LAPORAN PRAKTIKUM
PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN
Disusun Oleh : Kelompok 7
Wina Tri Herawati NIM. L1A019005
Lisa Andini NIM. L1A019011
Khoirul Umam NIM. L1A019043 Aliza Qotrunada NIM. L1A019051 Idham Hanura Putra K NIM. L1A019052
Asisten :
Tedo Haris Candra Eka Irawan NIM. L1A018040
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO 2022
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN 2022
Disusun oleh : Kelompok 7
Prodi Manajemen Sumberdaya Perairan
Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti responsi praktikum mata kuliah
Pengendalian Pencemaran Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Jenderal Soedirman
Diterima dan disetujui, Purwokerto, ... 2022
Mengetahui,
Koordinator Asisten Asisten
Siti Hotijah Tedo Haris
C.E.I
NIM. L1A018042 NIM. L1A018040
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Pengendalian Pencemaran Perairan. Dalam kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1. Tim dosen pengampu mata kuliah Pengendalian Pencemaran Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Jenderal Soedirman.
2. Kepada seluruh asisten praktikum mata kuliah Pengendalian Pencemaran Perairan yang telah membimbing dan membantu saat pelaksaan praktikum
3. Semua pihak yang telah membantu sehingga terselesaikannya laporan ini.
Kami menyadari dalam penyusunan laporan ini masih belum sempurna karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami harapkan untuk kesempurnaan laporan ini. Kami berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.
Purwokerto, (bulan) 2021
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN...ii
KATA PENGANTAR...iii
DAFTAR ISI...iv
DAFTAR TABEL...vii
DAFTAR GAMBAR...viii
DAFTAR LAMPIRAN...ix
ACARA 1... 1
I. PENDAHULUAN...2
1.1 Latar Belakang...2
1.2 Tujuan...3
II. TINJAUAN PUSTAKA...4
2.1 Deskripsi Lokasi pengambilan sampah...4
2.2 Pengertian Sampah...4
2.3 Sumber dan Volume Sampah...5
2.4 Karakteristik dan Kategori Sampah...6
2.5 Proses Masuknya Sampah dari Daratan ke Perairan...7
2.6 Dampak Sampah bagi Lingkungan...8
III. MATERI DAN METODE...10
3.1 Materi...10
3.2 Metode... 10
3.3 Waktu dan Tempat...10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...11
4.1 Hasil...11
4.2 Pembahasan...12
V. KESIMPULAN DAN SARAN...18
5.1 Kesimpulan...18
5.2 Saran...19
DAFTAR PUSTAKA... 20
LAMPIRAN... 22
ACARA 2... 32
I. PENDAHULUAN...33
1.1 Latar Belakang...33
1.2 Tujuan...34
II. TINJAUAN PUSTAKA...35
2.1 Ecobrick...35
2.2 Pengelolaan Sampah...36
2.3 Penanggulangan Lingkungan...37
2.4 Manfaat Pembuatan Ecobrick...39
III. MATERI DAN METODE...41
3.1 Materi...41
3.2 Metode... 41
3.3 Waktu dan Tempat...41
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...42
4.1 Pemanfaatan Ecobrick...42
4.2 Pengaruh pengurangan sampah dengan pemanfaatan Ecobrick..44
4.3 Kelebihan dan Kekurangan Ecobrick...44
V. KESIMPULAN DAN SARAN...46
5.1 Kesimpulan...46
5.2 Saran...46
DAFTAR PUSTAKA... 47
LAMPIRAN... 49
ACARA 3... 56
I. PENDAHULUAN...57
1.1 Latar Belakang...57
1.2 Tujuan...58
II. TINJAUAN PUSTAKA...59
2.1 Sampah Organik... 59
2.2 Pengolahan Sampah Organik...59
2.3 Maggot...60
2.4 Siklus Maggot...61
III. MATERI DAN METODE...63
3.1 Materi...63
3.2 Metode... 63
3.3 Waktu dan Tempat...63
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...64
4.1 Pengolahan sampah organik dalam budidaya maggot...64
4.2 Efektivitas budidaya maggot dalam Pengolahan Sampah organik65 V. KESIMPULAN DAN SARAN...68
5.1 Kesimpulan...68
5.2 Saran...68
DAFTAR PUSTAKA... 69
LAMPIRAN... 71
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil determinasi jenis dan perhitungan komposisi sampah...11
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Lokasi Pengambilan Sampah...4
Gambar 2. Presentase komposisi sampah makro...11
Gambar 3. Presentasi komposisi sampah meso...12
Gambar 4. Miniatur ecobrick...43
Gambar 5. Sofa ecobrick...43
Gambar 6. Meja dan kursi ecobrick...43
Gambar 7. Bangunan ecobrick...43
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Perhitungan...22
Lampiran 2. Foto Identifikasi Sampah...23
Lampiran 3. Foto Kegiatan Acara 1...26
Lampiran 4. Screen Shoot Jurnal Acara 1...27
Lampiran 5. Foto Kegiatan Acara 2...49
Lampiran 6. Screen Shoot Jurnal Acara 2...50
Lampiran 7. Kuesioner...71
Lampiran 8. Foto Kegiatan Acara 3...72
Lampiran 9. Screen Shoot Jurnal Acara 3...73
ACARA 1
DETERMINASI JENIS DAN KOMPOSISI MAKROPLASTIK DAN MESOPLASTIK DI BERKOH
Disusun Oleh : Kelompok 7
Wina Tri Herawati NIM. L1A019005
Lisa Andini NIM. L1A019011
Khoirul Umam NIM. L1A019043 Aliza Qotrunada NIM. L1A019051 Idham Hanura Putra K NIM. L1A019052
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO 2022
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan plastik di masyarakat sangat tinggi, hal ini dikarenakan plastik mempunyai sifat yang fungsional, pada dasarnya plastik merupakan alat yang digunakan sekali pakai maka mempunyai kehigienisan yang tinggi, serta produksi plastik memerlukan biaya yang rendah sehingga dapat diproduksi secara massal dan mudah untuk ditemukan. Hal ini ditunjukkan oleh tinjauan Bank Dunia pada tahun 2012, bahwa 1.3 miliar ton limbah padat per tahun berasal dari berbagai belahan kota di dunia, dan volume tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 2.2 miliar ton pada tahun 2025, serta diperkirakan bahwa tingkat timbulan sampah akan meningkat dua kali lipat dalam kurun dua puluh tahun ke depan di negara- negara yang berpenghasilan rendah, hal tersebut juga mempengaruhi perkiraan mengenai biaya pengelolaan limbah padat yang akan ikut meningkat, di mana jumlah pada awal 205,4 miliar dollar AS per tahun menjadi sekitar 375,5 miliar dollar AS pada tahun 2025 (Wahyudin, 2020).
Indonesia merupakan kontributor sampah plastik terbesar kedua di dunia dengan jumlah cemaran sebesar 0,48 – 1,29 juta ton per tahun (Jambeck et al., 2015). Seluruh jenis plastik yang berada di perairan akan mengalami degradasi menjadi partikel kecil yang disebut mikroplastik (MPs) (Rahim et al., 2020). Plastik merupakan suatu rangkaian atau ikatan polimer yang tersusun dari unit molekul yaitu semakin meningkat dari
tahun ke tahun berdampak pada jumlah sampah yang tersebar dari lingkungan terestrial, pantai hingga laut terbuka (Barnes et al., 2009).
Plastik hadir dalam setiap aspek kehidupan kita sehari-hari, karena sifat plastik yang menguntungkan (serbaguna, ringan, kuat, tahan lama dan murah). Plastik digunakan dalam berbagai aplikasi, mulai dari rumah tangga dan barangbarang pribadi, pakaian dan kemasan untuk bahan bangunan dan transportasi (Cordova, 2017). Sampah plastik merupakan masalah besar, bukan hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia. Menurut Kemenperin (2013), sekitar 1,9 juta ton plastik diproduksi selama tahun 2013 di Indonesia, dengan rata-rata produksi 1,65 juta ton/tahun.
Thompson et al. (2009) memperkirakan bahwa 10% dari semua plastik yang baru diproduksi akan dibuang melalui sungai dan berakhir di laut. Hal ini berarti sekitar 165 ribu ton plastik/tahun akan bermuara ke perairan laut Indonesia.
