LAPORAN STUDI KASUS HARIAN
PENYAKIT DIABETES MELITUS DAN PENYAKIT GINJAL KRONIK RUANG MULTAZAM RS MUHAMMADIYAH BANDUNG
Disusun sebagai salah satu tugas Praktek Kerja Lapangan Rumah Sakit
Disusun oleh : Yuniar Afriliany NIM 1321122061
PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI
INSTITUT KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG 2023
BAB I
DATA UMUM KASUS
Nama : Ny. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 77 tahun
Ruang rawat : Multazam 2
Kelas Perawatan : 2 (Dua) Status Perkawinan : Menikah Dokter yang merawat : dr Nieke,SpPD Diagnosa Medis : DM dan CKD
Terapi diet : Diet DM, Rendah Protein Tanggal Assesment : 07 November 2023
1. Definisi
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (PERKENI,2021). Adapun definisi dari Diabetes Melitus adalah Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah seseorang (hiperglikemia) karena tubuh tidak dapat memproduksi hormon insulin yang cukup dan atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif. Diabetes adalah penyakit menahun (kronis) berupa gangguan metabolik yang ditandai dengan kadar gula darah yang melebihi batas normal. Penyebab kenaikan kadar gula darah tersebut menjadi landasan pengelompokkan jenis Diabetes Mellitus.
Diabetes melitus (DM) disebabkan oleh gangguan metabolisme yang terjadi pada organ pankreas yang ditandai dengan peningkatan gula darah atau sering disebut dengan kondisi hiperglikemia yang disebabkan karena menurunnya jumlah insulin dari pankreas. Hormon insulin merupakan hormon yang disekresikan oleh kelenjar pankreas melalui aliran darah.
Hormon ini berperan dalam menjaga kestabilan kadar gula dalam pembuluh darah. Faktor utama yang berperan dalam mengatur kadar gula darah adalah konsentrasi glukosa darah dan hormon terutama hormone insulin dan glukagon. Insulin berfungsi untuk mendorong penyerapan gula lewat dinding usus ke dalam darah, mendorong gula masuk ke dalam sel, memacu proses pembentukan energi, dan mendorong penyimpanan glukosa (glikogen) di hati dan sel otot. Dalam melakukan fungsinya, kadar gula darah membutuhkan insulin yang dikeluarkan oleh sel-sel beta dalam pankreas. Insulin berfungsi dalam mengendalikan kadar gula darah. Kekurangan insulin atau ketidakmampuan sel untuk merespon hormon insulin dapat menyebabkan kadar glukosa darah meningkat (hiperglikemia). Defisit insulin yang berkepanjangan dapat menyebabkan komplikasi pada organ tubuh lainnya.
2. Patogenesis Diabetes Melitus
Resistensi insulin pada sel otot dan hati, serta kegagalan sel beta pankreas merupakan patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2. Organ lain yang terlibat pada DM tipe 2 adalah jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi inkretin), sel alfa pankreas (hiperglukagonemia) yang ikut berperan menyebabkan gangguan toleransi glukosa.
Terdapat tiga jalur patogenesis baru dari aminous octet yang menyebabkan terjadinya hiperglikemi pada DM tipe 2. Konsep ptofisiologi DM tipe 2:
1. Pengobatan harus ditujukan untuk memperbaiki gangguan patogenesis, bukan hanyak untuk menurunkan HbA1c saja
2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasarkn pada kinerja obat sesuai dengan patofisiologi DM tipe 2
3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau memperlmbat progresivitas kerusakan sel beta yang sudah teradi pada pasien gangguan toleransi glukosa.
Menurut Schwartz (2016), patogenesis hiperglikemia disebabkan oleh sebelas organ (egregious eleven) yaitu:
1. Kegagalan sel beta pankreas.
Pada saat diagnosis DM ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid, agonis- like peptide (GLP-1) dan penghmbat dipeptidil peptidase-4 (DPP-4)
2. Disfungsi sel alfa pankreas
Sel alfa berungsi pada sintesis glukagon dan kadarnya akan meningkt pada keadaan puasa. Peningkatn ini menyebabkan produksi glukosa hati dalam keadaan basal meningkat bermakna dibanding individu normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon/ obat yang menghambat reseptor glukgon meliputi GLP-1 reseptor agonist (GLP-1 RA), penghambat DPP-4 dan amilin.
