• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM E4 MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI POTONG DIKANDANG LAHAN

N/A
N/A
Maria Delestrada Amfotis

Academic year: 2024

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM E4 MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI POTONG DIKANDANG LAHAN "

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI POTONG DIKANDANG LAHAN KERING

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

OLEH KELOMPOK 3

MK : MANAJEMEN TERNAK POTONG E4

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG 2023 1. Maria Deran Nuba

2. Novensia Asti Bili 3. Natalia Hoar Seran 4. Maria Gradiana Usolin

(2005030088) (2005030098) (2005030096) (2005030089) 5. Rolin Selan (2005030103)

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga Laporan Praktikum mata kuliah Manajemen Ternak Potong ini dapat terselesaikan dengan baik.

Diharapkan laporan ini dapat digunakan sebagai salah satu acuaan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam mempelajari manajemen pemeliharaan sapi potong. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan laporan ini dari awal sampai akhir.

Kupang, Mei 2023

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... 2

DAFTAR ISI ... 3

BAB I PENDAHULUAN ... 4

1.1 Latar Belakang ... 4

1.2 Tujuan... 4

1.3 Manfaat ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Sapi Potong ... 5

2.2 Manajemen Pemeliharaan ... 6

2.2.1 Manajemen Perkandangan ... 7

2.2.2 Manajemen Pemberian Pakan ... 7

2.2.3 Manajemen Kesehatan ... 8

2.2.4 Manajemen Pembibitan ... 8

2.2.5 Analisis Ekonomi ... 9

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM ... 10

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum ... 10

3.2 Metode Praktikum ... 10

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11

4.1 Sapi Potong ... 11

4.2 Manajemen Pemeliharaan ... 12

4.2.1 Manajemen Perkandangan ... 12

4.2.2 Manajemen Pemberian Pakan ... 14

4.2.3 Manajemen Kesehatan ... 14

4.2.4 Manajemen Pembibitan ... 15

4.2.5 Analisis Ekonomi ... 15

DAFTAR PUSTAKA ... 16

LAMPIRAN... 18

(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ternak potong adalah jenis ternak yang dipelihara untuk menghasilkan daging sebagai produk utamanya. Salah satu ternak potong adalah Sapi yang merupakan salah satu sumber penghasil bahan makanan berupa daging dengan nilai ekonomi tinggi dan penting dalam kehidupan masyarakat. Sementara itu, ternak kerja adalah jenis ternak yang dipelihara untuk digunakan tenaganya.

Pemeliharaan sapi potong di Indonesia dilakukan secara intensif dan semi intensif. Pada umumnya sapi-sapi yang dipelihara secara intensif hampir sepanjang hari berada dalam kandang dan diberikan pakan sebanyak dan sebaik mungkin sehingga cepat gemuk, sedangkan semi intensif sapi-sapi kadangkala dilepas dari padang pengembalaan. Kualitas produksi ternak sapi potong sangat berhubungan erat dengan kualitas sumber pakan lokal yang tersedia, sehingga pemanfaatan sumber pakan lokal secara optimal akan menentukan tercapainya kualitas produksi ternak secara optimal pula.

Pada dasarnya terdapat tiga komponen penting dalam sebuah peternakan yaitu pemuliaan, pakan, dan manajemen. Agar produktivitas ternak potong dapat optimal maka ketiga aspek tersebut harus diperhatikan. Termasuk dalam manajemen pemeliharaan ialah manajemen pakan, manajemen perkandangan, manajemen kesehatan, manajemen pembibitan dan Analisa Ekonomi.

Hal inilah yang melatar belakangi dilakukannya praktikum manajemen pemeliharaan ternak sapi potong.

1.2 Tujuan

Agar dapat mengetahui aspek-aspek dalam sistem pemeliharaan sapi potong yang berkaitan dengan manajemen pakan, manajemen perkandangan, manajemen Kesehatan, manajemen pembibitan dan Analisa Ekonomi.

1.3 Manfaat

Untuk menambah wawasan tentang manajemen pemeliharaan sapi potong, serta sebagai bahan informasi bagi yang memerlukan.

