PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pencegahan HIV/AIDS sangat penting melalui pendidikan kesehatan dan peningkatan pengetahuan akurat tentang patofisiologi HIV dan cara penularannya (Noviana, 2016). Penelitian Ellen (2016) menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan HIV/AIDS di kalangan remaja setelah menyelesaikan pendidikan kesehatan. Salah satu prioritas kegiatan pencegahan HIV/AIDS adalah mengubah perilaku berisiko tinggi pada kelompok rentan (tersangka aktif secara seksual), kelompok berisiko tertular (terinfeksi HIV tanpa gejala AIDS) dan kelompok tertular (terinfeksi HIV dengan gejala AIDS). .
Keadaan di atas melatarbelakangi peneliti untuk melakukan edukasi kesehatan tentang skrining awal HIV/AIDS pada perempuan pekerja seks (WPS) di Desa Sungaibuntu, Karawang pada tahun 2021.
Tujuan Penelitian
- Tujuan Umum
- Tujuan Khusus
Target Luaran
TINJAUAN PUSTAKA
HIV (Human Immunodeficiency Virus) /AIDS (Acquired Immuno Deficiency
- Pengertian HIV/AIDS
- Konsep Dasar HIV/AIDS
- Infeksi HIV dan Reaksi Imunologi
- Dinamika Penularan HIV
- Media Penularan HIV
- Efektifitas Penularan HIV
- Proses HIV Menjadi AIDS
- Gejala dan Tanda HIV/AIDS
- Diagnosis HIV/AIDS
- Tata Laksana HIV/AIDS
- Dampak HIV/AIDS
- Pencegahan
Hal ini terkait dengan kelemahan, kelelahan, efek samping obat, demam, malnutrisi, dan gangguan pertukaran gas (sekunder akibat infeksi paru-paru atau keganasan). Hal ini terkait dengan penurunan energi, kelelahan, infeksi pernafasan, sekresi trakeobronkial, keganasan paru dan pneumotoraks. Kecemasan dikaitkan dengan prognosis yang tidak pasti, persepsi efek penyakit, dan gaya hidup pengobatan.
Defisit volume cairan yang berhubungan dengan asupan cairan yang tidak memadai akibat lesi mulut dan diare.
Wanita Pekerja Seksual (WPS)
- Pengertian
- Faktor-Faktor Penyebab Adanya Wanita Pekerja Seksual
- Persoalan-Persoalan Psikologis
- Dampak Yang Ditimbulkan Bila Seseorang Bekerja Sebagai Wanita Pekerja
- Penanganan Masalah Wanita Pekerja Seksual
- Aspek Kesehatan Reproduksi
Namun ada pula di antara mereka yang terpojok karena permasalahan keuangan untuk memenuhi keinginannya, sehingga mereka mengambil jalan terakhir dengan menjadi pekerja seks perempuan untuk memuaskan dirinya (Noviana, 2016). Kehidupan keluarga yang buruk dapat memaksa seorang remaja untuk melakukan hal-hal buruk di luar rumah dan hal ini dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dengan mengajaknya bekerja sebagai pekerja seks perempuan (Noviana, 2016). Meningkatnya tindakan pelecehan terhadap perempuan bahkan pemerkosaan terhadap anak kecil dapat menjadi faktor seseorang menjadi pekerja seks perempuan (Noviana, 2016).
Tidak dapat dipungkiri bahwa permasalahan perempuan pekerja seks erat kaitannya dengan kesehatan reproduksi dan permasalahan ketimpangan status sosial perempuan. Perilaku seksual yang selalu berganti-ganti pasangan membuat perempuan pekerja seks berisiko tinggi tertular dan menularkan penyakit menular seksual (Noviana, 2016). Melihat kualitas paramedis Indonesia secara umum, sangat sulit mengharapkan mereka untuk memberikan pendidikan dan konseling mengenai penyakit menular seksual ke lokasi WPS.
Pemerintah sendiri sulit mendeteksi perilaku seksual masyarakat, khususnya remaja, yang mencari kepuasan seksual pada WPS (Noviana, 2016). Ada yang menarik dari laporan MHR Sianturi yang mengungkapkan, di antara remaja putri berusia 11-15 tahun yang diperiksanya, ada beberapa yang mengidap penyakit menular seksual Trichomonas dan Human Papilloma Virus. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan muda sudah berhubungan seks dengan laki-laki dan bahkan tertular penyakit.
Pengaruh perilaku seksual yang tersebar pada usia yang sangat muda akan mempengaruhi kesehatan reproduksinya di kemudian hari. Hal tersebut dapat mengakibatkan kemandulan atau beberapa penyakit saluran reproduksi lainnya, terutama pada mereka yang telah terinfeksi HPV (human papilloma virus) (Noviana, 2016).
