• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan pkl 4 oca new lagi dan lagi revisi momang

N/A
N/A
corleone

Academic year: 2025

Membagikan "laporan pkl 4 oca new lagi dan lagi revisi momang"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Kasus PKL IV

DISUSUN OLEH : OCA AZHARA

2210070140024

PROGRAM STUDI DIII RADIOLOGI FAKULTAS VOKASI

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH PADANG

2025

(2)

Nama : OCA AZHARA NPM : 2210070140024

Judul laporan : “TEKNIK PEMERIKSAAN CT SCAN OS MASTOID DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT

PEKANBARU MEDICAL CENTER”

Pekanbaru, Februari 2025 Mengetahui:

Kepala ruangan

DEDI GUSTIAR, AMR

I

(3)

NAMA : OCA AZHARA

NPM :2210070140024

Telah di periksa dan disetujui untuk memenuhi tugas Praktek Kerja Lapangan 4 (PKL IV) dan dinyatakan layak untuk mengikuti ujian seminar kasus Laporan Kasus di Program Studi DIII Radiologi Fakultas Vokasi Universitas Baiturrahmah Padang.

Padang, Maret 2025 Pekanbaru, Maret 2025

Pembimbing Kepala Ruangan

Wahdini Hanifa, M. Tr. ID Dedi Gustiar, AMR

(4)

“Penatalaksanaan CT Scan Os Mastoid dengan klinis Tumor Daun Telinga” di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center dalam rangka tugas makalah Praktek Kerja Lapangan 4.

Dalam menyusun makalah ini, penulis menyadari tanpa bimbingan dari pihak terkait, tugas ini sulit untuk dilakukan. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dokter Armelia Adel Abdullah, Sp.Rad selaku Radiologis di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center

2. Abang Dedi Gustiar, AMR selaku Kepala Ruangan Radiologi di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center

3. Ibu Oktavia Puspita Sari, Dipl.Rad, S.Si, M.Kes selaku Ketua Program Studi DIII Radiologi Universitas Baiturrahmah

4. Seluruh Radiografer di RS Pekanbaru Medical Center atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan

5. Teristimewa kepada orang tua, keluarga dan teman-teman yang selalu memberikan doa dan dukungan secara penuh, baik secara material maupun kasih sayang dan moral guna keberhasilan dalam menyelesaikan pendidikan Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan waktu, kemampuan dan pengetahuan penulis. Kritikan dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan serta menjadi referensi jika dibutuhkan.

Pekanbaru, Januari 2025

Penulis

(5)

DAFTAR GAMBAR...v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

BAB 1 PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalalah...2

1.3 Tujuan Penulisan...3

1.4 Manfaat Penulisan...3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...4

2.1 Profil Rumah Sakit PMC...4

2.2 Terminologi CT-Scan...6

2.2.1 Pengertian CT-Scan...6

2.2.2 Perkembangan CT-Scan...6

2.2.3 Komponen-Komponen CT-Scan...11

2.2.4 Prinsip Kerja CT-Scan...13

2.2.5 Parameter CT-Scan...14

2.2.6 Kualitas Citra CT-Scan...17

2.3 Anatomi dan Patologis... 18

2.3.1 Anatomi Mastoid... 18

2.3.2 Patologis... 18

2.4 Prosedur Pemeriksaan CT-Scan Mastoid...22

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN...23

3.1 Jenis Pemeriksaan... 23

3.2 Tempat dan Waktu Pemeriksaan...23

3.3 Hasil Pemeriksaan...23

3.3.1 Identitas Pasien...23

3.3.2 Paparan Kasus... 23

3.3.3 Persiapan Pasien...23

3.3.4 Alat dan Bahan Studi Kasus...24

3.3.5 Teknik Pemeriksaan CT—Scan Mastoid...25

3.3.6 Hasil Ekspertise...27

3.4 Pembahasan...27

3.4.1 Prosedur Pemeriksaan CT—Scan Mastoid...27

3.4.2 Penggunaan Slice Thickness...28

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN...30

4.1 Kesimpulan... 31

4.2 Saran... 31

DAFTAR PUSTAKA...32

LAMPIRAN...33

ii

(6)

Gambar 2. 4 CT-Scan Generasi Ketiga... 8

Gambar 2. 5 CT-Scan Generasi Keempat...9

Gambar 2. 6 CT-Scan Generasi Kelima...10

Gambar 2. 7 Prinsip Kerja CT-Scan...14

Gambar 2. 8 Permukaan Internal Tulang Temporal...19

Gambar 2. 9 Permukaan Tulang Bawah Temporal...20

Gambar 3. 1 Pesawat CT-Scan...24

Gambar 3. 2 Printer CT-Scan... 24

Gambar 3. 3 Operator Consule CT-Scan...24

Gambar 3. 4 Posisi Pasien...25

Gambar 3. 5 Monitor Pemeriksaan...25

Gambar 3. 6 Topogram Lateral ...26

Gambar 3. 7 Hasil Gambaran Potongan Axial (a) dan Potongan Coronal (b)...26

Gambar 3. 8 Potongan Axial Mastoid 5 mm dan 1,5 mm...28

iii

(7)

CT-Scan adalah pencitraan diagnostik yang menggunakan kombinasi sinar-X dan teknologi komputer dalam mengolah, menganalisa, dan merekonstruksi data menjadi gambaran irisan tubuh yang diperiksa (Long et al., 2016). CT-Scan menggunakan komputer yang kompleks dan sistem pencitraan mekanis untuk memberikan gambaran anatomi penampang di axial, sagital, dan coronal (Lampignano & Kendrick, 2018).

Karena penemuan tersebut, sangat membantu untuk menegakkan diagnosa dengan CT-Scan sehingga dapat diketahui kelainan pada kepala, rongga dada, rongga perut, paru- paru, pembuluh darah, saluran nafas dan anggota tubuh lainnya (Halefoglu AM, 2017).

Os Mastoid merupakan rongga berisi udara yang terdapat dalam tulang temporal yang berhubungan dengan nasofaring melalui tuba eusthacius dan berhubungan dengan mastoid air cell (rongga mastoid) melalui antrum timpanic (aditus ad antrum). Rongga timpanik dan mastoid merupakan kelanjutan ari saluran pernafasan melalui tuba eusthacius (Zarra,2010).

Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomyelitis.

Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel-sel udara mastoid sering kita terlibat, menimblkan peradang dan nekrosis tulang yang terlokalisasi dan ektensif (osteomyelitis). Matoiditis merupakan peradangan tulang mastoid, biasanya berasal dari kavum timpani. Perluasan infeksi telinga bagian tengah yang berulang ulang dapat menyebabkan timbulnya

(8)

telinga. (Parakrama, 2006).