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Potong

Sapi Potong Sapi potong merupakan ternak ruminansia yang dipelihara bertujuan untuk menghasilkan daging. Ciri–ciri sapi potong memiliki pertambahan bobot badan yang baik, berbadan besar dan efisiensi pakan tinggi. Jenis sapi yang biasa dipelihara adalah Peranakan Ongole, Brahman Cross, Peranakan Limousin, Peranakan Brangus, sapi Bali dan sapi Madura.

Budidaya sapi potong bertujuan untuk menghasilkan daging (Roessali dkk., 2005). Sapi potong adalah jenis sapi khusus yang dipelihara untuk digemukkan (Abidin, 2006).

2.1.1 Sapi Bali

Adapun beberapa ciri-ciri khusus yang harus dipenuhi sapi bali murni adalah memiliki warna putih pada bagian belakang paha, pinggiran bibir atas, dan paha kaki bawah mulai tarsus dan capus sampai batas pinggir atas kuku, bulu pada ujung ekor berwarna hitam, bulu pada bagian dalam telinga berwarna putih, terdapat garis belut (garis hitam) yang jelas pada bagian atas punggung, memiliki bentuk tanduk pada jantan yang paling ideal disebut bentuk tanduk silak congklok yaitu jalannya pertumbuhan tanduk mula-mula dari dasar sedikit keluar.

Sementara itu, sapi bali betina memiliki tanduk yang ideal atau agak melengkung kedalam, ujungnya sedikit mengarah ke bawah, tanduk ini berwarna hitam (Hardjosubroto, 1994).

Namun demikian secara umum, tanda-tanda sapi bali bentuk tubuh adalah menyerupai banteng, namun ukuran tubuhnya lebih kecil akibat proses domestikasi.

Selain itu, memiliki dada dalam padat, warna bulu pada waktu masih pedet sawo matang atau merah bata, namun warna bulu pada sapi betina tetap bertahan merah bata, sedangkan pada sapi jantan kehitam-hitaman setelah dewasa. Selain itu, pada bagian kakinya dari sendi kaki sampai kuku dan dibagian pantatnya berwarna putih, kepala agak pendek, dahi datar baik pada jantan maupun betina. Adapun ukuran tinggi sapi dewasa 130 cm dengan berat rata-rata sapi jantan 450 kg dan 300-400 kg betina pada sapi betina dengan ukuran hasil karkas sekitar 57%

(Sudarmono dan Sugeng, 2009). Oleh karena sapi bali memiliki beberapa keunggulan seperti reproduksi tinggi, bobot karkas tinggi, mudah digemukkan dan mudah beradaptasi dengan lingkungan baru sehingga sapi bali dinyatakan sapi unggul (Soesanto, 1997).

(6)

2.1.2 Sapi Peranakan Ongole

Sapi Ongole Berasal dari Madras, India. Sapi ini pertama kali dimasukkan ke Sumba pada tahun 1906 saat penjajahan Belanda dengan tujuan semula untuk dikarantina sebagai hewan penarik barang, tetapi kemudian dikembangbiakkan terus di pulau tersebut. Selanjutnya sapi Ongole sudah tersebar luaskan ke Pulau Sumba, dengan nama sapi Sumba Ongole (SO) (Astuti, 2004).

Sapi Peranakan Ongole yang mempunyai sifat unggul dan mewariskan serta memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangkan. Persyaratan kualitatif bibit sapi Peranakan Ongole yaitu warna tubuh putih sampai abu-abu, ujung ekor dan bulu sekitar mata berwarna hitam, badan besar, gelambir panjang menggantung dari leher sampai belakang kaki depan, punuk besar (jantan), punuk kecil (betina) dan leher pendek, memiliki tanduk, telinga kecil dan tegak kesamping (BSN, 2015).

Sapi Peranakan Ongole juga menunjukkan keunggulan sapi tropis yaitu daya adaptasi iklim tropis yang tinggi, tahan terhadap panas dan gangguan parasit seperti gigitan nyamuk 10 dan caplak, serta menunjukkan toleransi yang baik terhadap pakan yang mengandung serat kasar tinggi. Sapi Peranakan Ongole di beberapa daerah dipelihara dengan tujuan ganda yaitu sebagai penghasil daging dan ternak kerja, hanya di daerah lahan kering serta tidak ada persawahan sapi ini dipelihara sebagai sapi potong penghasil daging (Astuti, 2004). Sapi Peranakan Ongole merupakan sapi tipe dwiguna, tahan serangan penyakit parasit, temperatur udara panas, kelembaban udara rendah, daerah kering, pakan terbatas kualitas dan kuantitasnya, serta efisiensi reproduksi (S/C, CI) lebih efisien dibanding sapi silangan Bos taurus dengan Bos indicus yang dipelihara dengan kondisi peternak rakyat (Aryogi, dkk, 2007).