Skrining
- Pengertian skrining
- Tujuan dan sasaran skrining
- Bentuk pelaksanaan skrining
- Keuntungan pelaksanaan tes skrining
- Kriteria dalam menyusun program skrining
- Validitas
- Reliabilitas
- Nilai Ramal (Predictive Values)
- Skrining bertingkat
- Yied (Derajat Skrining)
Salah satu tujuan tes skrining yang umum dilakukan adalah mendeteksi penderita sedini mungkin sebelum gejala klinis yang jelas muncul. Tes skrining umumnya dilakukan secara massal pada kelompok populasi tertentu yang menjadi sasaran skrining. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tes skrining ini memiliki beberapa kelebihan dalam pelaksanaannya, selain sejumlah kelemahan.
Pelaksanaan tes skrining ini cukup sederhana dan relatif mudah serta mempunyai fleksibilitas yang cukup dalam penerapannya (Noor, 2008). Tes skrining terutama menyasar penyakit yang mempunyai masa laten panjang dan dapat diketahui melalui pemeriksaan/tes khusus. Validitas adalah kemampuan suatu tes skrining untuk memisahkan antara yang benar-benar menderita dengan yang benar-benar sehat atau dengan kata lain kemungkinan menempatkan setiap individu pada keadaan sebenarnya.
Positif sejati, yaitu mereka yang dinyatakan menderita melalui tes skrining dan kemudian didukung dengan diagnosis klinis positif. Positif palsu, yaitu mereka yang menderita menurut pemeriksaan skrining, namun dinyatakan sehat/negatif berdasarkan diagnosis klinis. Negatif palsu, yaitu mereka yang dinyatakan sehat pada tes skrining namun menderita ketika didiagnosis secara klinis.
Sedangkan bentuk tes skrining paralel adalah skrining dengan dua jenis tes untuk satu penyakit tertentu dan yang positif dalam satu skrining dapat dinyatakan positif dan dilanjutkan dengan pemeriksaan klinis untuk diagnosis (Noor, 2008). Derajat skrining adalah kemungkinan untuk menangkap (menemukan) mereka yang benar-benar menderita, tetapi tanpa gejala, melalui tes skrining, sehingga dapat ditegakkan diagnosis pasti dan pengobatan dini terhadap mereka.
Edukasi Kesehatan
- Pengertian Edukasi kesehatan
- Metode Edukasi Kesehatan
- Media Edukasi Kesehatan
Dari kedua cara tersebut ternyata dalam bentuk seri, false positifnya akan semakin rendah dan sebaliknya false negative akan semakin meningkat. Sedangkan pada uji bentuk paralel, jumlah positif palsu akan lebih banyak dan jumlah negatif palsu akan lebih sedikit. Dalam pendidikan kesehatan dan berbasis komunikasi, para ahli tersebut secara umum menyimpulkan bahwa metode pendidikan adalah suatu cara atau teknik atau strategi untuk mencapai tujuan sesuai dengan situasi dan kondisi serta sumber daya yang tersedia (Supriasa, 2014).
Tujuan pendidikan dan konseling pada hakikatnya menentukan cara yang akan digunakan, apakah tujuannya untuk mengubah pengetahuan saja, atau mengubah sikap saja, atau mengubah perilaku saja, atau gabungan ketiganya. Jika tujuan pendidikan hanya untuk mengubah pengetahuan atau pemahaman, dapat digunakan metode ceramah, seminar, dan presentasi. Jika tujuan pendidikan adalah untuk mengubah keterampilan, maka metode yang dapat dipilih dapat berupa studi kasus, learning by doing dan demonstrasi.
Efektivitas metode juga akan tergantung pada besar kecilnya tujuan pendidikan a) Perkuliahan; metode yang cocok untuk sasaran dengan tingkat pendidikan tinggi dan rendah. Menurut fungsi saluran pesan kesehatan (media), media tersebut dibedakan menjadi 3: media cetak, elektronik, iklan a. Biasanya berbentuk buku, dimana setiap lembar (halaman) berisi gambar presentasi yang diikuti dengan kalimat sebagai pesan/informasi terkait gambar tersebut.
Papan/papan tiket yang dipasang di tempat umum dapat digunakan untuk memuat pesan atau informasi kesehatan. Media papan di sini juga mencakup pesan-pesan yang tertulis di pelat seng yang dihubungkan dengan angkutan umum (bus/taksi) (Notoatmodjo, 2014).
Kerangka Teori
Analisis bivariat pada penelitian ini untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan keinginan responden untuk menjalani skrining awal HIV/AIDS sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan. Frekuensi sosialisasi pengetahuan tentang HIV/AIDS Sebelum Pendidikan Kesehatan yang dilakukan pada WPS di Desa Sungaibuntu Karawang pada tahun 2021. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Tentang HIV/AIDS Setelah Dilakukan Pendidikan Kesehatan Pada WPS Di Desa Sungaibuntu Karawang Tahun 2021.
Distribusi frekuensi skrining awal HIV/AIDS sebelum Pendidikan Kesehatan dilakukan pada WPS di Desa Sungaibuntu Karawang pada tahun 2021. Distribusi frekuensi skrining awal HIV/AIDS sebelum pendidikan kesehatan dilakukan pada WPS di Desa Sungaibuntu. Distribusi frekuensi skrining awal HIV/AIDS setelah penyuluhan kesehatan pada WPS di Desa Sungaibuntu Karawang tahun 2021.