Pada pemeriksaan CT Scan terdapat parameter scaning salah satunya yaitu slice thickness akan mempengaruhi kualitas citra, nilai slice thickness akan mempengaruhi spatial resolusi, contrast resolution, noise dan artifact pada gambaran CT Scan. Pada umumnya ukuran yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan detail yang rendah dan sebaliknya ukuran yang tipis akan menghasilkan gambaran dengan detail yang tinggi. Slice Thickness yang lebih tebal membuat contrast resolution akan meningkat sedangkan spatial resolusi dan noise akan berkurang. Sebaliknya dengan slice thickness yang lebih tipis maka contrast resolution akan berkurang sedangkan spatial resolusi dan noise akan meningkat (Marido, 2020).

Pada pemeriksaan CT Scan terdapat parameter scaning salah satunya yaitu slice thickness yang mempengaruhi kualitas citra, nilai slice thickness akan mempengaruhi spatial resolusi, contrast resolution, noise dan artifact pada gambaran CT Scan. Pada umumnya ukuran yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan detail yang rendah dan sebaliknya ukuran yang tipis akan menghasilkan gambaran dengan detail yang tinggi. Slice thickness yang lebih tebal membuat contrast resolution akan meningkat sedangkan spatial resolusi dan noise akan berkurang, sebaliknya dengan slice thickness yang lebih tipis maka contrast resolution akan berkurang sedangkan spatial resolusi dan noise akan meningkat (Marido, 2020).

(9)

diperiksa. Slice thickness yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan detail yang rendah, sebaliknya dengan slice thickness yang tipis akan menghasilkan gambaran dengan detail yang tinggi. Slice thickness yang tebal akan menimbulkan gambaran yang mengganggu seperti garis-garis atau artefak dan apabila slice thickness terlalu tipis akan menghasilkan noise yang tinggi (Kartikheyen, 2005).

Menurut Tortorici (1995) menyebutkan bahwa pada pemeriksaan CT Scan Os Mastoid menggunakan slice thickness recon untuk potongan axial dan coronal menggunakan 5 mm. Sedangkan, di rumah sakit Pekanbaru Medical Center penerapan slice thickness recon pada pemeriksaan CT Scan Os Mastoid pada potongan axial dan coronal menggunakan 1,5 mm. Sehingga terdapat perbedaan slice thickness yang digunakan antara yang diteori dengan di lapangan.

Hal inilah yang membuat penulis tertarik mengangkat kasus ini menjadi laporan kasus dengan judul “PENATALAKSANAAN CT SCAN OS MASTOID DENGAN KLINIS TUMOR DAUN TELINGA DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT PEKANBARU MEDICAL CENTER”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana teknik pemeriksaan CT Scan Os Matoid dengan klinis Tumor Daun Telinga di RS Pekanbaru Medical Center?

2. Mengapa pemeriksaan CT Scan Os Mastoid dengan klinis Tumor Daun Telinga di RS Pekanbaru Medical Center menggunakan slice thickness 1,5 mm?

(10)

1. Untuk mengetahui bagaimana teknik pemeriksaan CT Scan Os Mastoid dengan klinis di RS Pekanbaru Medical Center.

2. Untuk mengetahui alasan penggunaan slice thickness 1,5 mm pada pemeriksaan CT Scan Os Mastoid dengan klinis Tumor Daun Telinga di RS Pekanbaru Medical Center.

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan laporan kasus ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis diharapkan laporan ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi pembaca dan dapat digunakan sebagai referensi bahan ajar dan keperluan pendidikan khususnya di bidang radiologi.

2. Manfaat Praktik

Secara praktik diharapkan laporan ini dapat bermanfaat untuk menjadi acuan sekaligus memperdalam pengetahuan bagi penulis dan pembaca mengenai penatalaksanaan CT Scan Os Mastoid dengan klinis Tumor Daun Telinga di RS Pekanbaru Medical Center

(11)
(12)

Gambar 2.1 Profil RS PMC

Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center (PMC) merupakan salah satu rumah sakit swasta yang berada di pusat Kota Pekanbaru. Rumah sakit PMC didirikan melayani kebutuhan masyarakat akan arti penting sebuah pelayanan kesehatan yang profesional dan berkualitas. Saat ini keberadaan rumah sakit PMC telah dirasakan oleh masyarakat Pekanbaru dan masyarakat Riau secara umumnya.

Dimana pelayanan rumah sakit PMC telah dimulai semenjak tanggal 19 September 2005 yang grand opening langsung dihadiri oleh gubernur provinsi Riau. Dalam pelayanan terhadap pasien rumah sakit PMC memiliki sumber daya manusia dengan dokter umum, dokter spesialis, perawat dan tenaga medis maupun non medis yang profesional dan handal di unit bagian masing-masing. Sehingga, pasien merupakan central bagi rumah sakit PMC akan tetanam selalu dihati karyawan baik dari direktur pelaksana Rumah Sakit PMC menerapkan upaya peningkatan pelayanan yang profesional secara berkelanjutan.

5

(13)

1. Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center (PMC) siap memberi pertolongan cepat pada pasien dengan kondisi kegawat daruratan.

2. Poliklinik spesialis dan sub-spesialis memberikan pelayanan setiap hari kerja mulai pukul 08.00-18.00 wib.

3. Rawat inap Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center terdiri dari berbagai kelas perawatan untuk memberikan berbagai macam pilihan.

4. Ruang perawatan khusus Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center terdiri dari: ICU/ICCU/HCU.

5. Medical Check UP Untuk dapat memperoleh kesehatan yang optimal, dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala.

2.2 Terminologi CT-Scan 2.2.1 Pengertian CT Scan

CT-Scan adalah suatu alat radiologis penunjang diagnostik yang menggunakan sinar-X melalui teknik tomografi dan komputerisasi modern (Seeram, 2001). Sinar-X menembus tubuh manusia dibuat sedemikian rupa, sehingga dalam bentuk potongan-potongan penampang tipis, seakan-akan tubuh kita dipotong dalam bentuk potongan-potongan penampang tipis horizontal atau axial, sinar-sinar tersebut setelah menembus tubuh akan direkam oleh detektor- detektor dalam bentuk data digital (Seeram, 2001).

2.2.2 Perkembangan CT Scan 1.CT-Scan Generasi Pertama

(14)

Gambar 2. 2 CT-Scan Generasi Pertama (Sumber: Rusmini dan Kartawiguna, 2017)

Generasi pertama (Rotasi – Translasi) dengan berkas sinar-X berbentuk pensil (Pencil-Beam) metode yang pertama ini disebut juga Generasi Pertama dari CT- Scan yang kemudian diterapkan pada CT- Scan Brain Scanner. Cara kerjanya mula-mula berkas tunggal sinar-X bertlanslasi sejauh jarak tertentu mencakup seluruh daerah objek dilanjutkan proses rotasi dengan sudut kecil kemudian kembali bertranslasi lagi. Demikian seterusnya berkas tersebut mengelilingi pasien atau objek dengan diikuti

(15)

detektornya pada sisi yang lain. Suatu data yang lengkap dari proses proyeksi ini didapatkan setelah sudut mencapai 1800, dan selanjutnya dari data proyeksi tersebut dapat dilakukan rekonstruksi citra yang diinginkan. CT- Scan generasi pertama ini hanya digunakan untuk CT-Brain Scanner, karena waktu pemindaianya yang sangat lama (135 – 150 detik).

