Status gizi masyarakat sebagai proksi ketahanan pangan seperti prevalensi stunting nasional pada balita juga meningkat dari 36,8% pada tahun 2007 menjadi 37,2. Rumah tangga yang sudah terbiasa dengan kerawanan pangan akan menemukan situasi yang lebih sulit kali ini diperparah oleh Covid-19, karena semakin sedikit sumber daya untuk memenuhi rekomendasi jarak sosial. Faktor-faktor tersebut dapat membuat rumah tangga rawan pangan berisiko lebih besar tertular Covid-19 dan kerawanan pangan yang lebih besar karena konsekuensi ekonomi dari upaya mitigasi Covid-19.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang karakteristik keluarga, pola konsumsi dan ketahanan pangan sebelum dan selama wabah Covid-19 di Provinsi Banten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pola konsumsi rumah tangga sebelum dan selama Covid-19 sebesar (p=0,000) dan terdapat perbedaan rerata skor ketahanan pangan keluarga sebelum dan selama Covid-19 sebesar (p= 0.000).disimpulkan bahwa keadaan pandemi covid-19 mempengaruhi pola konsumsi dan ketahanan pangan keluarga, oleh karena itu diperlukan penyesuaian pola makan yang berbeda agar keluarga dapat bertahan. 19 di Provinsi Banten.
Secara konseptual, ketahanan pangan merupakan isu yang sangat luas dan kompleks yang mencakup 4 area utama yaitu ketersediaan, akses dan pemanfaatan, serta stabilitas dan memiliki tingkat hirarki yaitu pada level makro (global, regional, nasional), komunitas (provinsi). , kabupaten) dan mikro (rumah tangga dan individu) (Purwaningsih 2008; Pinstrup-Andersen 2009; Jones et al. 2013). Ketersediaan pangan secara makro belum tentu menjamin akses rumah tangga terhadap pangan (Sen 1981) dan tercapainya status gizi individu yang baik (Barret 2010). Provinsi Banten merupakan daerah zona merah terdampak Covid 19 yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sehingga berdampak pada rendahnya interaksi masyarakat di daerah tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis ketahanan pangan rumah tangga di wilayah Banten (Zona Merah) yang terdampak Covid 19.
Manfaat Penelitian
Dampak Covid 19
Konsep Ketahanan Pangan
5 Di Indonesia, konsep ketahanan pangan termaktub dalam undang-undang nomor 18 tahun 2012 yang mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi tersedianya pangan bagi negara untuk perseorangan yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman , beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, kepercayaan, dan budaya masyarakat, agar dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Dimensi Ketersediaan (Food Availability)
Dimensi Aksesibilitas (Food Accessibility)
Mengukur ketahanan pangan rumah tangga dapat dilakukan dengan berbagai cara dan pendekatan, antara lain (1) survei konsumsi dan pengeluaran rumah tangga, seperti survei konsumsi dan pengeluaran rumah tangga (HCEs); (2) Pendekatan keragaman konsumsi, misalnya Food Consumption Score (FCS) dan Household Dietary Diversity Score (HDDS); (3) Berdasarkan pendekatan adaptasi partisipatif seperti Coping Strategies Index (CSI) dan Household Economy Approach (HEA); dan (4) tindakan langsung berbasis pengalaman seperti Modul Survei Ketahanan Pangan Rumah Tangga (HFSSM), Skala Akses Kerawanan Pangan Rumah Tangga (HFIAS), Skala Kelaparan Rumah Tangga (HHS), Skala Ketahanan Pangan Amerika Latin dan Karibia, atau Escala Latinoamericana y del Caribe de Seguridad Alimentaria (ELCSA) (Jones et al. 2013).
Determinan Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rosyadi dan Purnomo (2012) menemukan bahwa desa tertinggal di Kabupaten Sukoharjo memiliki ketahanan pangan yang rendah. Riset mutakhir survei ketahanan pangan rumah tangga terdampak Covid 19 di Provinsi Banten. Berdasarkan studi kelayakan di atas, serta beberapa penjelasan konsep yang telah dijelaskan, roadmap penelitian ini yang telah, sedang, dan akan dikembangkan adalah sebagai berikut yang ditunjukkan pada bagan/gambar di bawah ini.
Penelitian dikembangkan terkait ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dengan kejadian khusus (pandemi, huru hara, gempa bumi dan bencana) tahun 2020-2024.
Kerangka Konsep Penelitian
Disain Penelitian
Lokasi Penelitan
Populasi dan Sampel Penelitian
Instrumen dan Cara Pengumpulan Data
Manajemen dan Analisis Data
HASIL
Gambaran ketahanan pangan rumah tangga sebelum Covid-19 adalah ketahanan pangan (49,5%), namun sejak Covid-19 ketahanan pangan rumah tangga berubah menjadi kerawanan pangan berat (100%). Terdapat perbedaan skor rata-rata ketahanan pangan keluarga sebelum dan selama Covid-19 (p=0,000), hal ini terlihat sebelum terjadinya Covid-19, keluarga tahan pangan (49,5%) berubah saat Covid-19, keluarga dengan kerawanan pangan yang parah (100%) ). Menurut Putri dan Setiawina (2013), faktor pendidikan dan jenis pekerjaan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan rumah tangga miskin.