2.2 Manajemen Pemeliharaan

Manajemen pemeliharaan sapi potong meliputi tiga sistem yaitu pemeliharaan secara intensif, pemeliharaan secara semi intensif dan pemeliharaan secara ekstensif. Pemeliharaan intensif paling sering digunakan di Indonesia, karena pemeliharaan sepenuhnya dilakukan di kandang. Sapi yang dipelihara secara intensif lebih efisien karena memperoleh perlakuan lebih teratur dalam hal pemberian pakan, pembersihan kandang, memandikan sapi (Sugeng, 2000).

Sistem pemeliharaan semi intensif adalah ternak dipelihara dengan cara dikandangkan dan digembalakan. Sistem pemeliharaan semi intensif yaitu sapi diternak di kandang dari awal sampai panen (Sugeng, 1996). Sistem pemeliharaan ekstensif adalah ternak dipelihara dengan

(7)

cara dilepas di padang pengembalaan. Sistem pemeliharaan ekstensif yaitu ternak dilepas di padang penggembalaan selama pemeliharaan (Hernowo, 2006).

2.2.1 Manajemen Perkandangan

Kandang merupakan tempat tinggal sapi selama dalam tahap penggemukan. Kandang harus selalu dibersihkan setiap hari untuk menjaga sapi tetap sehat. Kandang yang baik tidak berdekatan dengan pemukiman, memiliki penanganan limbah dan ketersediaan air. Jarak kandang dengan pemukiman 100 m, pembuangan limbah tersalurkan, persediaan air cukup dan jauh dari keramaian (Siregar, 2003).

Secara umum kandang terbagi dalam dua tipe, yaitu kandang individu dan kandang koloni. Kandang individu adalah kandang yang diperuntukan bagi 1 ekor 6 sapi dengan ukuran yang disesuaikan dengan tubuh sapi, biasanya kandang individu berukuran 2,5 x 1,5 m.

Keuntungan menggunakan kandang individu antara lain pengamatan akan kesehatan terrnak mudah dilakukan, penularan penyakit lebih lambat, lahan yang digunakan relatif lebih sedikit (Abidin, 2002). Kandang koloni merupakan barak terbuat tanpa ada penyekat diantara ternak sehingga ternak bebas bergerak pada areal yang cukup luas. Keuntungan menggunakan kandang koloni adalah biaya pembuatan kandang lebih murah, pemakaian tenaga kerja lebih sedikit, ternak merasa bebas, pergerakkan ternak cukup luas, dan sarana yang mudah untuk mendeteksi birahi (Rianto dan Purbowati, 2009).

Kandang memiliki beberapa fungsi yaitu melindungi sapi, nyaman bagi ternak, lantai tidak licin mengurangi risiko ternak terluka, memudahkan pemeliharaan, terutama dalam pemberian pakan, minum dan mempermudah pengawasan kesehatan (Abidin, 2002).

2.2.2 Manajemen Pemberian Pakan

Pakan merupakan biaya tertinggi dalam usaha peternakan, dengan adanya manajemen pemberian pakan yang baik dapat menekan biaya tersebut. Manajemen pemberian pakan diharapkan mampu meningkatkan bobot badan ternak secara optimal sesuai dengan potensi genetik ternak. Pemberian pakan memiliki dua metode yaitu secara ad libitum dan restricted.

