Pengikatan ini menyebabkan terhambatnya substrat asli dan sisi aktif enzim sehingga kecepatan reaksi enzim dapat menurun. VE-S (kecepatan pembentukan kompleks E-S) akan semakin cepat jika konsentrasi enzim [E] ditingkatkan sehingga kecepatan reaksi juga akan semakin cepat.
Prosedur Kerja 1) Pengaruh suhu
Minyak tak jenuh (minyak jagung) b. C. Tambahkan 1 ml larutan enzim d 0,5% ke dalam setiap tabung reaksi. Aduk rata dan catat waktu pencampurannya. Tuang isi ketiga tabung dengan pipet ke dalam masing-masing cartridge hingga 3 ml.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Enzim PRAKTIKUM 1: Pengaruh suhu
Tabel Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim
Grafik Pengaruh Suhu terhadap Aktivasi Enzim
Aktivitas enzim di bawah suhu optimal 37°, yaitu pada suhu 0° dan 28°, disebabkan oleh rendahnya energi aktivasi yang tersedia. Ketika suhu lingkungan meningkat, enzim mulai bekerja secara parsial dan mencapai suhu maksimumnya pada suhu tertentu.
Pengaruh pH Hasil pengamatan
Sebelum dimasukkan ke dalam inkubator warnanya putih, namun setelah dimasukkan ke dalam inkubator suhu 37 pada menit 16:06 warnanya tetap putih dan muncul gumpalan pada dasar tabung. Sebelum dimasukkan ke dalam inkubator warnanya putih, setelah dimasukkan ke dalam inkubator suhu 37 warnanya tetap putih dan tidak ada gumpalan pada dasar tabung. Tidak terjadi pemadatan karena larutan bersifat basa, sedangkan enzim pepsin yang dihasilkan memiliki tingkat keasaman yang optimal dan stabil.
Sebelum dimasukkan ke dalam inkubator warnanya putih, setelah dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 37 at. Pada menit 11.49 warna tetap putih dan terjadi penggumpalan pada dasar tabung. Semakin rendah pH/semakin asam larutan yang bereaksi dengan enzim maka akan semakin cepat pula reaksi enzim terjadi. Sebaliknya, semakin tinggi pH/semakin basa suatu larutan maka reaksi enzim akan semakin lambat.
Pengaruh kadar substrat Hasil Pengamantan
- Pengaruh Kadar Substrat
Pada percobaan yang kami lakukan, kami menguji kadar substrat mekanisme pada 3 tabung reaksi yang berisi 5 ml susu, 4 ml susu + 1 ml aquades, 3 ml susu + 2 ml aquades. Tabung 2 berisi 4 ml susu + 1 ml air suling. Tempatkan tabung reaksi dalam penangas air pada suhu 37°C selama 10 menit lalu campurkan dalam 1 ml larutan enzim 0,2. Tabung 3 berisi 3 ml susu + 2 ml air suling. Tempatkan tabung reaksi dalam penangas air pada suhu 37°C selama 10 menit lalu campurkan dalam 1 ml larutan enzim 0,2.
Pada tabung 1, siapkan penangas air dan panaskan tabung reaksi yang berisi 10 ml susu sapi segar, kemudian masukkan 2 ml larutan renin 0,2%, kemudian amati waktu hingga terjadi penggumpalan. Pada tabung 2, siapkan penangas air dan panaskan tabung reaksi yang berisi 8 ml susu sapi segar dan tambahkan aquades hingga menjadi 10 ml. Pada tabung 3, siapkan penangas air dan panaskan tabung reaksi yang berisi 6 ml susu sapi segar dan tambahkan aquades hingga menjadi 10 ml.
Pengaruh kadar enzim Hasil pengamatan
Dapat disimpulkan dari 3 tabung reaksi yang kami uji dengan menambahkan reaksi masing-masing dengan 5 ml susu, 4 ml susu + 1 ml aquades, 3 ml susu + 2 ml aquades, dalam penangas air bersuhu 370C. dalam 10 menit terjadi perubahan reaksi. Selanjutnya masukkan 1 ml larutan enzim 0,2% ke tabung 1, 1 ml larutan enzim 0,1% ke tabung 2, 1 ml enzim 0,05% ke tabung 3, setelah itu tandai waktu mulai pencampuran. Pada percobaan ini kami melakukan pengujian untuk mengamati pengaruh kadar enzim dengan susu sapi, pada 3 tabung reaksi dengan kadar enzim konsentrasi 0,05%.
