Fokus penelitian ini adalah perilaku dan aktivitas pendidikan siswa SMA Widya Manggala yang menekankan keteladanan, bimbingan dan pembelajaran. Hasil penelitian ini menunjukkan perlunya mendorong lima masukan untuk implementasi pendidikan karakter di Indonesia, yaitu (1) pendidikan karakter harus direformasi secara lebih komprehensif dan bermakna; (2) Sekolah hendaknya tidak terlalu fokus pada pengejaran tujuan kognitif dan akademik, tetapi juga menitikberatkan pada soft skills atau keterampilan non akademik sebagai unsur utama dalam pendidikan karakter. 3) Orang tua dapat meningkatkan kepedulian terhadap pendidikan karakter dengan program parenting; (4) Juga mendukung masyarakat melalui kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi mahasiswa sehingga melekat di hati mahasiswa; (5) Melalui kebijakannya, pemerintah dapat mengaktifkan dengan sarana dan prasarana yang memadai pengembangan pendidikan karakter yang dapat ditanamkan dalam perilaku peserta didik agar menjadi manusia bangsa.
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
- Permasalahan yang diteliti
- Tujuan Penelitian
- Luaran yang diperoleh
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis uji coba model pendidikan karakter yang dapat diterapkan di SMP Widya Manggala Jakarta sehingga dapat menghasilkan kader pemimpin harapan bangsa yang memiliki akhlak yang santun dan baik serta jujur dalam menjalankan tugas. mandat sebagai pemimpin di masa depan. . Dengan terlebih dahulu memperkenalkan kepada seluruh stakeholder di Widya Manggala HR tentang model pelatihan karakter yang akan diujikan.
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Akmalia dkk (2013) dalam jurnal Pendidikan Sains Unnes, mengatakan bahwa modul sains terpadu berbasis pendidikan karakter layak dan efektif untuk pembelajaran. Menurut Akmalia dkk (2013) dalam jurnal Pendidikan Sains Unnes, mengatakan bahwa modul sains terpadu berbasis pendidikan karakter layak dan efektif untuk pembelajaran.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian kualitatif ini teknik pengumpulan data yang paling utama adalah observasi partisipan, wawancara mendalam, studi dokumentasi, dan kombinasi ketiganya atau triangulasi. (c) pertanyaan pewawancara; (d) Kolom untuk mencatat jawaban orang yang diwawancarai; (e) Kolom evaluasi tanggapan pewawancara dan (f) nama dan tanda tangan pewawancara. f) Teknik pengolahan dan analisis data. Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terutama dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data.
Pada tahap pengumpulan data dengan menggunakan metode wawancara, peneliti telah melakukan analisis terhadap jawaban yang diberikan oleh responden, apabila ternyata setelah menganalisis hasil jawaban (review) responden kurang memuaskan, maka peneliti akan melakukan pertanyaan lain sampai selesai sampai jenuh untuk mendapatkan data yang dianggap dapat dipercaya. Seperti yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1984), kegiatan dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai selesai. Masih menurut Miles dan Huberman (2007:16), analisis data kualitatif adalah proses analisis yang terdiri dari tiga aliran kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Untuk proses analisis data seperti model Miles dan Huberman dapat dilakukan tiga proses yaitu proses reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi (Miles dan Huberman.
Komponen analisis data model aliran. a) Proses I: Reduksi data, yaitu proses pemilihan, menitikberatkan pada penyederhanaan, abstraksi dan transformasi data “mentah” yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Menurut teori Miles dan Huberman, langkah ketiga dalam analisis data kualitatif penelitian ini adalah menarik kesimpulan dan memverifikasinya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Data
Selanjutnya tabel ini menunjukkan jumlah jawaban menurut kelompok penelitian, baik jumlah nominal maupun persentase masing-masing kelompok. Keterangan tersebut menunjukkan bahwa dari aspek keteladanan keberhasilan terdapat siswa yang menjawab “sangat setuju, siswa yang menjawab”. setuju”, dan 9 (4,2%) siswa yang menjawab ragu-ragu atau tidak mengetahui keberhasilan keteladanan sekolah dalam rangka pembinaan karakter siswa. Berikut profil tanggapan dari 218 siswa dari tiga kategori model pengembangan pendidikan karakter, dirinci menurut Rombongan Belajar Kelas 7, Kelas 8, dan Kelas 9. Informasi ini menunjukkan bahwa dari aspek keteladanan keberhasilan, ada sekitar siswa yang menjawab “sangat setuju” siswa yang menjawab “setuju”, dan 9 (4,2%) siswa yang menjawab adalah tidak yakin atau tidak mengetahui keberhasilan keteladanan sekolah dalam rangka pengembangan karakter siswa.
Dari tabel di atas terlihat bahwa dari aspek keberhasilan “Pembiasaan” terdapat sekitar siswa yang menjawab dengan “Saya sangat setuju”, siswa yang menjawab “Saya setuju”, dan 20 (9,2%) siswa yang menjawab dengan ragu atau tidak tahu tentang kesuksesan. . Dari tabel di atas terlihat bahwa dari aspek keberhasilan “belajar” terdapat sekitar 141 (65%) siswa yang menjawab “Agak setuju”, 68 (31%) siswa yang menjawab “Setuju”, dan 9 ( 4%)) siswa yang menjawab dengan “ragu” atau tidak tahu tentang keberhasilan penerapan sekolah teladan dalam rangka pembinaan karakter siswa. Dari hasil ujian ini terlihat bahwa dari segi keteladanan keberhasilan ada sekitar siswa yang menjawab “sangat setuju”, siswa yang menjawab “setuju”, dan 9 (4,2%) siswa yang menjawab ragu atau tidak. mengetahui tentang keteladanan keberhasilan yang dilakukan oleh sekolah dalam rangka pengembangan karakter siswa.