Pemberian pakan secara ad libitum adalah pemberian pakan secara terus menerus dan pakan selalu tersedia, sedangkan pemberian pakan secara restricted adalah pemberian pakan yang dibatasi. Pemberian pakan pada ternak perlu memperhitungkan efisiensi biologis dan efisiensi ekonomis (Soewardi, 1974). Teknik pemberian pakan yang baik untuk mendapatkan

(8)

pertambahan bobot badan yang baik adalah dengan mengatur jarak waktu antara pemberian konsentrat dengan pemberian hijauan. Pemberian konsentrat sebaiknya terlebih dahulu kurang lebih 2 jam sebelum pemberian hijauan agar proses pencernaan berjalan optimal. Pemberian pakan dengan mengatur jarak waktu antara pemberian konsentrat dengan hijauan akan meningkatkan produksi (Syahwani, 2004).

2.2.3 Manajemen Kesehatan

Pengendalian penyakit pada sapi potong dibagi menjadi dua yaitu preventif dan kuratif.

Preventif adalah suatu tindakan kegiatan pencegahan penyakit, usaha yang dilakukan yaitu sanitasi dan menjaga kebersihan ternak. Kebersihan kandang dan ternak harus selalu diperhatikan, demikian juga dengan peralatan yang digunakan agar tidak terserang penyakit (Bandini, 1999). Kuratif adalah suatu tindakan kegiatan pengobatan penyakit, ternak yang terkena penyakit harus segera diobati agar tidak mempengaruhi produktivitas dan tidak menular.

Pemberian obat, vitamin dan obat cacing secara teratur berguna untuk menjaga kesehatan dan mengobati ternak dari penyakit (Djarijah, 1996).

2.2.4 Manajemen Pembibitan 1. Klasifikasi Bibit

Bibit sapi potong diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu:

a) bibit dasar (elite/foundation stock), diperoleh dari proses seleksi rumpun atau galur yang mempunyai nilai pemuliaan di atas nilai rata-rata

b) bibit induk (breeding stock), diperoleh dari proses pengembangan bibit dasar

c) bibit sebar (commercial stock), diperoleh dari proses pengembangan bibit induk.

2. Standar mutu bibit

Untuk menjamin mutu produk yang sesuai dengan permintaan konsumen, diperlukan bibit ternak yang bermutu, sesuai dengan persyaratan teknis minimal setiap bibit sapi potong sebagai berikut:

• Sapi bibit harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik seperti cacat mata (kebutaan), punggung atau cacat tubuh lainnya

• Semua sapi bibit betina harus bebas dari cacat alat reproduksi, abnormal ambing serta tidak menunjukkan gejala kemandulan

(9)

• Sapi bibit jantan harus siap sebagai pejantan serta tidak menderita cacat pada alat kelaminnya.

2.2.5 Analisis Ekonomi

Analisis usaha ternak sapi potong secara operasionalnya dapat dilakukan dengan menghitung semua biaya dikeluarkan, diantaranya adalah biaya variabel dan biaya produksi. Usaha peternakan pada dasarnya merupakan kegiatan utama bagi peternak di perdesaan, dimana hasil produksinya sepenuhnya di arahkan ke pasar, dan jarang sekali ditemui bahwa peternak langsung mengkonsumsi sendiri hasil ternak dalam pemeliharaan atau hasil dibudidaya sendiri. Usaha ternak sapi potong dengan cara penggemukkan merupakan hal yang sangat baik, dan sebagai pendukung ekonomi peternak, terutama yang berkaitan dengan salah satu untuk memperoleh keuntungan yang optimal, dengan prinsip dasar usaha secara komersial.

(10)

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum Manajemen Ternak Potong dilaksanakan pada hari Jumad, tanggal 12 Mei 2023, bertempat di Lahan Kering, Universitas Nusa Cendana, Kupang.

3.2 Metode Praktikum

Metode yang digunakan dalam praktikum Manajemen Ternak Potong ialah observasi dan eksplorasi dalam mengumpulkan data. Pengamatan dilakukan berkenaan dengan cara kerja selama praktikum berlangsung. Pengumpulan data dilakukan berdasarkan pencatatan data-data pengamatan dan informasi yang diberikan oleh dosen.

(11)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sapi Potong

⚫ Jenis Sapi dikandang Lahan Kering 1. Sapi Bali

2. Sapi Peranakan Ongole

⚫ Jumlah Ternak

1. Sapi Bali berjumlah 6 ekor

2. Sapi Peranakan Ongole berjumlah 6 ekor

⚫ Ciri-ciri ternak sapi yang ada dikandang Lahan Kering 1. Sapi Bali :

✓ Warna putih pada bagian belakang paha, pinggiran bibir atas, dan paha kaki bawah mulai tarsus dan capus sampai batas pinggir atas kuku.

