• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan penelitian kolaborasi dosen mahasiswa ... - SIMAKIP

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "laporan penelitian kolaborasi dosen mahasiswa ... - SIMAKIP"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

Hasil data Riset kesehatan dasar menunjukkan masalah gangguan kesehatan mental emosional (depresi dan kecemasan) sebanyak 9,8%. Berdasarkan hasil bivariat terdapat hubungan yang signifikan antara penderita kanker perempuan dengan kejadian kesehatan mental emosional (OR=1,982; nilai p=0,0001). Hasil Riskesdas 2013 dan 2018 menunjukkan bahwa Gangguan kesehatan mental yang tertinggi adalah di Sulawesi Tengah sebanyak 12% dan 19.8% serta yang terendah adalah Lampung Jambi sebanyak 3.6% (Riskesdas, 2018)2.3.

Melihat berbagai data di atas, peneliti berpendapat perlu adanya penelitian yang dapat menunjukkan apakah penyakit kronis yaitu Diabetes Mellitus berdampak pada kesehatan mental emosional. Tingginya jumlah masalah psikologis emosional dari tahun 2013 hingga 2018 menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan dari 6% menjadi 9,8% (Riskesdas, 2018). Banyaknya faktor yang mempengaruhi kesehatan mental membuat peneliti ingin mengetahui apakah penyakit kronis merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi gangguan kesehatan mental emosional seseorang.

Menurut Schbeiders (dalam Notosoedirdjo & Latipun, 2017)14, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam memahami kesehatan jiwa. Pemeliharaan kesehatan mental dan penyesuaian yang baik, perilaku manusia sebagai pribadi yang bermoral, intelektual, religius, emosional dan sosial.

Diabetes Melitus

Ada kalanya delusi penganiayaan atau ilusi penganiayaan menyebabkan seseorang menjadi sangat agresif, mencoba menyakiti, atau melakukan penghancuran diri dan bunuh diri. Misalnya: kelainan genetik fungsi sel β, kelainan genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti fibrosis kistik), dan akibat obat atau bahan kimia (seperti dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ). ). Kecurigaan diabetes melitus perlu dipertimbangkan bila ada keluhan klasik diabetes melitus atau yang disebut “TRIAS DM” (poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya), kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl (puasa disini artinya untuk 8 jam tanpa masukan kalori), kadar glukosa darah acak atau dua jam setelah makan ≥ 200 mg/dl, dan AIC ≥ 6,5%.

Faktor risiko diabetes mellitus tipe 2 adalah riwayat keluarga diabetes mellitus, obesitas, wanita dengan riwayat diabetes mellitus gestasional, hipertensi, tidak aktif, etnis/ras dan sindrom metabolik (Le Mone & Black, 2011)21. Faktor risiko diabetes melitus muncul akibat gangguan sensitivitas hati dan jaringan otot terhadap insulin, gangguan sekresi insulin oleh sel β pankreas, kurangnya produksi insulin, dan ketidakmampuan menggunakan insulin atau keduanya (ADA, 2014; Lewis et al; 2011) 22. Produksi insulin yang tidak mencukupi dan berkurangnya kemampuan tubuh untuk menggunakan insulin pada penderita diabetes melitus mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) dan penurunan jumlah insulin efektif.

Gambar 2.3. Roadmap penelitian
Gambar 2.3. Roadmap penelitian

Desain Penelitian

Populasi dan Sample

Pengolahan Dan Analisis Data

Instrumen Penelitian

Diagram Alir Penelitian

Berdasarkan usia, penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas, wanita yang menderita kanker, berada pada kategori dewasa menengah + lanjut (≥40 tahun) hingga 48,9%. Diikuti kategori pendidikan, mayoritas pasien kanker wanita berusia 15 tahun ke atas berpendidikan rendah, mencapai 67%. Berdasarkan status pekerjaan, wanita penderita kanker berusia 15 tahun ke atas memiliki persentase yang tidak jauh, yaitu wanita yang tidak bekerja mencapai 49,5% sedangkan wanita yang bekerja 50,5%.

