• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM IPA TERPADU Laborato

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM IPA TERPADU Laborato"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM IPA TERPADU

I. Judul

ANALISIS DATA LAPANGAN

II. Tujuan Praktikum

Untuk menentukan kondisi fsik secara fsika dan kimia berdasarkan data di lapangan. Parameter-parameter kondisi fsik tersebut meliputi: pH, DO, suhu, bau, warna dan debit air.

III. Latar Belakang

Kualitas Air adalah istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk penggunaan tertentu, misalnya: air minum, perikanan, pengairan/irigasi, industri, rekreasi dan sebagainya. Peduli kualitas air adalah mengetahui kondisi air untuk menjamin keamanan dan kelestarian dalam penggunaannya. Untuk menentukan kualitas air, pengamatan dilakukan berdasarkan berbagai parameter air baik fisika, kimia, dan biologinya. Dari segi parameter fisika yaitu suhu, tingkat kecerahan, tingkat kekeruhan dan tingkat kedalaman,. Parameter kimia yaitu Ph, O2 terlarut dan CO2 bebas, sedangkan untuk parameter biologi yaitu plankton dan bentos. Pengukuran kualitas air dilakukan pada ekosistem perairan seperti kolam waduk, sungai, laut, danau, teluk, delta, semenanjung dan perairan lainnya.

Dilakukannya pengukuran kualitas air untuk mengetahui kelayakan dari air tersebut. Dalam praktikum ini, mengukuran kualitas air dilakukan di waduk Delingan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dilakukan dengan memperhatikan berbagai pertimbangan kondisi serta keadaan daerah pengamatan. Analisis yang dilakukan menggunakan dua cara, yakni analisis secara insitu, yaitu analisis sampel yang dilakukan langsung dilokasi pengamatan dan analisis secara eksitu, yaitu analisis yang dilakukan di laboratorium namun sebelumnya sampel telah diambil dilokasi pengamatan.

IV. Landasan Teori

(2)

perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter kualitas air. Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis (Masduqi, 2009).

Menurut Wikipedia (2010), kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji kenampakan (bau dan warna). Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemaliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kondisi air tetap dalam kondisi alamiahnya.

Beberapa parameter fisik yang digunakan untuk menentukan kualitas air meliputi: pH, DO, suhu, bau, warna dan debit air.

A. pH (Power Hydrogen)

pH adalah suatu ukuran keasaman dan kadar alkali dari sebuah contoh cairan. Kadar pH dinilai dengan ukuran antara 0-14. Sebagian besar persediaan air memiliki pH antara 7,0-8,2 namun beberapa air memiliki pH di bawah 6,5 atau diatas 9,5. Air dengan kadar pH yang tinggi pada umumnya mempunyai konsentrasi alkali karbonat yang lebih tinggi. Alkali karbonat menimbulkan noda alkali dan meningkatkan farmasi pengapuran pada permukaan yang keras (ICLEAN, 2007).

B. DO (Disolved Oxigent)

Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke dalam air (Effendi, 2003).

C. Suhu

Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas, agar tidak terjadi pelarutan zat kimia pada saluran/pipa yang dapat membahayakan kesehatan, menghambat reaksi-reaksi biokimia di dalam saluran/pipa, mikroorganisme patogen tidak mudah berkembang biak, dan bila diminum dapat menghilangkan dahaga.

(3)

kedalaman. Perubahan suhu mempengaruhi proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan.

Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, volatilisasi, serta menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air (gas O2, CO2, N2, CH4, dan sebagainya) (Haslam, 1995 dalam Effendi, 2003). Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20 oC – 30 oC.

Pada umumnya, suhu dinyatakan dengan satuan derajat Celcius (oC) atau derajat Fahrenheit (oF). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/ MENKES/SK/VII/2002, diketahui bahwa temperatur maksimum yang diperbolehkan dalam air minum sebesar ± 3 oC. Pengukuran suhu pada contoh air air dapat dilakukan menggunakan termometer.

Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan kesehatan untuk jangka panjang, misalnya stres yang ditandai dengan tubuh lemah, kurus, dan tingkah laku abnormal. Pada suhu rendah, akibat yang ditimbulkan antara lain ikan menjadi lebih rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya sistem imun. Pada dasarnya suhu rendah memungkinkan air mengandung oksigen lebih tinggi, tetapi suhu rendah menyebabkan menurunnya laju pernafasan dan denyut jantung sehingga dapat berlanjut dengan pingsannya ikan-ikan akibat kekurangan oksigen (Irianto, 2005).

D. Bau

Air minum yang berbau, selain tidak estetis juga tidak disukai oleh masyarakat. Bau air dapat memberi petunjuk terhadap kualitas air, misalnya bau amis dapat disebabkan oleh adanya algae dalam air tersebut. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002, diketahui bahwa syarat air minum yang dapat dikonsumsi manusia adalah tidak berbau. E. Warna

(4)

Alam (besi dan mangan), plankton, humus, buangan industri, dan tanaman air. Adanya oksida besi menyebabkan air berwarna kemerahan, sedangkan oksida mangan menyebabkan air berwarna kecoklatan atau kehitaman. Kadar besi sebanyak 0,3 mg/l dan kadar mangan sebanyak 0,05 mg/l sudah cukup dapat menimbulkan warna pada perairan (peavy et al., 1985 dalam Effendi, 2003). Kalsium karbonat yang berasal dari daerah berkapur menimbulkan warna kehijauan pada perairan. Bahan-bahan organik, misalnya tanin, lignin, dan asam humus yang berasal dari dekomposisi tumbuhan yang telah mati menimbulkan warna kecoklatan.

Dalam penyediaan air minum, warna sangat dikaitkan dengan segi estetika. Warna air dapat dijadikan sebagai petunjuk jenis pengolahan yang sesuai. Berdasarkan zat penyebabnya, warna air dapat dibedakan menjadi:

1. Warna Sejati (true color)

Warna sejati disebabkan adanya zat-zat organik dalam bentuk koloid. Warna ini tidak akan berubah walaupun mengalami penyaringan dan sentrifugasi. Pada penentuan warna sejati, bahan-bahan tersuspensi yang dapat menyebabkan kekeruhan dipisahkan terlebih dahulu. Filtrasi (penyaringan) bertujuan menghilangkan materi tersuspensi dalam air tanpa mengurangi keaslian warna air. Sentrifugasi mencegah interaksi warna dengan material penyaring. Warna sejati tidak dipengaruhi oleh kekeruhan. Contoh dari warna sejati antara lain : warna air teh, warna air buangan industri tekstil, serta warna akibat adanya asam humus, plankton, atau akibat tanaman air yang mati.

2. Warna Semu (apparent color)

Warna semu disebabkan oleh adanya partikel-partikel tersuspensi dalam air. Warna ini akan mengalami perubahan setelah disaring atau disentrifugasi serta dapat mengalami pengendapan. Warna semu akan semakin pekat bila kekeruhan air meningkat.

(5)

Visual Comparison Method dapat diaplikasikan hampir pada seluruh contoh air yang dapat diminum. Prinsip dari metode ini adalah membandingkan warna contoh air dengan warna larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya. Larutan standar diletakkan dalam tabung Nessler dan harus terlindung dari debu serta penguapan. Tabung Nessler yang digunakan harus memiliki warna, ketebalan, ketinggian cairan, dan diameter tabung yang sama.

Untuk segi estetika, warna air sebaiknya tidak melebihi 15 PtCo. Sumber air untuk kepentingan air minum sebaiknya memiliki nilai warna antara 5 – 50 PtCo. Contoh air dengan warna kurang dari 70 unit diteliti dengan cara perbandingan langsung menggunakan larutan standard. Bila kandungan warna contoh air lebih tinggi daripada warna standar yang tersedia, dilakukan pengenceran terhadap contoh air menggunakan aquadest. Batas waktu maksimum pengukuran adalah 48 jam dengan cara didinginkan pada suhu 4 oC untuk pengawetan.