3. Sel lemak
Sel lemak yang resisten terhadapantilipolisis dari insulin menyebabkan peningkatn proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas (FFA) dalam plasma. Peningkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis dan mencetuskan resistensi insulin di hepar dan otot sehingga mengganggu sekresi insulin. Gangguan ini disebut lipotoksisitas. Obat yang bekerj di jlur ini adalah tiazolidinedion.
4. Otot
Pada pasien DM tipe 2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple di intramioseluler yang diakibatkan oleh gangguan fosforilasi tirosin sehingga terjadi gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang berkerja pada jalur ini adalah metformin dan tiazolidinedion.
5. Hepar
Pada pasien DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu glukoneogenesis sehingg produksi glukosa dalam keadaan basal oleh hepar (heptic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini dalah metformin.
6. Otak
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obese baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 RA, amilin dan bromokriptin.
7. Kolon/ mikrobiota
Perubahan komposisi mikrobiota pada kolon berkontribusi dalam keadaan hiperglikemia. Mikrobiota usus terbukti berhubungan dengan DM tipe 1, DM tipe 2, dan obesitas sehingga menjelaskan bahwa hanya sebagian individu berat badan berlebih akan berkembang menjadi DM. Probiotik dan prebiotik diperkirakan sebagai mediator untuk menangani keadaan hiperglikemia
8. Usus halus
Pada pasien DM tipe 2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap hormon GIP.
Hormon inkretin juga segera dipecah oleh keberadaan enzim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambatkinerja DPP- 4 adalah penghambat DPP-4. Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja enzim alfa glukosidase yangakan memecah polisakarida menjadi monosakarida, dan kemudian diserap oleh usus sehingga berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja enzim alfa glukosidase adalah acarbosa.
9. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam patogenesis DM tipe 2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran enzim sodium glucose co-transporter -2 (SGLT-2) pada bagian convulated tubulus proksimal, dan 10% sisanya akan diabsorbsi melalui peran sodium glucose co-transporter - 1 (SGLT-1) pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urin. Pada pasien DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2, sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi glukosa di dalam tubulus ginjal dan mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah.
Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat reabsorbsi kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urin. Obat yang bekerja di jalur ini adalah penghambat SGLT-2. Dapaglifozin, empaglifozin dan canaglifozin adalah contoh obatnya.
10. Lambung
Penurunan produksi amilin pada diabetes merupakan konsekuensi kerusakan sel beta pankreas. Penurunan kadar amilin menyebabkan percepatan pengosongan lambung dan peningkatan absorpsi glukosa di usus halus, yang berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa postprandial.
11. Sistem imun
Terdapat bukti bahwa sitokin menginduksi respon fase akut (disebut sebagai inflamasi derajat rendah, merupakan bagian dari aktivasi sistem imun bawaan/innate) yang berhubungan erat dengan patogenesis DM tipe 2 dan berkaitan dengan komplikasi seperti dislipidemia dan aterosklerosis. Inflamasi sistemik derajat rendah berperan dalam induksi stres pada endoplasma akibat peningkatan kebutuhan metabolisme untuk insulin.
3. Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi kronis ini berkaitan dengan gangguan vaskular, yaitu:
a. Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi ini timbul akibat penyumbatan pada pembuluh darah kecil khususnya kapiler. Komplikasi ini spesifik untuk diabetes melitus.
b. Retinopati Diabetika
Retinopati diabetes dibagi dalam 2 kelompok, yaitu retinopati non proliferatif dan proliferatif. Retinopati non proliferatif merupakan stadium awal dengan ditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan retinoproliferatif, ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksia retina. Pada stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula darah yang baik, sedangkan pada kelainan sudah lanjut hampir tidak dapat diperbaiki hanya dengan kontrol gula darah, melainkan akan menjadi lebih buruk apabila dilakukan penurunan kadar gula darah yang terlalu singkat.