Distribusi frekuensi skrining awal HIV/AIDS setelah penyuluhan kesehatan pada WPS di Desa Sungaibuntu. Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap skrining HIV/AIDS sebelum dan sesudah pemeriksaan awal pada perempuan pekerja seks. Sedangkan setelah dilakukan Pendidikan Kesehatan Skrining Awal HIV/AIDS diperoleh nilai mean 1,83 dan standar deviasi 389.
Distribusi frekuensi 12 responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan di Desa Sungaibuntu Karawang kategori yang pernah menjalani skrining HIV/AIDS sebanyak 3 responden (25%). Distribusi frekuensi 12 responden setelah penyuluhan kesehatan di Desa Sungaibuntu Karawang kategori yang pernah menjalani skrining HIV/AIDS sebanyak 12 responden (100%).
METODE PENELITIAN
- Desain Penelitian
- Populasi, Sampel dan Sampling
- Populasi Penelitian
- Sampel
- Variabel Penelitian
- Definisi Operasional
- Tempat Penelitian
- Waktu Penelitian
- Prosedur Pengumpulan Data
- Jenis Data
- Teknik Pengumpulan Data
- Instrumen Penelitian
- Pengolahan Data dan Analisa Data
- Etika Penelitian
BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN
Anggaran Biaya
Justifikasi anggaran biaya ditulis secara rinci dan jelas serta disusun sesuai format Tabel 4.1 dengan komponen sebagai berikut.
Jadwal Penelitian
Setelah dilakukan penelitian mengenai pengaruh pendidikan kesehatan terhadap skrining awal HIV/AIDS pada wanita pekerja seks (WPS) di Desa Sungaibuntu Karawang pada tahun 2021, dengan pendataan yang dilakukan pada bulan Oktober 2021 terhadap 12 responden, diperoleh hasil sebagai berikut: Kesehatan Masyarakat Sungaibuntu Center merupakan fasilitas kesehatan tingkat pertama BPJS Kesehatan di Kabupaten Kawarang yang beralamat di Jl. Berdasarkan Tabel 5.2 diatas terlihat bahwa pengetahuan responden tentang HIV/AIDS dilakukan sebelum dilakukan penyuluhan kesehatan, dari 12 responden terdapat 12 responden yang berada pada kategori kurang (100%). Berdasarkan Tabel 5.3 diatas terlihat bahwa pengetahuan responden tentang HIV/AIDS setelah diberikan pendidikan kesehatan dari 12 responden sebagian besar berada pada kategori cukup, sebanyak 10 responden (16,7%) berada pada kategori baik dan tidak ada satupun responden yang tidak. (0%) pada kategori baik mempunyai pengetahuan kurang tentang HIV/AIDS.
Dari tabel 5.3 terlihat bahwa dari 12 responden sebelum dilakukan pendidikan kesehatan sebagian besar belum pernah menjalani skrining. Dari tabel 5.4 terlihat bahwa dari 12 responden setelah dilakukan penyuluhan kesehatan, seluruh 12 responden (100%) ingin menjalani skrining HIV/AIDS, dan tidak ada responden yang tidak mau menjalani skrining. Hal ini menunjukkan bahwa uji normalitas sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan kesehatan mengenai skrining dinyatakan berdistribusi normal, sehingga uji t sampel berpasangan dapat dilanjutkan.
Berdasarkan Tabel 5.6, hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji t dependen menunjukkan bahwa pengaruh pendidikan kesehatan terhadap skrining awal HIV/AIDS sebelum dilakukan pendidikan kesehatan dengan jumlah sampel 12 responden mempunyai nilai mean 1,00 dan standar deviasi sebesar 389. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan nilai mean sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan dengan selisih sebesar 0,833. Dapat diartikan terdapat perbedaan sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan pada hasil analisis menggunakan uji Paired Sample T Test diperoleh hasil nilai P sebesar (0,000), T hitung sebesar 7,416. Tabel T sebesar (2,200) sehingga P value (0,000) < alpha (0,05).
Dapat disimpulkan bahwa hasil uji hipotesis menyatakan H0 ditolak sehingga terdapat pengaruh setelah dilakukan pendidikan kesehatan terhadap skrining awal HIV/AIDS. Tenaga kesehatan khususnya perawat diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya WPS dengan memberikan pendidikan kesehatan dengan menggunakan berbagai jenis media pendidikan kesehatan yang dapat menarik minat masyarakat untuk mengetahui pentingnya skrining HIV/AIDS. Instansi pendidikan diharapkan mampu mempersiapkan mahasiswa khususnya Program Studi Keperawatan (S1) agar siap terjun ke masyarakat dan mampu meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui upaya pendidikan kesehatan masyarakat khususnya WPS melalui berbagai metode pendidikan kesehatan.
Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lebih mendalam mengenai pendidikan kesehatan terkait skrining HIV sejak dini dengan menggunakan metode pendidikan kesehatan yang berbeda dengan penelitian ini, seperti pemberian pendidikan kesehatan dengan metode diskusi kelompok.
Hasil Penelitian
PENUTUP