2. CT-Scan Generasi Kedua

Gambar 2. 3 CT-Scan Generasi Kedua (Sumber: Rusmini dan Kartawiguna, 2017)

Metode kedua yang disebut juga generasi kedua dari CT-Scan ini merupakan penyempurnaan dari generasi sebelumnya, Terutama dalam hal waktu pemindaianya yang jauh lebih cepat. Dengan bertambah cepatnya waktu pemindaian maka dikembangkan pula kualitas Citra yang dihasilkan.

Perbedaan yang paling nyata antara generasi pertama dan kedua ini adalah pada jumlah detektornya di mana pada generasi kedua ini digunakan sejumlah detektor yang diletakkan berjajar untuk menerima berkas sinar-x yang berbentuk kipas (fan beam). Sedangkan gerakan pemotretan masih sama dengan generasi sebelumnya yaitu translasi dan rotasi mengelilingi pasien.

Selama proses pemindaian sejumlah data ditangkap dalam waktu bersamaan sesuai dengan jumlah detektornya sehingga lebih banyak sinar-X

(16)

yang dimanfaatkan dan penambahan sudut rotasi setelah proses translasinya tidak sekecil pada generasi pertama, melainkan sebesar 12 sudut puncak berkas yang berbentuk kipas.

3. Generasi Ketiga

Gambar 2. 4 CT-Scan Generasi Ketiga (Sumber: Rusmini dan Kartawiguna, 2017)

Metode ketiga atau generasi ketiga dari CT-Scan ini menerapkan sistem pemindaian yang sama sekali berbeda dengan generasi generasi sebelumnya, di mana tidak lagi dilakukan proses translasi dan sudut berkas dibuat lebih besar sehingga dapat menyinari penampang objek secara keseluruhan. Untuk dapat melakukan proses ini digunakan sekitar 300-500 detektor untuk menangkap berkas sinar-x yang dipancarkan. Karena hanya dilakukan proses rotasi, maka generasi ini memiliki waktu scan yang jauh lebih cepat dibandingkan dari generasi sebelumnya sehingga data yang diperoleh menjadi lebih akurat karena memungkinkan terjadinya pergerakan objek selama proses pemindaian dapat diperkecil dan dapat dipakai untuk pemotretan seluruh organ pasien yang disebut sebagai Whole Body Scanner. Problem yang ditemui pada generasi ketiga ini adalah bahwa masing-masing detektor membentuk satu kesatuan elemen citra, sehingga bila terdapat

(17)

sebuah detektor yang rusak atau tidak tepat kalibrasinya, akan terjadi cacat pada citra (artefak) berbentuk lingkaran yang konsentris dengan sumbu rotasi (cacat citra berbentuk ring atau cincin). Untuk mengatasi problem ini digunakan jenis detector yang stabil (misalnya detektor sintilasi atau Xenon) dan prosedur kalibrasi yang tepat.

4. CT-Scan Generasi Keempat

Gambar 2. 5 CT-Scan Generasi Keempat (Sumber: Rusmini dan Kartawiguna, 2017)

Metode keempat (metode rotasi stasioner/ metode cincin detektor) yang disebut juga generasi keempat dari CT-Scan ini bukan dibuat dengan tujuan mempercepat waktu pemindahan seperti yang dilakukan oleh generasi- generasi sebelumnya, melainkan hanya penyempurnaan aplikasi generasi ketiga. Konsep dasarnya adalah rotasi berkas sinar-X berbentuk kipas seperti juga pada generasi ketiga tetapi pada generasi keempat ini digunakan sejumlah detektor stasioner yang diletakkan melingkar mengelilingi objek dan diluar orbit yang dibentuk oleh proses rotasi tabung sinar-X. Pada genarasi keempat ini umunnya digunakan 600 detektor stasioner.

(18)

Gambar 2. 6 CT-Scan Generasi Kelima (Sumber: Rusmini dan Kartawiguna, 2017)

Konstruksi CT-Scan generasi kelima (Stasioner-stasioner) ini dikenal juga sebagai electron beamtekhnique. Pada pemindaian CT-Scan konvensional, tabung sinar-X bergerak berputar mengelilingi tubuh pasien berkas sinar-x dilemahkan oleh pasien dan perbedaan dari berkas yang diperoleh akan dideteksi oleh sistem detektor. Informasi ini didigitalkan dan diubah menjadi citra potongan melintang. Waktu pemaparan radiasi untuk setiap irisan dibatasi oleh waktu yang dibutuhkan menggerakkan tabung sinar- X secara fisik.

6. CT-Scan Generasi Keenam

Teknologi Slip-Ring (Helical dan Spiral) sekitar akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an untuk memenuhi tuntutan kebutuhan akuisisi data dalam bentuk volume dengan cepat. Akuisisi data dilakukan dengan meja yang bergerak sementara tabung sinar-X berputar sehingga gerakan tabung sinar- X membentuk pola spiral terhadap pasien saat dilakukan akuisisi data.

Teknik akuisisi helical atau spiral ini diterapkan pada konfigurasi rancangan CT-Scan generasi ke-3 dan generasi ke-4.

Perkembangan CT-Scan spiral atau helical pada awal tahun 1990- an menjadi tonggak penting yang perlu dicatat dalam evolusi teknik pencitraan

(19)

CT. Teknologi ini memungkinkan para klinis pertama kalinya mengakuisisi dalam bentuk volume tanpa adanya risiko irisan yang hilang atau ganda.

Perputaran gantry secara terus-menerus (continuous rotation) ini dimungkinkan karena digunakan slip ring. Dengan slip ring ini maka aliran listrik dari bagian yang diam ke bagian yang berputar disalurkan melalui sejumlah konduktor berbentuk cincin yang disusun secara paralel sehingga tidak menggunakan kabel lagi. Slip ring tersebut merupakan syarat untuk CT- Scan spiral atau helical.

7. CT-Scan Generasi Ketujuh

Pengembangan multi-detector row computed tomography (MDCT) pada tahun 1998 menyelesaikan beberapa masalah yang dialami pada CT- Scan spiral irisan tunggal. Volume anatomi yang lebih besar dapat diakuisisi dengan sekali proyeksi (1 putaran gantry). Generasi pertama sistem MDCT mampu melakukan akuisisi 4 irisan secara stimultan dengan wakt rotasi 0,5 detik, yang memberikan kecepatan pemindaian yang makin singkat an resolusi dalam arah longitudinal yang baik. Selain itu pemanfaatan daya sinar- X juga makin efisien dosis radiasi yang terbuang makin sedikit. Diluncurkan CT-Scan 16 irisan pada akhirnya memungkinkan akuisisi data rutin dengan rsolusi spasial isotropik submilimeter.

