• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA PREPARASI SAMPEL

N/A
N/A
Silvina Puji Ardiyanti second

Academic year: 2024

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA PREPARASI SAMPEL "

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

PREPARASI SAMPEL

OLEH :

NAMA : SILVINA PUJI ARDIYANTI NIM : 08041282126054

KELOMPOK : III (TIGA)

ASISTEN : BUNGA OKTAVIANI

LABORATORIUM BIOTEKNOLOGI DAN GENETIKA JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2024

(2)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, diantaranya tumbuhan yang dapat dijadikan bahan obat tradisional dan telah digunakan oleh masyarakat secara turun-temurun sejak zaman nenek moyang terdahulu.

Keanekaragaman jenis tumbuhan ini dikembangkan dan diolah sebagai bahan dasar pembuatan obat herbal. Diperkirakan terdapat kurang lebih 40.000 spesies tanaman obat di seluruh dunia, 30.000 diantaranya terdapat di Indonesia dan digunakan sebagai bahan obat herbal. Tumbuhan menghasilkan metabolit primer dan sekunder, kandungan metabolit sekundernya dapat dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat (Putri et al., 2023).

Tumbuhan menghasilkan dua jenis metabolit yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer merupakan bahan penyusun utama makhluk hidup dan berfungsi sebagai penyokong kelangsungan hidupnya. Proses metabolisme primer melibatkan senyawa-senyawa yang di sebut metabolit primer diantaranya polisakarida, protein, lemak dan asam nukletat. Sedangkan metabolisme sekunder dihasilkan tumbuhan pada saat keadaan tercekam oleh factor lingkungan maupun gangguan dari makhluk hidup lain. Metabolisme sekunder menghasilkan produk metabolit sekunder yaitu alkaloid, flavonoid, tannin, saponin dan terpenoid (Djoronga et al., 2014).

Metabolit sekunder dapat dihasilkan oleh tumbuhan dalam jumlah yang kecil dan tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, namun digunakan sebagai pelindung agar terhindar dari gaangguan makhluk hidup lain. Selain itu metabolit sekunder yang dihasilkan dapat digunakan oleh tanaman dalam bertahan di kondisi lingkungan yang ekstrim. Metabolit sekunder memiliki banyak fungsi, antara lain atraktan (menarik organisme lain), pertahanan terhadap patogen, perlindungan dan adaptasi terhadap tekanan lingkungan, perlindungan dari radiasi UV, pengatur tumbuh, dan persaingan dengan tanaman lain (Ningsih dan Advinda, 2023).

Tembesu (Cyrtophyllum fragrans) salah satu tumbuhan yang berpotensi

(3)

untuk dijadikan obat herbal. Tumbuhan ini banyak digunakan untuk mengatasi beberapa penyakit dan banyak di temukan di India, Myanmar, kepulauan Andaman, China, Filipina, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia. Bagian yang sering digunakan adalah daun, buah dan batang. Tenbusu merupakan tumbuhan yang termasuk dalam famili Gentianaceae. Berdasarkan kajian etnobotani terhadap pemanfaatan Tembusu, daun, buah, dan batang. Tembusu banyak dimanfaatkan karena mempunyai efek farmakologi seperti efek antiradang, antitumor, antibakteri, dan antijamur (Sari et al., 2023).

Preparasi sampel dilakukan untuk mendapatkan hasil simplisia yang baik dan sesuai dengan standar yang diinginkan. Preparasi sampel daun menggunakan keringanginkan tanpa adanya penyinaran langsung dari sinar matahari. Kualitas simplisia bergantung pada tahap preparasi sampel. Apabila preparasi sampel dilakukan dengan baik dan benar maka simplisia yang dihasilkan akan berkualitas baik. Karena mutu dari simplisia sangat berpengaruh dalam proses uji senyawa antioksidan pada tumbuhan. Senyawa antioksidan tidak tahan terhadap cahaya dan panas, untuk penanganan bahan baku harus terhindar dari faktor yang mengakibatkan penurunan aktivitas senyawa tersebut (Yulia, 2024).

Tahap kedua untuk mendapatkan senyawa metabolit sekunder tumbuhan adalah dengan ekstraksi. Simplisia yang dihasilkan dari proses preparasi sampel di haluskan dan di ekstraksi menggunakan pelarut.

