LAPORAN PRAKTIKUM MEKANIKA FLUIDA II
MATERI
WATER QUALITY MODELLING
NAMA : GILBERT RIZAL FAWWAZI NIM : 215100900111052
KELOMPOK : Y2
ASISTEN :
Abdurrahim 'Azmi M. Wahyu I. Ade P.
Achmad Bayazid Hidayat Mhd Luthfi Zulhaq Azizi Chilyatun Nisa' Mya Rahmi Azizah
Dian Sari Gladys Ni Luh Wayan Yugi Laksmi Dewi Ja'far Tsabit Rabban Naufal Hanif Nur Muhana
Lutfiah Rahmadini Nicky Zendynia Putri
LABORATORIUM TEKNIK SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN DEPARTEMEN TEKNIK BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2022
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengelolaan sumber daya air dan lingkungan memerlukan pemantauan secara terus- menerus baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Penilaian yang tepat dari tingkat pencemaran air digunakan sebagai tolok ukur untuk pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air yang baik. Salah satu pendekatan dasar yang diperlukan untuk mengatasi masalah pencemaran air adalah pemodelan perubahan kualitas air. Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan pemodelan matematika sangat pesat dan banyak model yang telah digunakan hingga saat ini. Model matematis telah diterapkan untuk menilai perubahan kualitas air akibat perubahan debit air limbah. Bermacam-macam mathematical water quality models telah dikembangkan dan diterapkan oleh beberapa peneliti untuk mempelajari kualitas air di banyak negara. Water quality models telah diterapkan untuk penilaian kualitas air di berbagai badan air dan penggabungan model hidrodinamika satu dimensi (1D) dan dua dimensi (2D).
Water quality models biasanya diklasifikasikan menurut kompleksitas model, jenis air penerima, dan parameter kualitas air (oksigen terlarut, nutrisi, dan lain-lain) yang dapat diprediksi oleh model tersebut. Semakin kompleks modelnya, semakin sulit dan mahal penerapannya pada situasi tertentu. Kompleksitas model adalah fungsi dari empat faktor, yaitu jumlah dan jenis indikator kualitas air, tingkat detail spasial, tingkat detail temporal, dan kompleksitas badan air yang dianalisis.
1.2 Tujuan
a. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan langkah-langkah untuk menganalisis water quality modelling: kehilangan sisa chlorine.
b. Mahasiswa mampu melakukan interpretasi dan menganalisis kualitas air dari jaringan pipa yang dibuat pada bab II.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analisis Fluktuasi Air Bersih
2.1.1 Kebutuhan Air Harian Rata-rata
Fluktuasi air bersih yang terjadi tergantung pada suatu aktivitas penggunaan air dalam keseharian masyarakat. Salah satu kriteria tingkat kebutuhan air pada masyarakat yaitu kebutuhan air harian rata-rata. Kebutuhan air harian rata-rata adalah penjumlahan dari kebutuhan air untuk keperluan domestik, kebutuhan air untuk keperluan non- domestik, dan kehilangan air. Besarnya kebutuhan air harian rata-rata per orang per hari dihitung berdasarkan pemakaian air setiap jam selama 24 jam. Prosentase kehilangan air adalah 20-30% baik untuk kategori kota kecil, kota sedang maupun kota besar. Rumus untuk menghitung kebutuhan harian rata-rata yaitu 𝑄𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = 𝑄 + 𝑄𝑘𝑒ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑖𝑟 (Ardiansyah et al., 2012).
2.1.2 Kebutuhan Air Harian Maksimum
Fluktuasi penggunaan air adalah keadaan tidak seimbang dari penggunaan air oleh konsumen pada suatu wilayah. Pada kondisi penggunaan air akan mencapai maksimum disaat tertentu dan akan mencapai minimum di saat yang lain, di mana kondisi ini tergantung dari variasi kegiatan/aktivitas dari masyarakat pada wilayah tersebut. Salah satu kriteria tingkat kebutuhan air pada masyarakat yaitu kebutuhan air harian maksimum.
Kebutuhan air harian maksimum merupakan kebutuhan air dalam satu hari yang terbesar dalam kurun waktu satu tahun. Besarnya faktor hari maksimum ini dapat diperoleh dengan membandingkan antara kebutuhan hari maksimum dengan kebutuhan harian rata-rata.