c. Nefropati Diabetika
Diabetes mellitus tipe 2, merupakan penyebab nefropati paling banyak, sebagi penyebab terjadinya gagal ginjal terminal. Kerusakan ginjal yang spesifik pada DM mengaikibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul besar seperti protein dapat lolos ke dalam kemih (mis. Albuminuria). Akibat nefropati diabetika dapat timbul kegagalan ginjal yang progresif. Nefropati diabetic ditandai dengan adanya proteinuri persisten ( > 0.5 gr/24 jam), terdapat retino pati dan hipertensi. Dengan demikian upaya preventif pada nefropati adalah kontrol metabolisme dan kontrol tekanan darah.
d. Komplikasi Makrovaskular
Penyakit kardiovaskuler/ Stroke/ Dislipidemia Penyakit pembuluh darah perifer Hipertensi Timbul akibat aterosklerosis dan pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma. Makroangioati tidak spesifik pada diabetes, namun pada DM timbul lebih cepat, lebih seing terjadi dan lebih serius. Berbagai studi epidemiologis menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit ,kardiovaskular dan penderita diabetes meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal. Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada hubungannya dengan kontrol kadar gula darah yang balk tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko mortalitas kardiovaskular, di mana peninggian kadar insulin menyebabkan risiko kardiovaskular semakin tinggi pula. kadar insulin puasa > 15 mU/mL akan meningkatkan risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat. Hiperinsulinemia kini dikenal
sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan penting dalam timbulnya komplikasi makrovaskular.
e. Penyakit Jantung Koroner
Berdasarkan studi epidemiologis, maka diabetes merupakan suatu faktor risiko koroner. Ateroskierosis koroner ditemukan pada 50-70% penderita diabetes. Akibat gangguan pada koroner timbul insufisiensi koroner atau angina pektoris (nyeri dada paroksismal serti tertindih benda berat dirasakan didaerah rahang bawah, bahu, lengan hingga pergelangan tangan) yang timbul saat beraktifiras atau emosi dan akan mereda setelah beristirahat atau mendapat nitrat sublingual. Akibat yang paling serius adalah infark miokardium, di mana nyeri menetap dan lebih hebat dan tidak mereda dengan pembenian nitrat. Namun gejala-gejala mi dapat tidak timbul pada pendenita diabetes sehigga perlu perhatian yang lebih teliti.
f. Stroke
Aterosklerosis serebri merupakan penyebab mortalitas kedua tersering pada penderita diabetes. Kira-kira sepertiga penderita stroke juga menderita diabetes. Stroke lebih sering timbul dan dengan prognosis yang lebih serius untuk penderita diabetes. Akibat berkurangnya aliran atrteri karotis interna dan arteri vertebralis timbul gangguan neurologis akibat iskemia, berupa: Pusing, sincope, hemiplegia: parsial atau total, afasia sensorik dan motoric, dan keadaan pseudo-dementia.
g. Penyakit pembuluh darah
Proses awal terjadinya kelainan vaskuler adalah adanya aterosklerosis, yang dapat terjadi pada seluruh pembuluh darah. Apabila terjadi pada pembuluh darah koronaria, maka akan meningkatkan risiko terjadi infark miokar, dan pada akhirnuya terjadi payah jantung. Kematian dapat terjadi 2-5 kali lebih besar pada diabetes disbanding pada orang normal. Risiko ini akan meningkat lagi apabila terdapat keadaan keadaan seperti dislipidemia, obesitas, hipertensi atau merokok. Penyakit pembuluh darah pada diabetes lebih sering dan lebih awal terjadi pada penderita diabetes dan biasanya mengenai arteri distal (di bawah lutut). Pada diabetes, penyakit pembuluh darah perifer biasanya terlambat didiagnosis yaitu bila sudah mencapai fase IV. Faktor factor neuropati, makroangiopati dan mikroangiopati yang disertai infeksi merupakan factor utama terjadinya proses gangrene diabetik. Pada penderita dengan gangrene dapat mengalami amputasi, sepsis, atau sebagai factor pencetus koma, ataupun kematian.