Saya setuju”, dan 20 (9,2%) siswa yang menjawab tidak yakin atau tidak tahu tentang keberhasilan “pelatihan” yang dilakukan sekolah dalam rangka pembinaan karakter siswa. Juga, dalam hal kinerja “Pembelajaran”, sekitar 141 (65%) siswa menjawab “Sangat Setuju”, 68 (31%) siswa menjawab “Setuju” dan 9 (4%) siswa menjawab “Bimbang”. atau tidak mengetahui keberhasilan sekolah teladan yang diimplementasikan dalam rangka pembinaan karakter siswa.
Saran
LUARAN YANG DICAPAI
DAFTAR PUSTAKA
This study applied a mixed method (R&D) approach, starting from formulating qualitative problems to testing the effectiveness of the study process and results. Character education is one of the instruments of learning in schools, an attempt to 'mark human development as an aspect of education' (Curren, 2010). Based on the findings of the study, it is concluded that the integrated science module based on character education on the topic of global warming is feasible to be applied in accordance with the feasibility criteria of teaching materials from BSNP.
The use of mixed methods in this study is thus to facilitate the observation of data regarding the respondents' perception of character education at the study site in a detailed and clearly quantified manner. The questionnaire managed to collect data regarding character education of the students through three categories of character education models namely: “example”. Overall, there are 54,500 data cells to be processed and summarized as important information to determine the extent to which the character education development model of Widya Manggala Junior High School has been implemented according to student perceptions.
The teachers interviewed believe that students have been able to demonstrate appropriate behavior (akhlakul karimah) in accordance with the values of honesty, obedience and piety as outlined in the school's curriculum objectives. The success of character education is a direct result of the implementation of character education through the learning process by implementing the concept of learning good and bad through the pillar of knowledge.
CONCLUSION
38 kebijakannya dapat menyediakan sarana dan prasarana yang memadai bagi pengembangan pendidikan karakter yang dapat mendarah daging dalam perilaku siswa yang sejalan dengan harapan bangsa. Rekonstruksi pembinaan nilai siswa SMP di Kecamatan Galesong Takalar berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa. Diversifikasi pedesaan yang dikaitkan dengan industri pariwisata berperan dalam membentuk karakter bangsa kajian di Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang.
Association between age, gender and bullying experience among high school students in Jakarta, Indonesia. Responding to the challenge of providing a stronger research base for teacher education: Research discourses at the Norwegian National Research School for Teacher Education. Ethical issues in the teaching and learning of health content in schools: concepts of trainee teachers.
The survival strategy: The urban poor community must live in Brintik Hill Graveyard, Semarang, Indonesia. Educational goals for morality and citizenship in values education: A cross-cultural study of Swedish and Turkish student teacher preferences.
PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN KARAKTER DI
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
KONSEP, MODEL DAN EVALUASI
TIM PENYUSUN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENGERTIAN, SEJARAH, PENTINGNYA DAN KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER
Pengertian tentang Pendidikan Karakter
Oleh karena itu, pendidikan karakter harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalami langsung sifat-sifat tersebut. Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus yang meliputi aspek pengetahuan (cognition), perasaan (feeling) dan tindakan (action). Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan konsisten, seorang anak akan menjadi cerdas secara emosional.
Pendidikan karakter sebagai pendidikan nilai menjadikan “usaha nyata untuk mengajarkan nilai, membantu siswa mengembangkan disposisi untuk berperilaku dengan cara tertentu”. Masalah baik dan buruk, kebajikan dan keburukan merupakan aspek penting dari pendidikan karakter semacam ini. Namun bagi sebagian keluarga, proses pendidikan karakter sistematis di atas sangatlah sulit, apalagi bagi sebagian orang tua yang terjebak dalam rutinitas yang padat.
Oleh karena itu, pendidikan karakter juga harus diberikan pada saat anak memasuki lingkungan sekolah, terutama sejak playgroup dan taman kanak-kanak. Pendidikan karakter mencakup aspek pembentukan kepribadian, yang meliputi dimensi nilai-nilai kebajikan universal dan kesadaran budaya di mana norma-norma kehidupan tumbuh dan berkembang.
Sejarah Pendidikan Karakter
Pertama, berkaitan dengan kemerosotan karakter bangsa yang menimbulkan anomali dan anarkisme terkait dengan dihapuskannya Pancasila dan pendidikan kewarganegaraan hanya menjadi pendidikan kewarganegaraan pada semua jenjang pendidikan, sehingga nilai-nilai luhur yang melekat pada bangsa ini, ditentukan. . seperti toleransi beragama, gotong royong dan musyawarah. Akibat kebijakan tersebut, para pendidik kini mengeluhkan sulitnya menanamkan nilai-nilai tersebut dan dianggap sesuatu yang kuno. Guru yang suka memberi nasehat tentang nilai-nilai luhur dianggap sebagai guru yang 'kuno' dan dianggap ketinggalan zaman.
Buktinya penanaman nilai tidak dapat dicapai dari pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan karena ternyata pelajaran tersebut hanya hapalan dan sekedar menambah ilmu. Pada tahun 1979, Presiden Soeharto membentuk lembaga yang secara khusus mempelajari nilai-nilai Pancasila dan merumuskan program nasional P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Karena itu, menurut saya, tahap fusion adalah titik awal kemerosotan nilai-nilai moral di kalangan anak didik kita yang dampaknya sedang kita rasakan saat ini.
Beberapa negara telah menerapkan pendidikan karakter sejak SD, antara lain Amerika Serikat, Jepang, China, dan Korea. Di negara-negara tersebut, penerapan pengembangan karakter yang disusun secara sistematis memberikan pengaruh positif terhadap prestasi akademik.