Faktor harian maksimum umumnya berkisar antara 1,1-1,3 (Wicaksi, 2017). Rumus untuk menghitung kebutuhan harian maksimum yaitu 𝑄𝑚𝑎𝑥 = 1,15 × 𝑄𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎.
2.1.3 Kebutuhan Air Jam Puncak
Kebutuhan jam puncak merupakan kebutuhan air dalam satu jam yang terbesar dalam kurun waktu satu hari. Besarnya faktor jam puncak ini dapat diperoleh dengan membandingkan antara kebutuhan jam puncak dengan kebutuhan harian rata-rata. Faktor jam puncak umumnya berkisar antara 1,5-1,75. Kebutuhan air jam puncak dan harian maksimum adalah dua istilah yang saling berkaitan dalam pola pemakaian air. Variasi perubahan pemakaian air oleh konsumen dari waktu secara periodik disebut fluktuasi.
Berdasarkan fluktuasi pemakaian air, dapat ditentukan standar perencanaan. Standar perencanaan merupakan perkiraan faktor jam puncak dan harian maksimum sehingga dapat mengoptimalkan produksi air dan meningkatkan pelayanan (Wicaksi, 2017). Rumus untuk menghitung kebutuhan jam puncak yaitu 𝑄𝑝𝑒𝑎𝑘 = 1,56 × 𝑄𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎.
2.2 Analisis Hidrolika Jaringan
2.2.1 Perhitungan Dimensi Reservoir
Menurut Sari (2021), terdapat beberapa tahapan untuk menghitung dimensi reservoir. Tahap pertama yaitu menghitung volume reservoir dengan menjumlahkan volume surplus dan volume defisit. Tahap selanjutnya yaitu mengasumsikan nilai dimensi reservoir (T) dengan angka tertentu. Setelah itu memasukkan asumsi dimensi reservoir (T) ke dalam rumus volume reservoir yaitu P x L x T. Setelah didapatkan nilai panjang (P) dan (L), dimensi asli reservoir dapat dihitung dengan rumus 𝑇𝑎𝑠𝑙𝑖 =𝑉𝑟𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟
𝑃×𝐿 . 2.2.2 Perhitungan Diameter Pipa
Diameter pipa adalah parameter yang selalu ada dalam sistem perpipaan atau
pemompaan. Diameter pipa dapat dirumuskan dengan 𝐷𝑖 = 3,9 × 𝑄𝐹0,45× 𝜌0,13, dimana Di adalah diameter dalam pipa (mm atau inci), Q adalah kapasitas atau debit aliran (m3/jam atau liter/menit), dan adalah berat jenis fluida (kg/m3). Diameter pipa berhubungan erat dengan kecepatan aliran. Hubungan tersebut dirumuskan dengan 𝑉 =𝑄
𝐴, dimana V adalah kecepatan aliran fluida (m/dt) dan A adalah luas permukaan (m2). Rumus tersebut dapat diturunkan untuk mencari nilai diameter pipa. Penurunan rumusnya yaitu 𝐴 =𝜋4𝑑2 (Tukiman et al., 2013).
2.2.3 Perhitungan Tekanan Pompa
Total head pompa adalah kemampuan tekanan maksimum pada titik kerja pompa, sehingga pompa tersebut mampu mengalirkan air/fluida dari satu tempat ke tempat lainya.
Beberapa parameter yang diperlukan untuk menentukan total head pompa yaitu friction loss pipa, friction loss fitting, pressure drop peralatan (kolom-kolom), dan geodetic head.
Persamaan untuk menghitung total head pompa yaitu 𝐻𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝐻𝐹𝑝𝑖𝑝𝑎+ 𝐻𝐹𝑖𝑡𝑡𝑖𝑛𝑔+ 𝐻𝑠𝑓+ 𝐻𝑔, dimana HFpipa adalah friction loss pipa, Hfitting adalah friction loss fitting, Hsf adalah safety factor head, dan Hg adalah geodetic head (Tukiman et al., 2013).
