• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAYANAN KONSELING KELOMPOK DALAM MENGATASI PERILAKU MENYIMPANG SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "LAYANAN KONSELING KELOMPOK DALAM MENGATASI PERILAKU MENYIMPANG SISWA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

LAYANAN KONSELING KELOMPOK DALAM MENGATASI PERILAKU MENYIMPANG SISWA

GROUP COUNSELING SERVICS IN OVERCOMING DEVIANT BEHAVIOR

Oleh:

Roslina

Universitas Halu Oleo Email:roslina@gmail.com

Kata Kunci:

Perilaku Menyimpang, Konseling Kelompok.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi perilaku menyimpang siswa SMA Negeri 2 Kulisusu kelas XI iis 1 melalui konseling kelompok. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 5 orang siswa. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif Pra-eksperimen dengan desain one-grup pre-test and post- testdesaign. Metode penggumpulan data yang gunakan yaitu angket dengan teknik analisis data yaitu analisis statistik non parametik dengan uji Wilcoxon Signed rank. Berdasarkan data hasil analisis menunjukkan bahwa perilaku menyimpang siswa sebelum diberi perlakuan berupa layanan konseling kelompok (pre-test) tergolong dalam kategori tinggi dengan rata-rata mencapai 146, setelah diberi perlakuan (post-test ) mengalami penurunan dengan rata-rata mencapai 109 dalam hal ini mengalami penurunan sebesar 14,50 % dengan hasil uji hipotesis menggunakan wilcoxon signed rank dengan taraf signifikan α = 0,05 diperoleh Pvalue = 0,042. Pvalue < α = 0.05 dengan demikian H0 ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa pemberian layanan konseling kelompok dapat mengatasi perilaku menyimpang siswa di SMA Negeri 2 Kulisusu.

Keywords:

Deviant Behavior, Group Counseling.

ABSTRACT

The purpose of this study to overcome the deviant behavior of students of SMA Negeri 2 Kulisusu class XI iis 1 through group counseling. The subjects in this study were 5 students. This type of research is a pre-experimental quantitative study with a one-group pre-test and post-test design. The data collection method used was a questionnaire with data analysis techniques, namely non-parametric statistical analysis with the Wilcoxon Signed rank test. Based on the data analysis results show that the deviant behavior of students before being treated in the form of group counseling services (pre- test) is in the high category with an average of 146, after being given treatment (post-test) has decreased with an average of 109 in this case experiencing a decrease of 14.50% with the results of hypothesis testing using Wilcoxon signed rank with a significant level of α = 0.05, it was obtained Pvalue = 0.042. Pvalue <α = 0.05 thus H0 is rejected. So it can be concluded that the provision of group counseling services can overcome the deviant behavior of students at SMA Negeri 2 Kulisusu.

(2)

Pendahuluan

Berbagai gejala yang melibatkan perilaku siswa akhir-akhir ini tampak menonjol di lingkungan sekolah. Siswa dengan segala sifat dan sistem nilai tidak jarang memuncukan perilaku-perilaku yang tidak pantas dan tidak seharusnya diperbuat oleh siswa. Perilaku-perilaku tersebut tampak baik dalam bentuk kenakalan biasa maupun perilaku yang menjurus tindak kriminal. Orang tua dan guru-guru secara langsung ataupun tidak langsung menjadi gelisah menghadapi gejala tersebut. Di kalangan siswa sering dijumpai adanya perilaku yang menyimpang. Perilaku menyimpang merupakan hasil dari proses sosialisasi yang tidak sempurna. Pelajar atau siswa adalah yang paling rentan mengalami proses perilaku menyimpang. Hal ini wajar terjadi tidak lain karena mereka memiliki karakteristik tersendiri yang unik, yaitu dalam masa-masa labil, atau sedang pada taraf pencarian identitas.

