• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPRAK SIFAT SIFAT DASAR KAYU

N/A
N/A
Balesta Intifada

Academic year: 2023

Membagikan "LAPRAK SIFAT SIFAT DASAR KAYU"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM SIFAT-SIFAT DASAR KAYU

ACARA V

PENGUJIAN KETEGUHAN LENGKUNG STATIK

Disusun Oleh :

Nama : Balesta Intifada NIM : 22/502804/KT/09941 Co-Ass : Suci Salsabila

Kelompok : 6 (Sub A)

LABORATORIUM PEMBENTUKAN DAN PENINGKATAN KUALITAS KAYU DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA 2023

(2)

I. TUJUAN

Tujuan dari praktikum ini adalah :

1. Memahami cara pengukuran kemampuan kayu menahan beban tegak lurus serat atau keteguhan lengkung statik

2. Mengetahui besarnya kemampuan kayu menahan beban tegak lurus serat atau keteguhan lengkung statik

II. TINJAUAN PUSTAKA

Kemampuan kayu untuk menahan muatan atau beban dari luar disebut dengan sifat mekanika kayu. Sifat mekanis kayu diartikan sebagai studi atau kajian tentang perilaku kayu ketika kayu tersebut menerima tekanan, beban, dan gaya luar sehingga cenderung merubah bentuk dan ukuran aslinya (Haygreen & Bowyer, 1980). Sifat mekanika merupakan kombinasi dari sifat dasar seperti halnya fisik, anatomi, dan kimia dari bahan baku kayu. Dalam beberapa hal, beberapa sifat dasar ini diukur dan digunakan untuk memperkirakan kekuatan kayunya. Penting untuk mengetahui sifat mekanika kayu ini, terutama pada kayu dengan tujuan penggunaan bahan struktural (Shmulsky & Jones, 2011).

Parameter kekuatan pada kayu sendiri meliputi TBP untuk mendapatkan nilai batas proporsi, modulus elastisitas (MoE) dan modulus patah/rupture (MoR).

Terdapat juga parameter lainnya meliputi keteguhan tekan pada arah sejajar serat maksimum (KTSS) dan tegak lurus serat maksimum (KTTLS), kekerasan, keteguhan geser, maupun keteguhan belah. Standar pengujian yang digunakan mengacu pada British 373:57 untuk spesimen kecil dan bebas cacat. Spesimen yang diuji berada pada kondisi kering udara. Alat yang digunakan yaitu Universal Testing Machine (UTM) model Instron (Marsoem dkk., 2015). Keteguhan pada kayu terbagi menjadi dua, yaitu keteguhan lengkung statik kayu dan keteguhan lengkung pukul. Bowyer dkk. (2003) menyatakan, keteguhan lengkung statik adalah kemampuan kayu untuk menahan beban tegak lurus sumbu memanjang serat ditengah-tengah batang yang disangga kedua ujung, sedangkan keteguhan lengkung pukul merupakan kekuatan kayu menahan gaya yang mengenainya secara mendadak

Dalam kehidupan sehari-hari, sifat mekanika suatu kayu perlu untuk diketahui, sifat mekanika suatu kayu dapat memberikan informasi mengenai fungsi spesifik dari kayu tersebut, dapat mengetahui apakah suatu bahan atau kayu tersebut cocok

(3)

untuk digunakan sesuai dengan bidangnya, serta dapat mengetahui kekuatan dari kayu tersebut. Kecenderungan penggunaan kayu akan terus meningkat, baik untuk keperluan bahan bangunan maupun industri. Karena itu, hal ini perlu diimbangi dengan pengetahuan jenis kayu dan sifatnya agar kayu tersebut dapat digunakan secara efektif dan efisien (Lempang, 2014). Dari sifat mekanis ini juga dapat mengetahui sifat lentur, kuat tekan, kuat geser, dan kuat tarik kayu. Mardikanto dkk., (2021) menyatakan, faktor-faktor yang memengaruhi sifat mekanika yaitu sudut serat, kadar air, kerapatan, temperature, mata kayu dan takik, bentuk dan ukuran, serta komponen kimia dan struktur anatomi kayu. Berat jenis juga berpengaruh besar pada kekuatan suatu kayu. Sesuai yang dinyatakan oleh ( Timell, 1986 dalam Obadoyin, 2018) bahwa berat jenis kayu merupakan salah satu indikator yang dapat menentukan kualitas kayu dan kekuatan kayu.

III. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah:

1. Alat tulis 2. Kaliper

3. Alat uji mekanika kayu

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah 1. Contoh uji Kayu Trembesi berukuran 2 x 2 x 30 cm.

(4)

IV. CARA KERJA

Cara kerja :

Pertama-tama yang harus dilakukan adalah menyiapkan contoh uji berukuran 2 x 2 x 30 cm. Contoh uji kemudian diberi tanda untuk dijadikan tempat pembebanan dan diukur dimensinya dengan kaliper, serta diukur kadar airnya menggunakan moisture meters (contoh uji dalam kondisi kering udara). Pengujian menggunakan Universal Testing Machine (UTM). Penumpu pada alat penguji disiapkan dengan bentangan bebas 28 cm dengan bagian tengah berada tepat berada tepat di bawah kepala pembebanan, disiapkan juga deflektometer. Contoh uji dipasang pada penumpu dengan bagian tengah tepat di bawah kepala pembebanan dan kemudian deflektometer dipasangkan pada bagian tempat terjadinya kelengkungan. Sebelum pembebanan dimulai, jarum penunjuk skala pembebanan harus menunjukkan skala nol. Dilakukan pembebanan dengan kecepatan turunnya pembebanan tak terhenti sebesar 0.254 cm per menit dan mencatat nilai defleksi yang terjadi untuk setiap interval pertambahan pembebanan tertentu. Pembebanan dihentikan setelah beban maksimum dicapai yang ditunjukkan dengan tidak meningkatnya lagi jarum penunjuk skala pembebanan. Setelahnya dibuat grafik hubungan pembebanan dan pelengkungan (defleksi) yang terjadi dan menentukan batas proporsinya. Dilakukan juga perhitungan untuk mendapatkan tegangan batas proporsi, tegangan pada batas patah dan modulus elastisitas dengan menggunakan rumus :

(5)

• Tegangan pada Batas Proporsi (TBP) = 3P1L/2bd2 (kg/cm2)

• Modulus Patah (MoR) = 3PL/2bd2 (kg/cm2)

• Modulus Elastisitas (MoE) = P1L3/4∆bd3 (kg/cm2) Keterangan:

P1 : Beban pada batas proporsi (kg) P : Beban pada batas patah/maksimal (kg) L : Bentangan bebas pada contoh uji (cm) B : Lebar contoh uji (cm)

D : Tinggi contoh uji (cm)

∆ : Defleksi (cm)

V. HASIL DAN PERHITUNGAN

Tabel 1.1 Data dan Hasil Perhitungan

Grafik 1.1 Uji Spesimen Sampel 6-E

(6)

Grafik 1.2 Uji Spesimen Sampel 6-A

Contoh perhitungan :

• Tegangan pada Batas Proporsi (TBP) = 3P1L/2bd2 - Sampel 6-E

= (3 x 95.73 x 28)/2 x 2 x (2.112)

= 8041.32/17.81

= 451.55 kg/cm2 - Sampel 6-A

= (3 x 101.65 x 28)/2 x 2 x (22)

= 8538.6/16

= 533.66 kg/cm2

• Modulus Patah (MoR) = 3PL/2bd2 - Sampel 6-E

= (3 x 179.97 x 28)/2 x 2 x (2.112)

= 15117.48/17.81

= 848.90 kg/cm2 - Sampel 6-A

= (3 x 246.15 x 28)/2 x 2 x (22)