F. Kekeruhan

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisne lain (APHA, 1976; Davis dan Cornwell, 1991dalam Effendi 2003). Zat anorganik yang menyebabkan kekeruhan dapat berasal dari pelapukan batuan dan logam, sedangkan zat organik berasal dari lapukan hewan dan tumbuhan. Bakteri dapat dikategorikan sebagai materi organik tersuspensi yang menambah kekeruhan air.

Padatan tersuspensi berkolerasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi, semakin tinggi nilai kekeruhan. Akan tetapi, tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Tingginya nilai kekeruhan dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air.

(6)

1. Metode Jackson Candler Turbidimetry

Metode ini dilakukan berdasarkan transmisi cahaya yang terjadi. Pengukuran kekeruhan menggunakan metode ini bersifat visual dan dilakukan dengan cara membandingkan contoh air dengan air standar. Pada awalnya metode standar yang digunakan untuk menentukan kekeruhan adalah metode Turbidimeter Jackson Candler yang dikalibrasi menggunakan silika. Namun, tingkat kekeruhan terendah yang dapat diukur dengan alat ini adalah 25 unit. Satu unit turbiditas Jackson Candler Turbidimeter dinyatakan dengan satuan 1 JTU.

2. Metode Nephelometric

Nephelometer tidak dipengaruhi oleh perubahan kecil pada desain parameter. Satuan kekeruhan dalam pengukuran nephelometer dinyatakan dalam NTU (Nephelometric Turbidity Unit). Nephelometric Method disarankan untuk metode visual karena ketepatan, sensitifitas, dan dapat digunakan dalam rentang turbiditas yang besar. Prinsip kerja dari metode ini adalah membandingkan cahaya yang didispersikan oleh contoh air pada kondisi yang sama dengan intensitas cahaya yang didispersikan oleh larutan suspensi standar (polymer formazin). Semakin tinggi intensitas yang didispersikan, semakin tinggi pula turbiditasnya. Penentuan turbiditas sebaiknya dilakukan pada saat pengambilan contoh air. Bila tidak, disimpan pada tempat yang gelap, paling lama 24 jam. Penyimpanan yang terlalu lama dapat menyebabkan kekeruhan.

3. Metode Visual

Metode ini merupakan cara kuno yang lebih sesuai digunakan untuk contoh air dengan tingkat kekeruhan yang tinggi.

G. Debit Air

(7)

pengelolaan DAS dan atau adanya perubahan (fluktuasi musiman atau tahunan) iklim lokal.

Pengukuran Debit

Teknik pengukuran debit aliran langsung di lapangan pada dasarnya dapat dilakukan melalui empat katagori (Gordon et al, 1992):

1. Pengukuran volume air sungai

2. Pengukuran debiut dengan cara mengukur kecepatan aliran dan menentukan luas penampang melintang sungai.

3. Pengukuran debit dengan menggunakan bahan kimia ( pewarna) yang dialirkan dalam aliran sungai (substance tracing method).

4. Pengukuran debit dengan membuat bangunan pengukuran debit seperti weir ( aliran air lambat) atau flume ( aliran cepat).

Pada katagori pengukuran debit yang kedua, yaitu pengukuran debit dengan bantuan alat ukur current meter atau sering dikenal sebagai pengukuran debit melalui pendekatan velocity-area method yang paling banyak digunakan dan berlaku untuk kebanyakan aliran sungai. Current meter berupa alat yang berbentuk propeller dihubungkan dengan kotak pencatat ( monitor yang akan mencatat jumlah putaran selama propeller tersebut berada dalam air) kemudian dimasukan ke dalam sungai yang akan diukur kecepatan alirannya. Bagian ekor alat tersebut yang berbentuk seperti sirip akan berputar karena gerakan lairan air sunagi. Kecepatan lairan air akan ditentukan dengan jumlah putaran per detik yang kemudian dihitung akan disajikan dalam monitor kecepatan rata-rata aliran air selama selang waktu tetentu..Pengukuran dilakukan dengan membagi kedalaman sungai menjadi beberapa bagian dengan leber permukaan yang berbeda. Kecepatan aliran sungai pada setiap bagian diukur sesuai dengan kedalaman.