Perilaku menyimpang siswa menjadi sebuah fenomena yang tidak akan pernah hilang, siswa sering terlibat dalam berbagai bentuk perilaku menyimpang di sekolah, bahkan hampir semua sekolah tidak dapat menangani berbagai kejadian perilaku menyimpang yang dilakukan oleh siswa yang terjadi secara bersamaan. Perilaku menyimpang siswa saat ini sudah banyak terjadi, berbagai jenis menyimpangan yang dilakukan oleh siswa tersebut terkadang hanya menjadi penunjukkan lambang keberanian atau penunjukkan jati diri bagi siswa tersebut. Hal tersebut timbul karena faktor pertumbuhan fisik dan emosi diri siswa sehingga dapat menyebabkan terjadinya konflik dan benturan antar siswa maupun di lingkungan keluarga.

Sarwono (Setyowani 2013: 2) menyatakan bahwa “secara keseluruhan semua tingkah laku remaja menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam masyarakat (norma agama, etika, peraturan sekolah dan keluarga dan lain-lain) dapat disebut sebagai perilaku menyimpang”. Bentuk-bentuk penyimpangan perilaku bisa bermacam-macam, salah satunya adalah penyimpangan yang sering dilakukan oleh remaja, khususnya siswa sekolah. Penyimpangan yang sering dilakukan oleh siswa sekolah, seperti membolos, merokok, perkelahian, menentang orang tua atau guru, bahkan perbuatan yang melanggar hukum misalnya menggunakan narkoba dan melanggar peraturan lalu lintas.

Fenomena di atas menunjukkan bahwa di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Kulisusu kelas XI IIS (Ilmu-ilmu Sosial) 1 juga terjadi perilaku menyimpang yang ditunjukkan siswa. Hasil pra penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa penyimpangan yang dilakukan oleh siswa di SMAN 2 Kulisusu kelas XI IIS 1. Penyimpangan-penyimpangan itu antara lain bolos sekolah, merokok, tidur di kelas, tawuran atau berkelahi, tidak disiplin dan bahkan ada yang jarang masuk sekolah tanpa alasan yang jelas.

Sutina (2017: 2) Menyatakan bahwa bentuk-bentuk penyimpangan yang dilakukan siswa di antaranya: melanggar peraturan sekolah, tidak disiplin, keluar masuk kelas ketika guru sedang menerangkan pelajaran, cabut pada jam pelajaran, ribut dalam kelas, mencontek dan tidak mengerjakan tugas. Siswa yang pernah dipanggil karena melanggar peraturan sekolah, kembali dipanggil dengan kesalahan yang sama. Guru bimbingan dan konseling (BK) tidak punya rencana khusus untuk mencegah terjadinya perilaku siswa yang menyimpang di sekolah. Guru BK melakukan upaya pengentasan perilaku siswa yang menyimpang jika telah ditemuinya penyimpangan di sekolah.

Salah satu cara yang dapat digunakan dalam mengatasi perilaku menyimpang siswa yaitu dengan pemberian layanan konseling kelompok. Layanan konseling kelompok diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan perkembangan anggota kelompok masing-masing dan masalah-masalah yang dibahas adalah masalah yang mengganggu dan bersifat emosional jadi sangat cocok untuk membahas masalah perilaku menyimpang yang dialami siswa.

Prayitno (2001: 89) menyatakan bahwa layanan konseling kelompok yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok. Masalah yang dibahas itu adalah masalah-masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok. Pelaksanaan konseling kelompok ini, diharapkan dapat menjadi solusi untuk permasalahan siswa di SMAN 2 Kulisusu Kelas XI IIS 1.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “layanan konseling kelompok dalam mengatasi perilaku menyimpang siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 2

(3)

Kulisusu”. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui layanan konseling kelompok dalam mengatasi perilaku menyimpang siswa SMA Negeri 2 kulisusu.