h. Neuropati
Umumnya berupa polineuropati diabetika, kompikasi yang sering terjadi pada penderita DM, lebih 50 % diderita oleh penderita DM. MAnifestasi klinis dapat berupa gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses kejadian neuropati biasanya progresif di mana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf dengan gejala-gejala nyeri atau bahkan baal. Yang terserang biasanya adalah serabut saraf tungkai atau lengan. Neuropati disebabkan adanya kerusakan dan disfungsi pada struktur syaraf akibat adanya peningkatan jalur polyol, penurunan pembentukan myoinositol, penurunan Na/K ATP ase, sehingga menimbulkan kerusakan struktur syaraf, demyelinisasi segmental, atau atrofi axonal.
BAB II
KEGIATAN ASUHAN GIZI
A. Kasus
Ny. A, usia 77 tahun, dengan diagnosa medis DM tipe 2 dengan CKD. Ny. A adalah seorang pensiunan. Tinggi badan Ny A 152 cm dan berat badan 65 kg. Ny A mengeluh sudah seminggu tidak nafsu makan, banyak konsumsi buah-buahan (anggur/mangga), sehari SMRS tidak bisa BAK sangat lemas dan sesak. Hasil pemeriksaan klinis pasien didapatkan data TD 130/60 mmHg, nadi 67-78x/mnt, respiratory rate 18-20x/mnt, saturasi O2 95%, suhu 36,6°C. Urine output 24 jam 989 mL.
Hasil recall 1x24 jam pasien di RS makan pagi mengonsumsi bubur sumsum tidak habis hanya menghabiskan 3 sdm, snack siang dan sore dari RS dimakan habis, jus melon dihabiskan, makan siang mengonsumsi bubur sumsum hanya 4 sdm, makan sore dengan bubur sumsum hanya menghabiskan 3 sdm, asupan cairan 1-2 botol air mineral 600 ml. Nafsu makan pasien sejak 1 minggu sudah menurun, kebiasaan makan pasien 1- 2x/hari hanya makan saat siang atau sore hari dengan nasi dan lauk berupa ayam/ikan yang dipepes/dibakar sudah mengurangi lauk yang digoreng, banyak mengonsumsi buah buahan seperti anggur dan mangga 1 porsi buah/harinya, setiap hari konsumsi 1 gelas teh manis dengan gula merah, masih mengonsumsi cemilan manis seperti kolak/nagasari namun kadang-kadang, akhir-akhir ini pasien menyukai cemilan emping setiap harinya mengonsumsi 3x 2-3 keping emping, namun sudah membatasi sayuran hijau, buah
pisang, dan makanan awetan. Pasien sudah sedikit terpapar mengenai pengetahuan gizi sesuai kondisinya saat ini.
Hasil pemeriksaan laboratorium Ny A
Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan Natrium (Na) 135 135 – 153 mmol/L Kalium (K) 5,5 3,5 – 5,3 mmol/L Magnesium (Mg) 2,16 1,9 – 2,5 mg/dL
Ureum 40 14 – 45 mg/dL
Kreatinin 2,6 0,6 – 1,1 mg/dL
GDS 163 110 – 140 mg/dL
Asam Urat (bln
agustus) 8,1 2,4 – 5,7 mg/dL
HASIL RECALL 1 X 24 JAM
Waktu Menu Bahan
Makanan Penukar KH P L E
Makan pagi
Bubur
sumsum Bubur sumsum 0,2 8 0.8 35
Telur ayam Telur ayam 0,5 3.5 1 25
Snack pagi Pudding susu Gula 1 12 50
Makan siang
Bubur
sumsum Bubur sumsum 0,3 12 1.2 52.5
Telur ayam Telur ayam 0,5 3.5 1 25
Pepaya Pepaya 1 12 50
Snack sore Pepaya pepaya 1 12 50
Makan sore
Bubur
sumsum Bubur sumsum 0,2 8 0.8 35
Telur ayam Telur ayam 0,5 3.5 1 25
Jumlah 64 13.3 3 347.5
Kebutuhan 173,8 37.4 30.9 1112.5
Persentase 36.8% 35.5% 9.7% 31.2%
B. Skrining Gizi
Tanggal skrining : 7 November 2023
Metode skrining : MST (Malnutrition Screening Tools) Tabel 3.1 Hasil skrining MST
Indikator Skor
Apakah pasien mengalami penurunan BB yang
tidak diinginkan dalam 6 bulan terakhir - Tidak ada penurunan BB (T)
- Tidak yakin/ tidak tahu/
terasa baju longgar (T) - Jika ya berapa penrunan BB tersebut
1-5 kg (T)
6-10 kg (T)
11-15 kg (T)
> 15 kg (T)
0 2
1 2 3 4 Apakah asupan makanan berkurang karena tidak
nafsu makan?
