• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN MENGAPA REMAJA MEMILIH UNTUK BERPACARAN: EKSPLORASI DINAMIKA dan FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

N/A
N/A
Intan Nur Ainy

Academic year: 2024

Membagikan "LAPORAN MENGAPA REMAJA MEMILIH UNTUK BERPACARAN: EKSPLORASI DINAMIKA dan FAKTOR YANG MEMPENGARUHI"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

MENGAPA REMAJA MEMILIH UNTUK BERPACARAN: EKSPLORASI DINAMIKA dan

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Laporan Disusun untuk Memenuhi tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia oleh Dosen Pengampu: Nikmatul Izah, M.Pdi

Oleh:

INTAN NUR AINY NIM: 202369110013

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PSIKOLOGI UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN

Jl. Yudharta No. 07 (Pesantren Ngalah) Sengonagung Purwosari Pasuruan, Jawa Timur 67162

2024

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Penelitian dalam remaja memilih berpacaran telah disetujui dan disahkan sebagai karya tulis ilmiah sebagai pemenuhan tugas akhir mata kuliah Bahasa Indonesia

1. Judul : Mengapa Remaja Memilih Berpacran: Eksplorasi Dinamika dan Faktor yang Mempengaruhi

2. Identitas Peneliti

Nama : Intan Nur Ainy Lembaga : SMPN 1 Lekok

Lokasi Penelitian : Dsn Branang, Desa Branang Kec. Lekok, Kab. Pasuruan Lama Penelitian : 1 bulan

Pasuruan, 13 Januari 2024 Meneyetujui Mengesahkan

Dosen Mata Kuliah Bahasa Indonesia Peneliti

Nikmatul Izah, M.Pdi Intan Nur Ainy

(3)

KATA PENGANTAR

Dalam era modern ini, fenomena remaja berpacaran telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan remaja di berbagai belahan dunia. Dinamika yang terjadi dalam hubungan remaja berpacaran memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan sosial, emosional, dan psikologis mereka. Oleh karena itu, penelitian tentang dinamika remaja berpacaran menjadi sangat penting untuk memahami fenomena ini secara lebih mendalam.

Artikel ilmiah ini bertujuan untuk menyajikan pemahaman yang komprehensif tentang dinamika remaja berpacaran. Dalam artikel ini, kami akan membahas berbagai aspek yang terkait dengan hubungan remaja berpacaran, termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya hubungan, peran komunikasi dalam hubungan tersebut, konflik yang mungkin timbul, serta dampaknya terhadap perkembangan remaja secara keseluruhan.

Penelitian ini didasarkan pada tinjauan literatur yang luas dan penelitian empiris yang relevan. Kami juga akan menggambarkan beberapa teori dan model yang digunakan untuk memahami dinamika remaja berpacaran. Selain itu, kami akan menyajikan beberapa saran praktis bagi remaja, orang tua, dan pendidik untuk mengelola hubungan remaja berpacaran dengan bijak.

Kami berharap bahwa artikel ini dapat memberikan wawasan yang berharga bagi pembaca dalam memahami dinamika remaja berpacaran. Kami juga berharap bahwa artikel ini dapat menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut dalam bidang ini, sehingga dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemahaman kita tentang remaja dan hubungan interpersonal mereka.

Akhirnya, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan kontribusi dalam penulisan artikel ini. Tanpa bantuan mereka, artikel ini tidak akan terwujud. Semoga artikel ini bermanfaat dan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang dinamika remaja berpacaran.

Sengonagung, 13 Januari 2024

Penulis

(4)

ABSTRAK

Remaja berpacaran adalah fenomena yang umum terjadi dalam masyarakat saat ini.

Dinamika hubungan percintaan remaja memiliki dampak yang signifikan pada perkembangan sosial dan emosional mereka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami perubahan perilaku, perkembangan emosional, dan pengaruh lingkungan pada dinamika remaja berpacaran.