1.2. Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini untuk mengetahui bagaimana pengambilan sampel tumbuhan yang baik dan benar yang dapat digunaka untuk mengetahui uji aktivitas antioksidan pada beberaa tumbuhan, mengetahui bagaimana cara membuat simplisia dab mengetahui kualitas simplisia yang baik dalam uji aktivitas antioksidan pada beberapa tumbuhan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Simplisia

Simplisia adalah bahan obat alami yang belum diolah dalam bentuk simplisia kering. Simplisia tersebut dapat berupa simplisia tumbuhan, yaitu

(4)

berupa tumbuhan utuh, sebagian tumbuhan, atau kotoran tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah kandungan seluler yang secara alami berasal dari tumbuhan atau telah dipisahkan dari tumbuhan dengan cara tertentu dan belum merupakan senyawa murni. Simplisia tumbuhan dapat berasal dari semua bagian tumbuhan seperti akar, batang atau kulit batang, bunga, buah, biji dan daun. Simplisia merupakan bahan alam yang digunakan sebagai bahan obat karena memiliki kandungan senyawa bioaktif dan belum mengalami proses apapun (Santosa et al., 2016).

Kualitas simplisia di pengaruhi oleh kualitas bahan baku, proses pembuatan, dan cara penyimpanan. Mutu bahan simplisia dipengaruhi oleh asal tanaman (liar atau budidaya) dan waktu panen. Tumbuhan liar mempunyai ciri-ciri yang sangat beragam karena asal usul tanaman, kematangan, media tumbuh, dan lain-lain tidak diketahui. Umur tumuhan sangat berpengaruh terhadap kandungan unsur hara dan bahan aktif di dalam tanaman. Tanaman yang dipanen terlalu muda akan memiliki kandungan unsur hara dan bahan aktif yang lebih rendah dibandingkan tanaman yang dipanen pada umur yang sesuai. Oleh karena itu teknik pengambilan sampel yaitu purpodive sampling, yang didasarkan pada pertimbangan yang dibuat oleh peneliti sesuai dengan jenis tumbuhannya (Primadiamanti et al., 2020).

Karakterisasi suatu simplisia memiliki pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan untuk pengujian senyawa antioksidan atau bioaktif memenuhi syarat yang tercantum dalam monografi terbitan resmi departemen kesehatan.

Sedangkan sebagai produk yang langsung di konsumsi masih harus memenuhi persyaratan produk farmasi dengan praturan yang berlaku. karakterisasi simplisia penting agar dapat diketahui kualitas atau mutu dari suatu simplisia. Simplisia sebagai bahan baku awal harus memnuhi paremeter seperti kebenaran jenis, bebas dari kontaminasi kimia dan biologis. Proses pengeringan dapat membantu mengurangi kontaminasi, namun memiliki peluang untuk mempengaruhi kandungan senyawa kimia pada tumbuhan (Irmawati et al., 2023).

2.2. Preparasi Sampel

Proses pemanenan dan pembuatan simplisia merupakan salah satu hal yang menentukan mutu simplisia dalam beberapa aspek, seperti komposisi senyawa, kontaminasi, dan kestabilan bahan. Preparasi sampel dilakukan melalui beberapa

(5)

tahapan meliputi pengambilan sampel, pengeringan, penggilingan dan pengayakan. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara dipilih daun yang terletak di bagian cabang batang yang menerima sinar matahari langsung. pada beberapa daun terkadang perlu dilakukan pencucian untuk menghilangkan bahan pengotor lainnya yang melekat pada daun. Perajangan biasanya juga dilakukan untuk mendapatkan ukuran yang sama sehingga membantu mempercepat proses pengeringan dan mempermudah penggilingan (Handoyo dan Pranoto, 2020).

Pengambilan sampel bahan dapat dilakukan secara non selektif atau selektif.

Pengambilan sampel seluruh bahan secara acak tanpa memperhatikan atau mengisolasi bagian-bagian bahan adalah tindakan yang tidak selektif. Misalnya pada pengambilan sampel rumput, sampel diambil dari seluruh bagian rumput baik daun maupun batang, kemudian dipotong-potong dan dicampur rata hingga diperoleh bahan yang seragam. Selektif artinya sampel diambil secara acak dari bagian bahan tertentu. Namun apabila pohon harus di pilih bagian mana yang akan di ambil. Jika daun yang dibutuhkan maka daun saja yang di ambil sesuai dengan yang diinginkan. Usia daun sangat mempengaruhi keberadaan senyawa bioaktif dalam daun (Primadiamanti et al., 2020).