Layanan konseling kelompok

Layanan konseling kelompok diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan perkembangan anggota kelompok masing-masing dan masalah-masalah yang dibahas adalah masalah yang mengganggu dan bersifat emosional jadi sangat cocok untuk membahas masalah perilaku menyimpang yang dialami siswa. Konseling kelompok merupakan layanan yang bersifat responsif artinya layanan yang bertujuan untuk membantu dan menyelesaikan masalah siswa yang dirasakan sangat penting oleh peserta didik. Konseling kelompok diorientasikan kepada siswa agar dapat menyelesaikan masalah- masalah yang dialami oleh siswa sehinggga perilaku lebih sesuai.

Menurut Shertzer dan Stone (Winkel & Hastuti, 2007) menyatakan bahwa konseling kelompok adalah suatu proses antar pribadi yang dinamis, yang terpusat pada pemikiran dan perilaku yang disadari. Selanjutnya, Rochman (Wibowo, 2005) mengemukakan bahwa konseling kelompok merupakan upaya bantuan kepada individu dalam suasana kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, dan diarahkan kepada pemberian kemudahan dalam rangka perkembangan dan pertumbuhannya.

Tujuan konseling kelompok

Corey (Winkel & Hastuti, 2007) tujuan secara umum dari konseling kelompok adalah sebagai berikut:

1. Masing-masing konseli memahami dirinya dengan lebih baik dan lebih terbuka terhadap aspek- aspek positif dalam kepribadiannya.

2. Para konseli mengembangkan kemampuan berkomunikasi satu sama lain, sehingga mereka dapat saling memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan yang khas untuk fase perkembangan mereka.

3. Para konseli memperoleh kemampuan mengatur dirinya sendiri dan mengarahkan hidupnya sendiri, mula-mula dalam kontak antar pribadi di dalam kelompok dan kemudian juga dalam kehidupan sehari-hari di luar lingkungan kelompoknya.

4. Para konseli menjadi lebih peka terhadap kebutuhan orang lain dan lebih mampu menghayati perasaan orang lain.

5. Masing-masing konseli menetapkan suatu sasaran yang ingin mereka capai, yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang lebih konstruktif.

Selanjutnya, Hansen, dkk (Wibowo, 2005) menyebutkan 3 tujuan konseling kelompok sebagai berikut :

1. Memberikan kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhan siswa berkaitan dengan pribadi, sosial, belajar dan karir.

2. Membantu menghilangkan titik-titik lemah yang dapat mengganggu siswa berkaitan dengan pribadi, sosial, belajar dan karir.

3. Membantu mempercepat dan memperlancar penyelesaian masalah yang dihadapi siswa berkaitan dengan pribadi, sosial, belajar dan karir.

Perilaku menyimpang

Perilaku menyimpang pada siswa pada umumnya merupakan “kegagalan sistem kontrol diri” terhadap implus-implus yang kuat dan dorongan-dorongan instingtif. Implus-implus, dorongan primitif dan sentimen tersebut disalurkan lewat perilaku kejahatan, kekerasan agresi dan sebagainya yang dianggap mengandung “nilai lebih” oleh kelompok siswa tersebut. Membahas perilaku menyimpang tidak dapat melepaskan diri dari perilaku yang dianggap normal dan sempurna serta ideal yang merupakan rata-rata secara statistik yang dapat diterima oleh masyarakat umum sesuai dengan pola kelompok masyarakat setempat dan cocok dengan norma sosial yang berlaku pada saat dan di tempat tertentu. Sehingga permasalahan perilaku menyimpang berbatas waktu dan tempat.

(4)

Edwin (Notoatmodjo, 2003) mengemukakan bahwa terdapat dua perilaku menyimpang yaitu menyimpang primer dan menyimpang sekunder. Pada tahap primer, penyimpangan masih bersifat temporer atau kadangkala, tidak dilakukan secara berulang, sedang pada tahap sekunder penyimpangan mulau dilakukan secara berulang.

Jenis-jenis perilaku menyimpang

Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa secara umum perilaku menyimpang terdiri dari:

1. Penyimpangan ringan, seperti bolos sekolah, mencontek saat ulangan, menganggu teman yang sedang belajar, tidak mengerjakan PR, dan sebagainya.