Sedangkan untuk ibu berusia 26-35 tahun ((93,6%) dengan tingkat pendidikan SMA dengan jumlah anggota rumah tangga < 5 orang Menurut R Adiguno dan L Sihombing, (2014) jika jarak rumah ke pasar terdekat bervariasi dari jarak 1 -2 km menggunakan sepeda motor, akses fisik rumah tangga terhadap pangan tergolong sedang, sedangkan jika waktu tempuh kurang dari 30 menit, akses fisik rumah tangga terhadap pangan tergolong tinggi. Sebagai public health emergency of international concern, COVID -19 telah menyebar dengan cepat dari Wuhan, Hubei ke bagian lain China dan negara-negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Riset yang dilakukan meneliti keadaan pola makan dan ketahanan pangan sebelum dan selama Covid-19, yang sedikit berbeda dengan studi penelitian yang dilakukan pada warga China pada masa pandemi COVID-19. Studi kami menunjukkan keragaman diet yang baik secara keseluruhan dalam sampel studi, meskipun terjadi penurunan keragaman di negara-negara di mana lebih banyak kasus COVID-19 dikonfirmasi. Selain itu, perilaku diet tertentu teridentifikasi selama wabah COVID-19 dan berkontribusi pada peluang yang lebih tinggi untuk keragaman diet yang tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian terkait pola makan yang dialami rumah tangga sebelum dan selama Covid-19 di wilayah Banten terjadi perubahan dari makan ≥3 kali sehari menjadi <3 kali sehari, bahkan ada yang hanya makan 2 kali sehari. Saat ini, hal ini konsisten dengan penelitian oleh orang lain bahwa pola makan yang terganggu, yang ditemukan pada dua pertiga rumah tangga rawan pangan yang disurvei, terkait dengan penurunan fungsi kekebalan tubuh dan dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan emosional. Hilangnya pendapatan rumah tangga membuat keluarga rentan terhadap kenaikan harga dan kekurangan pangan serta mengurangi konsumsi pangan mereka, sementara produktivitas pertanian yang rendah dan putusnya sistem ekspor-impor pangan mengganggu pasar pangan lokal dan usaha kecil. Ketahanan pangan keluarga sebelum dan selama Covid-19 dalam penelitian ini mengalami perbedaan yang signifikan dari keluarga yang rawan pangan dengan keluarga yang tidak rawan pangan parah.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Niles (2020) bahwa mayoritas rumah tangga selalu rawan pangan dan hampir sepertiga rumah tangga rawan pangan hanya tergolong sangat rawan pangan, ditandai dengan gangguan makan dan penurunan asupan makanan atau kelaparan. Jika proporsi rumah tangga rawan pangan digabungkan, 68,4% rumah tangga tergolong rawan pangan. Hasil ini hampir sama dengan hasil penelitian Kirkpatrick dan Tarasuk (2010) yang mengukur kerawanan pangan pada rumah tangga berpendapatan rendah dan menemukan persentase rumah tangga rawan pangan sebesar 65,3%.
Dibandingkan dengan hasil penelitian Sari dan Andrias (2013) yang mengukur ketahanan pangan rumah tangga nelayan perkotaan di Surabaya, hasil penelitian ini lebih rendah yaitu proporsi rumah tangga nelayan yang rawan pangan sebesar 88%. Begitu juga dengan penelitian Sukiyono et al. 2008) pada rumah tangga nelayan di Kabupaten Muko-Muko yang mendapat proporsi rumah tangga rawan pangan sebesar 81,1%.
KESIMPULAN
SARAN
Temuan Penelitian Bahwa dalam keadaan pandemi Covid 19, keadaan ketahanan pangan keluarga yang terkena dampak penutupan akses atau dikenal dengan PSBB menyebabkan daya beli masyarakat terhadap pangan menurun sehingga berdampak pada pangan ketersediaan dalam rumah tangga sehingga dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah atau frekuensi makan dalam keluarga, yang pada akhirnya mengakibatkan rendahnya status gizi keluarga terutama pada anak balita. Rencana tindak lanjut & proyeksi Rencana tindak lanjut berdasarkan hasil kajian ini adalah membuat kebijakan bagi pemerintah daerah khususnya yang terkena dampak Covid-19 untuk mendapatkan bantuan sembako yang cukup, melakukan survei di keluarga yaitu balita hingga mempertahankan status gizinya. Pemberian bantuan modal kerja tambahan kepada keluarga yang terkena PHK akibat Covid-19 sangat diperlukan agar mereka tetap memiliki sumber pangan yang baik dan bergizi.
Towards better measurement of household food security: Harmonizing indicators and the role of household surveys. Fortification is associated with food diversity while wasting with food insecurity among children under five in East and West Gojjam zones of Amhara region, Ethiopia. Assessment of Household Food Access and Food Insecurity in Urban Nigeria: A Case Study of Lagos Metropolis.