguhan. Itulah sebabnya, durekomendasikan agar konselor tidak buru-buru masuk pada tahap ini sebelum konseli siap secara mental.
4) Tahap Pengakhiran
Sebagaimana layanan konseling lainnya, konseling kelompok adalah layan terbatas, artinya bahwa haru ada pembatsan waktu agar konseli tidak perlu tergantung pada konselor. Selain itu, tidak mungkin seorang konselor dapat memberikan layanan secra terus menerus. Tahap pengakhiran merupakan penilaian dan tindak lanjut, ada tujuan terungkapnya kesan-kesan anggota kelompok tentang pelaksanaan kegiatan, terungkap hasil kegiatan kelompok yang telah dicapai yang dikemukakan secara mendalam dan tuntas, terumuskan rencana kegiatan lebih lanjut, tetap dirasakannya hubungan kelompok dan rasa kebersamaan meskipun kegiatan diakhiri.
d. Kegiatan Pendukung Layanan Konseling Kelompok
Seperti halnya layanan bimbingan kelompok dan layanan-layanan lainnya, layanan konseling kelompok juga memerlukan kegiatan pendukung. Menurut Tohirin (2007: 183-185) ada beberapa kegiatan pendukung layanan konseling
kelompok, seperti aplikasi instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, dan alih tangan kasus.
1) Aplikasi instrumentasi
Data yang dihimpun atau diperoleh mealui aplikasi instrumentasi dapat digunakan sebagai: (a) pertimbangan dalam pembentukan kelompok layan konseling kelompok, (b) pertimbngan dalam menetapkan seseorang atau lebih dalam menetapkan seseorang atau lebih dalam kelompok layanan konseling kelompok, (c) materi atau pokok bahasan kegiatan layanan konseling kelompok.
2) Himpunan Data
Data dalam himpunan data yang dihasilkan dalam himpunan data yang dihasilkan melaui aplikasi instrumentasi, dapat digunakan untuk merencanakan dan mengisi kegiatan layanan konseling kelompok.
3) Konferensi Kasus
Konferensi kasus dapat dilakukan sebelum kegiatan layanan konseling kelompok dimulai dan dapat juga sebagai tindak lanjut dari layanan konseling kelompok untuk peserta tertentu.
4) Kunjungan Rumah
Untuk melakukan kunjungan rumah, perlu dilakukan persiapan secara baik dengan melibatkan anggota kelompok yang masalahnya dibahas dalam konseling kelompok.
5) Alih Tangan
Kasus Alih tangan kasus ke ahli atau pihak lain yang lebih berwenang atau lebih mengetahui harus sesuai dengan masalah yang dihadapi siswa dan menurut prosedur yang dapat diterima oleh siswa dan pihak terkait lainnya.
3. Teknik Role Playing
a. Pengertian Teknik Role Playing
Menurut Imas Kurniasih dan Berlin Sani (2015: 68) role playing atau bermain peran adalah cara penguasaan bahan-bahan pembelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa terhadap materi. Pengembangan imajinasi dilakukan siswa dengan memerankan tokoh hidup atau benda mati.
Menurut Muhammad Anas (2014: 51) bermain peran pada prinsipnya merupakan pembelajaran untuk menghadirkan peran-peran yang ada dalam dunia nyata kedalam suatu pertunjukan peran didalam kelas/ pertemuan, yang kemudian
dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta didik memberikan penilaian.
Menurut Moreno (Jigau, 2007: 543) role playing merupakan simulasi realitas melalui permainan, tanpa konsekuensi dalam kenyataan, menawarkan
"pemain" kemungkinan untuk memainkan bagian-bagian tertentu atau mempraktekkan perilaku tertentu. Role playing mengandaikan membangun hubungan interpersonal timbal balik, adaptasi terhadap perilaku mitra bermain peran untuk mencapai tujuan mengatur, mengembangkan empati dengan memahami orang lain, terkadang dengan menempatkan diri.
Hitchen dan Drachen (Harviainen, 2009: 5) menyebutkan pengertian role playing merupakan sebuah permainan dimana pemain bebas mengeksplorasi bagaimana jalannya permainan dan mengambil bagian peran masing- masing, sebagaimana dikemukakannya bahwa:
A role-playing game is a game set in an imaginary world. Players are free to choose how to explore the game world, in terms of the path through the world they take, and may revisit areas previously explored. The amount of the game world potentially available for exploration is typically large.
Pendapat selanjutnya disampaikan oleh Montola (Harviainen, 2009: 5) menjelaskan role playing merupakan proses interaktif tentang memberikan definisi baru dan definisi ulang tentang dunia permainan imajinatif yang dilakukan oleh kelompok pemain untuk mengenali kekuatan diri dimana satu atau lebih pemain akan memainkan karakter tertentu untuk mendefinisi kekuatan yang dimilikinya, sebagaimana dikemukakannya bahwa:
I see role-playing as an interactive process of defining and redefining an imaginary game world, done by a group of participants according to a recognised structure of power. One or more or participants are players, who portray anthropomorphic characters that delimit the players’power to define.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa role playing merupakan kegiatan permainan yang dilakukan secara kelompok dan masing- masing anggota akan memerankan peran tertentu sehingga ia mendapatkan pengalaman baru atau memperbaiki pengalaman lama untuk meningkatkan kemampuan-kemampuan sosial dan intelektualnya. Melalui kegiatan role playing, hambatan-hambatan yang dialami individu dikurangi sehingga individu dapat mengadakan eksplorasi perilaku. Sebagai hasilnya timbulah perasaan-perasaan
baru dan perasaan-perasaan lama dihayati di dalam konteks baru. Role playing menyediakan kondisi bagi siswa untuk mengekspresikan dirinya secara bebas tanpa dikenakan sanksi sosial terhadap perbuatannya.
b. Tujuan dan Manfaat Teknik Role Playing
Menurut Santoso (2010: 18) teknik role playing dalam pelaksanaannya memiliki beberapa tujuan, diantanya adalah:
1) Memahami perasaan orang lain.