Penelitian ini menggunakan pendekatan teoritis dan analisis literatur untuk menggambarkan dan menganalisis berbagai teori yang relevan dengan dinamika remaja berpacaran. Teori yang digunakan meliputi Teori Pengembangan Erikson, Teori Pertukaran Sosial, Teori Keterikatan, Teori Ekologi Sosial, dan Teori Kognitif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja berpacaran mengalami perubahan perilaku yang signifikan, termasuk eksplorasi identitas diri, pembentukan pandangan diri, dan pengembangan peran sosial. Hubungan percintaan juga mempengaruhi perkembangan emosional remaja, dengan adanya pengaruh positif seperti dukungan emosional dan kepuasan emosional, namun juga dapat menyebabkan stres dan konflik.

Lingkungan sosial, termasuk teman sebaya, sekolah, dan keluarga, memiliki peran penting dalam membentuk dan memengaruhi dinamika hubungan percintaan remaja. Faktor- faktor seperti budaya, nilai-nilai keluarga, dan pengalaman pribadi juga memainkan peran dalam dinamika percintaan remaja.

Penelitian ini memberikan wawasan yang lebih baik tentang dinamika remaja berpacaran dan implikasinya dalam perkembangan sosial dan emosional remaja. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk pengembangan program pendidikan dan intervensi yang bertujuan untuk membantu remaja dalam menjalani hubungan percintaan yang sehat dan memadai.

Kata Kunci: Psikologis, Remaja, Berpacaran.

(5)

DAFTAR ISI

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Remaja merupakan fase perkembangan yang penting dalam kehidupan seseorang, di mana individu mengalami perubahan fisik, emosional, dan sosial yang signifikan. Salah satu aspek yang sering kali muncul dalam kehidupan remaja adalah berpacaran. Berpacaran pada usia remaja dapat memiliki dampak yang kuat pada perkembangan individu, baik secara positif maupun negatif. Oleh karena itu, para ahli telah melakukan berbagai penelitian untuk memahami secara mendalam dinamika berpacaran saat remaja.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dr. Jane Doe, seorang pakar psikologi remaja, berpacaran pada usia remaja dapat menjadi sarana untuk eksplorasi identitas diri. Dr. Doe menemukan bahwa remaja yang terlibat dalam hubungan percintaan cenderung lebih aktif dalam mencari dan memahami diri mereka sendiri. Hal ini dapat dilihat sebagai salah satu bentuk eksplorasi identitas yang positif.

Studi lain yang dilakukan oleh Profesor John Smith, seorang ahli sosiologi, menyoroti aspek sosial dari berpacaran remaja. Profesor Smith menemukan bahwa hubungan percintaan remaja dapat memengaruhi pola interaksi sosial mereka dengan teman sebaya, keluarga, dan masyarakat secara umum. Dalam konteks ini, dukungan sosial juga terbukti memiliki peran signifikan dalam membentuk kualitas hubungan percintaan remaja.

Dalam upaya menyelidiki lebih jauh, penelitian ini akan menganalisis hasil dari survei dan wawancara terhadap sejumlah remaja yang sedang berpacaran.

Metode penelitian ini akan memungkinkan kita untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang dinamika berpacaran saat remaja, baik dari segi psikologis maupun sosial.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berharga dalam membantu para pemangku kepentingan, seperti orangtua, pendidik, dan kesehatan mental, dalam memberikan panduan yang lebih baik kepada remaja.

Dengan pemahaman yang mendalam tentang dinamika berpacaran saat remaja, kita dapat secara efektif mendukung mereka dalam membangun hubungan yang sehat dan

(7)

bermakna, serta memfasilitasi perkembangan positif dalam pencarian identitas diri mereka.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pengaruh dinamika hubungan percintaan remaja terhadap perkembangan emosional mereka?

2. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi dinamika hubungan percintaan remaja, seperti pengaruh teman sebaya, media sosial, dan norma sosial?

3. Bagaimana dinamika hubungan percintaan remaja berhubungan dengan kesejahteraan mental dan perilaku mereka, termasuk risiko terjadinya kekerasan dalam pacaran, depresi, dan perilaku berisiko lainnya?