Setelah kecepatan aliran sungai dan luasnya didapatkan, debit aliran sungai dapat dihitung dengan menggunakan persamaan matematis berikut.

Q = A V

Keterangan: Q adalah debit ( m3/dt) V adalah kecepatan (m/dt)

A adalah luasan sungai (m2)

(8)

terbesar pada bagian tengah dan terkecil pada bagian dasar sungai.Faktor penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah jari-jari hidrolik r (hydraulic radius).

R = A/Wp

Keterangan: A : luasan penampang melintang (m2) Wp : keliling basahan (wetted perimeter)

Cara pengukuran lainnya selain dengan menggunakan alat Current meter, dalam pengukuran kecepatan aliran sungai juga dapat dilakukan dengan metode apung (floating method). Caranya dengan menempatkan benda yang tidak dapat tenggelam di permukaan aliran sungai untuk jarak tertentu dan mencatat waktu yang diperlukan oleh benda apung tersebut bergerak dari satu titik pengamatan ke titik pengamatan lain yang telah ditentukan. Benda apung yang digunakan dalam pengukuran ini pada dasarnya adalah benda apa saja sapanjang dapat terapung dalam aliran sungai. Pemilihan tempat pengukuran sebaiknya pada bagian sungai yang relatiflurus dengan tidak banyak arus tidak beraturan. Jarak antara dua titik pengamatan yang diperlukan ditentukan sekurang-sekurangnya yang memberikan waktu perjalanan selama 20 detik. Pengukuran dilakukan beberapa klai sehingga dapat diperoleh kecepatan rata-rata permukaan aliran sungai dengan persamaan berikut.

Vper = L/ t

Keterangan : L : jarak antara dua titik pengamatan (m) t : waktu perjalanan benda apung (detik)

V. Alat dan Bahan

No Alat Jumlah

1 Alat tulis 1

2 Ember 3

3 Kayu 2

4 Ph Meter portable 1

5 Meteren 1

6 Styrofoam Secukupnya

7 Stop watch 1

8 Tali rafia 1

9 Gayung 2

10 Botol Air mineral 5

(9)

12 DO Meter 1

VI. Prosedur Pelaksanaan

A.Pengambilan Sampel Air 1. Mengambil air pada 3 titik berbeda 2. Mencampurkan air kedalam 1 ember

3. Memasukkan air kedalam botol sampai penuh sehingga tidak ada udara yang masuk ke dalam botol

4. Melakukan hal yang sama seperti no 1,2, dan 3 untuk inlet II, badan waduk, outlet I dan outlet II

5. Memasukkan botol ke dalam tempat yang dingin / kulkas B.Penentuan Lebar dan Kedalaman sungai

1. Mengukur lebar sungan dengan menggunakan meteran

2. Melakukan langkah ke 1 dengan mengulanginya sebanyak 3 kali di tempat yang berbeda

3. Mengukur kedalaman sungai dengan menggunakan kayu yang sudah ditempeil meteran

4. Melakukan langkah ke 3 dengan mengulanginya sebanyak 5 kali 5. Memasukkan data ke dalam tabel pengamatan

C.Penentuan Kecepatan aliran air

1. Mengukur jarak yang akan di lintasi oleh styrofoam, kemudian menentukan titik awal dan titik akhir lintasan

2. Menjatuhkan styrofoam ke dalam air

3. Menghitung waktu yang diperlukan steroform untuk melewati lintasan air dari titik awal sampai titik akhir

4. Mengulangi langkah ke 2 dan ke 3 sebanyak 10 kali 5. Memasukkan data ke dalam tabel pengamatan

D. Menentukan nilai kandungan oksigen terlarut dan suhu air 1. Memasukkan sampel air ke dalam ember

2. Memasukkan tangkai pengukur dari bagian Dissolve Oxygen meter ke dalam air 3. Tunggu pembacaan yang di hasilkan hingga stabil