1.2
TujuanTujuan dari praktikum acara ini adalah :
1. Mengidentifikasi jenis sampah yang ditemukan.
2. Menentukan komposisi sampah.
3. Mengetahui dampak sampah pada lingkungan dan upaya penanggulangannya
II.TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Lokasi pengambilan sampah
Gambar 1. Lokasi Pengambilan Sampah
Lokasi pengambilan sampah bertempat di Kelurahan Berkoh, Kecamatan Purwokerto Selatan yang terdapat pada titik koordinat 7°25’53”S, 109°15’44”E. Lokasi pengambilan sampah berada di pinggir sepanjang jalan raya baik itu yang berserakan maupun yang menumpuk.
Dilokasi tersebut terdapat berbagai jenis sampah ada sampah organik dan non organik, tetapi pada praktikum ini hanya mengambil sampah non organik. Sampah tersebut dikumpulkan kedalam karung lalu diidentifikasi sesuai meso atau makro
2.2 Pengertian Sampah
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa definisi sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat, sedangkan pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang
meliputi pengurangan dan penanganan sampah(Susanti et al., 2014).
Sampah atau limbah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan seharihari dalam rumah tangga yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik dampak sampah rumah tangga dapat mempengaruhi terhadap pencemaran lingkungan seperti penurunan kualitas air, maka akan mempengaruhi terhadap tingkat kesehatan bagi orang lain (Sahwan et al., 2016). Sampah merupakan bahan sisa yang di hasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut berupa gas dan debu, cair atau padat. Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak di pakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan di buang (H. P.
Putra et al., 2013)
2.3 Sumber dan Volume Sampah
Sumber-Sumber Sampah berasal dari berbagai macam jenis sampah yaitu :
a. Sampah buangan rumah tangga, termasuk sisa bahan makanan, sisa pembungkus makanan dan pembungkus perabotan rumah tangga sampai sisa tumbuhan kebun dan sebagainya.
b. Sampah buangan pasar dan tempat-tempat umum (warung, toko, dan sebagainya) termasuk sisa makanan, sampah pembungkus makanan, dan pembungkus lainnya, sisa bangunan, sampah tanaman dan sebagainya
c. Sampah buangan jalanan termasuk diantaranya sampah berupa debu jalan, sampah sisa tumbuhan taman, sampah pembungkus bahan makanan dan bahan lainnya, sampah sisa makanan, sampah berupa kotoran serta bangkai hewan.
d. Sampah industri termaksud diantaranya air limbah industri, debu industri. Sisa bahan baku dan bahan jadi dan sebagainya.
e. Sampah yang berasal dari perkantoran. Sampah ini dari perkantoran, baik perkantoran pendidikan, perdagangan, departemen, perusahaan dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas- kertas, plastik, karbon, klip, dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat kering dan mudah terbakar.
f. Sampah yang berasal dari pertanian atau perkebunan. Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya jerami, sisa sayur-mayur, batang padi, batang jagung, ranting kayu yang patah, d an sebagainya.
g. Sampah yang berasal dari pertambangan. Sampah ini berasal dari daerah pertambangan dan jenisnya tergantung dari jenis usaha pertambangan itu sendiri misalnya batu-batuan, tanah / cadas, pasir, sisa-sisa pembakaran (arang), dan sebagainya.
h. Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan. Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini berupa kotoran-kotoran ternak, sisa-sisa makanan, bangkai binatang, dan sebagainya
2.4 Karakteristik dan Kategori Sampah
Sampah dapat kita klasifikasikan dengan bermacam golongan serta dapat pengklafikasikan terhadap sampah yang dilakukan dengan berdasarkan beberapa tinjauan yaitu berdasarkan dengan jenis Sampah organik ,sampah ini Sebagian menjadi susunan besar yang dimana senyawa – senyawa organik dan berasal dari sebuah sisa-sisa dari tumbuhan sayur, buah, daun, kayu dll atau hewan bangkai, kotoran bagian tubuh yang mengulang. bahwasannya sampah ini yang bersifat terurai atau biodegradable sehingga dengan berjalan nya waktu yang sudah diperkirakan dalam waktu tertentu akan berubah wujud dalam bentuk yang akan menyatu pada alam kembali.Sedangkan Sampah anorganik,Sebagian besar pada sampah ini tersusun pada senyawa- senyawa anorganik karena ini berasal dari sisa industri seperti plastik ,botolan kaca , kaleng dan logam lainnya.sampah anorganik ini tentunya memiliki sifat yang akan tentu terurai lapuk/sukar dan tidak di non degradable dan ini akan tetap menjadi wujud aslinya dengan alam (Adi, 2005).
Kemudian berdasarkan Sampah lapuk atau garbage ini merupakan bahan dari organik tentunya seperti sayur, buah, makanan.pada pelapukan ini berjenis sampah yang didapat pada waktu tertentu hingga dapat berubah bentuk dan menyatu pada alam.Sampah yang sulit lapuk dan tidak lapuk ini merupakan suatu bahan organik maupun anorganik seperti kertas atau kayu yang susah lapuk dan akan terjadi kemungkinan dengan waktu yang lama, hingga bisa dibakar, kaleng, kawat, kaca mika ini, tidak lapuk dan tidak bisa dibakar, serta plastik tidak akan lapuk tetapi bisa
dibakar.Berdasarkan dengan sebuah bentuknya Padat bahwasanya sampah ini merupakan makhluk yang hidup tentunya seperti hewan yang merupakan sampah organik, serta benda yang tidak hidup besi, kaleng, plastik dll.dengan komposisinya sampah ini menjadi sebagian besar organik karena asalnya dari berbagai sumber (Mulyati, 2021)
2.5 Proses Masuknya Sampah dari Daratan ke Perairan
Sampah-sampah yang dihasilkan dari darat dan terdistribusi ke laut nantinya akan menjadi sampah laut (marine debris). Sungai memainkan peran penting dalam proses pengangkutan sampah dari darat ke lautan.
Peran penting dalam distribusi sampah darat ke laut juga terdapat pada muara sungai karena muara adalah penghubung utama dari kawasan darat ke laut (Emmerik et al., 2019). Menurut Windsor et al., (2019), sampah- sampah laut ini biasanya berasal dari aliran sungai dan umumnya merupakan jenis sampah plastik. Masukan tahunan jumlah sampah ke laut juga diperkirakan berasal dari limbah yang tidak dikelola dengan baik dari aktivitas-aktivitas masyarakat pesisir di seluruh dunia (Jambeck et al., 2015). Sampah laut dapat menyebabkan beberapa masalah sebagai media penghasil polutan, penyebaran spesies invasif,masalah sosial ekonomi yang mempengaruhi masyarakat, terutama bagi mereka yang mencari penghasilan di laut, dan menyebabkan masalah dengan kelangsungan hidup biota laut dan di ekosistem lautan. (SCBD, 2016). Apabila limbah dari kegiatan yang dilakukan manusia terus dibuang ke laut dalam bentuk sampah tanpa adanya tindakan pencegahan, maka pencemaran material
konsentrasi tinggi dapat mengganggu keseimbangan laut, yang kemudian secara tidak langsung berdampak pada pelestarian alam serta akan memiliki dampak degradasi lingkungan dalam skala global (Ningsih, 2018)
2.6
Dampak Sampah bagi Lingkungan a. Pencemaran udaraPada pencemaran udara dari adanya sampah organik yang bentuknya padat mengeluarkan sebuah gas seperti methan (CH4) dan karbon dioksida (CO2) serta pada senyawa lainnya.bahwasannya secara global gas ini merupakan salah satu penyebab dari penurunan nya kualitas terhadap lingkungan udara serta efek dari rumah kaca ini lah akan datang nya penyebab pada peningkatan suhu lalu memunculkan hujan asam.
b. Pencemaran air
Proses dengan ada pencucian yang padat di permukaan air akibat sampah ini akan menjadi salah satu hambatan bagi pencemaran, entah itu air yang di permukaan maupun dari dalam tanah ,serta adanya pembangunan sebuah sumur yang sering digunakan untuk kehidupan manusia nya dalam sehari-hari di dekat pemukiman ini akan sangat mengakibatkan kurang nya tingkat Kesehatan pada manusia dan penduduk setempat.
c. Penyebab Banjir
Bencana menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 merupakan peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Bencana dapat mengakibatkan hilangnya nyawa, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan akibat psikologis akibat faktor alam dan non alam (aktivitas manusia) (Mulyati, 2021).