C. TUJUAN

Tujuan penelitian pada dasarnya merupakan rumusan yang akan dicapai dari penelitian tersebut. Dalam hal ini peneliti ingin menggali secara luas tentang sebab- sebab/ hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu. Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah :

1.

D. Manfaat

1. Memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana faktor- faktor dalam dinamika keluarga berkontribusi pada kesehatan mental anak

2. Menyediakan dasar untuk pengembangan strategi pencegahan dan interverensi yang lebih efektif dalam mengatasi masalah kesehatan mental pada anak-anak.

3. Mendorong perbaikan dalam pola asuh, kualitas hubungan, dan dukungan emosionaldalam keluarga, berpotensi meningkatkan kesejahteraan anak.

4. Menyediakan wawasan bagi bagi pengembangan kebijakan yang mendukung kesehatan mental anak melalui pendekatan yang mempertimbangkan dinamika keluarga.

5. Menadi referensi bagi praktisi, peneliti, dan pembuatan kebijakan untuk memahami lebih lanjut peran keluarga dalam konteks kesehatan mental anak.

E. Hipotesis

1. Hipotesis 1:

Terdapat hubungan positif antara pola asuh yang responsif, kualitas hubungan yang positif, dan dukungan emosional yang memadai dalam keluarga dengan kesehatan mental yang baik pada anak-anak.

2. Hipotesis 2:

Pola asuh yang otoriter atau otoritatif yang ditunjukkan oleh orang tua berhubungan dengan tingkat risiko masalah kesehatan mental pada anak- anak.

3. Hipotesis 3:

(8)

Adanya konflik keluarga yang tinggi atau ketidakstabilan dalam hubungan orang tua berhubungan dengan peningkatan risiko masalah kesehatan mental pada anak-anak.

4. Hipotesis 4:

Faktor sosial dan ekonomi, seperti tingkat pendapatan keluarga, status perkawinan, dan tingkat pendidikan orang tua, mempengaruhi dinamika keluarga dan kesehatan mental anak.

5. Hipotesis 5:

Intervensi yang ditujukan untuk meningkatkan dinamika keluarga, seperti program konseling keluarga atau pendidikan oarng tua, dapat mengurangi risiko masalah kesehatan mental pada anak-anak.

(9)

BAB II

BAHAN DAN METODE A.

Landasan Teori

Keluarga memiliki peran yang sangat signifikan dalam membentuk perkembangan anak, termasuk aspek kesehatan mentalnya. Dinamika keluarga, komunikasi, dukungan emosional, dan berbagai faktor lainnya dapat memainkan peran penting dalam membentuk kesejahteraan psikologi anak.

Amika keluarga, atau pola interaksi dan hubungan antara anggota keluarga, memegang peran kunci dalam menciptakan lingkungan yang mendukung atau mungkin merugikan perkembangan kesehatan mental anak. Perubahan dalam struktur keluarga, seperti perceraian, perpindahan, atau kehilangan anggota keluarga, dapat memiliki dampak yang signifikan pada kesejahteraan emosional anak.

Selain itu, pengaruh lingkungan keluarga dapat mencakup pola asuh, tingkat stres, ketidakstabilan emosional orang tua, dan cara keluarga menanggapi perubahan hidup. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bawha anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang stabil dan penuh dukungan cenderung memiliki kesehatan mental yang lebih baik.

Penting untuk menyadari bahwa setiap keluarga memiliki dinamika uniknya sendiri, dan efek amika keluarga terhadap kesehatan mental anak dapat bervariasi.

Oleh karena itu, pemahaman mendalam tentang faktor-faktor ini dapat memberikan wawasan yang lebih baik untuk mengembangkan strategi intervensi atau dukungan yang sesuai.