2.3 Analisis Kualitas Air Bersih 2.3.1 Metode Pengukuran pH Air
Pengukuran pH merupakan hal yang mutlak dilakukan di dalam pengolahan air limbah. pH menunjukkan konsentrasi ion hidrogen di dalam larutan. Semakin tinggi nilai pH artinya konsentrasi ion hidrogen semakin sedikit dan larutan akan bersifat basa.
Sebaliknya, semakin rendah nilai pH maka larutan akan memiliki sifat asam karena konsentrasi ion hidrogen semakin tinggi. Secara teoritis, 𝑝𝐻 = −log [𝐻+]. Metode elektrokimia merupakan cara yang termudah dan akurat untuk mengukur pH air limbah.
Dengan metode ini, pengukuran dapat langsung dilakukan di lapangan dengan alat yang disebut pH meter. Komponen dasar di dalam pengukuran pH secara elektrokimia terdiri dari elektroda pH, elektroda pembanding, dan voltmeter (Sriyono, 2019).
2.3.2 Metode Pengukuran Suhu Air
Suhu berperan penting dalam mempertahankan kestabilan ekosistem perairan.
Suhu berpengaruh terhadap kualitas suatu perairan, yaitu sebaran nutrien, aktivitas metabolisme, tingkat pertumbuhan, waktu migrasi, peristiwa pemijahan, dan distribusi organisme. Metode yang digunakan untuk pengukuran suhu air yaitu dengan menggunakan termometer dan sensor LM35 berbasis mikrokontroller Atmega16. LM35 berbasis mikrokontroller Atmega16 dimanfaatkan untuk pengontrolan temperatur air.
Pemanfaatan sensor suhu LM35 pada sistem ini diperlukan untuk mengetahui kenaikan dan penurunan suhu pada waktu tertentu. LM35 sebagai sensor suhu yang teliti dan terkemas dalam bentuk Integrated Circuit (IC), dimana output tegangan keluaran sangat linear terhadap perubahan suhu. LM35 ini tidak memerlukan pengkalibrasian atau penyetelan dari luar karena ketelitiannya kurang lebih seperempat derajat celcius pada temperatur ruang. Jangka sensor alat tersebut mulai dari -55˚C sampai dengan 150˚C (Fataha et al., 2019).
2.3.3 Metode Pengukuran Sisa Klor
Metode yang digunakan untuk mengetahui sisa klor yaitu metode kolorimetri.
Kolorimetri adalah metode perbandingan menggunakan perbedaan warna. Metode kolorimetri mengukur warna suatu zat sebagai perbandingan. Pada umumnya, cahaya putih digunakan sebagai sumber cahaya untuk membandingkan absorpsi cahaya relatif
terhadap suatu zat. Salah satu alat yang digunakan untuk mengukur perbandingan warna yang tampak adalah kolorimeter. Kelebihan metode ini adalah kemudahannya dalam menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil (Ardiatma dan Surito, 2019).
2.4 Analisis Kehilangan Klorin 2.4.1 Pengertian Proses Klorinasi
Klorinasi yaitu proses menggunakan klor sebagai desinfektan yang diberikan kepada air yang telah diolah. Pada umumnya, klorinasi banyak dipakai karena lebih banyak keuntungannya daripada kerugiannya. Salah satu keuntungannya yaitu bisa mengguakan air sampai ke konsumen. Salah satu kerugiannya yaitu menimbulkan rasa tidak enak pada air jika dosis klor yang digunakan tinggi. Bahan-bahan yang digunakan untuk klorinasi yaitu Gas klor (Cl2), Kalsium Hipoklorit Ca(OC)2, Nitrogen Hipoklorit NaOCl atau klor dioksida. Secara garis besar, prinsip klorinasi adalah pemakaian klorin yang merata dan tidak terputus-putus di seluruh bagian air yang diolah. Selain itu, penting untuk menentukan dosis klor yang sesuai dengan kebutuhan dari jenis air yang diolah dan mengontrol hasil klorinasi untuk menjamin serta menghasilkan air yang aman di minum (Lalu et al., 2022).