2.2.3 Komponen - Komponen CT-Scan

Tiga komponem utama dalam CT adalah gantry, meja pemeriksaan (couch) dan konsul. Gantry dan couch berada di ruang pemeriksaan, sedangkan konsul diletakkan diruang terpisah dalam ruang kontrol (Seeram, 2009).

(20)

1. Gantry

Dalam pemeriksaan CT pasien berada diatas meja pemeriksaan dan meja tersebut dapat bergerak menuju gantry. Gantry ini terdiri dari beberapa komponen yang berfungi untuk menghasilkan gambar (Seeram, 2009).

Komponem gantry terdiri dari :

a. Tabung sinar-X dalam CT memiliki struktur yang sama dengan tabung sinar-X pesawat konvensional, perbedaanya terletak pada kemampuan untuk menahan panas dan ouput yang tinggi. Ukuran focal spot yang cukup kecil (kurang dari 1 mm) sangat dibutuhkan untuk mendapatkan resolusi gambar yang tinggi (Seeram, 2009).

b. Kolimator berfungsi untuk mengurangi radiasi hambur, membatasi jumlah sinar-X yang sampai ke tubuh pasien serta untuk meningkatkan kualitas gambaran. Dalam pesawat CT memiliki dua buah kolimator.

Kolimator pertama diletakkan pada rumah tabung sinar-X yang disebut pre pasien kolimator dan kolimator kedua diletakkan antara pasien dan detektor yang disebut pre detektor kolimator atau post pasien kolimator (Seeram, 2009).

c. Detektor Selama eksposi, berkas sinar-X (foton) menembus pasien dan mengalami pelemahan (attenuasi). Sisa foton yang telah teratenuasi kemudian ditangkap oleh detektor, ketika detektor menerima sisa-sisa foton tersebut, foton berinteraksi dengan detektor dan memproduksi sinar dengan arus yang kecil yang disebut sinar output analog. Sinyal ini besarnya sebanding dengan intensitas radiasi yang diterima. Kemampuan penyerap

(21)

detektor yang tinggi akan berakibat kualitas radiograf gambar yang dihasilkan menjadi optimal. Detektor memiliki 13 dua tipe yaitu detektor solid state dan detektor isian gas (Seeram, 2009).

2. Meja Pemeriksaan

Meja pemeriksaan merupakan tempat untuk memposisikan pasien. Meja ini biasanya terbuat dari fiber karbon. Dengan adanya bahan ini maka sinar-X yang menembus pasien tidak terhalangi jalannya untuk menuju detektor. Meja pemeriksaan harus kuat dan kokoh karena fungsi untuk menopang tubuh pasien selama meja bergerak kedalam gantry (Seeram, 2009).

3. Sistem Konsul

Konsul tersedia dalam berbagai variasi CT. Pada CT-Scan generasi awal masih menggunakan dua sistem konsul yaitu untuk mengoperasikan CT-Scan sendiri dan untuk perekam serta untuk pencetakan gambar. Model yang terbaru sudah memakai sistem satu konsul yang memiliki banyak kelebihan dan banyak fungsi (Seeram, 2009).

2.2.4 Prinsip Kerja CT-Scan

Sinar X yang ke luar dari tabung menembus objek (mengalami atenuasi) dan ditangkap oleh detector yang kemudian mengubah sinar X menjadi sinyal listrik. Sinyal listrik tersebut diperkuat oleh Photo Multiplier Tube (PMT), data dalam sinyal listrik tersebut diubah ke dalam bentuk digital oleh Analog to Digital Converter (ADC) yang kemudian masuk ke dalam sistem komputer dan diolah oleh komputer. Kemudian Data Aquititon System (DAS) melakukan pengolahan data dalam bentuk data-data digital atau numeric. Data-data inilah yang merupakan informasi komputer 9 dengan

(22)

rumus matematika atau algoritma kemudian gambar direkonstruksi dalam bentuk numerik dan diubah menjadi sinyal listrik untuk ditampilkan pada layar monitor berupa irisan/potongan dari objek dalam bentuk grey scale atau skala keabuan. Pada CT-Scan memiliki koefisien atenuasi linear yang mutlak dari suatu jaringan yang diamati, yaitu berupa CT Number/ Hounsfield Unit (HU) (Adibi A,2014).

Gambar 2. 7 Prinsip Kerja CT-Scan (Sumber : Romans Le, 2011) 2.2.5 Parameter CT-Scan

1. Slice Thickness

Pada pemeriksaan CT-Scan terdapat parameter scanning salah satunya yaitu slice thickness yang mempengaruhi kualitas citra, nilai slice thickness akan mempengaruhi spatial resolusi, contrast resolution, noise dan artifact pada gambaran CT-Scan. Pada umumnya ukuran yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan detail yang rendah dan sebaliknya ukuran yang tipis akan menghasilkan gambaran dengan detail yang tinggi. Dengan slice thickness yang lebih tebal maka contrast resolution akan meningkat sedangkan spatial resolusi dan noise akan berkurang, sebaliknya dengan slice thickness yang lebih tipis maka contrast resolution akan berkurang sedangkan spatial resolusi dan noise akan meningkat (Bisra, Marido, 2020).

(23)

2. Range

Range atau rentang adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa slice thickness. Range bermanfaat untuk mendapatkan ketebalan irisan yang sama pada satu lapangan pemeriksaan (Seeram, 2016).

3. Faktor Eksposi

Pengoperasian konsul yang khas meliputi pengontrolan dan pengawasan untuk berbagai faktor teknis. Faktor eksposi pada pesawat CT- Scan hampir sama dengan pesawat radiografi konvensional. Faktor eksposi tersebut meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung (mA), dan waktu eksposi

(s). Pengoperasian biasanya melebihi 120 kVp, sedangkan arus tabung pada sinar-X yang bersifat kontinyu adalah 100 mA dan untuk sinar yang bersifat pulsa maka arus tabung yang digunakan adalah beberapa ratus mA. Untuk waktu yang diperlukan setiap scanning dapat dipilih antara1 sampai 5 detik (Seeram, 2016).

4. Field Of View

Field of View merupakan diameter maksimum dari gambaran yang direkontruksi. Jika FOV diperbesar (12 cm menjadi 20 cm) dengan ukuran matriks yang tetap maka ukuran pixel akan mengalami pembesaran yang proposional, namun jika ukuran matriks diperbesar (misal 512 x 512 menjadi 1024 x 1024) dengan FOV tetap maka ukuran pixel akan semakin kecil, sehingga resolusi gambar semakin baik (Seeram, 2016).

(24)

5. Gantry Tilt

Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang vertikal dengan gantry (tabung sinar-x dan detektor). Rentang penyudutan antara 120 sampai 300. Penyudutan dari gantry bertujuan untuk mengkompensasi penyudutan dari organ yang diperiksa (Seeram, 2016).