2) Menempatkan diri pada situasi orang lain.
3) Mengerti dan menghargai perbedaan pendapat.
Menurut Jarvis, et al., (2002: 4) bahwa manfaat dari role playing adalah:
It encourages individuals, individuals are required to use appropriate concepts and arguments as defined by their role, participation helps embed concepts, it gives life and immediacy to academic material that can be largely descriptive and/or theoretical, it can encourage students to empathize with the position and feelings of others-something that in the normal process of teaching, is likely to be missed.
Role playing akan membantu siswa untuk menggunakan konsep dan pendapat yang tepat sesuai dengan pengalaman yang ia peroleh dari peran yang dimainkan. Melalui keterlibatannya, siswa mampu menanamkan sikap menolong, memperoleh pengalaman langsung, siswa berlatih untuk berempati dan memahami temannya serta sesuatu yang merupakan proses normal dalam pembelajaran tidak dihilangkan. Melalui kegiatan role playing, para pemain akan merasakan secara langsung pengalaman-pengalaman dari permasalahan yang muncul dalam kehidupan sehari- hari. Selain itu, para pemain juga akan memperoleh pengalaman baru tentang bagaimana bersikap dan berinteraksi secara efektif dalam kehidupan sehari-hari, karena dalam kegiatan role playing siswa akan berlatih berkomunikasi dan berempati terhadap lawan mainnya.
c. Jenis- Jenis Teknik Role Playing
Menurut Roemlah (1994: 48) jenis-jenis role playing ada dua, yaitu:
1) Teknik role playing tidak terstuktur
Teknik ini merupakan teknik role playing dimana hubungan antara peran
utama dengan pemeran-pemeran lain tidak ditentukan oleh fasilitator tetapi oleh para anggota kelompok. Peserta permainan tidak diberi petunjuk, tidak disediakan deskripsi peran dan pedoman observasi. Peranan fasilitator ialah membantu angota kelompok merumuskan ciri-ciri penting dari situasi atau masalah yang dimainkan dan menciptakan interaksi yang akan membantu memperluas wawasan anggota terhadap masalah yang dimainkan.
Fasilitator juga membantu anggota kelompok merasa aman dan bebas berekspresi serta mengadakan intervensi dengan menggunakan berbagai teknik untuk mendorong kelompok agar memberi balikan terhadap pemeran utama.
2) Teknik role playing terstuktur
Teknik role playing ini, fasilitator menentukan struktur permainan dan menjelaskannya kepada pemain. Peserta diberi instruksi mengenai hubungan para pemain utama dengan pemeranpemeran lain, sifat pemain, situasi yang dimainkan dan hal-hal lain. Selain itu juga diinformasikan tentang tujuan dan masalah-masalah yang akan dipresentasikan di dalam permainan. Para pemain masih memiliki kebebasan untuk mencoba perilaku baru, mencoba berbagai cara dan menentukan perilaku-perilaku yang mereka anggap penting. Di dalam role playing terstruktur, kelompok merespon situasi, isu-isu dan bahan-bahan yang sudah dirancang oleh fasilitator. Bahan-bahan tersebut hendaknya didasarkan pada penelitian yang seksama mengenai minat dan kebutuhan anggota kelompok.
Berdasarkan jenis teknik role playing di atas, dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik role playing terstruktur. Alasan pemilihan teknik ini adalah bahwa dengan teknik role playing terstruktur peneliti dapat melakukan role playing secara tersistematis dengan langkah-langkah yang dapat diamati dan mudah dianalisis pelaksanaannya, mulai dari persiapan sampai ulangan permainan.
d. Tahap- Tahap Teknik Role Playing
Tahap-tahap role playing menurut Moreno (Jigau, 2007: 532) mengikuti tahapan di bawah ini:
1) Pembukaan
Guru pembimbing sebagai moderator yang menggambarkan topik, situasi yang diusulkan. Di tahap ini diperkenalkan pengaturan, lokasi, waktu,
kondisi, tujuan, skenario, status dan peran, hubungan antara karakter yang terlibat.
2) Motivasi anggota kelompok
Moderator mencoba memotivasi anggota kelompok dengan melakukan “ice breaking” agar dapat memicu sikap positif. Selain itu fungsi moderator membuat anggota kelompok tertarik dengan menjelaskan beberapa manfaat dari kegiatan ini. Pada tahap ini, moderator membuat kesepakatan siapa yang menjadi aktor dan siapa yang menjadi pengamat.
3) Pelaksanaan role playing
Setelah aktor dan pengamat telah ditentukan, maka permainan akan dimulai.
Aktor mendalami perannya dengan melihat deskripsi situasi. Sementara pengamat menyiapkan beberapa aspek yang akan dinilai. Selain itu pelaksanaan role playing dapat menumbuhkan pengembangan spontanitas dan kreativitas para pemainnya. Durasi dalam kegiatan ini bervariasi dan dapat di sesuaikan.