- Tidak (T) - Ya (Y)
0 1 Pasien dengan diagnosa khusus Pasien dengan diagnosa khusus (DM,
CKD)
TOTAL 1
0-1 = Risiko ringan (dilakukan asesment ulang setiap 7 hari)
Kesimpulan: Berdasarkan hasil skrining MST (Malnutrition Screening Tools) skor yang diperoleh pasien adalah 1 artinya pasien beresiko ringan mengalami malnutrisi, tetapi pasien termasuk ke dalam diagnosa khusus (DM, CKD) sehingga perlu dilakukan pengkajian gizi lanjut oleh ahli gizi.
C. Assessment 1. Review
Domain Indikator Asuhan Gizi Data Kasus
Pengukuran Antropometri (AD)
AD-.1.1.1.1 Tinggi terukur AD-1.1.2.1 Berat terukur
Tinggi badan 152 cm Berat badan 65 kg IMT : 28.1 kg/m2
AD-1.1.5.1 Indeks Massa
Tubuh (IMT) Berat badan Ideal : 46,8 kg Penilaian : Status gizi pasien berdasarkan IMT adalah status gizi kegemukan (obesitas) Biokimia (BD) BD-1.5.2 Glukosa sewaktu
BD-1.2.2 Kreatinin BD-1.2.7 Kalium
GDS : 163 Kreatinin : 2.6 Kalium : 5.5 Penilaian : Pasien mengalami hiperglikemia, hiperkalemia hipercreatinin Food History (FH)
FH-1.1.1.2.1 Total asupan total energi yang diukur dalam 24 jam
FH-1.5.3.2.1 Total asupan protein yang diukur dalam 24 jam
FH-1.5.1.2.1 Total asupan lemak yang diukur dalam 24 jam
FH-1.5.5.1.1 Total asupan karbohidrat yang diukur dalam 24 jam
FH-1.2.1.2.1 Total asupan cairan diukur dalam 24 jam FH-1.2.1.2.3 Perkiraan asupan minuman manis dalam 24 jam
FH-1.2.2.3.1.2 Jumlah snack diperkirakan
FH-1.2.2.3.1
Perkiraan pola makan dan snack
Berdasarkan recall 24 jam : Energi : 347.5 kkal/31.2% dari kebutuhan
Berdasarkan recall 24 jam :
protein : 13.3 gr/35.5% dari kebutuhan Berdasarkan recall 24 jam :
Lemak: 3 gr/9.7% dari kebutuhan Berdasarkan recall 24 jam : KH: 64 gr/36.8% dari kebutuhan Berdasarkan recall 24 jam : - Asupan cairan 600 - 1200 ml
- minum teh manis 1 gelas dengan gula merah 1x/hari
- kolak/ nagasari
- emping 2-3 keping 3x/hari
Kebiasaan makan 1-2x/ makan utama
Penilaian :
Nutrition-Focused PD-1.1.21.1 Tekanan darah Tekanan darah : 130/60 mmHg
Physical Findings
(PD) systolic
PD-1.1.21.2 Tekanan darah diastolic
PD-1.1.21.9 Respiratory rate PD-1.1.4.5 sesak nafas PD-1.1.5 Nafsu menurun
RR : 18-20x/ menit
Sesak
Nafsu makan menurun Penilaian : Pasien mengalami sesak
Clien History (CH) CH-1.1.1 Usia
CH-1.1.2 Jenis Kelamin CH-1.1.5 Suku
CH-1.1.6 Bahasa CH-1.1.12 Mobilitas CH-2.1.3 Endokrin
Usia 77 tahun Perempuan Sunda Sunda Bed rest DM, CKD Peniliaan : Pasien didiagnosa Diabetes Melitus dan mobilisasi bed rest Alat Penilaian,
Pemantauan, dan Evaluasi (AT)
Alat Skrining gizi MST
Kategori Etiologi (EY)
EY-1.3 Etiologi Pengetahuan
Tingkat pengetahuan : basic (pasien sudah sedikit terpapar pengetahuan gizi dan membatasi sayuran hijau, buah pisang serta makanan awetan)
EY-1.4 Etiologi Fisik Sesak Standar