4. Membaca angka yang tertera pada layar Dissolve oxygen meter 5. Mengulangi langkah ke 2 samai ke 5 sebanyak 6 kali

(10)

1. Memasukkan sampel air ke dalam ember 2. Menghidupkan pH meter

3. Merendam pH meter ke dalam sampel air tanpa melewati batas ketinggian maksimum perendaman

4. Tunggu pembacaan yang di hasilkan hingga stabil 5. Membaca angka yang tertera pada layar pH meter

6. Membilas elektroda pH meter dengan akuades untuk mengkalibrasi pH meter 7. Mengulangi langkah ke 3 sampai ke 6 sebanyak 3 kali

VII. Data Pengamatan

Praktikum dilaksanakan pada hari Sabtu, 4 Juni 2016 pukul 10.00 sampai pukul 17.30 WIB di waduk Tirtomarto Desa Delingan Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

A. Data Praktikum Inlet I warna air = jernih Kedalaman = 187 cm Air tidak berbau

Air mengalir tenang Tabel pH air

No pH

1 6.9

2 6.9

3 6.5

Rata-rata 6.8

Tabel. Oksigen Terlarut dan suhu air

No DO Suhu

1 0.32 33.35

2 0.31 32.75

3 0.31 32.4

4 0.31 32.3

5 0.32 32.1

6 0.31 32.1

Rata-Rata 0.31 32.5

(11)

Air tidak berbau Air mengalir deras

Tabel lebar sungai

No Lebar (m)

1 2,20

2 3,60

3 2,50

Rata-rata 2,78

Tabel Kedalaman air

No Kedalaman (cm)

1 82

2 55

3 63

4 63

5 60

Rata-rata 64,6

Tabel pH

No pH

1 6.6

2 6.8

3 6.9

Rata-rata 6.7

Tabel. Oksigen Terlarut dan suhu air

No DO Suhu

1 0,29 33,7

2 0,27 30,9

3 0,27 29,9

4 0,27 29,3

5 0,27 28,9

6 0,27 28,6

7 0,27 28,4

Rata-Rata 0,27 29,9

Luas penampang (A) = lebar x kedalaman

(12)
(13)

D. Data Praktikum Outlet I

Warna air = tidak berwarna

(14)
(15)

10 29.89 Rata - Rata 23,11

Tabel pH

No pH

1 5,9

2 6,1

3 6,0

Rata-rata 6,0

Tabel. Oksigen Terlarut dan suhu air

No DO Suhu oC

1 0.21 30.08

2 0.21 29.8

3 0.20 29.2

4 0.21 29.1

5 0.23 29.1

6 0.23 28.9

Rata-Rata 0.22 29.3

VIII. Analisis

Praktikum pengambilan data lapangan dan sampel air di waduk Delingan ini dilakukan pada hari Sabtu, tanggal 4 Juni 2016. Waduk Delingan terletak di Delingan, tidak jauh dari Bejen, Karanganyar, lebih tepatnya di Jalan Raya Karanganyar-Mojogedang. Waduk yang dibangun tahun 1923 ini memiliki luas 185 hektare. Waduk Delingan dikhususkan untuk mencukupi kebutuhan irigasi pertanian di daerah Delingan dan sekitarnya (Masslara, 2016).

Pengambilan data lapangan dilakukan untuk mengambil data debit air, pH, DO, suhu, bau dan warna air untuk menentukan kondisi fsik secara fsika dan kimia berdasarkan data di lapangan. Parameter-parameter kondisi fsik tersebut meliputi: pH, DO, suhu, bau, warna dan debit air.

1) Debit air

(16)

sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3

/s).