4) Evaluasi dan analisis
Mengevaluasi serta menganalisis peran yang telah dimainkan. Adanya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pengamat kepada para pemain.
Adanya evaluasi selama kegiatan role playing berlangsung. Kemudian ditutup dengan diskusi serta kesimpulan dari kegiatan role playing tersebut.
Menurut Blatner (2009) ada beberapa tahap-tahap dari teknik role playing ini yaitu sebagai berikut:
1) Tahap Persiapan
Tahap persiapan dilakukan untuk memotivasi anggota kelompok agar mereka siap berpartisipasi secara aktif dalam permainan, mengindentifikasikan dan mengenalkan masalah, memperjelas masalah, menafsirkan masalah, dan memperjelaskan role playing, menentukan tujuan permainan, serta menciptakan perasaan aman dan saling percaya pada kelompok.
2) Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan terdiri dari kegiatan dimana menegaskan kembali peran, lebih mendekat pada situasi yang bermasalah, peran utama dan pemain
pembantu memperagakan permainannya, memulai role playing dengan bantuan pemimpim kelompok dan anggota kelompok.
3) Tahap Diskusi
Pada tahap ini para anggota kelompok diminta untuk memberikan tanggapan dan sumbangan pikiran terhadap permainan yang dilakukan pemeran utama.
4) Tahap Melakukan Pembalikan Peran
Pada tahap ini pemeran kembali memainkan peran yang telah diubah kemudian melakukan pada tahap ketiga yaitu diskusi berbagai pendapat dan perasaan.
5) Tahap Berbagi Pengalaman
Berbagi pengalaman, menghubungkan situasi yang bermasalah dengan kehidupan sehari-hari serta masalahmasalah aktual. Menjelaskan prinsip- prinsip umum dalam tingkah laku.
B. Temuan Hasil Penelitian Yang Relavan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Ida Farida (2014) dengan judul “Upaya Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa Remaja Putri Yang Mengalami Pubertas Awal Melalui Layanan Penguasaan Konten Dengan Teknik Role Playing Di Kelas Vii Smp N 13 Semarang Tahun Ajaran 2013/2014”.
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan tingkat kepercayaan diri remaja putri pubertas awal sebelum diberi layanan berada pada kategori rendah (50%). Hal itu dapat ditunjukan dengan sikap dan tindakan remaja putri pubertas awal yang belum nyaman dengan perubahan pada tubuhnya. Remaja putri pubertas awal kurang dapat berinteraksi dengan lawan jenis, kurang mampu berperan aktif dalam kelompok dan menghindar dari lingkungan sosial. Dalam proses penelitian, remaja putri pubertas awal mampu mengikuti layanan penguasaan teknik role playing dengan baik. Remaja putri pubertas awal ikut serta aktif dalam pelaksanaan, baik sebagai kelompok pemain maupun sebagai kelompok penonton. Setelah pemberian perlakuan, tingkat kepercayaan diri remaja putri pubertas awal berada pada kategori tinggi (78%). Hal itu dapat dilihat dari sikap remaja putri pubertas awal yang memiliki keyakinan diri terhadap kemampuan dirinya, tidak malu bergaul dan mampu bekerja sama dengan
lawan jenis, mampu berkomunikasi dalam kelompok, memiliki harapan yang realistis terhadap diri dan sikap penerimaan diri terhadap perubahan fisik yang terjadi pada dirinya. Hasil uji wilcoxon menunjukan bahwa nilai zhitung = 0 dan ztabel = 30. Jadi nilai zhitung < ztabel. Dengan demikian, kepercayaan diri remaja putri pubertas awal dapat ditingkatkan melalui layanan penguasaan konten dengan teknik role playing. Konselor sebaiknya melaksanakan layanan penguasaan konten dengan teknik role playing untuk meningkatkan kepercayaan diri remaja putri pubertas awal.
2. Menurut hasil penelitian sebuah tesis karya mahasiswa Universitas Sebelas Maret, Ningsih (2012) dengan judul “Teknik Sosiodrama Untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa Kelas Viii B Smp Kristen 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012”. Analisis Prosentase menunjukkan hasil penelitian bahwa melalui teknik sosiodrama dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa dari pretest ke siklus I dan dari pretest ke siklus II. Keberhasilan ini dapat dilihat melalui prosentase perubahan dari pretest sampai akhir siklus I. Prosentase perubahan dari pretest sampai siklus II pada diri Aldo sebesar 62.88%, Andre sebesar 74.67% dan Arlingga sebesar 74.31%.
3. Penelitian yang ketiga yaitu Wahyu Nanda Eka Saputra (2017) dengan judul
“Teknik Cognitive Defusion: Penerapan intervensi Konseling Untuk Meningkatkan Percaya Diri Siswa”. Salah satu teknik konseling yang mampu membantu mendorong siswa meningkatkan percaya dirinya adalah cognitive defusion. Tujuan teknik cognitive defusion adalah memodifikasi fungsi kognisi yang tidak diinginkan dan tidak dikehendaki dengan mengubah cara individu berhubungan dengan kognisi yang tidak diinginkan dan dikehendaki tersebut. Fungsi kognisi yang dimaksud sangat berhubungan dengan bahasa yang diungkapkan oleh individu.
C. Kerangka Berfikir
Untuk memudahkan kita memahami atas apa yang menjadi objek penelitian yang akan diteliti maka diperlukan adanya kerangka berpikir.
Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah jika layanan konseling kelompok dengan teknik role playing dapat meningkatkan kepercayaan diri Siswa kelas XI SMAN 1 Percut Sei Tuan, maka penggunaan layanan konseling kelompok dengan teknik role playing ini dapat membantu Siswa kelas XI SMAN 1 Percut Sei Tuan dalam meningkatkan kepercayaan diri.
Berdasarkan alur kerangka berpikir tersebut, dapat diketahui bahwa penyusunan tugas akhir sebagai variabel bebasnya (independen) akan memberikan hasil atau yang menjadi sebab dari variabel terikatnya (dependen) yaitu kepercayaan diri.
D. Hipotesis Tindakan
Menurut Arikunto (2013:110) "Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian, sampai terbukti data yang terkumpul". Dari pendapat beberapa ahli dan kerangka konseptual tersebut mengenai definisi kepercayaan diri dan konseling kelompok dengan teknik role playing, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah "Melalui layanan konseling kelompok teknik role playing dapat meningkatkan kepercayaan diri pada Siswa kelas XI SMA Negeri 1 Percut Sei Tuan".
Hasil Siswa kelas XI
SMAN 1 Percut Sei Tuan
Role Playing
Kepercayaan Diri
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan kepercayaan diri melalui layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing pada Siswa kelas XI SMAN 1 Percut Sei Tuan. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan sejumlah data yang dapat menggambarkan kepercayaan diri mahasiswa. Maka jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan.
Hidayat dan Aip (2012: 12), mengemukakan bahwa penelitian tindakan merupakan salah satu strategi yang memanfaatkan tindakan nyata dan proses pengembagan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah. Dalam prakteknya, penelitian tindakan menggabungkan rangkaian tindakan dengan mengunakan prosedur penelitian. Adanya siklus pada penelitian tindakan bertujuan untuk memperbaiki tindakan yang telah dilakukan pada siklus sebelumnya dan belum mencapai tujuan. Kegiatan ini dilakukan secara timbal balik membentuk spiral: rencana, tindakan, pengamatan, dan refleksi.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Percut Sei Tuan, yang beralamat di Jl.
Irian Barat Desa Sampali No.37, Medan Estate, Kec. Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara 20371. Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih dua bulan, yaitu dari bulan April – bulan mei.
No Kegiatan
Bulan/ Minggu
Maret Mei
1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan Awal Pelaksanaan Tindakan 2 Siklus I
- Pertemuan I - Pertemuan II 3 Siklus II
- Pertemuan I - Pertemuan II 4 Analisis Data
5 Penyusunan Laporan
C. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dari peneltian ini adalah Siswa Kelas XI SMAN 1 Percut Sei Tuan dan sebagai objek dari penelitian ini adalah penerapan teknik role playing dalam layanan konseling kelompok terhadap kepercayaan diri siswa.
D. Defenisi Operasional dan Indikator
Menurut Moh. Nazir (1999: 152) “Suatu definisi operasional yang diukur memberikan gambaran bagaimana variabel atau kontrak tersebut diukur”. Berikut ini akan diuraikan definiss operasional dari variabel yang ada dalam penelitian ini:
1. Kepercayaan Diri
Adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuan dirinya sendiri baik yang bersifat lahir maupun batin dalam menghadapi tantangan hidup apapun, kapanpun dan di manapun dengan melakukan suatu tindakan berbuat sesuatu untuk mencapai berbagai tujuan realistik dalam hidupnya.
2. Layanan Konseling Kelompok
Adalah layanan konseling kelompok merupakan upaya bantuan untuk dapat memecahkan masalah siswa dengan memanfaatkan dinamika kelompok.
3. Teknik Role Playing
Adalah kegiatan permainan yang dilakukan secara kelompok dan masing- masing anggota akan memerankan peran tertentu sehingga ia mendapatkan pengalaman baru atau memperbaiki pengalaman lama untuk meningkatkan kemampuan-kemampuan sosial dan intelektualnya.
Variabel Sub Variabel Indikator Kepercayaan Diri Keyakinan Diri Kemauan dan Usaha
Optimis Memanfaatkan
Kelebihan
Memiliki dan Memanfaatkan Kelebihan
Memiliki Mental dan Fisik yang Menunjang
Sikap Positif Mandiri
Tidak Mudah Menyerah Mampu Menyesuaikan Diri
E. Desain Penelitian dan Prosedur Penelitian
Adapun prosedur penelitian ini menggunakan penelitian tindakan bimbingan konseling (PTBK) dengan model siklus yang dikemukakan oleh Kemmis dan MC Taggart dalam buku Dede.
Setiap siklus terdiri atas empat tahap yaitu: (1). perencanaan, (2). tindakan, (3).
observasi dan (4). refleksi. Keempat tahap tersebut disajikan dalam gambar berikut:
Gambar 3. 1 Proses Penelitian Tindakan 1) Desain Penelitian Untuk Siklus 1
1. Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan ini, tindakan yang dilakukan adalah pemberian angket mahasiswa mengenai kepercayaan diri. Hal ini untuk melihat bagaimana
tingkat pemahaman mahasiswa mengenai kepercayaan diri.
Pada tahap ini kegiatan yang akan dilakukan adalah menyiapkan seluruh perangkat yang diperlukan untuk penelitian.
a. Menyiapkan rancangan pelaksanaan layanan konseling kelompok siklus I serta materi.
b. Mempersiapkan kegiatan layanan dengan mempersiapkan peserta layanan (siswa).
c. Menyediakan format penilaian pelaksanaan layanan informasi.
d. Menyediakan alat dan perlengkapan pelaksanaan layanan konseling kelompok.