= 20676.6/16

= 1292.29 kg/cm2

• Modulus Elastisitas (MoE) = P1L3/4∆bd3 - Sampel 6-E

= (95.73 x 283)/4 x 0.28 x 2 x (2.113)

= 2101464.96/21.04

(7)

= 99868.10 kg/cm2 - Sampel 6-A

= (101.65 x 283)/4 x 0.3 x 2 x (23)

= 2231420.8/19.2

= 116219.83 kg/cm2

VI. PEMBAHASAN

Shmulsky dan Jones (2011) memaparkan bahwa sifat mekanika yaitu kombinasi dari sifat dasar seperti halnya sifat fisik, anatomi, dan kimia dari bahan baku kayu.

Dalam kehidupan sehari-hari, sifat mekanika kayu diperlukan dalam industri kayu.

Contohnya ketika memilih kayu jati untuk aplikasi furnitur, maka perlu mengetahui sifat-sifat mekanik dari kayu jati itu agar memperoleh kayu yang baik. Selain itu, pengetahuan sifat mekanik kayu ini tidak hanya untuk memilih jenis kayu yang tepat serta macam penggunaan yang memungkinkan, akan tetapi juga dapat dipilih kemungkinan penggantian oleh jenis kayu lainnya apabila jenis yang bersangkutan sulit didapat secara kontinyu atau terlalu mahal. Kayu dengan sifat mekanik yang kuat sering kali cocok untuk bahan bangunan yang tidak akan menekuk pada fondasi bangunan. Sedangkan, kayu dengan sifat mekanik yang lebih rendah dapat digunakan untuk struktur yang ringan seperti mebel karena lebih fleksibel sehingga lebih nyaman digunakan.

Rindarto (2018) menyatakan sifat mekanik kayu sangat dipengaruhi oleh kerapatan dan berat jenis, karena semakin banyak lubang kayu per satuan volume, semakin tinggi kekuatan kayu. Karena jika berat jenis atau kerapatan kayu tinggi, tingkat absorpsi kayu akan semakin rendah sehingga memiliki tempat penampung air lebih sedikit daripada kayu dengan berat jenis atau kerapatan lebih rendah.

Dengan kerapatan sel atau ketebalan dinding sel yang tinggi, kekuatan kayu pun akan meningkat. Faktor lain yang dapat berpengaruh pada kekuatan mekanik kayu adalah mata kayu, kadar air, dan sifat anisotropis pada kayu. Mata kayu dihasilkan dari percabangan dan memiliki struktur yang berbeda sehingga bisa mempengaruhi kekuatan kayu. Lalu pada kadar air, makin tinggi kadar air pada suatu kayu, kekuatan pada kayu tersebut semakin rendah. Sesuai yang dinyatakan oleh Rettob (2017) bahwa kayu dalam kondisi kering akan memiliki kekuatan mekanik yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kayu yang masih segar. Sifat anisotropis pada kayu juga mempengaruhi sifat mekanika, yang mana pada arah longitudinal

(8)

kekuatannya paling tinggi karena tubular dan sejajar dengan sumbu pohon. Selain faktor-faktor internal tersebut, terdapat juga faktor eksternal yang memengaruhi sifat mekanik kayu ini diantaranya adalah kelembaban dan suhu udara sekitar, pelapukan, serangan jamur, serta kebakaran hutan. Cacat yang terjadi pada kayu juga dapat menyebabkan kekuatan mekanik kayu menjadi menurun.