Penentuan debit air pada praktikum ini menggunkan rumus sebagai berikut:

Q = A V A=luas Penampamg(m2) v=laju air (m/s)

Tabel . Debit Air

Titik Sampel A (luas penampang )

m2 V (laju air)m/s Q (debit)m3

/s

Inlet II 1,81 0,38 0,688

Outlet I 1,03 0,66 0,680

Outlet II 0,50 0,13 0,065

Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa debit air yang masuki pada inlet I sebesar 0,688 m3

/s, lebih besar jika dibandingkan dengan dengan debit air yang keluar pada outlet

I (0,680 m3

/s¿ dan outlet II (0,065 m3/s¿. Namun, jika kita bandingkan jumlah air yang

masuk dan keluar pada waduk Delingan, maka jumlah ini relatif sama yaitu debit air yang masuk sebesar 0,688 m3

/s, dan debit air yang keluar sebesar 0.745 m3/s.

(17)

Jangkauan lebih jauh sedangkan Outlet II dialirkan kesungai Yang langsung menuju Irigasi persawahan warga sehingga debit air kecil.

2) Parameter Lapangan

Parameter-parameter lapangan meliputi: pH, DO, suhu, bau dan warna akan disajikan dalam tabel berikut :

Parameter

Lapangan Inlet I Inlet II

Badan

Waduk Outlet I Outlet II Baku Mutu

PH 6,8 6,7 6,8 6,45 6,0 7

DO 0,31 0,27 0,26 0,18 0,22

SUHU 32,5 29,9 31,0 29,5 29,3 25

bau Tidak bau Tidak bau Tidak bau Tidak bau Tidak bau

warna Jernih Agak keruh Jernih Jernih Jernih

a) pH air

Nilai pH secara ringkas dapat dilihat pada tabel berikut:

No Sampel pH pengambilan sampel. Nilai pH dalam air menyatakan konsentarasi ion hidrogen (H+¿¿

) yang terlarut dalam air. Pada praktikum ini, pengukuran air dilakukan dengan mengunakan pH meter. Data di atas menunjukkan bahwa secara umum pH air berkisar antara 6 sampai dengan 7. Berdasarkan PP no. 82 tahun 2001. Pembagian kelas dengan parameter fisika dan kimia anorganik untuk standar pH yaitu :

(18)

dapat dikategorikan air sungai kelas II. Ini berarti air waduk Delingan secara umum masih baik dan memenuhi syarat baku mutu. Air yang dapat digunakan untuk budidaya ikan air tawar, peternakan, pertanian, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

b) DO (Disoven Oxygen)

Berdasarkan data diatas maka dapat dilihat bahwa DO tertinggi hingga terendah dengan urutan: 1) Inlet I, yaitu 0,31 ; 2) Inlet II , yaitu 0,27; 3) badan waduk 0,26 ; 4) oulet II 0,22 ; dan 5) Outlet I , 0,18.

Oksigen terlarut adalah banyaknya oksigen yang terkandung di dalam air yang diukur dalam satuan mg / L. Oksigen terlarut digunakan sebagai tanda derajat polutan yang ada. Oksigen terlarut yang besar menunjukkan derajat pencemaran yang relatif kecil (Sugiharto 1987). Air yang mempunyai zat pencemar yang banyak akan mempunyai harga DO (Dissolved Oxygen) yang kecil. Hal ini disebabkan oleh oksigen terlarut di dalam air dipakai bakteri untuk menguraikan zat pencemar. Banyaknya oksigen yang diperlukan oleh bakteri untuk menguraikan polutan dikenal dengan Biochemical Oxygen Dissolved (DOD). Harga BOD berbanding terbalik dengan harga DO. Air bersih mempunyai harga DO yang tinggi dan harga BOD yang rendah (Boyd 1982)

Dari teori ini dapat kita pahami penyebab harga DO pada Inlet I merupahan harga tertinggi karena lokasi Inlet I merupakan lokasi paling teduh dan memiliki banyak vegetasi, sehingga cemaran polutan relatif kecil. Sedangkan lokasi Outlet I memiliki harga DO terrendah disebabkan lokasi nya terbuka sehingga kemungkinan tercemar polutan sangat besar. Di sisi lain, outlet I merupakan air yang mengalami perjalanan dari inlet dan badan waduk, jadi dapat kita artikan bahwa oksigen terlarut pada ari semakin berkurang dari inlet menuju outlet.