III. MATERI DAN METODE
3.1 Materi 3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada acara ini adalah alat tulis, penggaris, dan mm blok laminating.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada acara ini adalah sampah non organik
3.2 Metode
Pertama-tama siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Kemudian sampah non organik di kelompokan menurut jenis dan ukurannya. Setelah itu, sampah yang sudah dikelompokkan diukur panjangnya. Kemudian catat hasil pengukuran
3.3
Waktu dan TempatPraktikum acara 1 dilakukan pada tanggal 21 September 2021 pukul 08.00 WIB di Kecamatan Berkoh
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil determinasi jenis dan perhitungan komposisi sampah N
o Jenis Jumlah Sampah Persentase(%)
Makro Meso Makro Meso
1. Plastik 96 - 51,6 0
2. Styrofoam 21 - 11,2 0
3. Kain 9 - 4,3 0
4. Kaca dan
Keramik 23 7 12,3 100
5. Logam 2 - 1,07 0
6. Kertas dan
Kardus 13 - 6,9 0
7. Karet 3 - 1,6 0
8. Kayu 18 - 7,6 0
9. Bahan Lainnya 1 - 0,5 0
Total 186 7 100 100
Berikut ini merupakan diagram lingkaran presentase komposisi sampah makro dan meso
51.60%
11.20%
4.30%
12.30%
1.07%
6.90%
1.60%
7.60%
0.50%
Plastik Styrofoam Kain Kaca dan Keramik Logam
Kertas dan Kardus Karet Kayu Bahan Lainnya
Gambar 2. Presentase komposisi sampah makro
1
Kaca dan Keramik
Gambar 3. Presentasi komposisi sampah meso 4.2 Pembahasan
4.2.1 Jenis Sampah yang diperoleh
Berdasarkan hasil data yang diperoleh diatas, dapat dilihat bahwa sampah makro didominasi oleh jenis sampah plastik dengan jumlah paling banyak yaitu 96 sampah dari (51,6%) dan paling sedikit adalah sampah dari bahan lainnya yaitu 1 dari (0,5%). Sedangkan, pada sampah meso hanya ditemukan sampah kaca dan keramik yaitu 7 dari (100%). Plastik merupakan produk untuk berbagai jenis barang yang memiliki berbagai bentuk, fungsi sehingga sangat populer banyak digunakan oleh masyarakat (Gunandi et al., 2021). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Universitas Georgia dengan data yang tersedia pada tahun 2010, Indonesia merupakan negara kedua dari 192 negara pesisir yang menyumbang sampah plastik terbanyak ke lautan, sebanyak 83% sampah plastik yang dibuang kelaut merupakan sampah yang gagal diolah di daratan (Wahyudin dan Arie, 2020). Sampah makro paling sedikit ditemukan adalah dari bahan lainnya yaitu dari putung rokok, hal ini dikarenakan
mungkin ditempat tersebut memang bukan kawasan bebas merokok karena lokasi tersebut di pinggir jalan raya dimana kebanyakan orang tidak merokok saat mengendarai kendaraan sehingga tidak membuang putung rokok. Puntung rokok adalah jenis sampah yang apabila masuk kedalam perairan atau laut akan meresap, beracun dan sulit terurai yang memerlukan perhatian segera dari produsen, pengguna, otoritas dan masyarakat untuk mencegah konsumsi puntung rokok oleh biota dan pencemaran air dari lindinya. Puntung rokok juga mengandung zat plastik selulosa asetat yang menyebabkannya sulit sekali untuk terurai karena memiliki partikel microfibers dan microplastics (Damayanti et al., 2022).
Sampah meso didominasi oleh sampah kaca dan keramik hal ini dikarenakan sekarang banyaknya penggunaan kaca dalam wadah berbagai produk dan juga keramik dalam kehidupan sehari- hari (Sylvia et al., 2018).
Kaca dan keramik adalah bahan yang mudah pecah dan dapat terpecah belah menjadi bagian-bagian kecil berukuran meso. Dari data diatas maka dapat dikatakan hal ini sejalan dengan refernsi yang ada dimana sampah makro jenis plastik paling banyak atau tinggi ditemukan dan untuk bahan lainnya paling sedikit atau rendah untuk ditemukan. Sedangkan untuk sampah meso hanya ditemukan kaca dan keramik dikarenakan bahan ini, mudah pecah menjadi bagian-bagian kecil berukuran meso
4.2.2 Sampah yang mendominasi
Berdasarkan tabel diatas, maka diketahui bahwa sampah yang mendominasi sampah makro sebanyak 96 sedangkan meso 7. Pada sampah makro, jenis sampah plastik mendominasi yakni sebanyak 96 (51,6%),
kemudian disusul oleh sampah kaca dan keramik 23 (12,3%), Styrofoam 21 (11,2%), kayu 18 (7,6%), kertas dan kardus 13 (6,9%), kain 9 (4,3%), karet 3 (1,6%), logam 2 (1,07%), bahan lainnya 1 (0,5%). Sedangkan pada sampah meso hanya ditemukan jenis sampah kaca dan keramik dengan jumlah 7 (100%).
Menurut Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, pencemaran laut telah diakui oleh berbagai sumber, yaitu salah satunya kegiatan berbasis darat. Secara global, sekitar 80% pencemaran laut berasal dari daratan sumber (NOAA, 2020 2021 dalam Alam et al., 2021).
Sampah-sampah yang dihasilkan dari darat dan terdistribusi ke laut ini nantinya akan menjadi sampah laut (marine debris). Sungai memainkan peran penting dalam proses pengangkutan sampah dari darat ke lautan.
Peran penting dalam distribusi sampah darat ke laut juga terdapat pada muara sungai karena muara adalah penghubung utama dari kawasan darat ke laut. sampah-sampah laut ini biasanya berasal dari aliran sungai dan umumnya merupakan jenis sampah plastik. Masukan tahunan jumlah sampah ke laut juga diperkirakan berasal dari limbah yang tidak dikelola dengan baik dari aktivitas-aktivitas masyarakat pesisir di seluruh dunia (Ratnawati et al., 2022). Polutan berbasis darat memasuki air laut dan pesisir melalui limpasan darat, sungai, pipa, dan struktur pembuangan lainnya dan timbul dari kapal (Sands, 2012 dalam Alam et al., 2021).
4.2.3 Alur masuk sampah ke perairan
Sampah-sampah di darat yang masuk ke laut akan menyebabkan beberapa masalah sebagai media penghasil polutan, penyebaran spesies
invasif, masalah sosial ekonomi yang mempengaruhi masyarakat, terutama bagi mereka yang mencari penghasilan di laut, dan menyebabkan masalah dengan kelangsungan hidup biota laut dan di ekosistem lautan. Apabila limbah dari kegiatan yang dilakukan manusia terus dibuang ke laut dalam bentuk sampah tanpa adanya tindakan pencegahan, maka pencemaran material akibat pembuangan limbah tersebut secara terus menerus ke laut dalam konsentrasi tinggi dapat mengganggu keseimbangan laut, yang kemudian secara tidak langsung berdampak pada pelestarian alam serta akan memiliki dampak degradasi lingkungan dalam skala global (Ratnawati et al., 2022). Penggunaan plastik yang semakin tinggi akan menyebabkan masyarakat bergantung pada plastik, dimana ketergantungan terhadap plastic memberikan dampak yang buruk pula pada kesehatan manusia dan lingkungan (Wahyudi & Arie, 2020).