6. Rekontruksi Matriks

Rekonstruksi matriks adalah jumlah deretan baris dan kolom dari picture element (pixel) dalam proses perekonstruksian gambar. Ukuran matriks dapat dipilih dari 64 x 64 sampai 1024 x 1024. Rekonstruksi matriks ini berpengaruh terhadap resolusi gambar yang akan dihasilkan, semakin tinggi matriks yang digunakan maka semakin tinggi resolusi yang akan dihasilkan (Seeram, 2016).

7. Rekontruksi Algoritma

Rekonstruksi Algorithma merupakan rekonstruksi otomatis sehingga gambar dapat ditampilkan pada monitor. Rekonstruksi algorithma digunakan untuk mengubah hasil konversi dari perlemahan sinar-x menjadi gambaran CT- Scan (Seeram, 2016).

8. Window Width

Window width adalah rentang nilai computed tomography yang akan dikonversi menjadi gray levels untuk ditampilkan dalam monitor. Setelah komputer menyelesaikan pengelolahan gambar melalui rekontruksi matriks dan algorithma maka hasilnya akan dikonversi menjadi skala numerik yang dikenal dengan nama nilai computed tomography. Nilai ini mempunyai satuan HU (Hounsfield Unit) yang diambil dari nama penemu CT-Scan kepala pertama

(25)

dengan yang dimiliki – 1000 HU diantara rentang tersebut merupakan jaringan atau substansi lain dengan nilai berbeda-beda pula tergantung pada tingkat perlemahannya. Dengan demikian penampakan tulang dalam monitor menjadi putih dan penampakan udara hitam. Jaringan dan substansi lain akan dikonversi menjadi warna abu - abu yang bertingkat yang disebut Gray Scale. Khusus untuk darah yang semula dalam penampakannya berwarna abu - abu dapat menjadi putih jika diberi media kontras Iodine (Seeram, 2016).

9. Window Level

Adalah nilai tengah dari window yang digunakan untuk menampakkan gambar. Nilai dapat dipilih tergantung pada karakteristik perlemahan dari struktur obyek yang diperiksa dan window level juga menentukan densitas gambaran yang dihasilkan.

10. Pitch

Pitch adalah pergerakan meja perotasi dibagi slice thickness. Pitch berpengaruh pada kualitakan meningkatkan volume gambaran karena berpengaruh pada resolusi gambar sepanjang z – axis (Seeram, 2016).

2.2.6 Kualitas Citra CT-Scan 1. Spatial Resolution

Spatial resolution adalah kemampuan untuk dapat membedakan objek yang berukuran kecil dengan densitas yang berbeda pada latar belakang yang sama (Seeram, 2009

2. Contrast Resolution

Contrast resolution adalah kemampuan untuk membedakan atau menampakkan obyek-obyek dengan perbedaan densitas yang sangat kecil dan dipengaruhi oleh faktor eksposi, slice thickness, FOV dan filter kernel (rekonstruksi algorithma) (Seeram, 2009).

(26)

tinggi noise maka kontras akan semakin menurun (Seeram, 2009).

4. Artefak

Artefak adalah kesalahan yang terdapat dalam gambar yaitu adanya sesuatu gambaran dalam citra yang tidak ada hubungannya dengan obyek yang diperiksa serta sesungguhnya tidak diharapkan untuk ada (Seeram, 2009).

2.3 Anatomi dan Patologis 2.3.1 Anatomi Mastoid

Mastoid merupakan rongga berisi udara yang terdapat didalam tulang temporal yang berhubungan dengan nasofaring melalui tuba eustachius dan berhubungan dengan mastoid air cell (rongga mastoid) melalui antrum timpanic.

Rongga timpanik dan mastoid merupakan kelanjutan dari saluran pernafasan dan menjadi tempat yang mengalami infeksi yang berasal dari saluran pernafasan melalui tuba eustachius.

Menurut Netter (2018), petrosum dan mastoid membentuk bagian petromastoid (petromastoid portion) yang terdiri dari :

(27)

temporal yang memanjang menuju prosessus mastoideus yang bebentuk kerucut. Mastoid beartikulasi dengan tulang parietal di batas atas sutura parietomastoid dan tulang oksipital di batas belakang sutura occipitomastoid, yang berdekatan dengan sutura lambdoidal.

2. Sel udara mastoid (mastoid air cell)

Sel udara mastoid terletak di bagian atas di depan prosessus mastoideus yang disebut antrum mastoid. Sel udara ini memiliki ukuran yang cukup besar dan berhubungan dengan rongga timpanik. Sesaat sebelum atau setelah lahir, sel-sel udara yang kecil mulai berkembang di sekitar antrum mastoid dan terus meningkat dalam jumlah maupun ukuran sekitar usia pubertas.

Gambar 2. 8 Permukaan Internal Tulang Temporal (Sumber : Japardi, 2013)

1. Artikulasi dengan tulang temporal 2. Squama

3. Alur arteri meningeal medial 4. Greater wing sphenoid 5. Processus zygomaticum 6. Internal acoustic meatus

(28)

7. Processus styloideus 8. Occipital

9. Petrosum

10. Alur sinus lateral 3. Petrosum (Petrous Portion)

Bagian petrosum atau sering disebut petrous pyramid, merupakan tulang padat di cranium, berbentuk kerucut atau piramida dan tebal. Bagian tulang temporal ini berisi organ pendengaran dan keseimbangan.

Gambar 2. 9 Permukaan Tulang Bawah Temporal (Sumber : Japardi, 2013)

1. Processus zygomaticum

2. Artikulasi fossa dengan condilus mandibular 3. Processus styloideus

4. Eksternal acoustic meatus 5. Processus mastoideus 6. Fossa jugularis 7. Karotis kanalis 8. Petrosum 9. Tuba eustachius

2.3.2 Penatalaksanaan Pemeriksaan CT Scan Os Mastoid 1. Pengertian

CT-Scan os mastoid merupakan pemeriksaan radiologi CT-Scan tulang temporal yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran cross sectional anatomi tulang temporal bagian mastoid. CT-Scan tulang temporal merupakan pemeriksaan standar yang dilakukan pada pasien yang dicurigai mengalami mastoiditis. Pada pemeriksaan CT-Scan dapat ditemukan opasifikasi pada sel mastoid air, pembengkakan pada mukosa telinga tengah, cairan, enhancement pada area yang mengalami abses, deminarelisasi pada dinding sel mastoid sehingga tidak tampak kabur, atrofi, dan nekrosis septa tulang. (Chen, 2014)

1. Indikasi Pemeriksaan a.Choleasteatoma

b. kehilangan pendengaran c. Frakture

(29)

a. Unit pesawat CT-Scan b. Alat fiksasi

c. Selimut d. Oksigen

3. Teknik Pemeriksaan

Tidak ada persiapan khusus, hanya saja pasien diinstruksikan untuk melepas benda metalik yang ada di daerah kepala terutama yang menempel pada obyek seperti gigi palsu, anting, penjepit rambut dan lain-lain agar tidak menimbulkan bayangan artefact. Kemudian pasien dan atau keluarga pasien diberi edukasi mengenai tujuan dan prosedur pemeriksaan sampai dengan memahami manfaat dan resiko pemeriksaa yang akan dilakukan. Apabila memungkinkan pasien diingatkan tentang hal-hal yang tidak boleh dilakukan selama pemeriksaan berlangsung seperti bergerak

(30)
(31)

dua jenis potongan, yaitu potongan axial dan potongan coronal.

a. Potongan Axial

1) Posisi pasien : Pasien berbaring supine diatas meja pemeriksaan dengan kepala diataur sedimikian rupa sehingga simetris berada pada pertengahan gantry. Posisi pasien diatur senyaman mungkin.