✓ Bulu pada ujung ekor berwarna hitam, bulu pada bagian dalam telinga berwarna putih, terdapat garis belut (garis hitam) yang jelas pada bagian atas punggung.

✓ Bentuk tanduk pada jantan disebut bentuk tanduk silak congklok dan sapi bali betina memiliki tanduk yang ideal atau agak melengkung kedalam, ujungnya sedikit mengarah ke bawah, tanduk ini berwarna hitam.

✓ Memiliki dada dalam padat.

✓ Warna bulu pada waktu masih pedet sawo matang atau merah bata, namun warna bulu pada sapi betina tetap bertahan merah bata, sedangkan pada sapi jantan kehitam-hitaman setelah dewasa.

2. Sapi Peranakan Ongole (PO)

✓ Warna tubuh putih sampai abu-abu

✓ Ujung ekor dan bulu sekitar mata berwarna hitam

(12)

✓ Badan besar

✓ Gelambir panjang menggantung dari leher sampai belakang kaki depan

✓ Punuk besar (jantan), punuk kecil (betina)

✓ Leher pendek

✓ Memiliki tanduk

Telinga kecil dan tegak kesamping 4.2 Manajemen Pemeliharaan

Manajemen pemeliharaaan yang dilakukan dikandang Lahan Kering Universitas Nusa Cendana yaitu secara Intensif. Sapi yang dipelihara secara intensif lebih efisien karena memperoleh perlakuan lebih teratur dalam hal pemberian pakan, pembersihan kandang, serta memandikan sapi

4.2.1 Manajemen Perkandangan

➢ Tipe Kandang

Tipe kandang yang terdapat pada kandang Lahan Kering Universitas Nusa Cendana ialah kandang Koloni.

Kandang koloni merupakan barak terbuat tanpa ada penyekat diantara ternak sehingga ternak bebas bergerak pada areal yang cukup luas. Keuntungan menggunakan kandang koloni adalah biaya pembuatan kandang lebih murah, pemakaian tenaga kerja lebih sedikit, ternak merasa bebas, pergerakkan ternak cukup luas, dan sarana yang mudah untuk mendeteksi birah.

➢ Letak bangunan

- Mempunyai permukaan yang lebih tinggi dari kondisi sekelilingnya, sehingga tidak terjadi genangan air dan pembuangan kotoran lebih mudah

- Tidak berdekatan dengan bangunan umum atau perumahan, minimal 10 meter

(13)

➢ Kontruksi Kandang

- kontruksi kandang harus kuat, mudah dibersihkan, mempunyai sirkulasi udara yang baik, tidak lembab, dan mempunyai tempat penampungan kotoran beserta saluran drainasenya.

- sedangkan pada kandang Lahan Kering Universitas Nusa Cendana, tidak ada tempat penampungan kotoran dan saluran drainase sehingga kotoran sapi dan urin dibiarkan begitu saja.

➢ Lantai Kandang

- Lantai kandang harus kuat, tahan lama, tidak licin, tidak terlalu kasar, mudah dibersihkan, dan mampu menopang beban yang ada diatasnya.

- Lantai kandang pada Kandang Lahan Kering Universitas Cendana, tampak kotor, dipenuhi dengan feses dan sisa-sisa pakan.

➢ Atap Kandang

- Atap kandang menggunakan Seng

➢ Ukuran Kandang

- ukuran kandang pada kandang Lahan Kering Universitas Nusa Cendana yaitu 2 x 1 m2.

➢ Perlengkapan Kandang - Palungan

Merupakan tempat pakan dan tempat minum yang berada didepan ternak, terbuat dari tembok dinding dengan ukuran megikuti lebar kandang.lebar palungan adalah 50 cm dan tinggi bagian luar 60 cm dan lebar bagian dalam 40 cm. Ukiran palungan untuk kandang kelompok adalah mengikuti panjang kandang, dengan proporsi ukuran tempat minum lebih kecil dari tempat pakan.

(14)

- Perlengkapan kandang

Perlengkapan kandang yang biasa digunakan yaitu sekop, sapu lidi, tali sapi dan gerobak dorong.