Modulus elastisitas (MoE) merupakan ukuran terhadap perpanjangan apabila balok kayu mengalami tarikan dan pemendakan apabila balok kayu mengalami tekanan selama pembebanan berlangsung dengan kecepatan pembebanan konstan (Jihan, 2013 dalam Lapeantu dkk., 2017). Modulus elastisitas menguji kemampuan benda untuk menahan 75 kelengkungan. Dalam hal ini sifat mekanis dari benda uji ditentukan dari kemiringan bagian garis lurus defleksi beban (Arbintarso, 2009 dalam Lapeantu dkk., 2017). Modulus elastisitas (MoE) adalah salah satu sifat mekanik terpenting untuk aplikasi kayu solid. MoE lebih diperhatikan dalam beberapa tahun terakhir karena fakta bahwa kayu perkebunan yang tumbuh cepat yang mengandung sejumlah besar kayu muda masuk ke dalam rantai pasokan dan kayu muda memiliki sifat yang lebih buruk termasuk dalam elastisitasnya (Yang &

Evans, 2003). Hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin banyak lapisan, maka keteguhan lentur yang didapat semakin menurun. Hal ini karena dengan semakin banyaknya lapisan maka akan semakin banyak bidang permukaan celah. Celah tersebut dapat menimbulkan perlemahan. Geseran pada permukaan yang bersentuhan menyebabkan ikatan yang ada antar lapisan menjadi lemah. Jika beban yang diberikan semakin besar, akan menimbulkan defleksi yang besar juga, yang pada akhirnya akan menurunkan nilai keteguhan lentur kayu tersebut (Violet &

Agustina, 2018).

Tegangan batas proporsi pada kayu (TBP) dapat didefinisikan sebagai tegangan amaksimum yang dapat ditahan oleh kayu sebelum mengalami deformasi permanen atau melebihi batas elastisitasnya. Artinya, apabila tegangan telah melewai titik batas proporsi tersebut, maka kayu tidak dapat kembali lagi ke bentuk semula.

Dengan mengetahui TBP, para pengolah kayu dapat mengatur dan memantau proses pengolahan untuk meminimalkan terjadinya kerusakan atau cacat pada kayu. Selain itu, kita juga jadi bisa memilih kayu dengan kekuatan yang tepat sesuai dengan penggunaannya, sehingga risiko kegagalan structural dapat berkurang.

Keteguhan patah (Modulus of Repture) merupakan salah satu sifat mekanik kayu yang menunjukkan kekuatan kayu dalam menahan beban yang bekerja

(9)

padanya. Modulus patah (MoR) merupakan besaran dalam bidang teknik yang menunjukan beban maksimum yang dapat ditahan oleh material termasuk dalam hal ini biokomposit per satuan luas sampai material tersebut patah. Semakin ujung bagian kayu yang diambil, maka semakin muda pula jaringan kayu tersebut sehingga berat jenis bagian ujung kayu juga semakin rendah. Kadar air sangat menentukan dan berpengaruh terhadap sifat mekanis kayu (MoR). Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan-perubahan dalam dinding sel yang menjadi lebih padat. Keteguhan patah erat kaitannya dengan kadar air, berat jenis, jumlah dan komposisi bahan perekat serta kesolidan antar bahan direkat dan bahan perekat.

Semakin tinggi kadar air akan menurunkan keteguhan patah, sedangkan jika kerapatan semakin tinggi, keteguhan patahnya semakin tinggi (Violet & Agustina, 2018). Hal ini disebutkan pada bagian pangkal batang kerapatannya lebih besar di bandingkan bagian ujung batang (Haygreen & Bowyer, 1989).

Dari ketiga spesimen kayu yang digunakan, diperoleh perhitungan titik batas proporsi (TBP) sampel 6-E sebesar 451.55 kg/cm2 dan pada sampel 6-A sebesar 533.66 kg/cm2. Nilai-nilai tersebut memberikan gambaran mengenai besar beban yang diperlukan kayu untuk kehilangan proporsionalitasnya. Bila beban yang diberikan melebihi TBP ini maka kayu akan bersifat plastis atau telah terjadi perubahan bentuk yang permanen pada kayu sehingga tidak dapat kembali ke bentuk semula. Jika beban terus dinaikkan, kayu akan mencapai tegangan maksimum dan setelahnya kemampuan kayu memikul beban akan mengalami penurunan drastis yang mengakibatkan kerusakan patah. Nilai MoR sampel 6-E dan 6-A secara berurutan yaitu 848.90 kg/cm2 dan 1292.29 kg/cm2 dengan nilai MoR yang tinggi cenderung memiliki kualitas kayu yang tergolong kuat, sedangkan untuk MoE, nilai MoE sampel 6-E dan 6-A secara berturut-turut yaitu 99868.10 kg/cm2 dan 116219.83 kg/cm2. Hasil dari MoE menunjukkan tingkat modulus elastisitas kayu.