2) Posisi Objek : Kepala hiperextensi dan diletakkan pada head holder. Kepala diposisikan sehingga mid sagital plane tubuh sejajar dengan lampu indikator longitudinal dan interpapillary line sejajar dengan lampu indikator horizontal.

Lengan pasien diletakkan diatas perut atau di samping tubuh. Untuk mengurangi pergerakan dahi dan tubuh pasien sebaiknya difiksasi dengan sabuk khusus pada head holder dan meja pemeriksaan.

3. Parameter Scan (Totorici, 1995) : a) Start positions : Skull base

b) End positions : Superior margin of petrous temporal bone c) Gantry angle : 300 cranial to infraorbital meatal line d) Slice thickness : 5mm

e) Kv/mAs : 140 kV/300 mAs f) Alghorithma : Bone

g) SFOV/DFOV : 25 cm/18 cm h) Window width : 4000

i) Window level : 750

Gambar 2.10 Potongan Axial (Sumber: juliano, 2018) Kriteria gambaran :

1. Pinna

2. Tympanic membrane

(32)

5. Vidlan canal 6. Petrous 7. Mastoid

8. Mastoid segment facial nasal 9. Jugular foramen

b. Potongan Coronal

1) Posisi Pasien : Pasien berbaring prone diatas meja pemeriksaan dengan kepala diatur sedemikian rupa sehingga simetris berada pada pertengahan gantry

2) Posisi objek : Kepala hiperextensi dan diletakkan pada head holder. Kepala diposisikan sehingga mid sagital plane tubuh sejajar dengan lampu indikator longitudinal dan interpillary line sejajar dengan lampu indikator horizontal.

Lengan pasien diletakkan diatas perut atau disamping tubuh. Untuk mengurangi pergerakan dahi dan tubuh pasien sebaiknya difiksasi dengan sabuk khusus pada head holder dan meja pemeriksaan.

3) Parameter scan (Juliano,2018)

a) Start position : Anterior margin of petrous temporal bone b) End position : Posterior margin of petrous temporal bone c) Gantry angle : 900 to skull base of middle cranial fossa d) Slice thickness : 5mm

e) kV/mAs : 140 kV/300 mAs

f) Alghoritma : Bone g) SFOV/DFOV: 25 cm/ 18 cm h) Window width : 4000 i) Window level :750

Gambar 2.11 Potongan Coronal

(33)

1. Art tympanic facial nasal 2. Malleolus

3. Prussak space 4. Scutum

5. Tensor tympany temporal 6. Hypotympanum

7. Petro occipital 8. Cilvus

9. Cochiea

10. Tensor tympany mandibula

(34)

3.1.1 Tempat dan Waktu pemeriksaan

Tempat dilakukan pemeriksaan adalah di ruangan CT-Scan di Instalasi Radiologi RS Pekanbaru Medical Center pada tanggal 14 Februari 2025.

3.1.2 Hasil Pemeriksaan 1. Identitas Pasien

a. Nama : Tn.W

b. Umur : 31 tahun

c. Tanggal Lahir : 27 Februari1993 d. Jenis Kelamin : Laki-Laki

e. Dokter Pengirim : dr. Faisal Hamdy, Sp. THT-KL f. Tanggal Pemeriksaan : 14 Februari 2025

g. Pemeriksaan : CT Scan Os Mastoid

h. Klinis : Tumor Daun Telinga

2. Paparan Kasus

Seorang pasien atas nama Tn. W berumur 31 tahun dirujuk dari Rumah Sakit Prof. Dr. Tabrani diantar oleh perawat ke instalasi Radiologi RS Pekanbaru Medical Center dengan membawa surat permintaan CT Scan Os Mastoid dengan diagnosa Tumor Daun Telinga.

33

(35)

3. Persiapan Pemeriksaan

Berdasarkan observasi yang penulis lakukan, pemeriksaan CT Scan Os Mastoid pada klinis Tumor Daun Telinga di Instalasi Radiologi RS Pekanbaru Medical Center tidak dilakukan persiapan khusus. Hanya melepas benda benda asing yang berada pada daerah kepala dan petugas memberikan instruksi kepada pasien untuk diam selama pemeriksaan berlangsung.

4. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada pemeriksaan CT Scan Os Mastoid dengan klinis Tumor Daun Telinga di Instalasi Radiologi RS Pekanbaru Medical Center sebagai berikut :

a. Pesawat CT Scan

1) Merk : Siemens

2) Model/Tipe : CHRONON XTA Unit/188252384 3) Kapasitas Maksimum : 140 kvp

4) Tahun Produksi 2023

5) Slice 32

Gambar 3.1 Pesawat CT Scan

(Sumber: Document RS Pekanbaru Medical Center)

(36)

b. Printer

1) Merk : Epson

2) Nama Produk : Epson L1300

Gambar 3.2 Printer

(Sumber: Document RS Pekanbaru Medical Center) c. Komputer CT Scan

Gambar 3. 3 Komputer CT Scan (Sumber: Document RS Pekanbaru Medical Center)

d. Film Radiologi

1) Merk : Centuria

2) Model/Ukuran : A3

Gambar 3.4 Film CT Scan

(Sumber: Document RS Pekanbaru Medical Center)

(37)

5. Teknik Pemeriksaan CT Scan Os Mastoid

a. Registrasi Data Pasien dan Pemilihan Pemeriksaan 1) Tekan tombol ”New pasien“

2) Isi data pasien dengan lengkap 3) Klik menu “exam”

4) Kemudian pilih jenis pemeriksaan mastoid dengan klik gambar kepala.

5) Pilih pemeriksaan “os mastoid”

6) Lalu tekan “Add”

(38)

Gambar 3. 5 Registrasi data pasien dan pemilihan pemeriksaan (Sumber : Document RS Pekanbaru Medical Center) b. Posisi Pasien

Posisikan pasien tidur terlentang (supine) di atas meja pemeriksaan dengan posisi kepala dekat dengan gantry (head first),

(39)

kedua lengan lurus disamping tubuh dan difiksasi dengan body strap yang ada di meja pemeriksaan. Mid Sagital Plane (MSP) tubuh diposisikan tepat berada di pertengahan meja pemeriksaan sejajar dengan indikator longitudinal laser gantry,untuk kenyamanan selama pemeriksaan pasien diberi selimut.