Setelah tahap perencanaa disusun, maka tahap selanjutnya adalah melaksanakan rencana pembelajaran yang telah direncanakan dalam RPL.
2. Tahap Pelaksanaan
Tindakan Tindakan yang dimaksud disini adalah pemberian bantuan kepada siswa yang kurang memahami akan self control sehingga . Layanan konseling kelompok dilakukan melalui prosedur:
a. Tahap pembentukan. Pemimpin kelompok mengucapkan salam kepada anggota kelompok serta ucapan selamat datang karena berkenaan hadir untuk mengikuti kegiatan konseling kelompok. Sebelum melaksanakan konseling kelompok, semua anggota kelompok di minta untuk berdoa terlebih dahulu agar kegiatan konseling kelompok dapat berjalan dengan baik. Setelah berdoa, pemimpin kelompok menjelaskan konseling kelompok, tujuan, tahap pelaksanaan dan asas yang harus dipenuhi oleh semua anggota kelompok.
Pada tahap ini, pemimpin kelompok juga memberikan sebuah permainan yang bertujuan untuk menghangatkan suasana dan menciptakan keakraban dalam kelompok.
b. Tahap peralihan. Pada tahap ini, pemimpin kelompok kembali menegaskan tahapan yang dilaksanakan dan menanyakan tentang kesiapan anggota kelompok untuk mengikuti kegiatan kelompok.
c. Tahap kegiatan. Pada tahap ini peneliti mengungkapkan garis besar dari materi yang akan dibahas yakni yang pertama menjelaskan topik yang akan ditentukan.
d. Tahap pengakhiran. Pada tahap ini peneliti mengemukakan bahwa kegiatan
konseling kelompok akan segera berakhir, dan anggota kelompok diminta untuk memberikan komitmen dan janji, dan anggota kelompok juga mengungkapkan kesan dan pesan mereka selama mengikuti kegiatan konseling kelompok dan kesepakatan untuk melaksanakan pertemuan selanjutnya. Dan kegiatan ini di tutup kembali dengan doa bersama yang di pimpin oleh pemimpin kelompok, kemudian bersalam- salaman.
3. Observasi
Pada tahap ini dilaksanakan kegiatan observasi terhadap proses pemberian layanan konseling kelompok dengan menganalisis keaktifan mahasiswa dalam mengikuti layanan, perhatian siswa dalam mendengarkan yang disampaikan oleh pemimpin kelompok dan anggota kelompok dan menganalisis peningkatan permahaman melalui penilaian evaluasi diri mahasiswa.
4. Refleksi
Setelah melakukan observasi dilanjutkan kegiatan refleksi terhadap proses pemberian layanan dan hasil yang didapatkan. Jika hasil yang diperoleh belum mencapai target yang ditetapkan, kegiatan dilanjutkan pada siklus 2.
5. Evaluasi
Keberhasilan penelitian ini akan dievaluasi melalui hasil analisis terhadap data yang didapatkan dari penelitian. Ukuran keberhasilan penelitian ini mengacu pada kriteria rentangan persentase sebagai berikut: 0-25% (kurang), 26-50%
(sedang), 51- 74% (cukup), dan 75-100% (baik). Peneliti mengambil 51% sebagai batas persentase keberhasilan penelitian.
2) Desain Penelitian Untuk Siklus II
1. Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan ini, tindakan yang dilakukan adalah pemberian angket mahasiswa mengenai kepercayaan diri. Hal ini untuk melihat bagaimana tingkat pemahaman mahasiswa mengenai kepercayaan dirinya. Pada tahap ini kegiatan yang akan dilakukan adalah menyiapkan seluruh perangkat yang diperlukan untuk penelitian.
a. Menyiapkan rancangan pelaksanaan layanan konseling kelompok siklus II
serta materi.
b. Mempersiapkan kegiatan layanan dengan mempersiapkan peserta layanan (mahasiswa).
c. Menyediakan format penilaian pelaksanaan layanan informasi.
d. Menyediakan alat dan perlengkapan pelaksanaan layanan konseling kelompok.
Setelah tahap perencanaa disusun, maka tahap selanjutnya adalah melaksanakan rencana pembelajaran yang telah direncanakan dalam RPL.
2. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Tindakan yang dimaksud disini adalah pemberian bantuan kepada mahasiswa yang kurang memahami akan kepercayaan diri sehingga. Layanan konseling kelompok dilakukan melalui prosedur:
a. Tahap pembentukan. Pemimpin kelompok mengucapkan salam kepada anggota kelompok serta ucapan selamat datang karena berkenaan hadir untuk mengikuti kegiatan konseling kelompok. Sebelum melaksanakan konseling kelompok, semua anggota kelompok di minta untuk berdoa terlebih dahulu agar kegiatan konseling kelompok dapat berjalan dengan baik. Setelah berdoa, pemimpin kelompok menjelaskan konseling kelompok, tujuan, tahap pelaksanaan dan asas yang harus dipenuhi oleh semua anggota kelompok. Pada tahap ini, pemimpin kelompok juga memberikan sebuah permainan yang bertujuan untuk menghangatkan suasana dan menciptakan keakraban dalam kelompok.
b. Tahap peralihan. Pada tahap ini, pemimpin kelompok kembali menegaskan tahapan yang dilaksanakan dan menanyakan tentang kesiapan anggota kelompok untuk mengikuti kegiatan kelompok.
c. Tahap kegiatan. Pada tahap ini peneliti mengungkapkan garis besar dari materi yang akan dibahas yakni yang pertama menjelaskan topik yang akan ditentukan.
d. Tahap pengakhiran. Pada tahap ini peneliti mengemukakan bahwa kegiatan konseling kelompok akan segera berakhir, dan anggota kelompok diminta untuk memberikan komitmen dan janji, dan anggota kelompok juga mengungkapkan kesan dan pesan mereka selama mengikuti kegiatan konseling kelompok dan kesepakatan untuk melaksanakan
pertemuanselanjutnya. Dan kegiatan ini di tutup kembali dengan doa bersama yang di pimpin oleh pemimpin kelompok, kemudian bersalam- salaman.