(19)

Kenaikan suhu perairan akan mengakibatkan kenaikan aktivitas biologi, sehingga pada perairan tersebut akan memerlukan lebih banyak oksigen. Berdasarkan data didapat suhu air berkisar antara 32,5❑C

o ,29,9 C

o . Suhu tertinggi terdapat pada Inlet I, dan suhu paling rendah terdapat pada

outlet II. Kenaikan suhu dapat disebabkan oleh Sinar matahari yang langsung mengenai air sungai dan pengukuran Inlet I diukur saat matahari sedang terik, tetapi kondisi di ini berbeda dengan hasil praktikum, kondisi air di badan waduk dan outlet I seharusnya lebih tinggi dibandingkan dengan lainnya. Karena badan waduk dan outlet I yang mendapatkan intensitas cahaya paling besar dibandingkan dengan inlet I, Inlet II dan outlet II. Perbedaan ini bisa disebabkan karena pengukuran suhu sampel air tidak dilakukan pada saat pengambilan sampel air seketika, tetapi ditempat dengan Intensitas cahaya Berbeda. Air yang baik mempunyai temperatur normal, 8º dari suhu kamar (27ºC). Suhu air yang melebihi batas normal mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya akan terabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan keluar dari permukaan. Dengan bertambahnya lapisan air, intensitas cahaya akan mengalami perubahan yang siginifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Cahaya gelombang pendek merupakan yang paling kuat mengalami pembiasan yang mengakibatkan air yang jernih akan terlihat berwarna biru dari permukaan.

Kekeruhan / turbiditas adalah banyaknya jumlah partikel tersuspensi di dalam air. Data hasil praktikum menunjukkan bahwa air yang berada pada Inlet I, Badan waduk, Oulet I dan Oulet II warnanya Jernih sedangkan pada Inlet II, warnanya agak keruh sedikit kehijauan karena adanya lumut, ganggang dan tanaman air yang lain.

(20)

Berdasarkan hasil pengamatan pada saat praktikum, air pada Inlet I,II ,badan waduk dan outlet I dan II tidak berbau. Ini menandakan air masih relatif baik dan belum tercemar.

Bau air tergantung dengan airnya. Bau air dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia, ganggang, plankton, atau tumbuhan dan hewan air baik yang hidup atau pun yang sudah mati.

Kesimpulan

1. Debit air di stasiun Inlet II 0,688 m3

/s hampir sama dengan debit air di stasiun Outlet

1 0,680 m3

/s sedangakan outlet II lebih kecil 0,065 m3/s.

2. Air sungai dalam kondisi alami yang belum tercemar memiliki rentangan pH 6,5 – 8,5. Nilai pH dari keseluruhan kondisi air dari Inlet I, Inlet II, badan waduk, Outlet I, dan outlet II berada pada kondisi mendekati netral yang cendrung Asam yaitu nilai 6 – 7 dan dikategorikan ke dalam kelas III yaitu air yang dapat digunakan untuk budidaya ikan air tawar, peternakan, pertanian, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

3. Air pada Inlet I, , Badan Waduk, outlet I dan Outlet II jernih kecuali warnanya Inlet II agak keruh kehijauan karena adanya lumut dan ganggang.

4. Air pada Inlet I, Inlet II, Badan Waduk, outlet I dan Outlet II tidak berbau.

5. DO terbesar terdapat pada Inlet I karena lingkungan Inlet I yang rindang sehingga banyak aktiftas fotosintesis yang berjalan mengakibatkan ketersedian oksigen juga besar, dimana vegetasi yang berfotosintesis akan menghasilkan oksigen yang kemudian terserap oleh air. Nilai DO terendah terdapat pada Outlet I karena saat pengamatan air waduk baru saja dibuka secara besar dari pintu waduk melalui outlet I sehingga banyak polutan yang terbawa dan outlet I jauh dari vegetasi..