2. penyimpangan sedang, seperti mencoba-coba merokok, meminum minuman keras, obat-obatan, asusila. Umumnya penanganan perilaku menyimpang ini harus dimulai dilakukan dengan bimbingan secara kontinyu dan pemantauan secara berkala.

3. penyimpangan berat, seperti kecanduan narkoba, siswa hamil, tawuran pelajar dengan menggunakan senjata tajam, dan tindakan kriminal.

Faktor pemicu perilaku menyimpang

Faktor yang memicu terjadinya perlaku menyimpang yaitu:

1. Faktor internal yang berasal dari dirinya sendiri; adanya sikap mental yang tidak sehat, tidak ada penyesalan dan rasa bersalah, rasa ingin tahu, keimanan, perasaan ingin diakui keberadaannya 2. Faktor Eksternal yang bersal dari luar seperti ketidakharmonisan keluarga, dorongan kebutuhan

ekonomi, perkembangan teknologi.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 2 Kulisusu yang beralamat di Lemo, Kec. Kulisusu, Kabupaten Buton Utara, Sulawesi Tenggara. Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan metode Pra-eksperimen. Pra-eksperimen adalah eksperimen yang dilakukan dengan tanpa melakukan pengendalian terhadap variabel-variabel yang berpengaruh. Subjek dalam penelitian ini adalah 5 orang siswa kelas XI IIS 1 di SMA Negeri 2 Kulisusu.

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan 2 metode yaitu metode angket dan metode wawancara. Metode angket ditujukan untuk mendapatkan data tentang perilaku menyimpang siswa Metode wawancara ditujukan untuk untuk memperoleh informasi mengenai gambaran secara umum masalah yang dialami siswa di SMAN 2 Kulisusu.

Instrumen penelitian yang digunakan sebagai pengungkap data dalam penelitian ini yaitu angket. Angket digunakan dengan tujuan untuk mengukur perilaku menyimpang siswa di lingkungan sekolah yang dikembangkan dari variabel penelitian yang di dalamnya dipaparkan dalam bentuk indikator dan kemudian dijabarkan dalam bentuk pernyataan. Angket yang digunakan berupa skala likert dengan kategori jawaban SS (sangat sesuai), S (sesuai), TS (tidak sesuai) dan STS (sangat tidak sesuai). Penyusunan angket terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif. Angket perilaku menyimpang digunakan untuk post-test dan pre-test.

Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian

Perilaku menyimpang siswa kelas XI IIS 1 SMAN 2 Kulisusu diukur dengan angket perilaku menyimpang dengan indikator yaitu merasa gagal dan mudah bosan dalam belajar, sering terlambat, tidak menyukai suasana sekolah, sering berkelahi dan gampang tersinggung, mudah terpengaruh dengan hal-hal negatif, mau menang sendiri, tidak pandai di dalam kelas, sering merokok karena ikut- ikutan teman dan merokok sembarangan. Skor angket perilaku menyimpang siswa sebelum diberikan perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut.

(5)

Tabel 1

Skor Angket Perilaku Menyimpang Siswa Sebelum Diberikan Layanan Konseling Kelompok.

NO NAMA SKOR NO NAMA SKOR

1 IRN 96 13 MYW 94

2 ANT 105 14 IRY 90

3 FTA 90 15 ARD 145

4 ARN 101 16 EWT 90

5 LAG 146 17 DVN 92

6 OVN 83 18 IFN 147

7 WLS 83 19 RTN 119

8 NFK 81 20 AND 114

9 MRN 148 21 LMK 112

10 HNT 84 22 DRO 148

11 NCY 87 23 LTP 113

12 LJD 119

Ket: Cetak Tebal Siswa Yang Perilaku Menyimpang Tinggi

Dari data tersebut diambil siswa yang memiliki skor perilaku menyimpang tertinggi untuk diberikan perlakuan berupa layanan konseling kelompok, untuk mengetahui gambaran perilaku menyimpang siswa sebelum diberikan perlakuan maka skor yang diperoleh subjek penelitian terdahulu dikonversi ke dalam kategori penilaian dengan menggunakan analisis deskriptif sebagaimana yang disajikan pada tabel berikut:

Tabel 2

Skor Pre-test Siswa Sebelum Diberikan Layanan Konseling Kelompok No Nama Skor Kategori

1 IFN 147 Tinggi

2 DRO 148 Tinggi

3 MRN 148 Tinggi

4 ARD 145 Tinggi

5 LAG 146 Tinggi

Rata-rata 146

Berdasarkan tabel 2, maka dapat diketahui bahwa perilaku menyimpang siswa kelas XI iiS 1 di SMA Negeri 2 Kulisusu sebelum diberikan perlakuan termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata perilaku menyimpang siswa mencapai 146 dari 5 orang subjek penelitian.

Gambaran pelaksanaan pertemuan selama 5 kali pertemuan untuk mengatasi perilaku menyimpang siswa. Gambaran perilaku menyimpang siswa kelas XI IIS 1 di SMA Negeri 2 Kulisusu setelah diberikan perlakuan berupa layanan konseling kelompok dapat diketahui berdasarkan hasil analisis angket perilaku menyimpang siswa, sebagaimana yang terterah pada tabel berikut yaitu:

Tabel 3

Skor Post-test Siswa Yang Telah Diberikan Layanan Konseling Kelompok No Nama Skor Kategori

1 IFN 104 Rendah

2 DRO 105 Rendah

3 MRN 112 Rendah

4 ARD 110 Rendah

5 LAG 115 Rendah

(6)

Berdasarkan tabel 3, maka dapat diketahui bahwa perilaku menyimpang siswa setelah diberikan perlakuan (post-test) mengalami perubahan dari kategori tinggi menjadi kategori rendah. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata yang diperoleh yaitu sekitar 109 dari 5 orang subjek penelitian. Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat diperoleh gambaran perilaku menyimpang siswa kelas XI IIS 1 di SMA Negeri 2 Kulisusu sebelum dan sesudah diberikan layanan. Adapun hasil analisis data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4

Perbandingan Skor Pre-test dan Post-test Siswa

No Nama Skor

% Penurunan Pre-test Post-test

1 IFN 147 104 17,13%

2 DRO 148 112 13,84%

3 MRN 148 110 14,72%

4 ARD 145 115 11,53%

5 LAG 146 105 16,33%

Rata-rata 146 109 14,50%

Dari tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa sebelum diberi perlakuan (pre-test) tingkat perilaku menyimpang siswa masuk dalam kategori tinggi dengan rata-rata mencapai 146 sedangkan setelah diberikan perlakuan (post-test) tingkat perilaku menyimpang siswa berada pada kategori rendah dengan rata-rata sebesar 109.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingkat perilaku menyimpang siswa kelas IX IIS 1 di SMA Negeri 2 Kulisusu mengalami penurunan sebesar 14,50% setelah diberikan perlakuan berupa layanan konseling kelompok. Analisis data untuk mengetahui konseling kelompom dapat mengatasi perilaku menyimpang siswa kelas XI IIS 1 di SMA Negeri 2 Kulisusu dilakukan analisis statistik non parametik dengan uji wilcoxon signed rank. Hasil perhitungan uji wilcoxon signed rank dengan menggunakan SPSS 16.00. Berdasarkan analisis statistik inferensial dengan menggunakan uji wilcoxon signed rank pada taraf signifikansi α = 0,05 diperoleh Pvalue = 0,042. Pvalue < α (0,042 < 0,05) dengan demikian H0 ditolak. Hal ini berarti layanan konseling kelompok dapat mengatasi perilaku menyimpang siswa.