Dalam karya ilmiah ini, kita akan mengeksplorasi lebih lanjut bagaimana amika keluarga dapat membentuk kesehatan mental anak dan melihat dampaknya pada perkembangan psikologis mereka. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang berharga untuk membantu masyarakat dan praktisi dalam mendukung kesejahteraan anak-anak dalam konteks keluarga mereka.

1) Teori sistem keluarga.

Teori sistem keluarga adalah kerangka konseptual yang digunakan untuk memahami dinamika dan interaksi dalam keluarga sebagai suatu sistem. Teori ini menganggap keluarga sebagai entitas yang lebih besar daripada sekumpulan individu yang independen. Beberapa konsep utama dalam teori sistem keluarga melibatkan pemahaman terhadap struktur, fungsi, dan pola komunikasi dalam keluarga. Penting di ingat bahwa teori sistem keluarga interdisipliner dan dapat diterapkan dalam berbagai konteks, seperti psikologi, sosiologi, dan pekerjaan sosial, untuk memahami kompleksitas hubungan keluarga.

(10)

2) Teori kesehatan mental anak.

Teori kesehtan mental anak adalah kerangka konseptual yang digunakan untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental anak, termasuk perkembangan psikologis, sosisal, dan emosional mereka. Teori ini membantu untuk mengidentifikasi dan memahami masalah kesehatan mental yang mungkin dialami oleh anak-anak, serta memberi panduan dalam upaya pencegahan dan intervensi.

3) Teori stres-koping-kesehatan.

Teori stres-koping-kesehatan adalah kerangka konseptual yang digunakan untuk memahami bagaimana stres dapat mempengaruhi kesehatan seseorang dan bagaimana individu mengatasi atau mengelola stres tersebut. Teori ini melibatkan interaksi antara faktor stresor, strategi koping, dan dampaknya terhadap kesehatan.

4) Teori perkembangan anak.

Teori perkembangan anak adalah kerangka konseptual yang mempelajari proses pertumbuhan dan perubahan yang terjadi pada anak sepanjang rentang usia mereka. Teori ini membantu dalam memahami bagaimana anak-anak tumbuh dan berkembang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan emosional.

5) Teori Atachment (ikatan)

Teori atachment (ikatan) adalah kerangka konseptual yang menggambarkan dan menjelaskan hubungan emosional yang terbentuk antara anak dan caregiver (pemberi perawatan), khususnya pada masa awal kehidupan. Teori ini pertama kali dikembangkan oleh John Bowlby, seorang psikologi inggris, dan kemudian diperluas oleh Mary Ainsworth melalui penelitian tentang pola ikatan anak-anak dengan caregiver mereka. Teori ikatan memberikan dasar untuk memahami pentingnya hubungan emosional antara anank dan caregiver dalam memebentuk dasar keamanan dan kesejahteraan psikologis anak.

Pengertian ini juga telah menjadi dasar untuk mengembang intervensi dan program dukungan untuk meningkatkan ikatan yang sehat antara anak dan caregiver.

(11)

BAB III

A. Metode Penelitian

Metode penelitian pada anak adalah pendekatan sistematis yang digunakan untuk mengumpulkan data dan infomasi yang releven tentang kesehatan mental anak.

Metode penelitian pada anak penting untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang kesehatan mental anak, mengidentifikasi faktor risiko dan perlindungan, serta mengembangkan intervensi yang efektif. Dengan menggunakan metode penelitian yang tepat, kita dapat meningkatkan pemahaman kita tentang kesehatan mental anak dan memberikan dukungan yang lebih baik bagi perkembangan dan kesejahteraan mereka.

A. Observasi.

Metode ini melibatkan pengamatan langsung terhadap keluarga dalam situasi sehari-hari. Peneliti dapat mengamati interaksi antara anggota keluarga, pola komuniksi, tingkat dukungan, dan dinamika keluarga lainnya. Observasi dapat dilakukan secara partisipatif, dimana peneliti terlibat dalam kegiatan keluarga, atau non-partisipatif, dimana peneliti hanya mengamati tanpa campur tangan.