Perbandingan (CS) CS-1.1.1 Total Perkiraan kebutuhan energi dalam 24 jam
CS-2.1.1 Perkiraan kebutuhan lemak total dalam 24 jam
CS-2.2.1 Perkiraan kebutuhan total protein dalam 24 jam
E : (25 x BBI) + FA – FU : (25 x 46.8) +10% - 15%
: 1112.5 kkal L : 25% x TEE : 30,9 gr P : 0,8 gr x BBI : 37.4 gr ~ 12.5%
KH : 62,5% x TEE
CS-2.3.1 Total Perkiraan kebutuhan karbohidrat dalam 24 jam
CS-4.2.5 Kalium
CS-3.1.1 Perkiraan total cairan yang dibutuhkan
: 173.8 gr Kalium 1800 mg Cairan 1500 ml
2. Cluster
Indikator Indikator Terpilih Kemungkinan Diagnosa Food
History (FH)
FH-1.1.1.2.1 Total energi yang diukur asupan dalam 24 jam
Asupan energi kurang, Asupan energi protein kurang, malnutrisi
FH-1.5.1.2.1
Total asupan lemak diukur dalam 24 jam
Asupan lemak yang tidak sesuai, kurang pengetahuan terkait makanan dan malnutrisi
FH-1.5.3.2.1 Total protein yang diukur asupan dalam 24 jam
Asupan energi kurang, Asupan energi protein kurang, malnutrisi
FH-1.5.5.5.1 Total asupan karbohidrat diukur dalam 24 jam
Asupan energi kurang, Asupan karbohidrat kurang, malnutrisi
FH-1.6.2.2.7
Asupan natrium diukur dalam 24 jam
kurang pengetahuan terkait makanan dan nutrisi
FH-1.2.2.3.1.2 Jumlah snack
diperkirakan dalam 24 jam
Asupan oral yang tidak memadai, malnutrisi , pola makan tidak teratur, pemilihan makanan yang salah, asupan energi yang tidak memadai
FH-1.2.1.2.1 Total asupan cairan
Asupan oral yang tidak memadai
diukur dalam 24 jam
FH-1.2.1.2.3 Perkiraan asupan minuman manis dalam 24 jam
Asupan oral yang tidak memadai
3. Identifikasi Kemungkinan Diagnosa Gizi dan Indikator asuhan Gizi Kemungkinan diagnosa Indikator Asuhan Gizi Asupan energi kurang FH-1.1.1.2.1
Total energi yang diukur asupan dalam 24 jam : Energi : 347.5 kkal/31.2% dari kebutuhan
FH-1.5.3.2.1
Total protein yang diukur asupan dalam 24 jam: protein : 13.3 gr/35.5% dari kebutuhan
FH-1.5.5.5.1
Total asupan karbohidrat diukur dalam 24 jam : KH: 64 gr/36.8% dari kebutuhan
Asupan oral yang tidak memadai
FH-1.2.2.3.1.2
Jumlah snack diperkirakan dalam 24 jam FH-1.2.1.2.1
Total asupan cairan diukur dalam 24 jam FH-1.2.1.2.3
Perkiraan asupan minuman manis dalam 24 jam
Asupan energy dan protein
kurang FH-1.1.1.2.1
Total energi yang diukur asupan dalam 24 jam : Energi : 347.5 kkal/31.2% dari kebutuhan
FH-1.5.3.2.1
Total protein yang diukur asupan dalam 24 jam: protein : 13.3 gr/35.5% dari kebutuhan
Asupan karbohidrat kurang FH-1.5.5.5.1
Total asupan karbohidrat diukur dalam 24 jam : KH: 64
gr/36.8% dari kebutuhan Pemilihan makanan yang
salah
FH-1.2.2.3.1.2
Jumlah snack diperkirakan dalam 24 jam : nagasari/ kolak, emping
4. Identifikasi Kemungkinan etiologi dari Diagnosis Gizi Kemungkinan diagnosa Kemungkinan etiologic terkait Asupan energi kurang Sesak, penurunan nafsu makan
Pemilihan makanan yang salah Kurangnya pengetahuan terkait zat gizi