4.2.4 Dampak dan pengendalian sampah
Dalam rangka mengurangi dan menanggulangi pencemaran sampah serta melaksanakan komitmen Indonesia dalam G20 Summit 2017, Indonesia menerapkan Rencana Aksi Nasional (RAN), yang terdiri dari 5 pilar, yaitu meningkatkan perilaku terhadap plastik, mengurangi kebocoran sampah plastik dari darat ke laut, mengurangi kebocoran sampah plastik dari kegiatan operasional kapal ke lingkungan laut, mengurangi produksi dan penggunaan plastik, meningkatkan mekanisme pendanaan, reformasi kebijakan dan penegakan hukum terhadap sampah plastik. Akar dari permasalahan sampah plastik berada pada penggunaan plastik yang tinggi oleh masyarakat, sehingga untuk mengatasi hal
tersebut, pemerintah Indonesia berperan untuk melibatkan para produsen plastik dan produk-produk terkait untuk berkerjasama mengelola limbah plastik, dalam RAN pemerintah Indonesia mendorong perusahaan- perusahaan tersebut untuk banyak memproduksi plastik ramah lingkungan atau plastik yang mudah didaur ulang secara alami serta menggunakan plastik daur ulang. Penetapan standar dan prosedur atas pengelolaan sampah plastik di laut adalah hal penting lain demi pencegahan lebih lanjut pencemaran sampah plastik di laut. Adapun langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah Indonesia untuk mengatasi pencemaran laut adalah melalui pemerintah daerah, pemerintah pusat, dunia internasional, industri, akademisi beserta NGO. Bersama pemerintah daerah, dengan kewenangan pemerintah daerah dalam penetapan kebijakan serta strategi mengenai pengelolaan sampah di wilayah administrasinya, yang diatur dalam pasal 8 dan pasal 9 Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan juga dalam Lampiran 10 dan 48 Undang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka usaha pemerintah daerah untuk menangani pencemaran sampah di laut adalah dengan melalui penguatan kapasitas SDM, pembiayaan, manajemen infrastruktur, perubahan sikap dan mengembangkan manajemen sampah di pesisir yang terintegrasi. selanjutnya, bersama dengan pemerintah pusat, menangani pencemaran sampah plastik di laut dengan cara edukasi dan kampanye mengenai perubahan limbah menjadi energi (waste to energy), membuat regulasi mengenai kantung plastik berbayar, memperkuat regulasi manajemen sampah di sektor pelabuhan,
perikanan dan pelayaran. selanjutnya bersama dunia internasional menggunakan kerjasama bilateral maupun regional untuk mengumpulkan komitmen bersama tentang pengurangan pencemaran sampah plastik di laut. Selanjutnya bersama industri meningkatkan penggunaan bahan plastik yang dapat terurai secara alami (biodegradable), meningkatkan investasi terhadap industry plastik biodegradable, menggalakkan konsep 5R (Reduce, Reuse, Recycle, Recovery, Repair). Bersama akademisi dan NGO (Non-Governmental Organization) melakukan kampanye, pengembangan, penelitian mengenai bank sampah. Guna menanggulangi dan mengatur permasalahan pencemaran laut yang disebabkan ole kegiatan operasional kapal dan pembuangan limbah atau bahan berhaya lainnya, Indonesia mempunyai Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor PER.02/MEN/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia serta KEP.06/MEN/2010 yang keputusan menteri kelautan dan perikanan republik Indonesia mengenai Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, Regulasi Indonesia untuk menanggulangi limbah dan pencemaran sampah di laut lainnya adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun
2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2014 dan sebagai wujud nyata dari pengimplementasian RAN, dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut (Wahyudin dan Arie, 2020) .
4.2.5
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Permasalahan limbah sampah merupakan hal yang sudah menjadi masalah umum di berbagai negara. Sampah yang berada di daratan nantinya akan berpengaruh juga terhadap kualitas perairan, dimana jika perairan sudah tercemar maka akan berdampak juga terhadap, organisme akuatik, kesehatan manusia dan lingkungan. Berdasarkan hasil dan pembahasan pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Sampah makro yang ditemukan diantaranya yaitu: plastic, Styrofoam, kain, kaca dan keramik, logam, kertas dan kardus, karet, kayu, dan bahan lainnya. Sedangkan pada sampah meso hanya ditemukan sampah kaca dan keramik.
2. Sampah makro yang ditemukan paling tinggi adalh plastik sebanyak 51,6% dan terendah ditemukan yaitu sampah bahan lainnya sebanyak 0,5%. Sedangkan untuk sampah meso hanya ditemukan sampah kaca dan keramik yaitu 100%.
3. Sampah di lingkungan dapat mebahayakan bagi kesehatan manusia dan organisme. Selain itu pencemaran sampah juga dapat menimbulkan masalah sosial ekonomi bagi masyarakat. Indonesia memiliki 5 pilar dalam menangani pencemaran, diantaranya meningkatkan perilaku terhadap plastik, mengurangi kebocoran sampah plastik dari darat ke laut, mengurangi kebocoran sampah plastik dari kegiatan operasional kapal ke lingkungan laut,
mengurangi produksi dan penggunaan plastik, meningkatkan mekanisme pendanaan, dan reformasi kebijakan dan penegakan hukum terhadap sampah plastik
5.2
SaranSemoga praktiukm selanjutnya saat praktikum bisa lebih tepat waktu sehinga praktikan tidak menunggu teralu lama.
DAFTAR PUSTAKA
Alam, M. W., Xiangmin, X., dan Ahamed, R. 2021. Protecting the Marine and Coastal Water from Land-Based Sources of Pollution in the Northern Bay of Bengal: A Legal Analysis for Implementing A National Comprehensive Act. Environmental Challenges, 4: 100154.
Damayanti, A.A., Chandrika, E.L., Sadiki, A., Bagus, D.H.S., Dewi, P.L, 2020. Karakteristik Meso-size Debris di Kawasan Wisata Pesisir Barat Kota Mataram. Jurnal Sains Teknologi & Lingkungan, (1): 38- 47.
Gunandi, R.A.A., Doby P.P., Apri, U.P.S., Aswir., Adi, A., 2021. Bahaya Plastik bagi Kesehatan dan Lingkungan. Jurnal Seminar Nasional Penabdian Masyarakat, 7(5): 1-7.
Susanti, E. Y., Adhi, S., & Manar, D. G. (2014). Analisis Faktor Penghambat Penerapan Kebijakan Sanitary Landfill di TPA Jatibarang Semarang Sesuai Dengan UndangUndang No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Diponegoro Journal of Social and Political Science. 10(1): 1–10.
Putra, H. P., Taufiq, A. R., & Juliani, A. (2013). Studi Hubungan antara Tingkat Pendidikan dan Pendapatan Keluarga terhadap Sikap dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga. Jurnal Sains Dan Teknologi Lingkungan. 5(2): 91–101.
Ratnawati, N.M.P., I Gede, H., Ida, B.M.B., 2022. Potensi Sampah Masuk ke Laut dari Aktivitas Dart di Kabupaten Bandung, Provinsi Bali.
Jurnal of Marine Research and Technology, 5(1) : 5-9.
Sahwan, F., Wahyono, S., & Suryanto, F. (2016). Kualitas Kompos Sampah Rumah Tangga Yang Dibuat Dengan Menggunakan ”Komposter”
Aerobik. Jurnal Teknologi Lingkungan. 12(3): 225-233.
Cordova. 2017. Pencemaran Plastik di Laut. Jurnal Oseana. 3(42): 21-30 Wahyudin, G.D., Afriansyah, A. 2020. Penanggulangan Pencemaran
Sampah Plastik di Laut Berdasarkan Hukum Internasional. Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan. 8(3): 530-550
Jambeck, J. R., Geyer, R., Wilcox, C., Siegler, T. R., Perryman, M., Andrady, A., ...& Law, K. L. (2015). Plastic waste inputs from land into the ocean. Science, 347(6223), 768-771.
Mulyati. 2021. Dampak Sampah Terhadap Kesehatan Lingkungan dan Manusia. Program Studi Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan: Universitas Lambung Mangkurat.
Ningsih, R. W. 2018. Dampak Pencemaran Air Laut Akibat Sampah Terhadap Kelestarian Laut Indonesia. Jurnal Universitas Muhammadiyah Yogyakarta : 0-12.