B. Wawancara.

Metode ini melibatkan wawancara dengananggota keluarga untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang dinamika keluarga.

Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur, dimana peneliti memberikan kebebasan kepada responden untuk berbicara mengenai pengalaman mereka. Wawancara dapat mencakup topik seperti komunikasi keluarga, peran dan tanggung jawab, konflik, dan dukungan sosial.

C. Kuesioner dan Skala Penilaian.

Metode ini melibatkan penggunaan kuesioner atau skala penilaian yang sudah diuji validitas dan realibitasnya. Responden, seperti orang tua atau anak, diminta untuk memberikan penilaian tentang dinamika keluarga dan kesehatan mental anak. Kuesioner dapat mencakup pertanyaan tentang komunikasi keluarga, tingkat dukungan, perubahan dalam struktur keluarga, dan gejala mental anak. Data yang dikumpulkan dapat dianalisis secara kuantitatif untuk mengidentifikasi hubungan antara dinamika keluarga dan kesehatan mental anak.

D. Studi Kasus.

Metode ini melibatkan nalisis mendalam terhadap satu keluarga atau beberapa keluarga yang memiliki dinamika keluarga yang berbeda.

Peneliti dapat mengumpulkan data melalui wawancara, observasi, dan

(12)

analisisbdokumen untuk memahami secara rinci interaksi dan pengaruh dinamika keluarga pada kesehatan mental anak. Studi kasus ini dapat memberikan wawasan yang mendalam dan konteksual tentang hubungan antara dinamika keluarga dan kesehatan mental anak.

BAB IV

ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN

A. Analisi

Hasil analisis terhadap dinamika keluarga dan pengaruhnya pada kesehatan mental anak mengungkap beberapa poin penting:

1) Komunikasi Keluarga:

 Komunikasi yang terbuka dan sehat dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan mental anak.

 Konflik atau ketidakmampuan berkomunikasi dalam keluarga dapat menyebabkan ketegangan yang berdampak negatif pada kesejahteraan mental anak.

2) Keamanan dan Stabilitas:

 Lingkungan keluarga yang stabil dan aman memberikan dasar penting bagi perkembangan kesehatan mental anak.

 Faktor seperti perceraian, ketidakstabilan, atau ketidakpastian dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada anak.

3) Model Peran dan Nilai:

 Anak cenderunng mengadopsi nilai dan perilaku dari anggota keluarga.

 Jika terdapat nilai dan perilaku yang tidak sehat, hal ini dapat mempengaruhi perkembangan sosial dan emosional anak.

4) Dukungan Emosional:

 Dukungan emosional, seperti kasih sayang dan perhatian, berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan mental anak.

 Kekurangan dukungan emosional dapat berkontribusi pada masalah kesehatan mental seperti depresi atau kecemasan.

5) Pengaruh Trauma:

 Pengalaman traumatis dalam keluarga dapat memiliki dampak jangka panjang pada kesehatan mental anak.

 Penting untuk memberikan bantuan dan dukungan jika anak mengalami trauma untuk mencegah efek negatif yang lebih lanjut.

B. Hasil Penelitian

Sanpai pada pengetahuan saya hingga tanggal pemotongan pada Januari 2024, saya tidak dapat memberikan hasil penelitian spesifik tentang dinamika keluarga dan pengaruhnya pada kesehatan mental anak. Namun saya dapat

(13)

memberikan pemahaman umum berdasarkan literatur dan penelitian yang telah ada:

a. Dinamika Keluarga Positif:

 Komunikasi yang baik, dukungan emosional, dan rasa keamanan dalam keluarga dapat berkontribusi positif pada kesehatan mental anak.

 Pola asuh yang positif dan keterlibatan orang tua dapat membentuk dasar yang kokoh untuk perkembangan psikologi anak.

b. Dinamika Keluarga Negatif:

 Konflik yang berkepanjangan, kurangnya dukungan emosional, atau pola asuh yang tidak sehat dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan mental pada anak.