D. Diagnosis Gizi
1. Domain Intake
NI 1.2 Asupan Energi kurang berkaitan dengan adanya sesak dan nafsu makan menurun yang ditandai dengan hasil recall total asupan energi sebesar 31.2%, total asupan protein 35.5%, total asupan karbohidrat 36.8% dari kebutuhan
2. Domain Perilaku
NB 1.7 Pemilihan Makanan yang salah berkaitan dengan kurangnya informasi terkait zat gizi ditandai dengan masih mengkonsumsi camilan seperti emping
E. Perencanaan Intervensi Gizi Preskripsi Diet
a. Intervensi Gizi
Tujuan Intervensi :
Meningkatkan asupan sesuai dengan kebutuhan
Meningkatkan pengetahuan gizi pasien
Detail Intervensi :
CG 1.1 Deskripsi tujuan : meningkatkan asupan energi secara bertahap hingga mencapai asupan energi yang sesuai dengan kebutuhan
CG 1.3 Indentifikasi jangka waktu : evaluasi setelah 3 hari CG 1.4 indentifikasi subyek tujuan : pasien
CG 1.5 indentifikasi penentu tujuan : pasien dan keluarga b. Strategi Intervensi :
Memberikan makan dengan diet DM dan rendah protein
Memberikan edukasi gizi
c. Preskripsi diet :
Kebutuhan Energi :
TEE = (25 x BBI) + FA – F. Usia
= (25 x 46.8) + 10% - 10%
= (1170 + 117) – 175
= 1112,5 kkal Kebutuhan Protein Protein = 0.8 gr x BBI
= 37.4 gr ~ 12,5%
Kebutuhan Lemak
Lemak = 25% x TEE/9
= 30,9 gr Kebutuhan Karbohidrat KH = 62.5 % x TEE/4
= 173,8 gr Kebutuhan Kalium Kalium 1800 mg per hari Kebutuhan Cairan
Cairan 1500 ml
d. Pemilihan bahan makanan yang dianjurkan Golongan
Bahan Makanan
Makanan yang
dianjurkan Modifikasi Jenis
Makanan Makanan yang tidak dianjurkan
Karbohidrat Nasi, mie, dikukus Gula, madu, kue manis,
kentang Protein Daging ayam tanpa
lemak, telur, ikan Dikukus, ditumis, dipanggang
Sumber protein nabati
Lemak Minyak kelapa sawit, Dipanggang,
dikukus, ditumis santan Sayur Sayuran rendah kalium
seperti wortel, labu siam, buncis
dikukus Sayuran tinggi kalium seperti bayam, daun singkong, kangkung
Buah Buah yang rendah
kalium papaya, pir, Buah tinggi kalium seperti pisang, belimbing, bit, alpukat,
apel mangga, semangka, melon
e. Edukasi Gizi/ Konseling Gizi
Tujuan edukasi gizi : meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga terkait diet yang diberikan
Sasaran : Pasien dan keluarga pasien
Media : Leaflet, Food Model
Metode : Ceramah Tanya Jawab
Materi :
Memberikan informasi terkait jenis diet yang harus dijalankan di rumah
Memberikan informasi terkait kebutuhan energi, protein, lemak, dan karbohidrat
Memberikan informasi terkait modifikasi bentuk makanan, waktu makan dan frekuensi makan yang diberikan
Memberikan informasi terkait jenis makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan untuk dikonsumsi dengan lebih memilih jenis karbohidrat kompleks, rendah kalium
Evaluasi :
Edukasi dilakukan secara bertahap, jadi sebaiknya tidak hanya 1 kali saja.