2.4.2 Kebutuhan Klor Desinfeksi
Break Point Clorination (BPC) adalah penentuan jumlah klorin yang dibutuhkan dalam pereaksian, sehingga semua zat yang dapat dioksidasi menjadi teroksidasi, amoniak hilang sebagai gas N₂, dan masih ada residu klorin aktif terlarut yang konsentrasinya dianggap perlu untuk disinfeksi mikroorganisme. Kebutuhan klorin adalah jumlah klorin yang harus ditambahkan untuk mencapai tingkat residu yang diinginkan. Dari grafik BPC yang telah diketahui kebutuhan klorinnya bisa digunakan untuk mendapatkan prosentase penyisihan dari mikroorganisme. Konsentrasi kaporit yang didapat dari hasil Break Point Chlorination (BPC) harus dikalikan dengan jumlah air yang akan didisinfeksi untuk mendapatkan prosentase penyisihan mikroorganisme yang optimum (Marsha, 2020). Tujuan klorinisasi pada air adalah untuk mempertahankan sisa klorin bebas sebesar 0,2 mg/l (nilai batas aman) di dalam air untuk membunuh kontaminasi kuman patogen pada saat penyimpanan dan distribusi air.
2.4.3 Faktor Penurunan Kadar Klor
Terdapat beberapa faktor penurunan kadar klor pada air dalam proses desinfeksi.
Adanya proses disinfeksi terhadap bakteri-bakteri patogen akan membuat konsentrasi klor aktif cenderung mengalami penurunan dari konsentrasi maksimum pada reservoir sampai pada konsentrasi minimum pada titik terjauh pada saluran pipa distribusi. Hal tersebut dapat terjadi karena asam hipoklorit (HOCl) dapat memutuskan ikatan-ikatan peptida dari protein penyusun sel tersebut sehingga sel bakteri akan mengalami lisis karena protein sebagai komponen utamanya telah rusak. Dengan lisisnya sel, maka bakteri tersebut juga akan mengalami lisis dan menjadi inaktif. Faktor penurunan konsentrsi klor aktif di sepanjang saluran distribusi selanjutnya yaitu karena klor merupakan oksidator kuat. Klor yang memiliki potensial reduksi standar sebesar 1,385 Volt jika diinjeksikan ke dalam air akan mengalami reaksi reduksi dan membentuk ion Cf dengan mengoksidasi beberapa logam yang memiliki potensial reduksi standar lebih kecil seperti Fe2+(-0,44 Volt), Mn+(-1,18 Volt), dan Pb2+(-0,13 Volt). Faktor lain yang dapat mempengaruhi penurunan konsentrasi klor aktif adalah faktor suhu (temperatur). Klor merupakan gas yang mudah menguap sehingga dengan terjadinya kenaikan temperatur akan dapat mempercepat penguapan gas klor sehingga akan menyebabkan semakin banyak konsentrasi klor yang hilang karena penguapan. Dengan demikian konsentrasi
klor aktif yang masih tersisa disepanjang saluran distribusi air ini juga akan semakin kecil.
Selain itu, suhu (temperatur) juga akan mempengaruhi kecepatan reaksi redoks gas klor dengan beberapa logam di dalam air. Kenaikan suhu akan menyebabkan reaksi redoks menjadi semakin cepat. Hal ini akan menyebabkan konsentrasi klor aktif semakin kecil di sepanjang saluran distribusi air tersebut (Gunawan, 2020).