Wahyudin, G. D., dan Arie, A. 2020. Penanggulangan Pencemaran Sampah Plastik Di Laut Berdasarkan Hukum Internasional. Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan, 8(3): 529-550
Windsor FM, Tilley RM, Tyler CR, Ormerod SJ. 2019. Microplastic ingestion
by riverine macroinvertebrates. Science of the Total Environment 646: 68–74
[SCBD] Secretariat of the Convention on Biological Diversity. 2016. Marine debris: Understanding, Preventing and Mitigating the Significant Adverse Impacts On the Significant Adverse Impacts on Marine and Coastal Biodiversity. Montreal: SCBD.78 p
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Perhitungan Data Perhitungan :
Presentase (%) = x
∑
i=1 nx i x 100%
Keterangan :
x = Jumlah sampah per jenis xi = Jumlah total sampah
A. Sampah Makro
- Plastik, % = 96/186 x 100% = 51,6%
- Styrofoam, % = 21/186 x 100% = 11,2%
- kain, % = 9/186 x 100% = 4,3%
- Kaca dan keramik, % = 23/186 x 100% = 12,3%
- Logam, % = 2/186 x 100% = 1,07%
- Kertas dan kardus, % = 13/186 x 100% = 6,9%
- Karet, % = 3/186 x 100% = 1,6%
- Kayu, % = 18/186 x 100% = 7,6%
- Bahan lainnya, % = 1/186 x 100% = 0,5%
B. Sampah Meso
- Plastik, % = 0/7 x 100% = 0%
- Styrofoam, % = 0/7 x 100% = 0%
- Kaca dan keramik, % = 7/7 x 100% = 100%
- Logam, % = 0/7 x 100% = 0%
- Kertas dan kardus, % = 0/7 x 100% = 0%
- Karet, % = 0/7 x 100% = 0%
- Kayu, % = 0/7 x 100% = 0%
- Bahan lainnya, % = 0/7 x 100% = 0%
Lampiran 2. Foto Identifikasi Sampah A. Sampah Makro
- Plastik
- Styrofoam
- Kain
- Kaca dan Keramik
- Logam
- Kertas dan Kardus
- Karet
- Kayu
- Bahan lainnya
B. Sampah Meso - Kaca dan Keramik
Lampiran 3. Foto Kegiatan Acara 1
ACARA 2
PENANGGULANGAN PENCEMARAN PLASTIK:
PEMBUATAN ECOBRICK
Disusun Oleh : Kelompok 7
Wina Tri Herawati NIM. L1A019005
Lisa Andini NIM. L1A019011
Khoirul Umam NIM. L1A019043 Aliza Qotrunada NIM. L1A019051 Idham Hanura Putra K NIM. L1A019052
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO 2022
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi salah satu masalah lingkungan yang dihadapi oleh berbagai negara tidak terkecuali negara Indonesia. Harganya yang murah, gampang ditemukan, dan mudah digunakan membuat kantong plastik telah menjadi bagian dari hidup manusia. Hampir semua kemasan makanan dan pembungkus barang dan makanan menggunakan plastik dan kantong plastik. Tingkat kesadaran masyarakat untuk lebih bijak dalam penggunaan berbahan dasar plastik yang masih rendah dan kurangnya perhatian masyarakat untuk tidak membuang sampah plastik sembarangan. Kemudian kurangnya upaya tegas pemerintah untuk menanggulangi tingkat sampah plastik inilah yang menyebabkan masalah sampah plastik semakin hari semakin memburuk (Wiantari dan Sukadana, 2022).
Struktur komposisi plastik yang sulit hancur dan bertahan lama menyebabkan plastik dapat dimanfaatkan kembali sebagai alat atau benda lain yang memiliki nilai guna. Pemanfaatan plastik ini dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari dengan prinsip pengelolaan sampah yang dikenal dengan istilah “prinsip 3R yaitu Reduce (mengurangi), Reuse (Menggunakan/memanfaatkan kembali), dan Recycle (Mendaur ulang).
Melalui prinsip recycle ini kita dapat dapat membuat limbah plastik menjadi benda lain yang memiliki nilai guna yang lebih tinggi melalui ecobrick (Apriyani, 2020).
Ecobrick sendiri merupakan teknik pengelolaan sampah plastik yang terbuat dari botol-botol plastik bekas yang di dalamnya telah diisi berbagai sampah plastik hingga penuh kemudian dipadatkan sampai menjadi keras (Lando et al., 2021).Tujuan dari ecobrick sendiri adalah untuk mengurangi sampah plastik, serta mendaur ulangnya dengan media botol plastik untuk dijadikan sesuatu yang berguna. Hasil yang didapatkan dengan proyek ecobrick ini berupa meja kursi bangku, alat permaian, membangun taman sekolah atau kebun sayur di lingkungan perumahan, akan membawa masyarakat secara bersama-sama bergerak membersihkan dan menghijaukan lingkungan (Istirokhatun & Nugraha, 2019)
1.2
TujuanTujuan dari praktikum acara 2 Penanggulangan Sampah Plastik:
Pembuatan ecobrick ini adalah sebagai berikut :
1. Mengolah sampah agar menjadi material yang tidak membahayakan bagi lingkungan hidup.
2. Mengubah sampah menjadi material yang memiliki nilai ekonomis.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ecobrick
Ecobrick berasal dari dua kata dalam bahasa inggris, yaitu “ecology”
dan “brick”. Di mana ecology menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan (kondisi) alam sekitarnya (lingkungannya). Adapun brick berarti bata, batu, batu merah/tembok, dan bisa juga berarti orang yang baik atau menembok. Dua kata ini jika digabungkan menjadi
“Ecobrick” yang berarti bata ramah lingkungan (Fatchurrahman, 2018).
Ecobrick merupakan salah satu upaya penanggulangan sampah plastik dengan cara mengubah limbah plastik menjadi blok bangunan yang dapat digunakan menjadi dasar pembuatan benda atau bangunan lain.
Pembuatan ecobrick ini pada dasarnya menjadikan plastik limbah menjadi barang yang lebih memiliki daya guna bahkan nilai jual (Suminto, 2017). E cobrick adalah teknik pengelolaan sampah plastik yang terbuat dari botol- botol plastik bekas yang di dalamnya telah diisi berbagai sampah plastik hingga penuh kemudian dipadatkan sampai menjadi keras. Setelah botol penuh dan keras, botol-botol tersebut bisa dirangkai dengan lem dan dirangkai menjadi meja, kursi sederhana, bahan bangunan dinding, menara, panggung kecil, bahkan berpotensi untuk dirangkai menjadi pagar dan fondasi taman bermain sederhana bahkan rumah Sejarah ecobrick (Fatchurrahman, 2018).
Ecobrick adalah teknologi berbasis kolaborasi yang menyediakan solusi limbah padat tanpa biaya untuk individu, rumah tangga, sekolah, dan masyarkat. Ecobrick menjadi cara lain untuk utilisasi sampah-sampah tersebut selain mengirimnya ke pembuangan akhir. Dengan ecobrick sampah-sampah plastik akan tersimpan terjaga di dalam botol, sehingga tidak perlu dibakar, menggunung dan tertimbun. Teknologi ecobrick memungkinkan kita untuk tidak menjadikan plastik di salah satu industrial recycle system, dengan begitu akan menjauhi biosfer dan menghemat energy (Widiyasari et al., 2021).
2.2 Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Menurut Waste Management (2021), pengelolaan sampah merupakan aktivitas untuk mengelola sampah dari awal hingga pembuangan, meliputi pengumpulan, pengangkutan, perawatan, dan pembuangan, diiringi oleh monitoring dan regulasi manajemen sampah.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah serta Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 mengamanatkan perlunya perubahan paradigma yang mendasar dalam pengelolaan sampah yaitu dari paradigma kumpul–angkut–buang, menjadi pengolahan yang bertumpu pada pengurangan sampah dan penanganan sampah.
Pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif. Dimulai dari hulu, yaitu sejak suatu produk yang berpotensi
fase produk sudah digunakan, sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan ke media lingkungan secara aman (Suryani, 2014).
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. PP tersebut mengatur tentang kewajiban produsen untuk melakukan kegiatan 3R dengan cara menghasilkan produk yang menggunakan kemasan yang mudah diurai oleh proses alam; yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin; menggunakan bahan baku produksi yang dapat didaur ulang dan diguna ulang; dan/atau menarik kembali sampah dari produk dan kemasan produk untuk didaur ulang dan diguna ulang. Dengan adanya Bank Sampah, maka produsen dapat melakukan kerja sama dengan Bank Sampah yang ada agar dapat mengolah sampah dari produk yang dihasilkannya sesuai dengan amanat PP tersebut (Suryani, 2014).
Secara prinsip, segala bentuk tindakan sederhana dalam menyikapi permasalahan sampah berujung pada 5 langkah besar yang disebut dengan 5R (sebelumnya biasa disebut 3R). Berdasarkan prinsip dasar tersebutlah, implementasi pengelolaan sampah secara sederhana dapat dilakukan.
Prinsip 5R yaitu (Sugiarti dan Aliyah, 2015 dalam Juniarti, 2020):
1) Reduce (mengurangi): upaya untuk mengurangi produksi sampah yang dihasilkan oleh diri sendiri.
2) Reuse (memakai): menggunakan kembali barang yang sudah tidak terpakai,
3) Recycle (daur ulang): penanganan khusus dalam memanfaatkan inovasi teknologi dalam mengolah atau mendaur ulang sampah tertentu menjadi benda yang dapat digunakan kembali.
4) Replace (mengganti): yaitu menggunakan barang ramah lingkungan yang bisa digunakan lebih dari sekali pemakaian.
5) Repair (memperbaiki): memperbaiki barang yang rusak, dengan demikian barang tersebut dapat digunakan kembali
2.3 Penanggulangan Lingkungan
Penumpukan limbah plastik tentu tidak dapat dibiarkan.