Pengeringan dilakukan agar dapat mengurangi kadar air sehingga bahan simplisia dapat disimpan dalam jangka waktu lama tanpa merusaknya, serta menghentikan reaksi enzim dan mencegah tumbuhnya mikroorganisme seperti kapang dan fungi. Ada dua metode pengeringan yaitu pengeringan alami dan pengeringan buatan. Pengeringan secara alami dapat dilakukan dengan sinar matahari langsung (bagian tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji atau bagian yang bahan aktifnya relatif stabil) dan keringanginkan untuk bagian tanaman yang lunak seperti bunga dan daun. Kadar air dapat mempengaruhi mutu simplisia, seperti lebih mudah terkontaminasi mikroorganisme dan menurunkan sifat fisik simplisia (Wijaya dan Noviana, 2022).

BAB 3

METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilakukan pada hari Rabu, tanggal 24 Januari 2024 pukul

(6)

08.00–10.00 WIB. Bertempatan di Laboratorium Bioteknologi dan Genetika Jurusan Biologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat tulis, ayakan, blender, gunting, baskom, kain penutup, oven, plastik ukuran besar dan timbangan. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah daun tembesu (Fragraea fragrans).

3.3. Cara Kerja

Dilakukan pengambilan sampel terlebih dahulu. Dilakukan penimbangan berat basah sampel sebanyak 2 kg. Sampel daun dilakukan pengeringan dengan cara dijemur atau diangin-anginkan diruangan terbuka atau bisa juga dilakukan menggunakan oven untuk mendapatkan sampel dengan berat kering 1 kg. Daun yang sudah kering dilakukan penggilingan dengan menggunakan blender sampai menjadi serbuk untuk mendapatkan serbuk simplisia. Serbuk simplisia yang didapatkan dilakukan pengayakan untuk mendapatkan simplisia yang lebih halus.

Jumlah serbuk simplisia yang akan digunakan ialah sebanyak 200 gr.

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai

(7)

berikut:

No. Gambar Keterangan

1. Pengambilan sampel

2. Pengeringan sampel

3. Penggilingan sampel

4. Pengayakan sampel

5. Simplisia

4.2. Pembahasan

Berdasarkan praktikum yang dilakukan di dapatkan bubuk simplisia dari daun tembesu (Cyrtophyllum fragrans) yang telah keringkan. Selama proses pengeringan terdapat perubahan warna, tekstur dan berat. Daun tembesu segar berwarna hijau tua, namun setelah proses penjemuran, terjadi perubahan warna menjadi coklat, serta perubahan tekstur menjadi rapuh sehingga dapat di

(8)

hancurkan dengan tangan. Menurut Manulu dan Adinegoro (2018), selama proses pengeringan akan terjadi perubahan warna meliputi warna, tekstur dan aroma.

Perubahan warna disebabkan oleh terjadinya foto-oksidasi pada daun tembesu, sedaangkan perubahan tekstur dan berat disebabkan daun tembesu kehilangan beberapa persen kandungan airnya.

Preparasi sampel daun tembesu dilakukan melalui beberapa tahapan diantaranya pengambilan sampel, pengeringan, penggilingan, dan pengayakan.

Pengambilan daun dilakukan dengan memperhatikan umur daun atau letak daun.

Secara umum daun yang memiliki senyawa bioktif atau antioksidan yang tinggi berada pada urutan ke 3 sampai 4 dari pucuk daun. Pada urutan daun tersebut senyawa metabolit banyak di produksi. Menurut Khadijah et al. (2017), kandungan senyawa antioksidan banyak di temukan pada daun tua daripada daun muda. Pengambilan sampel daun dari ranting menggunakan tangan secara langsung tanpa bantuan gunting maupun pisau karena zat logam dapat merusak senyawa antioksidan di daun.

Pengidentifikasian sampel tumbuhan dilakukan untuk mengetahui spesies tumbuhan sehingga diketahui nama tumbuhan hasil sampling berupa tembesu (Cyrtophyllum fragrans). Setelah tahap pengambilan sampel dapat juga dilanjutkan dengan proses pencucian untuk menghilangkan kotoran berupa tanah, kerikil, gulma dan bahan yang telah rusak. Menurut Dharma et al. (2020), pemisahan bahan simplisia dari kotoran bertujuan untuk menjaga kemurnian dan mengurangi kontaminasi awal yang dapat mengganggu proses selanjutnya, mengurangi cemaran mikroba serta memperoleh simplisia dengan jenis seragam.