4.2.2 Manajemen Pemberian Pakan

Manajemen pemberian pakan diharapkan mampu meningkatkan bobot badan ternak secara optimal sesuai dengan potensi genetik ternak. Pemberian pakan memiliki dua metode yaitu secara ad libitum dan restricted.

Manajemen perberian pakan yang dilakukan dikandang Lahan Kering Universitas Nusa Cendana yaitu pemberian pakan secara ad libitum adalah pemberian pakan secara terus menerus dan pakan selalu tersedia yaitu berupa Konsentrat dan Silase.

4.2.3 Manajemen Kesehatan

Kesehatan sangat penting bagi dunia peternakan, karena berkaitan langsung dengan produktivitas ternak.

Menurut pengamatan kelompok kami, pada kandang Lahan Kering Universitas Nusa Cendana, kurang terjamin kebersihannya.

- Penyakit yang terdapat pada ternak sapi yaitu Scabies Penyakit scabies (kudis) ini disebabakan oleh parasit yang dapat mengakibatkan gatal-gatal dan dermatitis.

Penyakit ini sangat merugikan karena dapat menghilangkan nafsu makan yang disebabkan oleh gatal-gatal. Penyakit scabies ini mudah sekali menular ke ternak lain baik melalui peralatan maupun bersinggungan langsung. Pengobatan penyakit scabies dilakukan penyemprotan gusanex sapray pada bagian yang terkena scabies. Dapat juga dilakukan injeksi infermectin secara subcutan, sulfur salep ataupun diolesi dengan oli bekas pada daerah kulit yang terserang penyakit scabies. Scabies merupakan penyakit yang disebabkan oleh tungau. Penularan pada penyakit ini apabila terjadi kontak langsung, gizi ternak yang rendah. Gejala klinis pada ternak yang terjangkit scabies antara lain yaitu iritasi pada kulit, gatal, terdapat pendarahan, berkerak, kulit menebal/keras. Untuk pencegahan dilakukan pencegahan kontak langsung antara ternak yang sehat dan yang sakit, menjaga kebersihan kandang, sedangkan untuk pengobatan

(15)

dilakukan penyemprotan gusanex spray pada bagian yang terkena scabies, dan penyuntikan infermectin secara subcutan atau penyuntikan di bawah jaringan kulit.

4.2.4 Manajemen Pembibitan

Untuk menjamin mutu produk yang sesuai dengan permintaan konsumen, diperlukan bibit ternak yang bermutu, sesuai dengan persyaratan teknis minimal setiap bibit sapi potong sebagai berikut:

• Sapi bibit harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik seperti cacat mata (kebutaan), punggung atau cacat tubuh lainnya

• Semua sapi bibit betina harus bebas dari cacat alat reproduksi, abnormaL ambing serta tidak menunjukkan gejala kemandulan

• Sapi bibit jantan harus siap sebagai pejantan serta tidak menderita cacat pada alat kelaminnya.

4.2.5 Analisis Ekonomi

Analisis usaha ternak sapi potong secara operasionalnya dapat dilakukan dengan menghitung semua biaya dikeluarkan, diantaranya adalah biaya variabel dan biaya produksi.

⚫ Biaya Penyusutan Kandang: Rp. 100.000.000

⚫ Umur Teknis Kandang : 30 Tahun

= 100.000.000 30

= 3,33%

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2002. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Akoso, B. T. 1996. Kesehatan Sapi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Berutu, M. K. 2007. Dampak Lama Transportasi Terhadap Penyusutan Bobot Badan, Ph Daging Pasca Potong Dan Analisis Biaya Transportasi Sapi Potong Peranakan Ongole (PO) Dan Shorthorn, USU, Medan.

Blakely, J. dan H. Bade. 1994. Ilmu Peternakan. Edisi Ke 4. Gajah Mada University Press.

Yogyakarta.

Blackshaw, J. K., & Blackshaw, A. W. (1994). Heat Stress In Cattle And The Effect Of Shade On Production And Behaviour: A Review. Australian Journal of Experimental Agriculture, 34(2), 285-295.

Bures and L. Barton. 2012. Growth Performance, Carcass Traits And Meat Quality Of Bulls And Heifers Slaughtered At Different Ages. Czech Journal of Animal Science. 57: 34-43.