Penanggulangan limbah plastik dengan cara menguburnya ditanah tentu bukan merupakan solusi yang baik mengingat sifatnya yang sulit terurai di alam, apalagi dengan cara membakarnya dimana saat proses pembakaran dihasilkan senyawa kimia berbahaya bagi manusia. Terdapat beberapa cara penanggulangan limbah plastik selain mengubur ataupun membakarnya, antara lain meliputi mengurangi penggunaan kantong plastik dengan menggantinya dengan alat (kain) untuk membungkus barang atau dikenal dengan furoshiki ; pengolahan limbah plastik menggunakan metode fabrikasi; dan penggunaan plastik biodegradable yang lebih mudah terurai di alam (Nasution, 2015).
Sampah plastik dapat bertahan hingga bertahun-tahun sehingga menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan. Sampah plastik tidaklah bijak jika dibakar karena akan menghasilkan gas yang akan mencemari
ditimbun dalam tanah maka akan mencemari tanah, air tanah. Struktur komposisi plastik yang sulit hancur dan bertahan lama menyebabkan plastik dapat dimanfaatkan kembali sebagai alat atau benda lain yang memiliki nilai guna. Pemanfaatan plastik ini dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari dengan prinsip pengelolaan sampah yang dikenal dengan istilah “prinsip 3R yaitu Reduce (mengurangi), Reuse (Menggunakan/memanfaatkan kembali), dan Recycle (Mendaur ulang).
Melalui prinsip recycle ini kita dapat dapat membuat limbah plastik menjadi benda lain yang memiliki nilai guna yang lebih tinggi memlalui ecobrick (Apriyani, 2020).
Penanggulangan pencemaran lingkungan dengan mengelola sampah yang baik akan berdampak baik terhadap lingkungan dan akan berakibat positif terhadap kesehatan masyarakat. Pengelolaan sampah perlu juga mempertimbangkan mengenai aspek lingkungan, aspek ekonomi dan aspek sosial sehingga optimalisasi pengelolaan sampah kawasan permukiman berdampak terhadap lingkungan serta berkelanjutan. Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan strategi pengelolaan sampah pemukiman dan atau penanggulangan lingkungan (Widiyasari et al., 2021).
2.4 Manfaat Pembuatan Ecobrick
Ecobrick merupakan salah satu upaya daur ulang (recycle) untuk mengurangi jumlah sampah plastik. Ecobrick terbuat dari botol plastik bekas yang diisi oleh bahan-bahan seperti tanah, busa, plastik pembungkus makanan, kantong plastik, serta bahan-bahan plastik lainnya (Antico et al.,
dengan plastik-plastik lain yang berukuran lebih kecil. Kamble dan Karad (2017) menyebutkan bahwa ecobrick dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Ecobrick digunakan untuk membuat furniture, taman dan bangunan dalam skala besar seperti sekolah dan rumah. Ecobrick juga dapat digunakan untuk membuat karya seni. Karya seni ini mengusulkan konsep daur ulang dan ide-ide baru dalam membuat batu bata ramah lingkungan (ecobrick) (Palupi et al., 2020).
Manfaat pembuatan ecobrick secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kesuburan lingkungan eksosistem, karena bagaimana pun sampah yang dibuang akan mencemari lingkungan dan menyebabkan rusaknya ekosistem, dengan mengurangi sampah yang masuk maka pencemaran akan berkurang dan lingkungan tetap terjaga.
Selain itu, ecobrick dapat menjadi salah satu peluang ekonomi masyarakat, dikarenakan bahannya yang mudah diperoleh tanpa modal besar sehingga akan membantu beberapa masyarakat dalam memperoleh pendapatan dengan mengubah sampah menjadi ecobrick yang menarik dan memiliki nilai estetika dan nilai jual (Palupi et al., 2020).
Selain itu menurut Manisha dan Singh (2017) manfaat membuat ecobrick antara lain yaitu pengelolaan limbah; membuat ecobrik adalah salah satu cara yang efisien untuk mengolah limbah plastik dan dapat dilakukan oleh semua orang karena pembuatannya yang mudah. Kemudian melindungi lingkungan dengan mengurangi jumlah sampah plastik.
Membuat ecobrick yang digunakan sebagai bahan bangunan atau furniture dapat mengurangi biaya produksinya. Ecobrick lebih murah daripada batu
bata. Inovasi terbaru ini dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan baru sehingga ada peluang dalam mendapatkan pekerjaan
III. MATERI DAN METODE
3.1 Materi 3.3.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum acara dua ini yaitu botol plastik 600 ml, tongkat bambu/kayu tinggi 40 cm, gunting, kamera, timbangan, dan alat tulis
3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum acara dua ini yaitu sampel sampah plastik.
3.2 Metode
Metode atau cara kerja yang digunakan pada praktikum acara dua ini yaitu alat dan bahan disiapkan, sampah plastik dicuci dan dikeringkan, kemudian sampah plastik dipotong dengan ukuran meso. Sampah selanjutnya dimasukkan ke dalam botol plastik sebanyak setengahnya hingga bobot mencapai 120 gr. Setelah itu, botol dipenuhi kembali dengan sampah plastik meso hingga penuh dengan bobot minimal 240 gr dengan bantuan ditekan menggunakan tongkat bambu/kayu untuk memadatkan sampah plastic.
3.3
Waktu dan TempatPraktikum acara dua dilaksanakan pada Hari Selasa, 18 Oktober 2022 pukul 13.00 WIB di Laboratorium FPIK Unsoed.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemanfaatan Ecobrick
Ecobrick merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk meminimalisir permasalahan sampah di lingkungan sekitar kita, khususnya di lingkungan perkuliahan. Ecobrick adalah botol plastic yang diisi dengan sampah plastik bekas, bersih dan kering pada kepadatan tertentu yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan dan dapat digunakan berulang kali. Sampah yang digunakan adalah sampah plastik yang kering dan bersih (Sunandar et al., 2020).
Cara pembuatan Ecobrick adalah dengan memadatkan sampah plastic non-biodegradable (tidak dapat terurai secara proses biologis) ke dalam botol plastic bekas pakai. Hal ini dapat dilakukan untuk mencegah sampah plastik agar tidak mencemari lingkungan serta menghindari daur ulang yang dalam prosesnya kurang efektif dan mencemari lingkungan karena persiapan dan pengetahuan yang kurang matang. Ecobrick yang telah dipadatkan dapat dimanfaatkan untuk banyak hal, seperti disusun dan diperkuat dengan semen sehingga dapat membangun ruang-ruang hijau bagi masyarakat. Selain itu, dengan kepadatan yang baik, Ecobrick dapat dibentuk dan digunakan sebagai furniture didalam rumah seperti meja, kursi dan tempat sampah (Sunandar et al., 2020).
Gambar 4. Miniatur ecobrick Gambar 5. Sofa ecobrick
Gambar 6. Meja dan kursi ecobrick Gambar 7. Bangunan ecobrick Ecobrick dapat dijadikan berbagai macam benda dikarenakan kepadatan susunan plastik di dalam botol yang telah dibuat, kepadatan sampah ini akan mempengaruhi kekokohan benda yang diciptakan, semakin padat botol sampah ecobrick makan benda akan semakin kokoh berdiri. Gambar 1. menunjukkan pemanfaatan ecobrick dengan memanfaatkan nilai estetikanya sehingga dijadikan miniatur ecobrick.
Gambar 2. Merupakan pemanfaatan ecobrick sebagai sofa, karena kekokohannya sehingga ecobrick mampu menahan beban yang cukup berat sehingga bisa digunakan untuk bersantai. Gambar 3. Merupakan pemanfaatan ecobrick sebagai meja dan kursi, karena kekokohannya sehingga ecobrick mampu menahan beban yang cukup berat dan dapat
ecobrick dalam skala yang lebih besar dimana ecobrick dimanfaatkan menjadi struktur pondasi untuk membuat bangunan.
4.2 Pengaruh pengurangan sampah dengan pemanfaatan Ecobrick Ecobrick adalah teknologi berbasis kolaborasi yang menyediakan solusi limbah padat tanpa biaya untuk individu, rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. Ecobrick menjadi cara lain untuk utilisasi sampah-sampah tersebut selain mengirimnya ke pembuangan akhir. Dengan ecobrick sampah-sampah plastik akan tersimpan terjaga di dalam botol, sehingga tidak perlu dibakar, menggunung dan tertimbun. Teknologi ecobrick memungkinkan kita untuk tidak menjadikan plastik di salah satu industrial recycle system, dengan begitu akan menjauhi biosfer dan menghemat energi (Widiyasari et al., 2021).