BAB III CARA KERJA
3.1 Setup Pola Kebutuhan Air
Gambar 3.1 Diagram Alir Cara Kerja Setup Pola Kebutuhan Air Sumber: Data Diolah, 2022
EPANET
Project
Demand Pattern
Dibuka
Project dari Bab II dibuka
Browser Data >> Patterns >> Add Pattern Editor
Pada Multiplier diisi dengan faktor jam puncak hingga periode waktu ke-24
Intial Quality untuk Reservoir
Intial Quality pada jendela Properties diisi 1 atau disesuaikan dengan kebutuhan, ditampilkan dengan beberapa cara
• Klik Reservoir dua kali
• Melalui Browser Data >>
Reservoir >> Edit
• Klik kanan pada Reservoir, pilih Properties
Running
Intial Quality untuk Tank
Intial Quality pada jendela Properties diisi 1 atau disesuaikan dengan kebutuhan, ditampilkan dengan beberapa cara
• Klik Tank dua kali
• Melalui Browser Data >>
Tank >> Edit
• Klik kanan pada Tank, pilih properties
3.2 Running Model Chlorine
Project
Project dari Bab II dibuka
• Browser Data >> Options >>
Reaction >> Edit
• Reactions Options: Global Bulk Coeff diisi -.5 dan Global Wall Coeff diisi -1
•
• • Browser Data >> Options >>
Times >> Edit
• Times Options: Total Duration diisi 24 jam dan Pattern Time Step diisi 2
•
•
• Browser Data >> Options >>
Energy >> Edit
• Energy Options: Disesuaikan
•
• Data kualitas
• Browser Data >> Options >>
Quality >> Edit
• Quality Options: Untuk parameter diisi Chlorine pada Value
Data Hydraulics
• Browser Data >> Options >>
Hydraulics >> Edit
• Hydarulics Options: Status Report diubah menjadi Yes, Flow Units disesuaikan
Data Reactions •
Data Times
Data Energy
Pola kebutuhan air
Running
Running was unsuccessful Running was successful
Gambar 3.2 Diagram Alir Cara Kerja Running Model Chlorine Sumber: Data Diolah, 2022
3.3 Analisis Periode Panjang Model Chlorine
Gambar 3.3 Diagram Alir Cara Kerja Analisis Periode Panjang Model Chlorine Sumber: Data Diolah, 2022
Hasil Project
Analisis periode panjang Node
Sudah dirunning
Klik Junction >> Report >> Graph
>> Time Series >> pilih parameter Chlorine >> Add Junction >> OK
Analisis periode panjang Link
Klik Pipe >> Report >> Graph >>
Time Series >> pilih parameter Chlorine >> Add Pipe >> OK Grafik model chlorine pada junction
Grafik model chlorine pada pipa
Dianalisis
Dianalisis Model Chlorine
Browser Map >> Nodes-Chlorine >> Link- Chlorine >> Forward
Analisis simulasi model chlorine
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Praktikum
4.1.1 Hasil Running Model Chlorine
Gambar 4.1 Hasil Running Model Chlorine Sumber: Data diolah, 2022
4.1.2 Hasil Analisis Periode Panjang Model Chlorine
Gambar 4.2 Hasil Analisis Periode Panjang Model Chlorine pada Nodes Sumber: Data diolah, 2022
Gambar 4.3 Hasil Analisis Periode Panjang Model Chlorine pada Links Sumber: Data diolah, 2022
4.2 Analisis Hasil Running Model Chlorine
Pada praktikum ini, dilakukan analisis terhadap water quality modelling yaitu kehilangan sisa chlorine menggunakan software Epanet 2.0. Jaringan pipa distribusi yang digunakan yaitu jaringan pipa pada Kota Pasuruan. Terdapat beberapa tahapan dalam pembuatan model chlorine. Tahap pertama yaitu klik Data Browser, pilih Options, pilih Quality, dan klik Edit.
Kemudian, masukkan parameter Chlorine pada baris parameter. Selanjutnya, pilih Hydraulics pada Options dan klik Edit. Baris Status Report diubah menjadi Yes. Setelah itu, pilih Reactions pada Options dan klik Edit. Global Bulk Coeffisien diubah menjadi -0.5 dan Global Wall Coeffisien diubah menjadi -1. Lalu, untuk mengubah model menjadi periode panjang, pilih Times pada Options dan klik Edit. Total Duration diubah menjadi 24 jam dan Pattern Time Step diubah menjadi 2. Kemudian, untuk membuat pola kebutuhan air (demand pattern), pilih Patterns pada Data Browser dan klik Add. Data jam puncak yang digunakan pada praktikum ini mengacu pada literatur. Setelah itu, masukkan data Initial Quality pada reservoir sebesar 2 mg/L. Tahap terakhir yaitu klik toolbar Run untuk menjalankan permodelan tersebut. Jika sukses, layar akan menampilkan laporan “Run was succesfull” dan ditandai dengan munculnya gambar air yang mengalir dari kran yang terletak di bagian bawah. Untuk menampilkan model chlorine, klik Map Browser, pilih Chlorine pada Nodes dan Links, kemudian klik forward. Simulasi model chlorine tersebut diatakan berhasil jika muncul animasi warna pada nodes dan links.