Jika dilihat berdasarkan tempat tinggal penderita kanker wanita usia 15 tahun ke atas yang tinggal di perkotaan dan pedesaan terdapat sedikit perbedaan persentase yaitu 50,3% dan 49,7%. Persentase yang sama terlihat pada pertanyaan “tidak nafsu makan” dan pertanyaan “merasa cemas atau khawatir” pada pasien kanker wanita sebanyak 35,4% dan 35,5%. Setelah mengkategorikan 20 pertanyaan tentang distres psiko-emosional, penyintas kanker wanita berusia 15 tahun ke atas mengalami distres psiko-emosional sebanyak 34%, sedangkan penyintas kanker wanita yang tidak mengalami distres psiko-emosional sebanyak 66%.

Dari segi tingkat pendidikan, tampaknya terdapat keterkaitan antara tingkat pendidikan dengan gangguan kesehatan mental: seseorang yang berpendidikan rendah memiliki risiko 1,4 kali lebih tinggi untuk mengalami gangguan kesehatan mental emosional. Hasil pemodelan menunjukkan hasil akhir pada Tabel 3. Variabel yang paling dominan mempengaruhi kondisi mental emosional pasien kanker adalah variabel pendidikan.

Gambar 4.1. Gambar kesehatan mental emosional responden
Gambar 4.1. Gambar kesehatan mental emosional responden

Pembahasan

Tingginya persentase kanker disertai dengan tingginya persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang mengalami gangguan kesehatan mental emosional. Kebiasaan aktivitas fisik/olahraga <4 jam/minggu memiliki risiko sebesar 1.222 untuk terkena kanker payudara (Yulianti et al., 2016). Ketika seseorang didiagnosa menderita kanker, mereka akan mengalami tekanan hebat yang dapat berujung pada stres dan depresi.

Status stadium kanker adalah seberapa lanjut kecemasan dan depresi yang dialami dapat mengganggu aktivitas hidup (Varcarolis, E.M., Halter, 2010). Dalam penelitian Widoyono (2018), kategori depresi yang dominan adalah depresi ringan sebesar 45%, diikuti depresi berat sebesar 28% (Widoyono S. et al., 2018). Hal ini sejalan dengan penelitian ini dimana usia berhubungan dengan gangguan mental emosional.

Seseorang yang mengalami kecemasan dan depresi dapat terjadi pada semua usia, umumnya semakin tua usia maka gangguan jiwa semakin banyak. Terlihat bahwa sebagian besar penderita kanker yang mengalami gangguan jiwa berada pada lansia akhir sebanyak 26,6%. Lansia yang memiliki satu penyakit kronis dan lebih dari satu penyakit kronis memiliki tingkat kecemasan yang berbeda.

Seseorang yang menderita kanker menyebabkan keterbatasan dalam hal gaya hidup dan pekerjaan (Turner & Kelly, 2000). Wanita yang menganggur dan bekerja dengan kanker memiliki perbedaan persentase yang tidak terlalu signifikan. Dilihat dari tempat tinggalnya, seseorang yang tinggal di perkotaan lebih banyak mengalami gangguan mental emosional.

Gangguan mental emosional pada pasien kanker dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti: usia, pekerjaan, riwayat kesehatan, penyakit, lingkungan. Penderita kanker, terutama wanita, dapat mempengaruhi kesehatan mental emosionalnya sebagai seorang istri atau ibu dalam sebuah rumah tangga.

Saran

Keluaran yang diperoleh memuat identitas keluaran penelitian yang telah diperoleh peneliti sesuai dengan skema penelitian yang dipilih.

IDENTITAS JURNAL

Hasil penelitian Hasil analisis lebih lanjut terhadap data Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik responden dengan kesehatan mental emosional wanita penderita kanker. Indikator penilaian seseorang dengan gangguan jiwa emosional didasarkan pada kuesioner laporan diri (SRQ) yang terdiri dari 20 pertanyaan, gangguan jiwa emosional dinyatakan jika responden memiliki minimal 6 dari 20 pertanyaan. Kesehatan jiwa menurut WHO adalah suatu kondisi kesejahteraan individu yang menyadari kemampuannya, dapat mengatasi tekanan kehidupan yang normal, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi bagi komunitasnya (WHO, 2013).