Ecobrick dinilai efektif dalam mengurangi sampah plastik yang ada, hal ini dilihat berdasarkan penelitian Andriastuti et al. (2019) yang mendapat hasil bahwa setiap tahunnya masyarakat Kecamatan Pontianak memproduksi limbah plastik sebesar 850,108 ton/tahun. Sebanyak 652,306 ton/tahun berpotensi untuk dijadikan ecobrick. Selama penelitiannya, didapatkan bahwa potensi ecobrick dalam mengurangi sampah plastik ialah 77%. Sehingga dapat dikatakan bahwa ecobrick dapat membantu mengurangi pencemaran sampah plastik.
4.3 Kelebihan dan Kekurangan Ecobrick
Setyanto et al., (2019) menyatakan bahwa ecobrick memiliki banyak kelebihan diantaranya:
1. Ramah lingkungan: ecobrick secara signifikan mengurangi jumlah sampah plastik di lingkungan kita.
2. Lebih sehat, yakni berkurangnya sampah plastik secara otomatis akan membuat lingkungan menjadi lebih sehat.
3. Murah: pembuatan ecobrick sangat murah, hanya membutuhkan plastik bekas, botol bekas dan batang bamboo.
4. Praktis dan mudah: pembuatan ecobrick sangat mudah dan praktis tanpa membutuhkan mesin pengolahan, sehingga dengan mudah bisa dilakukan oleh semua orang tanpa ada keterampilan khusus.
5. Tahan lama: bahan plastik memiliki sifat yang sulit terurai dan juga dihindari oleh hewan pengerat oleh karena itu ecobrick memiliki ketahanan usia yang relatif panjang.
6. Ringan: berat ecobrick jauh lebih ringan (200-210gr) daripada bata konvensional yang mencapai berat 500-600gr.
7. Bersih: ecobrick lebih bersih dari bata konvensional, pada saat plastik sudah dipadatkan dalam botol dan ditutup rapat maka ecobrick bebas debu dan pasir sehingga bisa disimpan di dalam rumah
Sedangkan kekurangan ecobrick yaitu apabila kurang dalam pemberian lem, maka akan mudah lepas antara satu botol dengan botol yang lain. Apabila dalam pengisian botol sampah plastik tidak padat, maka botol akan mudah penyok. Serta finishing tidak rata seperti halnya jika memakai batu bata (Septiani, 2019).
2.2.1
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Ecobrick merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk meminimalisir permasalahan sampah di lingkungan sekitar. Ecobrick pada prosesnya memanfaatkan sampah plastik yang sudah tidak terpakai sehingga akan mengurangi pemasukan plastik ke lingkungan dan resiko bahaya bagi lingkungan hidup.
2. Ecobrick dinilai efektif dalam mengurangi sampah plastik yang ada, Ecobrick dilakukan dengan menyusun botol-botol plastik menjadi suatu benda yang memiliki nilai ekonomis Sampah plastik dapat diubah menjadi benda yang memiliki nilai guna dan ekonomis yang leih tinggi melalui pembuatan ecobrick. Contohnya seperti pembuatan miniature, sofa, meja dan kursi, hingga rumah ecobrick.
5.2
SaranBerdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, adapun saran yang ingin disampaikan yaitu untuk praktikum selanjutnya mahasiswa membawa lebih banyak lagi sampah plastik dan untuk satu orang membawa atau menghasilkan satu botol plastik ecobrick
DAFTAR PUSTAKA
Apriyani, A., Putri, M. M., Wibowo, S. Y. 2020. Pemanfaatan Sampah Plastik Menjadi ecobrick. Masyarakat Berdaya dan Inovasi, 1(1): 48- 50.
Fatchurrahman, M. T. 2018. Manajemen Pengelolaan Sampah Berkelanjutan Melalui Inovasi “Ecobrick” Oleh Pemerintah Kota Yogyakarta. Artikel. Ilmu Pemerintahan. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Yogyakarta. 16 Hal.
Istirokhatun, T., & Nugraha, W. D. 2019. Pelatihan Pembuatan Ecobrick sebagai Pengelolaan Sampah Plastik di Rt 01 Rw 05, Kelurahan Kramas, Kecamatan Tembalang, Semarang. Jurnal Pasopati
“Pengabdian Masyarakat Dan Inovasi Pengembangan Teknologi”,1(2):85–90.
Juniarti, Ni Luh Putu. 2020. Pengelolaan Sampah dari Lingkup Terkecil dan Pemberdayaan Masyarakat sebagai Bentuk Tindakan Peduli Lingkungan. Jurnal Bali Membangun Bali, 1(1): 27-40.
Lando, A. T., Selintung, M., Hustim, M., Sari, K., Zakaria, R., Mangarengi, N. A. P., & Arifin, A. N. 2021. Sosialisasi Pemanfaatan Limbah Botol Pet menjadi Ecobrick di SD Inpres Kantisang-Tamalanrea. Jurnal Tepat : Applied Technology Journal for Community Engagement and Services, 4(1):65–85.
Palupi, W., Wahyuningsih, S., Widiyastuti, E., Nurjanah, N. E., dan Pudyaningtyas, A. R. 2020. Pemanfaatan Ecobrick sebagai Media Pembelajaran untuk Anak Usia Dini. Dedikasi: Community Service Report, 2(1): 28-34.
Setyanto, D. W., dan Adiwibawa, A.P. 2019. Perancangan Infografis Instruksional Kampanye R3 (Reduce, Reuse, Recycle) Ecobrick.
Prosiding Seminar Nasional Pakar ke 2, 7 hal.
Suminto, S. 2017. ecobrick: Solusi Cerdas dan Kreatif untuk Mengatasi Sampah Plastik. Jurnal Desain Produk, 3(1): 26-34.
Sunandar, A.P., Farhana,F.Z., dan Chahyani, R.Q.C. 2020. Ecobrick Sebagai Pemanfaatan Sampah Plastik di Laboratorium Biologi dan Foodcourt Universtias Negeri Yogyakarta. JPPM, 4(1): 113-121.
Suryani, Anih. 2014. Peran Bank Sampah Dalam Efektivitas Pengelolaan Sampah (Studi Kasus Bank Sampah Malang). Jurnal Aspirasi, 5(1):
71-84.
Wiantari, N.M.D., dan Sukadana, I,W. 2022. Pemanfaatan Sampah Plastik sebagai Upaya Meningkatkan Perekonomian Masyarakat Batunya.
Jurnal Pengabdian Al-Ikhlas, 8(1): 8-13.
Widiyasari, R., Zulfitria., dan Fakhirah, S. 2021. Pemanfaatan Sampah Plastik dengan Metode Ecobrick sebagai Upaya Mengurangi Limbah Plastik. Seminar Nasional Pengabdian Masyarakat 2021. Universitas Muhammadiyah Jakarta
LAMPIRAN
Lampiran 5. Foto Kegiatan Acara 2
ACARA 3
PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK DENGAN MEDIA MAGGOT
Disusun Oleh : Kelompok 7
Wina Tri Herawati NIM. L1A019005
Lisa Andini NIM. L1A019011
Khoirul Umam NIM. L1A019043 Aliza Qotrunada NIM. L1A019051 Idham Hanura Putra K NIM. L1A019052
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO 2022
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampah merupakan permasalahan besar seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Persoalan sampah masih menjadi masalah bagi masyarakat di perkotaan maupun di pedesaan. Tingginya kepadatan penduduk membuat konsumsi masyarakat pun tinggi sehingga meningkatkan penumpukan sampah (Salman et al., 2020). Melihat besarnya jumlah sampah yang dihasilkan masyarakat dan dampak terhadap lingkungan, maka perlu adanya pengolahan yang tepat agar sampah bisa teratasi dengan baik, khususnya sampah organik.
Pengelolaan sampah adalah nama yang diberikan untuk sistem pengumpulan sampah, termasuk pengangkutannya, pembuangan atau daur ulang (Pardini et al., 2019). Pengolahan sampah organik yang sudah dilakukan dengan dikonversi menjadi pupuk kompos dan biogas. Selain diolah menjadi kompos dan biogas, daur ulang sampah organik dapat dilakukan dengan metode biokonversi. Biokonversi adalah suatu proses yang melibatkan mikroorganisme seperti jamur, ragi, bakteri dan larva untuk mengubah sampah organik menjadi produk yang bernilai tinggi (Salman et al., 2020).
Sampah adalah bahan sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses (Darmawan et al., 2021). Sampah diklasifikasi oleh manusia menurut derajat kegunaanya, dalam proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, hanya produk yang dihasilkan setelah dan selama proses
alam berlangsung. Permasalahan sampah akan terus meningkat karena adanya trend urbanisasi yang terjadi dan tumbuh dengan cepat di populasi masyarakat perkotaan (Dewi et al., 2022).