6. Suhu air tertinggi terdapat pada Inlet I 32,5❑C o

kemudian Badan Waduk 31,0❑C o

Inlet II 29,9❑C

o dan outlet I 29,5 C

o serta suhu paling rendah terdapat pada outlet II 29,3 C

(21)

Daftar Pustaka

Anonim. Diklat Perkuliahan Bilogi Perairan.

Alaerts dan Santika. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.

Barus, T.A. (2001). Pengantar limnologi studi tentang ekosistem sungai dan danau, program studi biologi USU FMIPA, Medan, Hlm. 5-8

Efendi, Hafni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber daya dan Lingkungan

Perairan. Yogyakarta: Kanisius.

ICLEAN, 2007. pH.http://www.mysaltz.net. Diakses tanggal 18 Juni 2016.

Irianto, A. 2003. Probiotik Akuakultur. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Masduqi, Ali. 2009. Parameter Kualitas Air.

www.masduqiali.blogspot.com. Diakses tanggal 18 Juni

2016.

Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum, 2015.

http://pustaka.pu.go.id/new/istilah-bidang-detail.asp? id=794. Diakses tanggal 18 Juni 2016.

Wikipedia. 2010. Pengolahan

(22)

Hidayat, Asep. (2005). Modul Mekanika Fluida Dan Hidrolika. Universitas Mercu Buana

Sudadi, Purwanto. (2003). Penentuan Kualitas Air Tanah

Melalui Analisis Unsur Kimia Terpilih. Bandung : Buletin

geologi tata lingkungan vol 13 no 2, september 2003: 81-89

Muchtar, Asikin Dan Abdullah, Nurdin. (2007). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Debit Sungai Mamasa.

Jurnal Hutan Dan Masyarakat, 2(1):174-187

Masslara. 2016. Menikmati Pesona Waduk Delingan .online. < http://slaranesia.com/2016/01/27/menikmati-pesona-waduk-delingan/>. Diakses pada 25 Juni 2016

Anonim. 2015. http://kekunaan.blogspot.co.id/2015/07/waduk-tirtomarto-delingan.html. Diakses tanggal 18 juni 2016

(23)

Badan Waduk

Gambar

Tabel. Oksigen Terlarut dan suhu air
Tabel lebar sungai
Tabel Oksigen terlarut dan suhu
Tabel Kedalaman air
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sediaan tabir surya ini merupakan salah satu sediaan kosmetologi yang digunakan dengan maksud untuk membaurkan dan menyerap sinar matahari terutama pada emisi

Proses perpindahan panas yang terjadi pada solar water heater ada 3 proses yaitu radiasi (sinar matahari yang mengenai kaca plat yang nantinya akan diserap

Dua orang siswa IAFCOE, Erick dan Lerry ditemani oleh staff pengajar berjalan dari rumah ke rumah di Kota Sragen, kira-kira pukul 1 siang saat itu, matahari begitu terik, suhu

Jadi pembayangan dinding sangat dibutuhkan untukmengurangi panas yang disebabkan radiasi matahari yang merambat kedalam bangunan dari dindingmaupun bidang transparan

Iklim kerja panas merupakan meteorologi dari lingkungan kerja yang dapat disebabkan oleh gerakan angin, kelembaban, suhu udara, suhu radiasi, dan sinar matahari. 8 Panas

Sudut Jurusan (Azimut).. Azimut adalah sudut yang diukur searah jarum jam dari sembarang meridian acuan. Dalam pengukuran tanah datar, Azimut biasanya diukur dari

Pada saat siang hari suhu udara di darat cenderung lebih panas dibandingkan dengan suhu udara di laut karena saat siang hari didapati matahari langsung

Perbandingan pengeringan menggunakan dryer dan dengan menggunakan sinar matahari,hasil dari praktikum menunjukkan bahwa singkong yang dikeringkan dengan