Peningkatan kuat masalah kesehatan mental emosional berdasarkan kelompok umur, angka tertinggi pada kelompok umur 65-75 tahun ke atas sebanyak 28,6%, diikuti kelompok umur 55-64 tahun sebanyak 11%, kemudian kelompok umur 55-64 tahun sebanyak 11%. kelompok umur 45-54 tahun dan 15-24 tahun persentasenya sama sebanyak 10%. Berdasarkan analisis status kesehatan jiwa masyarakat (Ayuningtyas et al., 2018), terdapat hubungan (hubungan) yang signifikan secara statistik antara disabilitas (pengekangan diri) dan gangguan mental-emosional. Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti percaya bahwa diperlukan penelitian untuk membuktikan apakah ada kaitan antara kanker dan kesehatan mental emosional pada wanita usia 15 tahun ke atas di Indonesia.

Mengukur gangguan emosi dan mental dengan Self Reporting Questionnaire (SRQ) yang terdiri dari 20 pertanyaan. Pertanyaan kesehatan mental emosional berlabel RKD18.IND pertanyaan individu C12 hingga C31 dan pertanyaan kanker berlabel RKD18.

Tabel  1.  Gambaran  karakteristik  dan    20  pertanyaan  kesehatan mental  emosional  berdasarkan   Self Reporting Questionnaire
Tabel 1. Gambaran karakteristik dan 20 pertanyaan kesehatan mental emosional berdasarkan Self Reporting Questionnaire

KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE II PADA LANSIA DI INDONESIA (ANALISIS RISKESDAS 2018)

Hasil analisis bivariat pada Tabel 4 menunjukkan bahwa 8% responden berusia 60-64 tahun menderita diabetes tipe 2. Hal ini menunjukkan bahwa usia memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian diabetes tipe 2 pada lansia di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa jenis kelamin memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Indonesia.

Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan memiliki hubungan yang signifikan dengan prevalensi DM tipe 2 pada lansia di Indonesia. Artinya pekerjaan memiliki hubungan yang bermakna dengan prevalensi DM tipe 2 pada lansia di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa riwayat hipertensi memiliki hubungan yang bermakna dengan prevalensi DM tipe 2 pada lansia di Indonesia.

Sedangkan jenis makanan panggang dan makanan kaleng tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian diabetes tipe 2. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi buah dan sayur berhubungan secara signifikan dengan kejadian diabetes tipe 2 pada lansia di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan merokok berhubungan secara signifikan dengan kejadian diabetes tipe 2 pada lansia di Indonesia.

Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas fisik memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan minum memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa obesitas memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Indonesia.

Hasil uji statistik didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian DM tipe 2 (p-value. Dari hasil uji statistik didapatkan p-value = 0,000 yang artinya ada pengaruh yang signifikan hubungan jenis kelamin) dengan prevalensi DM tipe 2 terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan prevalensi DM tipe 2 pada lansia di Indonesia, dengan nilai OR sebesar 0,403.

Hal ini sejalan dengan penelitian Ramadhan (2017) bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan kejadian diabetes tipe 2 pada lansia di Indonesia dengan nilai p 0,003 (10). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2018) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian diabetes tipe 2.

Tabel  1  menunjukkan  bahwa  mayoritas  responden  pada  penelitian  ini,  berusia  di  atas  65  tahun  (usia  lanjut  berisiko  tinggi)  yaitu  sebanyak  67%
Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas responden pada penelitian ini, berusia di atas 65 tahun (usia lanjut berisiko tinggi) yaitu sebanyak 67%

Gambar

Gambar 2.3. Roadmap penelitian
Tabel 3.1 Diagram Alir Penelitian
Gambar 4.1. Gambar kesehatan mental emosional responden
Tabel 4.2. Kesehatan Mental Emosional Berdasarkan 20 Pertanyaan:
+7

Referensi

Dokumen terkait

This law is aimed at health workers in Indonesia, which states that health workers have an essential role in improving the quality of health services to the community so that they