• Tidak ada hasil yang ditemukan

Literatur Review: Pengelolaan Limbah Medis pada Negara Maju dan Negara Berkembang Serta Dampak Lingkungannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Literatur Review: Pengelolaan Limbah Medis pada Negara Maju dan Negara Berkembang Serta Dampak Lingkungannya"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Literatur Review: Pengelolaan Limbah Medis pada Negara Maju dan Negara Berkembang Serta Dampak Lingkungannya

Rizka Harninda1

1Prodi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat - Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia Koresponden email : rizkabaekkyu98@gmail.com

Diterima: 13 Juni 2023 Disetujui: 21 Juli 2023

Abstract

Coronavirus (Covid-19) is an acute respiratory disease (SARS-CoV-2) first occurred in Wuhan, China.Covid-19 is so contagious that prevention is needed by wearing PPE, for example use disposable masks, gloves, hazmat, and others. Result of preventing the spread of the Covid-19, there has been a spike in the generation of medical waste. Medical waste covid-19 is generated from hospitals, households, and quarantine facilities. Medical waste must be managed with proper handling. If not managed properly it will become a problem for public health and environment. Purpose the study is to determine the management of medical waste in developed and developing countries. Method used is PRISMA, articles sources from Scopus Q3, Springer, and Pubmed. Results of the article discussed related to medical waste management in developed countries such as South Korea and Australia and developing countries such as Indonesia, Malaysia, Lebanon, Nigeria, and Bangladesh and discussed about the impact of medical waste on the environment. Conclusion this study is the handling of medical waste management in developed countries such as South Korea and Australia has implemented Covid-19 waste management handling on a household.

Developing countries such as Lebanon, Nigeria, and Bangladesh have not implemented Covid-19 waste management on a household causes non-hazardous waste to become hazardous waste due to not a sorting process.

Keywords : covid-19, management, medical waste, country, environment

Abstrak

Coronavirus (Covid-19) merupakan penyakit pernapasan akut yaitu Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang pertama kali terjadi di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Coronavirus (Covid-19) ini sangat menular sehingga dibutuhkan pencegahan dengan cara memakai Alat Pelindung Diri (APD) seperti contohnya masker sekali pakai, sarung tangan sekali pakai, baju hazmat, dan lain-lain. Akibat dari pencegahan penyebaran virus Covid-19 ini maka terjadilah lonjakan pada timbulan limbah medis. Limbah medis Covid-19 dihasilkan dari beberapa sumber yaitu rumah sakit, rumah tangga, dan fasilitas karantina. Limbah medis yang didapatkan oleh beberapa sumber itu harus dikelola dengan penanganan yang benar. Jika tidak dikelola dengan benar maka akan menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengelolaan limbah medis di beberapa negara maju dan berkembang.

Metode yang digunakan yaitu Preferred Reporting Items For Systematic Reviews and Meta Analyses (PRISMA). Artikel yang dipilih memiliki kriteria inklusi dan eksklusi dari sumber Scopus Q3, Springer, dan Pubmed. Hasil dari artikel yang dibuat membahas terkait dengan pengelolaan limbah medis di negara maju seperti Korea Selatan dan Australia sedangkan negara berkembang seperti Indonesia, Malaysia, Lebanon, Nigeria, dan Bangladesh serta membahas sedikit tentang dampak limbah medis terhadap lingkungan. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah penanganan pengelolaan limbah medis di negara maju seperti Korea Selatan dan Australia sudah menerapkan penanganan pengelolaan limbah Covid-19 dalam skala rumah tangga. Sedangkan, pada negara berkembang seperti Lebanon, Nigeria, dan Bangladesh belum menerapkan pengelolaan limbah Covid-19 pada skala rumah tangga menyebabkan sampah yang tidak berbahaya menjadi sampah yang berbahaya akibat tidak terjadinya proses pemilahan.

Kata Kunci : covid-19, pengelolaan, limbah medis, negara, lingkungan

1. Pendahuluan

Coronavirus (Covid-19) adalah penyakit yang menarik perhatian global sejak Desember 2019, yang disebabkan oleh sindrom pernapsan akut yaitu coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang terjadi di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina [1]. The World Health Organization (WHO) mengumumkan wabah Covid-19 sebagai pandemi pada Maret 2020 dan menyebar dengan cepat ke seluruh dunia [2]. Pada Mei 2020, virus menyebar ke lebih dari 188 negara dan wilayah dan pada September 2020 jumlah negara yang terkena virus corona menjadi 216 negara. Secara global, ada 206 juta kasus Covid-19 yang dikonfirmasi dan 4,3 juta kematian,

(2)

3,9 juta dosis vaksin Covid-19 yang telah diberikan per 15 Agustus 2021[3]. Meningkatnya jumlah infeksi dan mutasi dari varian Covid-19 yang lebih menular di seluruh dunia, akhirnya diberlakukannya langkah- langkah pencegahan seperti menjaga jarak , menggunakan masker, sering mencuci tangan agar mengurangi penularan penyakit, menggunakan hand sanitizer, dan melakukan vaksinasi[4] .