Evaluasi capaiannya dapat dijadwalkan dalam 1 bulan, dengan memberikan edukasi lanjutan dari yang sebelumnya sudah diberikan.
F. Rencana Monitoring dan Evaluasi 1. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring Evaluasi Waktu
Asupan makan Peningkatan asupan oral mencapai > 80% sesuai kebutuhan
Selama 3 hari
Tingkat pengetahuan
Peningkatan pengetahuan gizi dan diet yang dijalankan dari tingkat basic ke tingkat moderate
Selama perawatan
Sesak Sesak berkurang Sealama
perawatan
2. Standar Makanan
Bahan Makanan Penukar Energi Protein Lemak KH
Karbohidrat 2 350 8 80
Protein Hewani
Lemak rendah 1 50 7 2
Lemak sedang 2 150 14 10
Protein Nabati
Sayur tipe B 1,5 37,5 1,5 7,5
Buah dan gula 4 200 48
Minyak dan
lemak 2,5 125 12,5
Total Pemberian sehari 912,5 30,5 24,5 135,5
Kebutuhan 1112,5 37,4 30,9 173,8
Persentase Kebutuhan 82,02 81,5 79,3 78
3. Perencanaan Menu
Waktu
Makan Nama Masakan Bahan
Makanan Berat Penukar Energi Pr L KH K
(kkal) (gr) (gr) (gr) (mg)
Pagi (07.00)
Bubur Sumsum Tepung beras 37,5
gr 0,75 131,25 3 30 30
Loaf ayam Daging Ayam 50 gr 1 50 7 2 90
Sup wortel Wortel 50 gr 0.5 12,5 0,5 2,5 145
Minyak Minyak 2.5 gr 0.5 25 0 2,5 0 0
Gula (bumbu) Gula 6,5 gr 0.5 25 6 0
Total Makan Pagi 243,75 10,5 4,5 38,5 265
Snack
09.00 Puding Gula 13 gr 1 50 0 0 12 0
Total Snack Pagi 50 0 0 12 0
Siang (12.00)
Bubur Sumsum Tepung beras 37,5
gr 0,75 131,25 3 30 30
Tumis daging sapi
cingcang Daging sapi 35 gr 1 75 7 5 119
cah labu siam Labu Siam 50 gr 0,5 12,5 0,5 2,5 96
Minyak Minyak 7,5 gr 1,5 75 7,5 0
Buah Pepaya 110 gr 1 50 12 282,7
Total Makan Siang 318,75 10,5 10 44,5 527,7 Snack
15.00 Puding Gula 13 gr 1 50 12 0
Total Snack Siang 50 12 0
Sore (17.00)
Bubur sumsum Tepung beras 25 gr 0,5 87,5 2 20 20,3
Telur orak arik Telur 55 gr 1 75 7 5 63
Soto sawi putih Sawi Putih 50 gr 0.5 12,5 0,5 2,5 101
Gula (bumbu) Gula 6,5 gr 0,5 25 6 0
Minyak Minyak 7,5 gr 75 7,5 0
Total Makan Sore 250 9,5 10 28,5 184,3
Total Pemberian Makan Sehari 925 30,5 24,
5 135,5 977
Kebutuhan 1112,5 37,4 30,
9 173,8 1800 Persentase Terhadap kebutuhan (%) 82 81,6 79,
3 78 54,3
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan RI. 2020. Ifodatin : Tetap Produktif, Cegah, dan Atasi Diabetes Mellitus.
Jakarta
PERKENI. 2021. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Indonesia 2021. PB.
Perkeni, Jakarta