Sifat mekanika pada kayu ini berhubungan dengan sifat fisika dan sifat kimia . Sifat mekanika menunjukkan hubungan yang linier atau sebanding seiring dengan peningkatan berat jenis kayu. Berat jenis kayu merupakan salah satu indikator yang dapat menentukan kualitas kayu dan kekuatan kayu (Timell, 1986 dalam Obadoyin, 2018). Nilai berat jenis tergantung pada besarnya kadar air dan zat ekstraktif yang terdapat pada kayu. Semakin rendah kadar air yang terdapat pada kayu, maka semakin tinggi nilai berat jenis kayu tersebut. Variasi berat jenis dalam satu pohon

(10)

berbeda merupakan hal yang lazim terjadi karena nilai berat jenis ditentukan oleh kandungan bahan ekstraktif dan senyawa organik yang ada dalam sel kayu, semakin besar zat ekstraktif dan senyawa organik dalam kayu maka semakin tinggi berat jenis dari kayu tersebut (Burhanuddin dkk., 2017). Selain itu, selulosa yang terdapat pada kayu berfungsi untuk memberikan kekuatan pada kayu. Keberadaan selulosa dalam kayu yang berdampak positif bagi sifat mekanik kayu (dapat mengurangi koefisien ekspansi atau penyusutan). Selain selulosa, hemiselulosa juga berkaitan erat dengan sifat mekanika kayu karena dapat berperan sebagai perekat antara sel tunggal yang terdapat di dalam kayu dan merupakan bahan pendukung dalam dinding sel.

Suatu kayu dapat diklasifikasikan kelas kuatnya berdasarkan dari kuat lentur, kuat tekan/desak, serta berat jenisnya. Berikut merupakan tabel tingkat kelas kuat kayu.

Tabel 1.2 Klasifikasi kelas kuat kayu

Berdasarkan tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa sampel kayu 6-E dan sampel kayu 6-A berada pada kelas kuat I sampai II. Ini dikarenakan nilai TBP, MoR, dan MoE yang telah dihitung pada sampel 6-E maupun 6-A (Tabel 1.1), serta berat jenis sampel yang sudah ditimbang pada praktikum sebelumnya berada pada kategori kelas kuat I sampai II. Kayu dalam kategori ini biasanya dapat digunakan sebagai kayu konstruksi.

VII. KESIMPULAN

1. Pengukuran kemampuan kayu menahan beban tegak lurus serat atau keteguhan lengkung statik menggunakan UTM (Universal Testing Machine). Prinsip kerjanya memberi tekanan pada preparat uji dengan kecepatan turunnya pembebanan tidak terhenti sebasar 0,254 cm per menit maka akan diketahui nilai defleksi yang terjadi setiap interval pertambahan pembebanan tertentu.

(11)

Setelah pengujian dilakukan, dilanjutkan dengan perhitungan Tegangan pada Batas Proporsi (TBP), nilai modulus patah (MoR) dan modulus elastisitas (MoE).