Budidaya maggot merupakan penerapan teknologi biokonversi menggunakan serangga (Handayani et al., 2021). Maggot merupakan larva dari lalat tentara hitam (Black Soldier Fly), spesies lalat yang berasal dari benua Amerika yang dapat hidup dengan baik pada iklim tropis. Larva BSF memakan segala bahan organik yang membusuk termasuk sampah dapur, sampah makanan, dan kotoran. Maggot memiliki kemampuan mendegradasi sampah organik lebih baik dibandingkan dengan serangga lain. Budidaya maggot menjadi solusi tepat untuk menyelesaikan permasalahan sampah organik di masyarakat (Siswanto et al., 2022). Oleh karena itu proses pengelolaan sampah dengan memanfaatkan maggot ini perlu dipahami agar dapat mengatasi permasalahan sampah, khususnya sampah organik.
1.2
TujuanTujuan dari praktikum acara ini adalah untuk mengetahui proses pengelolaan sampah dengan budidaya maggot.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sampah Organik
Sampah merupakan bahan sisa yang sudah dibuang bersumber baik dari sisa hasil kegiatan manusia maupun alam yang tidak bernilai ekonomis. Sampah memiliki bentuk yang beragam pada tiap fase materinya yakni berupa padat, cair, dan gas (Damayanti et al, 2021).
Menurut Suriawiria (2003) dalam Monita (2017) sampah organik merupakan jenis sampah yang tersusun oleh senyawa organik dan bersifat degradable yaitu secara alami dapat/mudah diuraikan oleh jasad hidup (khususnya mikroorganisme) Sampah organik merupakan sampah yang asalnya dari manusia, hewan, serta tumbuhan. Sampah organik sendiri bisa dipecah menjadi dua bagian yakni meliputi kering dan basah. Sampah organik kering ialah sampah yang memiliki kandungan air sedikit di dalamnya. Contohnya yaitu kertas, kayu, dan daun-daun yang kering.
Sedangkan, sampah organik basah yakni merupakan sampah yang mengandung banyak air di dalamnya. Contohnya ialah sampah yang bersumber dari sisa-sisa sayuran dan juga sampah kulit buah-buahan (Purwendo, 2003 dalam Damayanti et al, 2021)
2.2 Pengolahan Sampah Organik
Pengelolaan sampah memerlukan manajemen yang baik dimulai dari tempat pembuangan sampah sementara (TPS) hingga tempat pembuangan akhir (TPA). Sedangkan pengolahan sampahnya memerlukan teknologi yang tepat agar produk pengolahannya tidak menghasilkan sampah
kembali. Teknologi biokonversi bahan organik bisa menjadi salah satu solusi permasalahan sampah. Budidaya maggot merupakan penerapan teknologi biokonversi menggunakan serangga. Pengolahan sampah organik dengan memanfaatkan maggot telah banyak dilakukan dan salah satu metode berkelanjutan untuk pengelolaan sampah organik yang dapat mengurangi beban TPA Larva lalat Black soldier Fly (BSF) dapat dimanfaatkan untuk mengkonversi materi organik sehingga memiliki potensi ekonomi. Larva BSF mampu mendegradasi sampah organik, baik sampah yang berasal dari hewan maupun tumbuhan. Kemampuan mendegradasi sampah larva BSF dilaporkan lebih baik dibanding serangga lainnya. Selain itu, keberadaan larva BSF dinilai cukup aman bagi kesehatan manusia, karena lalat ini bukan termasuk binatang vector penyakit (Rukmini et al, 2020). Selain itu, pemanfaatan sampah organik limbah rumah tangga adalah dengan membuat pupuk organik. Pupuk tersebut merupakan pupuk yang berasal dari sampah organik yang difermentasi dengan menggunakan komposer (Rozi et al, 2021).
2.3 Maggot
Maggot merupakan organisme yang berasal dari telur black soldier yang dikenal sebagai organisme pembusuk karena kebiasaannya mengkonsumsi bahan- bahan organik. Maggot mengunyah makanannya dengan mulutnya yang berbentuk seperti pengait (hook). Maggot dapat tumbuh pada bahan organik yang membusuk di wilayah temperate dan tropis. Maggot dewasa tidak makan, tetapi hanya membutuhkan air sebab
Perkembangbiakan dilakukan secara seksual, yang betina mengandung telur, kemudian telur diletakan pada permukaan yang bersih, namun berdekatan dengan sumber makanan yang cocok untuk larva (Tomberlin, 2009 dalam Mokolensang et al, 2018).
2.4 Siklus Maggot
BSF merupakan spesies lalat daerah tropis yang dapat mengurai materi organik dan mampu berkembang biak sebanyak tiga kali dalam setahun dimana BSF betina dewasa bertelur satu kali seumur hidupnya.
Siklus hidup maggot ini terdiri dari 4 fase, yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Lama siklus hidup ini adalah antara 38-41 hari. Selama masa itu, satu lalat betina dewasa bisa menghasilkan telur hingga 500 butir. Dengan lama telur menetas adalah 4-5 hari. Pakan maggot ini sangatlah mudah, karena hanya perlu memberikan pakan dari limbah organik rumah tangga (limbah sayuran, buah-buahan, limbah peternakan, dan limbah pengolahan makanan). Oleh karena itulah, maggot ini bisa menjadi solusi dalam pengolahan limbah organik, agar tidak menumpuk dan meningkatkan kadar amoniak di tempat pembuangan akhir. emampuan 1 larva dalam menghabiskan pakan limbah organik adalah sebanyak 25 mg-500 mg/hari.
Ukuran larva maggot saat panen adalah sekitar 27 mm, lebar 6 mm, dan berat 220 mg (Monita, 2017). Maggot yang berusia diatas 25 hari keatas maggot akan menghitam maggot hitam ini yang mana nantinya akan menjadi pupa kemudian lalat dewasa. Faktor yang berperan penting dalam siklus hidup BSF adalah suhu, dimana suhu 30ºC menyebabkan lalat
berkembang suhu optimal larva adalah 30ºC, sedangkan pada suhu 38ºC pupa tidak dapat mempertahankan hidupnya sehingga tidak mampu menetas menjadi lalat dewasa. Menurut Tomberlin et al. (2009) dalam Mokolensang et al. (2018).
2.5 Manfaat Maggot
Maggot dapat digunakan sebagai pakan alternatif pada budidaya ikan dan pakan ternak ayam atau unggas sehingga dapat membuka peluang ekonomi baru yang menguntungkan bagi masyarakat. Lalat BSF (Black Soldier Fly) pradewasa yang dikenal sebagai larva/maggot mempunyai kandungan protein hingga 40-50% dan hingga lemak 29-32%. Saat ini, banyak peternak yang mulai mencoba penggunaan Maggot BSF sebagai pengganti pelet. Selain kandungan nutrisi yang tinggi, budidaya BSF juga relatif mudah, murah dan waktu panen cepat (Nutrisi, J., & Tropis, T.,2022). Selain itu, maggot juga merupakan sumber kitin. Menurut Magalhaes (2018) manggot juga telah digunakan dalam pakan unggas sebagai pengganti parsial untuk pakan berbasis jagung atau kedelai, terutama karena spesies tersebut secara alami menjajah dan memecah kotoran unggas dan populasi sering dipelihara oleh peternakan unggas untuk tujuan pengelolaan limbah dan pengurangan polusi.
III. MATERI DAN METODE
3.1 Materi 3.3.3 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum acara ini adalah kamera untuk dokumentasi dan alat tulis
3.3.4 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum acara ini adalah kuesioner
3.2 Metode
Metode yang dilakukan pada praktikum acara ini adalah metode wawancara. Metode wawancara merupakan teknik yang dapat digunakan untuk menganalisis data ingin mengajukan berbagai macam pertanyaan secara langsung terhadap responden maupun narasumber. Wawancara adalah metode yang digunakan untuk mencari data primer dan ciri khas dari metode ini adalah adanya pertukaran informasi secara verbal dengan satu orang atau lebih. Terdapat peran pewawancara yang berusaha untuk menggali informasi dan memperoleh pemahaman dari narasumber. Pada praktikum acara ini melakukan wawancara dengan salah satu pengelola PT Greenprosa
3.3
Waktu dan TempatPraktikum acara ini dilaksanakan pada hari Jumat, 4 November 2022 pukul 13.00 – selesai. Lokasi praktikum acara ini adalah PT Greenprosa yang terletak di Sokaraja, Banyumas, Jawa Tengah