Gambar 4.4 Data Faktor Jam Puncak Sumber: Lestari et al., 2022
Gambar 4.4 tersebut merupakan data jam puncak yang digunakan pada praktikum ini.
Jika hasil praktikum dibandingkan dengan literatur, maka hasil praktikum sudah sesuai. Hasil
running pada literatur dan praktikum sama-sama menunjukkan kesuksesan dan Total Duration yang digunakan juga 24 jam. Pada literatur, parameter yang dianalisis adalah pressure dan velocity. Untuk mengontrol jika terjadi negatif pressure pada perhitungan tersebut, dapat dirubah pada diameter pipa, merubah kebutuhan air atau menambahkan katup. Sementara itu, pada praktikum ini, parameter yang dianalisis adalah sisa klorin. Pada setiap node maupun link, sisa klorin harus lebih dari 0,2 mg/L agar memenuhi standar yang telah ditentukan.
4.3 Analisis Hasil Analisis Periode Panjang Model Chlorine
Berdasarkan hasil analisis periode panjang model chlorine, didapatkan grafik konsentrasi chlorine pada nodes dan links yang ditunjukkan pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3. Pada Gambar 4.2, kadar chlorine mengalami fluktuasi selama 24 jam di junction 1. Kadar terendah yaitu pada jam 8:00 sebesar 1,34 mg/L dan kadar tertinggi yaitu pada jam 24:00 sebesar 1,74 mg/L. Pada junction 2, kadar chlorine mulai meningkat pada jam 4:00 sebesar 0,31 mg/L dan mencapai kadar tertinggi pada jam 24:00 sebesar 0,86 mg/L. Pada junction 3, kadar chlorine mulai memenuhi standar yaitu pada jam 12:00 sebesar 0,23 mg/L dan mencapai kadar tertinggi pada jam 24:00 sebesar 0,65 mg/L. Pada junction 4, kadar chlorine mulai memenuhi standar yaitu pada jam 2:00 sebesar 1,09 mg/L dan mencapai kadar tertinggi pada jam 24:00 sebesar 1,45 mg/L. Pada junction 5, kadar chlorine mulai memenuhi standar yaitu pada jam 1:00 sebesar 2 mg/L karena paling dekat dengan reservoir dan konstan hingga jam 24:00.
Pada Gambar 4.3, kadar chlorine di pipa 1 mulai memenuhi standar yaitu pada jam 1:00 sebesar 1,79 mg/L dan mencapai kadar tertinggi pada jam 24:00 sebesar 1,9 mg/L. Pada pipa 2, kadar chlorine mulai meningkat pada jam 2:00 sebesar 0,73 mg/L dan mencapai kadar tertinggi pada jam 24:00 sebesar 1,3 mg/L. Pada pipa 3, kadar chlorine mulai memenuhi standar yaitu pada jam 08:00 sebesar 0,21 mg/L dan mencapai kadar tertinggi pada jam 24:00 sebesar 0,61 mg/L. Namun, kadar chlorine pada pipa 3 tersebut mengalami penurunan pada jam 9:00 (di bawah 0,2 mg/L) dan naik kembali pada jam 13:00 yaitu sebesar 0,27 mg/L. Pada pipa 4, kadar chlorine mulai memenuhi standar yaitu pada jam 2:00 sebesar 0,37 mg/L dan mencapai kadar tertinggi pada jam 24:00 sebesar 1,08 mg/L. Pada pipa 5, kadar chlorine mulai memenuhi standar yaitu pada jam 1:00 sebesar 0,64 mg/L dan mencapai kadar tertinggi pada jam 24:00 sebesar 1,65 mg/L. Selain itu, terdapat standar konsentrasi sisa chlorine yang harus dipenuhi, yaitu harus lebih dari 0,2 mg/L dan kurang dari 5 mg/L. Jika sisa chlorine masih belum memenuhi standar, maka konsentrasi sisa chlorine dapat diatur dengan menurunkan atau menaikkan kekasaran pipa dan mengatur nilai Initial Quality pada reservoir.