2. Besarnya kemampuan kayu menahan beban tegak lurus serat atau keteguhan lengkung statik dapat diketahui melalui nilai tegangan pada batas proporsi (TBP), modulus elastisitas (MoE), dan keteguhan patah (MoR). Dari perhitungan diperoleh hasil perhitungan TBP pada masing-masing spesimen nomor ) sampel 6-E sebesar 451.55 kg/cm2 dan pada sampel 6-A sebesar 533.66 kg/cm2, nilai MoR sampel 6-E dan 6-A secara berurutan yaitu 848.90 kg/cm2 dan 1292.29 kg/cm2, dan nilai MoE sampel 6-E dan 6-A secara berturut-turut yaitu 99868.10 kg/cm2 dan 116219.83 kg/cm2

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Bowyer, J. L., R. Shmulsky, & Haygreen, J. G. (2003). Forest Products and Wood Science: An Introduction. USA: Iowa State Press.

Burhanuddin, V., Ulfah, D., & Emelya, R. 2017. Sifat Fisika dan Nilai Keteguhan Rekat Kayu Kecapi (Sandoricum Koetjape Merr). Jurnal Hutan Tropis, 4 (2) : 145-153.

Haygreen JG, Bowyer JL. 1980. Forest Products and Wood Science An Introduction. New York: IOWA State University Press.

Haygreen & Bowyer. (1989). Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Suatu Pengantar.

Terjemahan Sutjipto A. Hadikusumo. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Lapeantu. S. K., Hapid, A., dan Muthmainnah. (2017). Sifat Mekanika Kayu Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) Asal Desa Taende Mori Atas Morowali Utara Sulawesi Tengah. Jurnal Warta Rimba. Vol. 5 (7): 121─126.

Lempang, M. (2014). Sifat Dasar dan Potensi Kegunaan Kayu Jabon Merah. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, Vol. 3 No. 2.

Mardikanto TR, Karlinasari L, & Bahtiar ET. (2011). Sifat Mekanis Kayu. Bogor:

IPB Press.

Marsoem, S.N., Prasetyo, V.E., Sulistyo, J., Sudaryono, dan Lukmandaru, G. 2015.

Studi Mutu Kayu Jati Di Hutan Rakyat Gunungkidul III. Sifat Fisika Kayu.

Jurnal Ilmu Kehutanan, 8(2): 75-88.

(12)

Obadoyin, S. 2018. Impacts Of Wood And Other Accessories In Construction.

Global Scientific Journals, 6(4), 34-44.

Rettob, BB. 2018. Pengujian Sifat Mekanis Kayu Lulu (Celtis latifolia) pada Dua Kondisi Kadar Air asal Manokwari, Papua Barat. Jurnal Teknologi Kayu Tropis, 15(1).

Rindarto, Bima Novara. 2018. Sifat Fisika dan Mekanika Kayu Akasia pada Tiga Generasi Pemuliaan yang Ditanam di Hutan Penelitian Alas Kethu Wonogiri.

Repository UGM.

Shmulsky, R., & Jones, P. D. 2011. Forest Products and Wood Science: An Introduction, Sixth Edition. John Wiley & Sons, Inc.

Violet & Agustina. (2018). Variasi Arah Aksial Batang (Pangkal dan Ujung) terhadap Sifat Mekanika Papan Laminasi Kayu Kelapa (Cocos nucifera L) dan Kayu Nangka (Arthocarpus heterophyllus L). Jurnal Hutan Tropis. Vol. 6 (1):

20─27.

Yang, J. L., & Evans, R. (2003). Prediction of MOE of eucalypt wood from microfibril angle and density. Holz als Roh-und Werkstoff. Vol. 61(6):

449─452.

(13)

LAMPIRAN

Gambar 1.1 Alat Uji Mekanika Kayu (UTM) Gambar 1.2 Pengujian sampel pada UTM

Referensi

Dokumen terkait

HASIL Batu apung Gorontalo dan kabupaten Buol yang sudah halus kemudian dimodifikasi dengan perendaman larutan asam 1 x 24 jam, tujuan modifikasi tersebut selain untuk menghilangkan

Sifat Mekanis Sifat mekanis adalah kemampuan dan sifat suatu bahan untuk menahan beban yang dialami oleh bahan tersebut, baik beban statis, dinamis, atau berubah-ubah pada ANALISA