Pada setiap gelas berisi 5 ml susu sapi dan sekaligus dipanaskan hingga suhu 37°C, akan dicampurkan 1 ml larutan enzim dengan konsentrasi berbeda pada setiap tabung reaksi. Grafik kedua menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi enzim maka waktu yang dibutuhkan untuk membentuk produk juga semakin singkat. Pada susu ditambahkan 0,2% (koagulasi lebih cepat) yaitu sekitar 8 menit, kemudian 0,1% (koagulasi cukup cepat) yaitu sekitar 10 menit, kemudian 0,05% (koagulasi lebih lambat) yaitu sekitar 15 menit.
Pengaruh antiseptik terhadap kecepatan reaksi enzim Hasil Pengamatan
- Oksidasi Biologi
Inhibitor menghambat aktivitas enzim dengan cara berikatan pada sisi aktif enzim sehingga substrat tidak dapat lagi berikatan dengan enzim. Inhibitor nonkompetitif menghambat aktivitas enzim dengan cara berikatan pada enzim tetapi tidak pada sisi aktifnya sehingga menyebabkan perubahan pada sisi aktif enzim. Berdasarkan hasil pengamatan praktik, kecepatan penggumpalan susu yang paling cepat yaitu tabung reaksi 1 dan 3 yang berisi campuran 5 ml susu, enzim 0,2% dan 5 tetes kloroform (tabung reaksi 1). dan 5 ml susu, enzim 0,2% dan 5 tetes sublimat (tabung 3) dengan setting time 24 menit.
Dan yang terakhir adalah tabung reaksi 4 yang berisi 5 ml susu, enzim 0,2% dan aquades 5 tetes dengan setting time 31 menit. Berdasarkan hasil pengamatan, susu yang ditambahkan aquades memerlukan waktu paling lama dibandingkan dengan susu yang ditambahkan kloroform, susu yang ditambahkan fenol, dan susu yang ditambahkan sublimasi. Susu yang ditambahkan air suling membutuhkan waktu paling lama untuk mengental karena air suling berikatan dengan sisi aktif enzim, menghambat kerja enzim dan menyebabkan enzim melambat.
Peragian Hasil Pengamatan
Nama ilmiahnya Saccharomyces cerevisiae berarti jamur yang memfermentasi gula dalam biji-bijian (Saccharo-mocus cerevisiae) untuk menghasilkan alkohol dan karbon dioksida. Kemudian glukosa dan fruktosa masuk ke dalam sel melalui cara difusi dengan mediator dan transpor aktif, setelah itu glukosa akan difermentasi oleh Saccharomyces cerevisiae menjadi etil alkohol. Proses ini berlangsung dalam suasana anaerobik, karbohidrat dicerna oleh ragi dan diubah menjadi etil alkohol (C2H5OH) dan gas karbon dioksida (CO2).
Pada uji fermentasi, gas karbon dioksida yang berasal dari ragi lebih cepat muncul pada monosakarida, terutama glukosa. Gas CO2 yang dihasilkan oleh ragi muncul lebih cepat pada monosakarida, karena glukosa memiliki gas CO2 paling banyak dalam percobaan. Eksperimen menunjukkan bahwa gas CO2 muncul lebih cepat pada glukosa, diikuti sukrosa, dan kemudian galaktosa.
Uji Schardinger Hasil Pengamatan
Pada masing-masing tabung, 3 tabung susu dicampur dengan 1 ml larutan metilen biru dan 1 ml larutan formaldehida 0,4%. Pada percobaan ini kami menguji mekanisme kerja enzim Schardinger pada 4 tabung reaksi yang berisi susu segar, susu pasteurisasi, susu pasteurisasi bermerek dan kontrol. Dalam tabung I yang berisi susu segar yang diolah dengan metilen biru dan formaldehida, perubahan terjadi dengan cepat karena metilen biru, akseptor hidrogen dari asam, direduksi menjadi putih.
Pada tabung II yang berisi susu pasteurisasi yang diberi perlakuan metilen biru dan formaldehida, tidak terjadi perubahan warna hingga menit ke-5. Pada tabung III berisi susu pasteurisasi bermerek yang diolah dengan metilen biru dan formaldehida, warnanya berubah sangat cepat karena biru metilen, akseptor hidrogen dari asam, akan tereduksi menjadi putih. Pada tabung infus yang berisi susu segar yang hanya diberi perlakuan metilen biru, warnanya berubah dari biru menjadi biru muda karena reaksinya bersifat reversibel jika terkena udara sehingga menyebabkan enzim bekerja secara anaerob.
Uji peroksidase
Pada tabung 1 (susu segar) yang tidak dipanaskan tetap berwarna putih karena seringkali susu segar memberikan hasil positif tanpa penambahan peroksida (H2O2). Pada tabung 2 (dipanaskan) yang dipanaskan, yang seharusnya teroksidasi menjadi warna biru tetap putih. Penyebab tidak terjadi perubahan warna pada tabung karena guaiacol yang digunakan sudah meleleh sehingga menyebabkan larutan guaiacol tidak efektif. . Guaiacol adalah senyawa organik alami dengan rumus C6H4 (OH) (OCH3), pertama kali diisolasi oleh Otto Unverdorben pada tahun 1826.