Dalam analisa sisa chlorine menggunakan Epanet, dapat dilihat konsentrasi sisa chlorine pada pipa yang diindikasikan dengan perbedaan warna. Untuk analisa sisa chlorine dibagi menjadi dua, yaitu saat kondisi jam puncak dan saat kondisi minimum penggunaan. Hal ini ditujukan untuk melihat apakah konsentrasi sisa chlorine yang ada dalam jaringan distribusi masih memenuhi. Berdasarkan literatur, konsentrasi sisa chlorine pada saat pukul delapan pagi, dimana pada saat ini adanya penggunaan maksimum atau jam puncak, kondisi sisa chlorine masih memenuhi. Selanjutnya dilihat pada saat kondisi jam minimum. Hal ini dilakukan karena pada saat pengambilan air minimum kecepatan aliran pada pipa semakin menurun dan menyebabkan umur air dalam pipa semakin lama. Pada jam minimum terjadi perbedaan konsentrasi namun masih memenuhi (lebih besar dari 0,2 mg/L). Penurunan sisa chlorine sangat dipengaruhi oleh kekasaran pipa (Hassan dan Masduqi, 2014). Jika hasil praktikum dibandingkan dengan literatur, maka hasil praktikum sudah sesuai karena pada jam puncak yaitu sekitar jam 16.00, konsentrasi sisa chlorine masih memenuhi.
4.4 Faktor yang Mempengaruhi Proses Running Model Chlorine
Salah satu faktor yang mempengaruhi proses running yaitu pressure pada node yang terlalu kecil (negative pressure). Jika pada running menunjukkan pemberitahuan bahwa
running tidak sukses, maka sistem pemodelan tersebut tidak berhasil dan kemungkinan terdapat beberapa masalah dalam sistem distribusi eksisting. Pada kriteria perencanaan, tekanan atau pressure yang baik, minimal adalah 10 m dan maksimal 80 m. Analisis yang menyebabkan terjadi negatif, juga karena headloss yang terlalu besar. Semakin besarnya kehilangan tekanan/headloss, maka sisa tekan (pressure) juga akan semakin kecil. Solusi untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu dengan penggantian pipa pada jalur tersebut atau bisa dengan mempararel pipa (Armanto dan Indarjanto, 2016). Untuk menaikkan pressure juga dapat dilakukan dengan menambah head pada curves pompa. Selain itu, faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil running adalah adanya node yang tidak terhubung dengan link sehinnga running menjadi gagal.
BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Pada praktikum ini, dilakukan analisis terhadap water quality modelling yaitu kehilangan sisa chlorine menggunakan software Epanet 2.0. Jaringan pipa distribusi yang digunakan yaitu jaringan pipa pada Kota Pasuruan. Terdapat beberapa tahapan dalam pembuatan model chlorine. Tahap pertama yaitu mengatur Quality, Hydraulics, Reactions, Times, dan Energy.
Kemudian, untuk membuat pola kebutuhan air (demand pattern), pilih Patterns pada Data Browser dan klik Add. Data jam puncak yang digunakan pada praktikum ini mengacu pada literatur. Setelah itu, masukkan data Initial Quality pada reservoir sebesar 2 mg/L. Tahap terakhir yaitu klik toolbar Run untuk menjalankan permodelan tersebut. Jika sukses, layar akan menampilkan laporan “Run was succesfull” dan ditandai dengan munculnya gambar air yang mengalir dari kran yang terletak di bagian bawah. Untuk menampilkan model chlorine, klik Map Browser, pilih Chlorine pada Nodes dan Links, kemudian klik forward. Simulasi model chlorine tersebut diatakan berhasil jika muncul animasi warna pada nodes dan links.