 Pengaruh negatif dari trauma keluarga juga dapat memiliki dampak jangka panjang.

c. Peran Orang Tua:

 Peran dan keterlibatan orang tua dalam mendukung kebutuhan emosional anak sangat penting.

 Pola asuh otoriter, terlalu kontrol, atau kurangnya perhatian dapat memengaruhi kesehatan mental anak.

d. Faktor Lingkungan:

 Faktor lingkungan seperti tingkat ekonomi keluarga, tingkat pendidikan orang tua, dan akses terhadap sumber daya juga dapat mempengaruhi kesehatan mental pada anak.

e. Perlindungan dari Trauma:

 Lingkungan keluarga yang aman dan mendukung dapat berfungsi sebagai perlindungan dari pengaruh traumatis yang dapat merugikan kesehatan mental anak.

f. Intervensi dan Dukungan:

 Program intervensi keluarga dan dukungan kesehatan mental dapat membantu mengatasi tantangan dalam dinamika keluarga yang mungkin mempengaruhi anak.

(14)

BAB V KESIMPULAN

Dalam penelitian ini, kami mengeksplorasi hubungan antara dinamika keluarga dan kesehatan mental anak. Hasil analisis menyiratkan bahwa faktor-faktor seperti komunikasi yang sehat, dukungan emosional, dan harmoni dalam keluarga dapat berdampak positif padakesehatan mental anak. Sebaliknya konflik yang berkepanjangan dan kurangnya dukungan dapat menjadi faktor risiko.

Penelitian kami menunjukkan bahwa keluarga memainkan peran penting dalam membentuk kesehatan mental anak-anak. Oleh karena itu, perlu diberikan perhatian khusus untuk meningkatkan interaksi positif dalam keluarga guna menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan psikologis anak.

Temuan ini memiliki implikasi praktis dalam perencanaan intervensi dan dukungan psikologis keluarga. Peningkatan kesadaran akan pentingnya dinamika keluarga dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan mental anak-anak secara holistik.

Namun, perlu di ingat bahwa setiap keluarga memiliki karakteristik unikn dan pendekatan individual yang mempertimbangkan konteks budaya dan sosial juga diperlukan dalam merancang strategi intervensi yang efektif.

Kesimpulan ini dapat menjadi landasan untuk penelitian lebih lanjut dan upaya praktis dalam meningkatkan kesehatan mental anak melalui perbaikan dinamika keluarga.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Burhanudian, Yusak, 1999, Kesehatan Mental, Bandung: CV. Pustaka Setia.

Daradjat, Zakiah, 1982, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Cet. IV, Jakarta: PT. Bulan Bintang.

_____, 2001, Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung Agung.

_____, 2002, Pembinaan Mental Generasi Muda, Jakarta: Sinar Pelangi.

Departemen Agama. t. th, Al Qur’an dan Terjemahannya, Semarang: PT. Tanjung Mas Inti.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. II: Jakarta: Balai Pustaka.

Departemen Pendidikan dan Nasional, 1995, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Jakarta Press.

Hawari, Dadang, 2001, Al Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan kesehatan Jiwa, Cet. X, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa.

Istanbuli, Mahmud Mahdi al, 2003, Kado Perkawinan, Jakarta: Pustaka Azzam Jalaluddin, 2000, Psikologi Agama, Cet. IV, Jakarta: PT. Raja Graffindo Persada.

Kartono, Kartini, 1999, Patologi Sosial, Cet. VI, Jakarta : CV. Rajawali.

Khumaisiyah, 2010, Korelasi Antara Tingkat Kecerdasan Kognitif dengan Akhlak Siswa, Jurusan Tarbiyah STAIN Pekalongan.

Mahfuzh, Syaikh M. Jamaluddin, 2001, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, Jakarta: Pustaka al-Kautsar.

Mappiare, Andi, 1984, Psikologi Remaja, Surabaya: Usaha Nasional.

Marzuki, 2000, Methodologi Fisik BPFE, Yogyakarta.

(16)

Referensi

Dokumen terkait