Gambar 3.6 Posisi Pasien

(Sumber: Document RS Pekanbaru Medical Center) c. Pengaturan Sinar

Pastikan lengan di letakkan di samping tubuh. MSP kepala sejajar dengan lampu indikator longitudinal dan lampu indikator horizontal setinggi MAE. Bagian kiri dan kanan kepala pasien diberi pengganjal dan difiksasi dengan head strap agar tidak bergerak selama pemeriksaan.

Memasukkan meja pemeriksaan ke dalam gantry dengan menekan tombol pemasukan meja sampai mencapai batas atas kepala pasien (verteks) tepat pada garis horizontal laser gantry. Central point lampu indikator 3 jari superior kepala. Memberikan penjelasan kembali kepada pasien agar diam (terutama bagian kepala) selama pemeriksaan berlangsung.

(40)

Gambar 3.7 Pengaturan Sinar

(Sumber: Document RS Pekanbaru Medical Center) d. Parameter Scanning

1) Scan Area : Glabela sampai Mandibula

2) kV 130

3) mA 30

(41)

4) Rotation time : 2,03 detik 5) Slice Thickness : 1,5 mm e. Proses Scanning

1) Tekan tombol “Confirm” dan “Ok” kemudian start untuk proses pengambilan gambar. Dan atur pengambilan topogram nya. Lalu setelah gambaran muncul atur area yang akan discanning.

2) Setelah menentukan area yang akan discanning kemudian klik ok dan move lalu klik start maka proses scanning berlangsung. Scanning dilakukan tanpa aba-aba.

3) Proses Scanning selesai. Langkah selanjutnya yaitu mengeluarkan pasien dari ruang pemeriksaan dan rekonstruksi citra.

Gambar 3.8 Scanogram Mastoid

(Sumber: Document RS Pekanbaru Medical Center) f. Proses Pengolahan Gambar

1) Pertama klik hasil scanning pada menu “patient browser”, jika sudah muncul potongan axial, sagital dan coronal dan gambaran 3D nya

(42)

Gambar 3. 9 Hasil scanning

(Sumber: Document RS Pekanbaru Medical Center)

2) Klik menu “Parallel range” pada potongan axial, pada preset pilih

“Axial Mastoid” dengan pengambilan slice thicknes 1,5 mm dan number of images 19 lalu klik “kunci”. Atur batas dan batas bawahnya pada scanogram. Lalu klik “start” kemudain save image dengan nama “AXIAL SOFT TISSUE” dan tekan “ Accept”.

3) Setelah itu klik kanan lalu pilih menu ekspor gambar, untuk mengekspor hasil gambar potongan axial brain ke KPAC.

g. Proses pencetakan radiograf

Melakukan proses pengeditan dan merapikan hasil gambaran yang sudah dipindahkan untuk di print. Setelah selesai mengatur gambaran yang akan di cetak, klik “print”.

i. Hasil gambaran

Hasil gambaran CT Scan Os Mastoid Dengan Klinis Tumor Daun Telinga di RS Pekanbaru Medical Center sebanyak 3 lembar dengan potongan axial, coronal dan bone setting.

(43)

(a) (b) Gambar 3.11 Hasil Gambar potongan axial(a) dan Coronal (b)

(Sumber : Dokumentasi RS Pekanbaru Medical Center) j. Potongan Patologis

(44)

Gambar 3.11 Gambar patologi Tumor Daun Telinga pada slice ke-10 dan 11 (Sumber : Dokumentasi RS Pekanbaru Medical Center)

(45)

dokter radiologi yaitu kesan : Sugestif lipoma di daun telinga kanan, tidak tampak kelainan pada telinga dalam bilateral.

k. Hasil Ekpertise

CT scan Mastoid tanpa kontras, hasil sbb :

Tampak nodul hipodens batas tegas di regio daun telinga kanan dengan:2,1x 2,4 x 2,1 cm. HU : -10. Lesi berbatas tegas dengan dinding regio temporal kanan dan mendesak kel. Parotis ke medial. CT scan mastoid tanpa kontras dengan teknik resolusi tinggi, potongan axial dan koronal dengan tebal irisan 1.5 mm.

Hasil sbb : Telinga kanan : Telinga kanan & kiri :

Meatus akustikus eksternus dalam batas normal Pneumatisasi mastoid baik, tak tampak sklerotik Tampak tulang AE tulang maleus, incus, stapes baik Kochlea dan kanalis semi sirkularis dalam batas normal Kanalis akustikus internus, karotikus, jugularis dan tuba baik.

Antrum mastoid, aditus ad antrum, cavum tympani dan epitympanum baik.

Kesan :

- Sugestif lipoma di daun telinga kanan.

- Tidak tampak kelainan pada telinga dalam bilateral.

3.4 Pembahasan

3.4.1 Prosedur Pemeriksaan CT-Scan Mastoid Di Instalasi Radiologi

Berdasarkan hasil observasi yang telah penulis dapatkan di Instalasi Radiologi RS Pekanbaru Medical Center penatalaksaan CT Scan Os Mastoid dengan klinis Tumor Daun Telinga meliputi beberapa tahapan yaitu : mengisi data pasien, positioning pasien, pengaturan sinar, dan recontruksi gambar.

a. Persiapan Alat

Di instalasi Radiologi RS Pekanbaru Medical Center, pada pemeriksaan CT Scan brain tidak membutuhkan persiapan khusus. Hanya

(46)

dan petugas memberikan instruksi kepada pasien untuk diam selama pemeriksaan berlangsung. Persiapan alat dan bahan yaitu pesawat CT Scan, printer, komputer, dan film. Setelah itu, input data pasien terlebih dahulu mulai dari nama, usia, jenis kelamin dan sebagainya di komputer monitor.

b. Persiapan Pasien

Pada pemeriksaan CT Scan Mastoid posisi pasien supine (head first) dan menempatkan kepala pasien pada head holder. Kedua lengan di letakkan di samping tubuh. MSP kepala sejajar dengan lampu indikator longitudinal dan lampu indikator horizontal setinggi MAE. Bagian kiri dan kanan kepala pasien diberi pengganjal dan difiksasi dengan head strap agar tidak bergerak selama pemeriksaan. Memasukkan meja pemeriksaan ke dalam gantry dengan menekan tombol pemasukan meja dimulai dari sinus frontalis hingga angulus mandibula tepat pada garis horizontal laser gantry. Central point lampu indikator 2 jari superior kepala. Memberikan penjelasan kembali kepada pasien agar diam (terutama bagian kepala) selama pemeriksaan berlangsung.

c. Parameter Scanning

Kemudian pada tahap scanning pembuatan scanogram atur scan area daerah mastoid glabella sampai mandibula dengan slice thickness 5 mm, recon slice thickness 1,5 mm

,

kV 130, mA 30, rotation time 2,03 detik. Klik

“star scan” untuk proses pengambilan gambar, scanning dilakukan tanpa aba- aba. Untuk scanning CT Scan Mastoid yang digunakan mengambil irisan axial.