Berdasarkan data hasil praktikum, water quality modelling tersebut sukses di-running dan sesuai dengan literatur. Konsentrasi sisa chlorine juga sudah sesuai dengan standar yang telah ditentukan, yaitu lebih dari 0,2 mg/L dan kurang dari 5 mg/L. Namun, kadar chlorine pada pipa 3 sempat mengalami penurunan pada jam 9:00 (di bawah 0,2 mg/L) dan naik kembali pada jam 13:00 yaitu sebesar 0,27 mg/L. Selain itu, junction 3 juga merupakan junction dengan waktu paling lama dalam memenuhi standar, yaitu pada jam 12:00. Faktor yang dapat mempengaruhi proses running yaitu pressure pada node yang terlalu kecil (negative pressure) dan adanya node yang tidak terhubung dengan link.
5.2 Saran
Saran untuk praktikum ini yaitu praktikan diharapkan membaca dan mempelajari modul terlebih dahulu sebelum praktikum agar praktikum dapat berjalan dengan lancar. Praktikan juga harus membawa laptop pada saat praktikum. Selain itu, praktikum diharapkan dapat selesai tepat waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, Juwono PT, Ismoyo MJ. 2012. Analisa kinerja sistem distribusi air bersih pada PDAM di Kota Ternate. Jurnal Teknik Pengairan 3(2): 211-220.
Ardiatma D, Surito. 2019. Analisis pengujian sisa klor di jaringan distribusi KIJI WTPI PT.
Jababeka Infrastruktur Cikarang menggunakan metode kolorimetri. Jurnal Teknologi dan Pengelolaan Lingkungan 6(1): 1-7.
Fataha SN, Wahab IHA, Sardju AP. 2019. Perancangan alat pengukur suhu air laut. Jurnal PROtek 6(1): 12-14.
Gunawan IWA. 2020. Analisis konsentrasi klor aktif pada saluran distribusi air PDAM Kabupaten Buleleng. International Journal of Applied Chemistry Research 2(1): 1-7.
Lalu NAS, Indriani, Maksum TS, Nurfadillah AR, Sukmawati, Asnifatima A, Nolia H, Wulandari IS, Damayanty S, Haryanti DY, Pitriani, Zairinayati, Ishak NI, Tanjung N, Fitriyah S, Damanik HDL, Priyadi, Basri SB, Rifai A, Mustafa, Syaputra EM, Luxiarti R, Yunicho, Satory A. 2022. Kesehatan Lingkungan dan Lingkungan Hidup. Media Sains Indonesia, Bandung, Jawa Barat.
Marsha A. 2020. Evaluasi Sistem Disinfeksi pada PDAM Sleman Unit Tridadi. Tugas Akhir.
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
Sari KI. 2021. Evaluasi jaringan pipa distribusi air minum dengan menggunakan Epanet 2.0 di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun. Buletin Utama Teknik 16(3): 199-206.
Sriyono, Murdohardono D, Suparno. 2019. Pengujian nilai keasaman (pH) air tailing PT Freeport Indonesia pada Mile Pos 39 Sungai Otomona Timika Mimika Papua. Jurnal Nasional Pengelolaan Energi 1(2): 1-8.
Tukiman, Santoso P, Satmoko A. 2013. Perhitungan dan pemilihan pompa pada instalasi pengolahan air bebas mineral iradiator gamma kapasitas 200 KCI. Jurnal PRIMA 10(2):
51-60.
Wicaksi BG. 2017. Penelitian Faktor Jam Puncak Pemakaian Air Bersih pada 2 (Dua) Kriteria Gedung Hotel yang Berbeda di Kota Surabaya. Tugas Akhir. Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN
Armanto RN, Indarjanto H. 2016. Analisis dan perencanaan pengembangan sistem distribusi air minum di PDAM Unit Plosowahyu Kabupaten Lamongan. Jurnal Teknik ITS 5(2): 247- 252.
Hassan F, Masduqi A. 2014. Pemodelan penurunan sisa chlor jaringan distribusi air minum dengan EPANET (studi kasus Kecamatan Sukun Kota Malang). Jurnal Teknik POMITS 3(2): 188-192.
Lestari IV, Rizal NS, Abadi T. 2022. Kajian efektifitas grountank sistem perpipaan air bersih Gedung B Universitas Muhammadiyah Jember dengan menggunakan aplikasi Epanet.
Jurnal Smart Teknologi 4(1): 83-98.
LAMPIRAN
LAMPIRAN TAMBAHAN