3. Observasi
Pada tahap ini dilaksanakan kegiatan observasi terhadap proses pemberian layanan konseling kelompok dengan menganalisis keaktifan siswa dalam mengikuti layanan, perhatian siswa dalam mendengarkan yang disampaikan oleh pemimpin kelompok dan anggota kelompok dan menganalisis peningkatan permahaman melalui penilaian evaluasi diri siswa.
4. Refleksi
Setelah melakukan observasi dilanjutkan kegiatan refleksi terhadap proses pemberian layanan dan hasil yang didapatkan.
5. Evaluasi
Keberhasilan penelitian ini akan dievaluasi melalui hasil analisis terhadap data yang didapatkan dari penelitian. Ukuran keberhasilan penelitian ini mengacu pada kriteria rentangan persentase sebagai berikut: 0-25% (kurang), 26-50%
(sedang), 51- 74% (cukup), dan 75-100% (baik). Peneliti mengambil 75% sebagai batas persentase keberhasilan penelitian.
F. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi menurut Suharsimi Arikunto (2002: 13) adalah kegiatan yang meliputi pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan sebuah alat indra.
Observasi digunakan sebagai alat pengumpul data untuk mengukur tingkah laku individu yang dapat diamati pada proses terjadinya suatu kegiatan pada saat kegiatan itu berlangsung.
Keterangan Nilai:
1= Kurang; 2= Cukup; 3= Baik; 4= Sangat Baik 2. Wawancara
Wawancara adalah proses tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih yang dilakukan secara langsung dengan maksud tertentu. Dalam penelitian ini akan dilakukan wawancara mendalam, artinya apabila ada jawaban informasi yang kurang memuaskan karena masih bersifat umum dan kurang spesifik, perlu ditanyakan lebih lanjut. Inilah yang disebut dengan teknik menggali informasi lebih mendalam melalui metode ini penulis mendapatkan informasi berbagai informasi terkait dengan proses belajar yang dilakukan oleh Siswa Kelas XI INGLANDBIO 3 SMA Negeri 1 Percut Sei Tuan.
No. Aspek Deskriptor
Skor 1 2 3 4 1. Membuka
layanan
Kesiapan siswa dalam mengikuti layanan (jumlah siswa)
Kesiapan fasilitas
2. Proses Penjelasan kegiatan yang akan dilaksanakan
Pemberian materi dan media oleh peneliti
Pelaksanaan layanan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai
3. Sikap Perhatian terhadap materi yang sikap siswa diberikan
Cara siswa mengemukakan pendapat
Sikap siswa dalam menghargai pendapat siswa lainnya
4. Komunikasi Mengembangkan kemampuan dan keberanian siswa dalam
menyampaikan pendapat Merespon pertanyaan siswa
1) Berrikut ini daftar pertanyaan yang diajukan selama proses wawancara yang dilakukan dengan guru BK di SMA Negeri 1 Percut Sei Tuan:
NO PERTANYAAN
1 Bagaimana kondisi kepercayaan diri siswa di kelas XI INGLANDBIO 3 SMAN 1 Percut Sei Tuan?
2 Faktor apa saja yang menjadi penyebab ketidakpercayaan diri pada siswa kelas XI INGLANDBIO 3 SMAN 1 Percut Sei Tuan?
3 Bagaimana sikap anak di lingkungan sekolah baik terhadap teman dan sahabat serta para guru?
4 Apa peran guru BK dalam mempantu meningkatkan kepercayaan diri siswa?
5 Strategi atau metode apa yang efektif dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa di kelas XI INGLANDBIO 3 SMAN 1 Percut Sei Tuan?
6 Bagaimana guru BK dan guru lainnya bekerja sama dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa?
7 Bagaimana pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah ini dalam membantu meningkatkan kepercayaan diri siswa?
2) Berrikut ini daftar pertanyaan yang diajukan selama proses wawancara yang dilakukan dengan beberapa siswa kelas XI INGLANBIO 3 SMA Negeri 1 Percut Sei Tuan:
NO PERTANYAAN
1 Bagaimana sikap kamu saat mengikuti proses belajar mengajar?
2 Apakah kamu diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat saat proses belajar mengajar?
3 Bagaimana sikap kamu saat berinteraksi dengan teman maupun guru di sekolah?
4 Apakah kamu merasa bahwa kamu memiliki kepercayaan diri yang cukup?
5 Apakah kamu perna membandingkan diri kamu dengan teman – teman mu yang lain?
6 Apakah terdapat kondisi fisikmu yang buruk sehingga kamu merasa kurang percaya diri?
7 Menurut kamu, apa yang seharusnya dilakukan sekolah dalam membantu meningkatkan kepercayaan diri siswa?
3. Dokumentasi
Dokumentasi dalam penelitian ini adalah berupa dokumendokumen yang dapat diakses oleh peneliti dari subjek yang dapat menambah informasi data bagi penelitian.
Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimenfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan (Moelong, 2009:30). Pada penelitian ini, dokumen yang digunakan adalah berupa beberapa foto kegiatan subjek.
4. Penilaian Hasil BMB3
Untuk mengetahui keberhasilan layanan konseling kelompok teknik role playing, peneliti menentukan dengan format BMB3 yang diisi oleh subjek penelitian. Data ini akan menunjukan sejauh mana keberhasilan dari perkembangan kepercayaan diri siswa.
G. Validitas dan Rehabilitas Alat Ukur 1. Validitas
Validitas dalam penelitian kualitatif didasarkan pada kepastian apakah hasil penelitian sudah akurat dari sudut pandang peneliti, partisipasi, atau pembaca secara umum. Sugiono (2014) terdapat dua macam validitas penelitian yaitu, validitas internal dan validitas eksternal. Validitas internal berkenaan dengan derajat akurasi penelitian dengan hasil yang dicapai. Sedangkan validitas eksternalberkenaan dengan derajat akurasi apakah hasil penelitian dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada populasi dimana sampel teeersebut diambil.
Dalam penelitian ini, uji validitas yang digunakan adalah menggunakan bahan referensi, yaitu untuk membuktikan data yang ditemukan oleh peneliti. Seperti data hasil wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman wawancara. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat perekam untuk merekam hasil wawancara dengan informan dan juga rekaman video.
2. Reliabilitas
Dalam penelitian kualitataif uji reliabilitas dilakukan dengan mengaudit keseluruhan proses penelitian. Bagaimana peneliti mulai menentukan masalah, memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukakn analisis datan melakukkan uji keabsahan dan sampai kesimpulan harus dapat ditunjukkan oleh peneliti.
H. Teknik Analisis Data
Data yang telah diperoleh langsung dianalisis untuk mengetahui berhasil atau tidaknya tindakan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini. Untuk mengetahui presentasi hasil layanan konseling kelompok teknik role playing untuk meningkatkan kepercayaan diri, maka digunakan rumus sugiono (2006:337) sebagai berikut:
P = đť‘“x 100%
đť‘›
Keterangan:
P : Jumlah perubahan peningkatan mahasiswa f : Jumlah mahasiswa yang mengalami perubahan n : Jumlah siswa
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN
1. Paparan Data
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Percut Sei Tuan pada siswa/i kelas XI IngLanBio 3 dengan data sebagai berikut:
a. Lambang Sekolah
b. Visi dan Misi Sekolah
â–Ş VISI:
Unggul Dalam Prestasi Akademis Dan Non Akademis Berdasarkan Iman Dan Taqwa, Berbudi Luhur Serta Berwawasan Lingkungan.
â–Ş MISI:
1. Meningkatkan Nilai Rata-rata Ujian Nasional
2. Meluluskan Minimal 50% Siswa Masuk Perguruan Tinggi Negeri 3. Menjuarai Olimpiade Tingkat Privinsi
4. Menjuarai Olimpiade Guru-guru Berprestasi Tingkat Provinsi 5. Menjuarai Bidang Olahraga dan Seni Tingkat Provinsi
6. Menghasilkan Siswa yang Mempunyai Nilai Lebih dalam Bidang Keagamaan (Siswa Mulim Mampu Membaca AL-QUR’AN dan Siswa NonMuslim mampu BERKHOTBAH)
7. Melaksanakan Sholat Jum’at bagi Siswa Muslim dan Melaksanakan Kebaktian Jum’at bagi Siswa NonMuslim
8. Menghasilkan Warga Sekolah yang Peduli dengan Kebersihan dan Keindahan Sekolah
2. Data yang Diperoleh
a. Hasil Penelitian Pra Siklus
Sebelum melakukan tindakan, peneliti terlebih dahulu melakukan observasi dan juga wawancara pada guru BK dan juga siswa. Yaitu untuk yang akan diteliti mengenai kepercayaan diri siswa. Berikut ini hasil wawancara yang diperoleh;
1) Berrikut ini daftar pertanyaan yang diajukan selama proses wawancara yang dilakukan dengan guru BK di SMA Negeri 1 Percut Sei Tuan:
NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Bagaimana kondisi kepercayaan diri siswa di kelas XI INGLANDBIO 3 SMAN 1 Percut Sei Tuan?
“Kepercayaan diri di kelas XI INGLANDBIO 3 rata-rata sudah cukup baik, mereka tidak menunjukan gejala yang buruk.
Hanya memang ada beberapa anak tertentu yang pernah saya konseling terkait kepercayaan diri rendah. Ada sekitar 5 – 6 anak.
Saya mendapatkan informasi dari guru mata pelajaran, wali kelas serta teman-temanya.
2 Faktor apa saja yang menjadi penyebab ketidak percayaan diri pada siswa kelas XI INGLANDBIO 3 SMAN 1 Percut Sei Tuan?
Faktor penyebabnya tergantung dari siswa. Dari hasil konseling, ada yang faktor penyebabnya karena merasa malu karena sering diejek dan ditertawakan , ada juga yang merasa minder dengan dirinya karena ekonomi orangtuanya rendah di banding teman-teman
lainnya sehingga ia merasa malu.
Terdapat juga siswa yang membentuk semacam geng meeka mencari teman atau kelompok yang sesuai dengan hobi maupun yang sejalan dengan pemikiran mereka.