Pembahasan

Layanan konseling kelompok dapat mengatasi perilaku menyimpang siswa sebagaimana yang diperoleh sebagai hasil dalam penelitian ini bahwa tingkat perilaku menyimpang siswa kelas XI IIS 1 di SMA Negeri 2 Kulisusu mengalami penurunan sebesar 14,50% setelah diberikan perlakuan.

Menurunnya perilaku menyimpang siswa kelas XI IIS 1 di SMA Negeri 2 Kulisusu didukung dengan pemberian materi terkait perilaku menyimpang guna mengatasi perilaku menyimpang siswa.

Hartiana (2008: 152) menyatakan bahwa siswa mengalami perilaku menyimpang memiliki ciri kepribadian khusus yaitu berorientasi pada “kehidupan masa sekarang” yaitu bersenang-senang pada hari ini dan kurang memerhatikan hari esok. Kebanyakan dari mereka mengalami gangguan secara emosional akibat banyaknya konflik yang tak terselesaikan. Oleh karena itu, konseling kelompok bertujuan agar pembimbing atau konselor membantu memecahkan masalah-masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok melalui kegiatan kelompok agar tercapai perkembangan yang optimal. Sehingga perilaku yang diinginkan sebagai tujuan dari pemberian konseling kelompok dapat dicapai.

Ada empat bentuk yang menyebabkan perilaku menyimpang siswa yaitu delikuensi individual, delikuensi situasional, delikuensi sistematik dan delikuensi komulatif. Keempat bentuk ini menjadi fokus perhatian dalam penelitian untuk mengatasi perilaku menyimpang siswa kelas XI IIS 1 di SMA Negeri 2 Kulisusu. Hasil pengelolaan data secara keseluruhan, bentuk delikuensi individual mengalami penurunan sebesar 18,6%. Delinkuensi Individual ini merujuk pada perilaku menyimpang

(7)

disebabkan oleh prodisposisi dan kecenderungan penyimpangan tingkah laku psikopat, neourotis, dan anti sosial (Hartina, 2008: 153).

Hasil pengelolaan secara keseluruhan, bentuk delikuensi situasional mengalami penurunan sebesar 15,67%. Delinkuensi Situasional bentuk ini seringkali muncul sebagai akibat transformasi kondisi psikologis dan reaksi terhadap pengaruh eksternal yang bersifat memaksa. Dalam kehidupan siswa situasi sosial eksternal yang menekan, terutama dari kelompok sebaya dapat dengan mudah mengalakan unsur internal yang berupa pikiran sehat, perasaan dan hati nurani sehingga memunculkan tingkah laku delinkuen situasional (Hartina, 2008: 153).

Delinkuensi sistematik mengalami penurunan sebesar 8,23%. Ditemukan dua indikator yang kurang mengalami penurunan yaitu mau menang sendiri dan tidak pandai di dalam kelas. Sikap mau menang sendiri yang diakibatkan dari pergaulannya yang terbatas dan memunyai geng hal ini mengakibatkan siswa tersebut semena-mena dan dan bertingkah sesuka hati. Ditambah lagi siswa masih dalam jenjang sekolah menengah atas yang sifatnya belum stabil.

Hasil pengelolaan data delikuensi komulatif mengalami penurunan sebesar 15,23%. Kondisi delinkuensi komulatif ini pada hakikatnya bentuk merupakan produk dan konflik budaya yang merupakan hasil dari banyak konflik kultural yang kontroversional dalam iklim yang penuh konflik (Hartina, 2008:153). Taufik (kurniawati, 2016: 2) mengemukakan bahwa perilaku menyimpang tersebut juga dapat timbul karena sikap orang-orang yang berada di sekelilingnya yang dianggapnya tidak memahami dirinya sehingga tidak memberikan rasa nyaman dan timbul rasa tidak puas karena kesulitan beradaptasi baik dengan dirinya maupun dengan keluarga dan lingkungannya. Berdasarkan hasil analisis tersebut, penelitian ini menjawab hipotesis yang diajukan yaitu layanan konseling kelompok dalam mengatasi perilaku menyimpang siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Kulisusu diterima atau terbukti.