Susu segar tetap putih, karena susu segar sering kali memberikan hasil positif tanpa penambahan peroksida. Susu yang dipanaskan seharusnya berubah warna menjadi biru tetapi tetap putih (menyimpulkan bahwa guaiacol yang digunakan tidak dapat teroksidasi) karena guaiacol yang digunakan meleleh sehingga larutan guaiacol tidak efektif. Terlihat adanya endapan pada kedua tabung susu dimana endapan ini dapat terjadi karena H2O2 dapat direduksi oleh peroksida pada susu menjadi H2O.
Uji oksidasi dalam kentang Hasil Pengamatan
Pada uji oksidasi praktek pertama (tabung reaksi I), dimasukkan 5 ml aquades dan ekstrak kentang, larutan berwarna coklat muda. Kemudian ditambahkan 10 tetes larutan fenol 1% sehingga terjadi perubahan warna dari coklat muda menjadi coklat tua. Pada uji oksidasi praktek kedua (tabung reaksi II) dimasukkan 5 ml aquades dan ekstrak kentang, larutan berwarna coklat muda.
Kemudian ditambahkan 10 tetes larutan pirogalol 1% sehingga terjadi perubahan warna dari coklat muda pucat menjadi kuning kecoklatan. Hal ini membuktikan bahwa enzim PPO pada kentang mengubah pirogalol menjadi purpurogalin yang berwarna coklat. Adanya polifenol oksidase (PPO) pada kentang akan mengoksidasi fenol menjadi katekol, yang kemudian berubah menjadi kuinon dan kemudian melalui kondensasi membentuk senyawa berwarna coklat.
Efek antioksidan vitamin C (asam askorbat) Hasil Pengamatan
Pada menit ke-20, terjadi perubahan pada pisang yang diletakkan di udara terbuka yaitu berubah warna menjadi hitam kecokelatan, sedangkan pisang yang diberi larutan vitamin C tidak mengalami perubahan warna. Hasil pengamatan yang dilakukan selama 20 menit menunjukkan bahwa buah pisang yang dibiarkan di udara terbuka mengalami perubahan warna dari kuning muda menjadi coklat kehitaman. Hal ini terjadi karena senyawa fenolik pada buah pisang teroksidasi oleh oksigen di udara menjadi senyawa kuinon yang menyebabkan pisang berubah warna menjadi hitam kecokelatan, sedangkan pisang yang direndam dalam larutan vitamin C tidak mengalami perubahan apapun karena vitamin C teroksidasi (sebagai antioksidan) diubah oleh udara menjadi vitamin C yang teroksidasi, yang berarti pisang tidak berubah warna (tetap segar) atau tidak teroksidasi.
Hal ini dapat disimpulkan dari 2 objek pengamatan yang berlangsung selama 20 menit yaitu buah pisang di udara terbuka dan buah pisang yang dicelupkan ke dalam larutan vitamin C (asam askorbat) dalam dua kondisi yang berbeda. Pisang mengalami proses oksidasi di udara terbuka karena senyawa fenolik pada pisang teroksidasi oleh udara menjadi senyawa kuinon, yang ditandai dengan adanya perubahan warna pada pisang. Sedangkan pisang yang diberi vitamin C tidak mengalami oksidasi, karena vitamin C (sebagai antioksidan) teroksidasi oleh udara sehingga melindungi pisang, menjaga pisang tetap segar dan tidak berubah warna.
Uji antioksidan vitamin E Hasil pengamatan
Karena fungsinya sebagai antioksidan, vitamin E merupakan pertahanan utama terhadap oksigen berbahaya, oksidasi lemak dan radikal bebas serta menghentikan reaksi berantai radikal bebas. Di membran sel, vitamin E mencegah oksidasi lemak, terutama asam lemak tak jenuh ganda (PUFA), serta senyawa lainnya. Di jaringan adiposa, antioksidan tubuh, dari vitamin E, melawan peroksidasi lipid, yang merupakan hasil reaksi antara lipid dan radikal bebas.
Dapat disimpulkan bahwa dari ketiga tabung yang kami uji, panjang gelombangnya bertambah dari tabung pertama ke tabung kedua, hal ini disebabkan adanya peningkatan hidrogen peroksida.
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Database nutrisi standar Wijaya, J.C., dan Yunianta. 2015. Pengaruh penambahan enzim pada susu serta sifat kimia dan organoleptik (studi konsentrasi dan waktu inkubasi enzim).