Langkah selanjutnya yaitu mengeluarkan pasien dari ruang pemeriksaan dan rekonstruksi citra. Selanjutnya lakukan rekontruksi potongan axial brain dengan slice thickness 1,5mm dengan preset “Axial soft tissue” dan mengatur banyak potongan sebanyak 19 potongan, lalu diprint 3 lembar hasil gambaran dengan potongon axial,coronal,dan bone setting dan hasil recon potongan axial

(47)

perbedaan penggunaan slice thickness . Di Instalasi Radiologi PMC pada pemeriksaan Ct Scan os mastoid dengan klinis Tumor Daun Telinga menggunakan slice thickness 1,5 mm, Menurut Tortorici (1995) menyebutkan bahwa pada pemeriksaan CT Scan Os Mastoid menggunakan slice thickness recon untuk potongan axial dan coronal 5 mm. Sedangkan slice thickness yang digunakan dalam scanning mastoid di Instalasi Radiologi PMC adalah 1,5 mm. Sehingga terdapat perbedaan slice thickness yang digunakan antara yang di teori dengan di lapangan.

Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari obyek yang diperiksa.

Slice thickness yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan detail yang rendah, sebaliknya dengan slice thickness yang tipis akan menghasilkan gambaran dengan detail yang tinggi. Slice thickness yang tebal akan menimbulkan gambaran yang mengganggu seperti garis-garis atau artefak dan apabila slice thickness terlalu tipis akan menghasilkan noise yang tinggi (Kartikheyen, 2005).

(48)

Pekanbaru Medical Center

Gambar 3. 8 Potongan Axial Mastoid 5 mm (a) dan 1,5 mm (b) (Sumber : Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center, 2025)

Keterangan Gambar :

1. Meatus Acuaticus Externus

2. Lesi Kolesteatoma pada Meatus Acuaticus Externus Kanan 3. Mastoid Air Cell

4. Sigmoid Sinus

(49)

adalah tampak lesi kolesteatoma pada meatus acusticus externus kanan, mastoid air cell dan sigmoid sinus. Kualitas citra yang mengunakan slice thickness 1,5 mm pada pemeriksaan CT-Scan Mastoid yaitu hasil gambaran yang lebih detail se rta tajam, spasial resolusi yang meningkat, kontras resolusi yang menurun, juga noise yang meningkat.

Sedangkan hasil gambaran pada pemeriksaan CT-Scan Mastoid menggunakan 1,5 mm di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center tampak sugestif lipoma di daun telinga kanan, tidak tampak kelainan pada telinga dalam bilateral. Adapun kualitas citra yang mengunakan slice thickness 1,5 mm pada pemeriksaan CT-Scan Mastoid yaitu spasial resolusi yang menurun, kontras resolusi yang meningkat, noise yang menurun namun diikuti dengan penurunan detail gambaran.

Menurut Totorici (1995) bahwa dengan slice thickness yang tipis menghasilkan resolusi yang tinggi dan mengurang. Menurut seeram (2001) slice thickness yang tipis akan menghasilkan amplitude yang kecil dan banyak.

Amplitudo tersebut akan saling overlapping maka data yang ditangkap oleh detector tidak terjadi missing data dari obyek yang diiris sehingga bisa menampakkan lesi. Kalau dengan irisan tebal maka amplitude yang dihasilkan lebih lebar dan sedikit dengan menambah factor eksposi sehingga menghasilkan banyak foton dan signal yang dihasilkan lebih kuat. Penggunaan slice thickness 1,5 mm dimaksudkan agar mendapatkan detail gambar yang baik. Disamping itu, sesuai dengan anatomi organ mastoid yang tipis maka dengan penggunaan slice thickness 1,5 mm organ akan lebih terlihat.

(50)

Instalasi Radiologi Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center tidak ada persiapan khusus, pasien diminta untuk melepaskan benda-benda yang dapat menggangu hasil gambaran. Pasien supine dengan kepala dekat gantry (head first). Scan area mastoid di mulai dari superior sinus frontalis hingga angulus mandibula. Slice thickness yang digunakan adalah 1,5 mm, dengan FOV 224,0 mm, kV 120 kV, mA 30 mA, Window Width 360 dan Window Level 60.

2. Hasil gambaran di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center pada pemeriksaan CT-Scan Mastoid tampak sugestif lipoma di daun telinga kanan, tidak tampak kelainan pada telinga dalam bilateral. Adapun kualitas citra di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center yang mengunakan slice thickness 1,5 mm pada pemeriksaan CT-Scan Mastoid yaitu spasial resolusi yang menurun, kontras resolusi yang meningkat, noise yang menurun namun diikuti dengan penurunan detail gambaran.

4.2 Saran

Sebaiknya pada pemeriksaan CT-Scan mastoid dengan klinis Tumor Daun Telinga menggunakan slice thickness yang lebih tipis yaitu 1,5 mm untuk menampilkan atau memperlihatkan anatomi hingga masa terkecil yang lebih detail serta tajam.

(51)

Bisro, Marido. (2020). Perbedaan Kualitas Citra Anatomi MSCT Thorax Potongan Axial Pada Variasi Rekonstruksi Slice Thichness Dengan Klinis Tumor.

Halefoglu, A. M., & Yousem, D. M. (2018). Susceptibility weighted imaging:

Clinical applications and future directions. World Journal of Radiology, 10(4), 30 45.

Kartawiguna, D dan Rusmini. B (2017). Instrumentasi Pemindai Tomografi Komputer. Yogyakarta: Pustaka Panasena.

Lampignano, John P. 2018. Bontrager’ s textbook of Radiographic Positioningand Related Anatomy. Missouri : Elsevier.

Long, B.W, Rollins, J.H, Smith, B. . 2016. Merrill’s Atlas Of Radigraphic Positioning and Procedures. In Elsevier (Thirteenth). St. Louis: Elsevier Mosby

Nesseth, R., 2000. Procedure and Documentation For CT and MRI, McGraw- Hill Medical Publishing division. Kansas.

Romans, L. E. (2011). Computed Tomography for Technologists A Comprehensive. China : Wolters Kluwer Health.

Seeram, Euclid. 2009. Computed Tomography, Physical, Principles, Clinical Applications, and Quality Control, Third Edition. Missouri: Saunders Elsevier.

Seeram, Euclid. 2016. Computed Tomography, Physical, Principles, Clinical Applications, and Quality Control, Fourth Edition. Missouri: Saunders Elsevier.

Syamsidar, 2017, Analisis Akurasi Dan Keseragaman CT Number Dari Citra CTScan Menggunakan Phantom, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Skripsi, Universitas Hasanuddin, Makassar.

(52)
(53)
(54)

Referensi

Dokumen terkait