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

Berdasarkan hasil uji coba hipotesis dengan menggunakan uji wilcoxon signed rank terhadap 5 orang siswa pada taraf signifikansi α = 0,05 diperoleh Pvolume= 0,042. Pvolume < α (0,042 < 0,05) dengan demikian H0 ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa layanan konseling kelompok dapat mengatasi perilaku menyimpang siswa kelas XI IIS 1 di SMA Negeri 2 Kulisusu.

Saran

1. Bagi sekolah, sebagai bahan masukan untuk sekolah dalam mendisplinkan siswa dalam bertingkah laku di dalam lingkungan sekolah.

2. Bagi guru BK, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan baru untuk meningkatkan layanan bimbingan dan konseling di sekolah, khususnya untuk membantu siswa yang berperilaku menyimpang

3. Bagi siswa, aplikasikan apa yang telah diperoleh melalui konseling kelompok dan berusaha mengembangkan kemampuan dan keterampilan diri agar dapat mengatasi hambatan-hambatan yang muncul.

Daftar Pustaka

Hartina, (2008). Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Pt Rafika Aditama.

Notoatmodjo, S. (2009). Pendidikan dan Perilaku Kesehata. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Prayitno, (1995). Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar dan Profil). Jakarta: Ghalia Indonesia.

Prayitno, (2001). Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta.

(8)

Prayitno, (2015). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta

Setyowani (2013). Hubungan Antara Pelaksanaan Layanan Konseling Informasi Bidang Sosial dengan Kecenderungan Penyimpangan Perilaku Remaja Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Kaliori Tahun Ajaran 2012/2013. Jurnal: Indonesian Journal of Guidance and Counseling:

Theory and Application. 2(1).

Sutina, (2017). Upaya Guru Bimbingan Konseling dalam Mengatasi Siswa yang Berperilaku Menyimpang di MTS Al Mudakkir. Jurnal Mahasiswa BK An-Nur : Berbeda, Bermakna, Mulia.

3(2).

Winkel. (1978). Bimbingan dan Konseling di sekolah Menengah. Jakarta: PT Gramedia.

Wibowo, M. E. (2002). Konseling Kelompok Perkembangan. Semarang: UPT UNNES.

W.S. Winkel, W.S., & Hastuti, M. M. S. (2007). Bimbingan dan Konseling Di Institusi Pendidikan.

Yogyakarta: PT. Grasindo.

51

Referensi

Dokumen terkait

Efektivitas Layanan Konseling Kelompok dalam Mengurangi Perilaku Agresif Siswa Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang Tahun 2004/2005. Jurusan Bimbingan dan

Saran yang diajukan peneliti yaitu: (1)Kepada siswa, untuk mengatasi kesulitan belajar yang dialaminya hendaknya mengikuti kegiatan layanan konseling kelompok

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat perilaku konsumtif siswa sebelum memperoleh perlakuan berupa layanan konseling kelompok rata-rata persentasenya sebesar 66,04%

(b) jenis layanan yang digunakan dalam mengatasi kesulitan belajar membaca pada siswa yaitu : Layanan konseling perorangan/individu, Layanan bimbingan kelompok (2)

Hasil perlakuan dari pelaksaan pendekatan rational emotive therapy dalam layanan konseling kelompok untuk mengatasi gangguan emosional siswa ini dapat dilihat pada

Berdasarkan data yang diperoleh melalui hasil wawancara dengan subjek penelitian diperoleh informasi bahwa guru bimbingan dan konseling berperan dalam mengatasi

Pada awalnya masih ada diantara siswa yang enggan atau ragu menyampaikan pendapat dalam pelaksanaan layanan konseling kelompok ini namun setelah dirasakan oleh siswa manfaat

i PELAKSANAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS VIII 1 SMP NEGERI 1 BATANGHARI LAMPUNG TIMUR TAHUN PELAJARAN 2019/2020 SKRIPSI