Namun pada praktikum ini tidak dilakukan pencucian karena sampel sudah bersih dari kotoran. Sehingga dapat langsung di lakukan pengeringan.

Daun tembesu dikeringkan di dalam rumah kaca, hal ini dilakukan bertujuan untuk menghindarkan sampel dari penyinaran sinar matahari secara langsung karena sinar UV dari matahari dapat merusak kandungan senyawa bioaktif atau antioksidan yang ada di dalam daun. Selain itu agar sampel daun terhindar dari hujan. Menurut Fadlilaturrahmah et al. (2021), pengeringan sampel dapat juga dilakukan dengan sinar matahari langsung, namun ditutupi dengan kain hitam untuk menjaga senyawa antioksidan yang ada pada daun agar tidak rusak.

(9)

Pengeringan simplisia dapat dilakukan menggunakan sinar matahari atau dengan menggunakan alat pengering seperti oven. Suhu pengeringan bergantung pada simplisia dan cara pengeringan. Pengeringan secara umum dapat dilakukan antara suhu 30 °C -90 °C . Pada saat pengeringan selama 2 hari sekali sampel harus di balik agar keringnya merata. Pengeringan dilakukan hingga daun kering dan kehilangan kadar air. Menurut Dharma et al. (2020), daun yang kering mempunyai karakteritik mudah hancur saat di remas dan terjadi perubahan warna yang signifikan. Apabila daun belum mengalami perubahan warna yang mencolok dan tidak hancur jika di remas maka belum bisa dilanjutkan ke tahap

Penggilingan sampel dilakukan setelah daun tembesu kering, penggilingan menggunakan blender. Proses ini bertujuan untuk memperkecil ukuran simplisia agar menjadi bubuk simplisia. Menurut Nurzaman et al. (2018), semakin halus ukuran serbuk, akan semakin cepat terjadi proses ekstraksi. Penggilingan simplisia sangat penting karena ukuran simplisia yang akan di ekstraksi mempengaruhi efektivitas pelarut dalam menarik senyawa bioaktif yang ada di dalam simplisia. Agar didapatkan ukuran simplisia yang lebih halus, perlu juga dilakukan pengayaan supaya sesuai dengan standar yang dinginkan.

Sampel daun tembesu dijadikan simplisia kering bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam daun, sehingga tidak terjadi pembusukan. Penurunan kadar air dapat menghentikan reaksi enzimatik sehingga dapat mencegah simplisia rusak. Menurut Wijaya dan Noviana (2022), kadar air dapat berpengaruh pada kualitas simplisia seperti mudah terkontaminasi mikroba dan fisik simplisia menjadi rusak. Air yang tersisa pada kadar tertentu di dalam simplisia dapat berfungsi sebagai media pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Enzim tertentu di dalam sel terus bekerja untuk memecah bahan aktif, bahkan segera setelah sel mati, selama bahan sederhana tersebut mengandung air dalam jumlah tertentu.

Oleh karena itu menyebabkan pembusukan dapat terjadi.

BAB 5 KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

(10)

1. Preparasi sampel daun tembesu dilakukan melalui beberapa tahapan diantaranya pengambilan sampel, pengeringan, penggilingan, dan pengayakan.

2. Pengambilan daun yang baik pada posisi 3 atau 4 dari pucuk karena banyak mengandung senyawa bioaktif.

3. Sampel daun diambil menggunakan tangan tanpa bantuan alat logam untuk menghindari kerusakan pada senyawa bioaktifnya.

4. Pengeringan sampel dilakukan dalam rumah kaca, untuk menghindarkan sampel dari penyinaran sinar matahari secara langsung karena sinar UV dari matahari dapat merusak kandungan senyawa bioaktif atau antioksidan yang ada di dalam daun.

5. Proses penggilingan dan pengayakan bertujuan untuk mempermudah pengambilan senyawa bioaktif dalam daun.

DAFTAR PUSTAKA

Dharma, M. A., Nocianitri, K. A., dan Yusasrini, N. L. A. (2020). Pengaruh

(11)

Metode Pengeringan Simplisia Terhadapt Kapasitas Antioksidan Wedang Uwuh. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Pangan. 9(1): 88-95.