Jadi dari hal itu menyebabkan siwa yang lain yang tidak memiliki ekonomi yang baik dan sosial yang baik akan merasa terkucilkan sehingga memiih sendiri dan akhirnya membangun mainset tidak percaya diri. Ada juga yang faktor penyebabnya karena dasarnya orangnya pendiam artinya dia memiliki sifat introvert. Intinya faktor penyebabnya ada dua yaitu faktor internal dan eksternal
3 Bagaimana sikap anak di lingkungan sekolah baik terhadap teman dan sahabat serta para guru?
Sikap anak anak ini dilingkungan sekolah cukup baik. Namun hanya saja mereka terlalu pendiam.
4 Apa peran guru BK dalam mempantu meningkatkan kepercayaan diri siswa?
Ya dengan memberi layanan konseling pada anak yang memiliki tingkat kepercayaan diri rendah.
Dimana layanan konseling yang diberikan dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa. untuk memberikan mereka latihan kontrol diri mengubah pemikiran yang negatif menjadi lebih positif sehingga tercipta perilaku yang sesuai dengan mainsetnya. Yaitu menjadi lebih percaya diri”
5 Strategi atau metode apa yang efektif dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa di kelas XI INGLANDBIO 3 SMAN 1 Percut Sei Tuan?
Strategi atau metodenya ya itu tadi.
Kami guru BK memberikan layanan konseling terhadp mereka baik itu secara kelompok maupun individual, untuk membantu meningkatkan kepercayaan diri anak anak ini.
6 Bagaimana guru BK dan guru lainnya bekerja sama dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa?
Biasanya kami itu menerima laporan dari guru wali kelas maupun guru mata pelajaran untuk memperoleh informasi terkait dengan masalah masalah yang dialami anak anak kami.
7 Bagaimana pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah ini dalam membantu meningkatkan kepercayaan diri siswa?
Dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa kami lebih sering menggunakan layanan konseling saat terdapat siswa yang bermasalah sedangkan teknik selfinstruction yaitu suatu latihan kontrol diri. Artinya pemikiran siswa yang salah seperti saya tidak percaya diri karena saya malu dan takut ditertawakan padahal mereka belum mencoba. Nah disinilah peran selfinstruction untuk memberikan mereka latihan kontrol diri mengubah pemikiran yang negatif menjadi lebih positif sehingga tercipta perilaku yang sesuai dengan mainsetnya. Yaitu menjadi lebih percaya diri.
2) Berrikut ini daftar pertanyaan yang diajukan selama proses wawancara yang dilakukan dengan beberapa siswa kelas XI INGLANBIO 3 SMA Negeri 1 Percut Sei Tuan:
NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Bagaimana sikap kamu saat mengikuti proses belajar mengajar?
Siswa A:“Ketika belajar saya lebih suka diam. Saat guru menyuruh saya menjawab pertanyaan di depan saya tidak berani karena merasa malu”
Siswa B: “Iya kak, saya sering di tanya apakah sudah mengerti atau belum.
Terkadang walaupun belum mengerti saya jwab saja sudah mengerti bu.
Karena saya merasa malu jika disuruh jelaskan yg belum saya pahami. Nanti ketika pulang kerumah baru saya mencari sendiri apa yang belum saya pahami di google”
Siswa C: “Saya sangat senang belajar terutama pelajaran SBK karena hobi saya menggambar. Tapi saya tidak suka jika saya disuruh maju kedepan kelas karena saya merasa malu di lihat oleh semua orang yang ada di dalam kelas”
Siswa D: “kalau saya kak. Saya sering merasa malu, saya malu berbicara karena semua orang melihat kesaya sehingga saya merasa tidak percaya diri”
2 Apakah kamu diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat saat proses belajar mengajar?
Siswa C: iya kak. Guru yang ngajar itu ngasih kebebasan buat kita nanya atau mau ngasih pendapat kak.
Siswa A: ya selalu kak. Cuma karna akunya uda malu duluan jadi ya gak pernah berani buat nanya.
Siswa B: kalau menurutku kak.
Semua guru itu pasti ngasih kita
kesempatan buat nanya. Cuma kadang kan kak kami sendiri yang gak ngambil kesempatan yang di kasih sama guru itu. Kayak aku aja kadang dari pada nanya ya lebih milih nanti dirumah aku pelajari ulang atau aku cari di google.
Siswa D: uda malu duluan kak jadi ya gak nanyak, walaupun guru nanyak ada yang mau nanyak gitu kak.
3 Bagaimana sikap kamu saat berinteraksi dengan teman maupun guru di sekolah?
Siswa C: biasa aja kak. Apalagi sama temen. Semua ku temenin kak. Tapi sama guru kadang kak kalau pas pasan gitu rasanya pingin cari jalan lain aja.
Siswa A: kalau temen aku agak pemilih aku kak. Gak pd soalnya mau nyoba temenan sama yang lain.
Siswa B & D: biasa aja tidak ada masalah.
4 Apakah kamu perna membandingkan diri kamu dengan teman – teman mu yang lain?
Siswa B: aku pernah kak, sering malahan. kadang aku kayak ngerasa kok mereka berani aku gak ya.
Kadang juga aku ngerasa minder gitu juga kak. Tapi ya kayak mana lah kak. Aku pun orang nya juga gak mau ribet sih. Jadi yaudalah. Ya walaupun kadang kadang iri juga sama yang lebih pinter dari aku kak.
Siswa C: kalau aku enggak sih kak.
Karena kan menurutku kemampuan orang itu beda beda. Jadi ngapain bandikan diri sendiri ke orang lain.