Bulita SF, Aradom S, Gebrenset G. 2015. Effect Of Transport Time Upto 12 Hours On Welfare Of Cows And Bulls. Journal of Service and Management 8: 161-182 .

Chambers, P. G., & Grandin, T. (2001). Slaughter Of Livestock. Guidelines For Humane Handling, Transport And Slaughter Of Livestock, 1st Edn. Food And Agriculture Organization Of The United Nation, Rome, 76-80.

Costa, L. N. (2009). Short-Term Stress: The Case Of Transport And Slaughter. Italian Journal of Animal Science, 8(sup1), 241-252.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2000. Pedoman Budidaya Sapi Potong Yang Baik (Good Farming Practices). Jakarta.

(17)

Fernandez, X., Monin, G., Culioli, J., Legrand, I., & Quilichini, Y. (1996). Effect Of Duration Of Feed Withdrawal And Transportation Time On Muscle Characteristics And Quality In Friesian-Holstein Calves. Journal of animal science, 74(7), 1576-1583.

Fikar, S dan D. Ruhyadi. 2010. Beternak Dan Bisnis Sapi Potong. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Galyean, M. L., LEE, R. W. and Hubbert, M. E. 1981. Influence Of Fasting And Transit On Ruminal And Blood Metabolites In Beef Steers.

Journal of Animal Science, 53, 7- 18.

Gebresenbet G. and Nilsson C. 2003. Assessment Of Air Quality In Commercial Cattle Transport Vehiclein Swedish Summer And Winter Conditions. German Veterinary Journal 110: 100-104 Ginting, N. 2006. Komunikasi Pribadi Tentang Penyusutan Bobot Badan Pada Sapi Potong

Akibat Pengangkutan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Hafid, H. H. (1998). Kinerja Produksi Sapi Australian Commercial Cross Yang Dipelihara Secara Feedlot Dengan Kondisi Bakalan Dan Lama Penggemukan Berbeda. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hafid, H dan R. Priyanto. 2006.” Pertumbuhan Dan Distribusi Potongan Komersial Karkas Sapi Australian Commercial Cross Dan Brahman Cross Hasil Penggemukan”. Dalam Jurnal Media Peternakan. Hal. 63-69 Vol. 29 No. 2.

Hafid. H. dan R. Aka. 2008. Pengaruh Jarak Transportasi Sebelum Pemotongan Terhadap Karakteristik Karkas Sapi Bali. Agriplus. Vol 18. Hal. 218.

Hamali, A.Y., 1988. Sistem Feeddlot Lembu Pedaging. Teknologi Ternakan, 4:15- 22

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliaan Ternak Di Lapang. PT Gramedia Widiasarana Aksara Indonesia. Jakarta.

(18)

LAMPIRAN

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan level pupuk kandang sapi hasil terbaik untuk varietas jagung hasil perlakuan yaitu terdapat pada pemberian level pupuk kandang sapi 30 ton/ha, dimana dapat

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sapi Jabres yang dipelihara secara intensif dengan pakan konsentrat sebanyak 30-70% dan jerami padi ad libitum

pakan serat dan konsentrat atau pakan penguat., pada proses pemberian air minum dilakukan secara ad libitum, kandang dibuat tipe ganda, terdiri dua baris sapi

Manajemen pemeliharaan sapi intensif, pengolahan limbah pertanian sebagai pakan ternak sapi dan pembuatan biogas, kompos dan pupuk cair layak dikembangkan karena

(2008) bahwa jumlah lemak tubuh mengalami peningkatan rata- rata sebesar 1,99 kg atau 1,13% dari bobot badan pada sapi Madura dan PO yang dipelihara secara intensif dengan

Dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk, pemberian pupuk anorganik (Phonska), pupuk organik kandang sapi, pupuk kandang ayam, pupuk organik kaya hara Formula A

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sapi Jabres yang dipelihara secara intensif dengan pakan konsentrat sebanyak 30-70% dan jerami padi ad libitum

Analisis penentuan suhu kritis pada sapi dara FH dalam kandang berdasarkan respon fisiologis dengan manajemen waktu pemberian pakan dan kualitas pemberian