Djoronga, M. I., Pandiangan, D., Kandou, F. E. F., dan Tangapo, A. M. (2014).

Penapisan Alkaloid Pada Tumbuhan Paku dari Halmahera Utara. Jurnal MIPA. 3(2), 102-107.

Fadlilaturrahmah, F., Putra, A. M. P., Rizki, M. I., dan Nor, T. (2021). Uji Aktivitas Antioksidan Dan Antitirosinase Fraksi N-Butanol Daun Sungkai (Peronema canescens Jack.) Secara Kualitatif Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis. Jurnal Pharmascience. 8(2): 90-101.

Handoyo, D. L. Y., dan Pranoto, M. E. (2020). Pengaruh Variasi Suhu Pengeringan Terhadap Pembuatan Simplisia Daun Mimba (Azadirachta indica). Jurnal Farmasi Tinctura. 1(2): 45-54.

Imawati, M. F., Indriasari, C., dan Azsrina, G. N. (2023). Studi Variasi Metode Pengeringan Terhadap Skrining Fitokimia Simplisia Krokot Magenta (Portulaca grandiflora). Jurnal Mahasiswa Ilmu Kesehatan. 1(3): 181-188.

Khadijah, K., Jayali, A. M., Umar, S., dan Sasmita, I. (2017). Penentuan Total Fenolik Dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanolik Daun Samama (Anthocephalus macrophylus) Asal Ternate, Maluku Utara. Jurnal Kimia Mulawarman. 15(1): 11-18.

Manalu, L. P., dan Adinegoro, H. (2018). Kondisi Proses Pengeringan Untuk Menghasilkan Simplisia Temuputih Standar. Jurnal Standardisasi. 18(1):

63-70.

Ningsih, I. S., dan Advinda, L. (2023). Senyawa Aktif Flavonoid yang Terdapat Pada Tumbuhan. Jurnal Serambi Biologi. 8(2): 257-263.

Nurzaman, F., Djajadisastra, J., dan Elya, B. (2018). Identifikasi Kandungan Saponin Dalam Ekstrak Kamboja Merah (Plumeria rubra L.) Dan Daya Surfaktan Dalam Sediaan Kosmetik. Jurnal Kefarmasian Indonesia. 8(2):

85-93.

Primadiamanti, A., Amura, L., dan Ulfa, A. M. (2020). Analisis Senyawa Fenolik Pada Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.). Jurnal Farmasi Malahayati. 3(1): 23-31.

Putri, P. A., Chatri, M., dan Advinda, L. (2023). Karakteristik Saponin Senyawa Metabolit Sekunder pada Tumbuhan. Jurnal Serambi Biologi. 8(2): 252- 256.

Santosa, B., Henna, R. S., dan Andri, S. (2016). The Analysis Identification, And Formulation of Metallothionein Extract Available in Roots, Stems, Leaves, Flowers, And Grain Of Rice, Corns, Beans, And Soybeans. International journal of science and engineering (IJSE). 10(1): 17-20.

(12)

Sari, B. A., Salim, E. M., dan Saleh, I. (2023). Activities of Tembusu Plants (Cyrtophyllum fragrans (Roxb.) DC.) As Medicinal Plants: Literature Review Article. Oceana Biomedicina Journal. 6(2): 199-206.

Wijaya, A., dan Noviana, N. (2022). Penetapan Kadar Air Simplisia Daun Kemangi (Ocimum basilicum L.) Berdasarkan Perbedaan Metode Pengeringan. Jurnal Riset Kefarmasian Indonesia. 4(2): 185-194.

Yulia, M. (2024). Pengaruh Perbedaan Suhu Pengeringan Terhadap Aktivitas Antioksidan Daun Jarak Pagar (Jatropha curcas L). SITAWA: Jurnal Farmasi Sains dan Obat Tradisional. 3(1): 49-62.

LAMPIRAN

(13)

Proses Pengambilan Sampel Proses Pengeringan Sampel

Proses Penggilingan Sampel Proses Pengayakan Sampel

Proses Penimbangan Simplisia (Sumber: Dokumentasi pribadi, 2024).

(14)

Jurnal Internasional

Cek Plagiarisme (Sumber: Duplichecker, 2024)

Referensi

Dokumen terkait

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,