Peningkatan timbulan beberapa jenis sampah terutama limbah medis ini merupakan satu diantara beberapa dampak dari pandemi Covid-19. Limbah medis Covid-19 dihasilkan dari beberapa sumber yaitu lokasi pengujian, rumah sakit, rumah tangga, dan fasilitas karantina [5]. Limbah medis Covid-19 yang dihasilkan dari sumber tersebut ialah Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker wajah sekali pakai, sarung tangan sekali pakai, jarum suntik, baju hazmat, kacamata, hand sanitizer, benda tajam dan peralatan medis lainnya seperti alat tes, wadah plastik, perban, tisu, dan lain-lain [6]. Dikarenakan virus corona dapat bertahan hidup dipermukaan benda selama beberapa jam hingga beberapa hari, Alat Pelindung Diri (APD) dianggap sebagai limbah infeksius dan diperlakukan sebagai limbah medis atau berbahaya [7]. Limbah medis memiliki potensi risiko kesehatan bagi pengumpul sampah, petugas kesehatan, pasien hingga masyarakat umum jika pengelolaan limbah medis ini tidak dilakukan dengan tepat. Secara global, setiap tahunnya ada 5,2 juta orang termasuk 4 juta anak-anak yang meninggal dikarenakan penyakit yang berasal dari limbah medis yang tidak dikelola dengan benar [8].

Pengelolaan limbah medis terkait Covid-19 merupakan tantangan baru bagi negara-negara berkembang dimana sistem pengelolaan limbah yang kurang memadai [9]. Peningkatan lebih dari lima kali lipat limbah medis terjadi di Kota Wuhan, Cina setelah kemunculan Covid-19. Di kota-kota besar lainnya seperti Manila, Kuala Lumpur, Hanoi, Bangkok, dan beberapa kota di Inggris mengalami peningkatan yang sama yaitu per harinya menghasilkan 154 ton hingga 280 ton lebih banyak limbah medis daripada sebelum terjadinya pandemi Covid-19 [10]. Jika tidak dikelola dengan baik, limbah medis yang dihasilkan dari kegiatan pelayanan kesehatan dapat mempengaruhi lingkungan global, kesehatan masyarakat, dan hewan.

Laporan dari The World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa sekitar 25% penyakit di negara berkembang disebabkan oleh pengelolaan limbah yang tidak tepat yang menyebabkan pencemaran lingkungan dan menimbulkan penyakit [11].

Selama pandemi COVID-19, pekerja medis dan pasien menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) dalam jumlah sangat besar (misalnya sarung tangan, pelindung wajah, masker, kacamata, dan baju hazmat) [12]. Saat ini, sebagian besar negara telah merumuskan kebijakan untuk memaksa warganya memakai masker di depan umum. Diperkirakan ada 129 miliar masker dan 65 sarung tangan yang digunakan secara global per bulan [13]. Studi telah menyelidiki apakah Alat Pelindung Diri (APD) yang dianggap berguna pada pandemi Covid-19 ini malah dapat merusak lingkungan. Ditemukan bahwa dikarenakan peningkatan produksi, konsumsi, pembuangan yang tidak tepat, dan pengelolaan limbah APD yang buruk terbukti berbahaya bagi lingkungan di beberapa negara di dunia [14]. Dari beberapa permasalahan yang terjadi pada saat pandemi, peneliti tertarik untuk membahas pengelolaan limbah medis. Pengelolaan limbah medis ini terkhususkan pada beberapa negara maju dan berkembang serta dampak lingkungan apa yang terjadi bila pengelolaan limbah medis tersebut tidak dikelola dengan penanganan yang tepat dengan menggunakan review dari penelitian yang sudah ada.

2. Metode Penelitian

Dalam penulisan artikel ini menggunakan Preferred Reporting Items For Systematic Reviews and Meta Analyses (PRISMA) kemudian dikombinasikan dengan PICO yaitu P (population, problem), I (intervention, prognostic factor, exposure), C (comparison,control) dan O (Outcome). Kata kunci yang digunakan adalah Covid-19, Management, Medical Waste, Country. Adapun kriteria inklusi yang digunakan yaitu relevan dengan topik yang diambil, menggunakan riset orisinal, artikel dalam rentang tahun 2020- 2022, artikel menggunakan bahasa Inggris dan artikel dipublikasikan dalam bentuk teks penuh.

Sedangkan kriteria eksklusi adalah artikel yang berjenis review dan tidak dipublikasikan dengan teks penuh.

Peneliti melakukan pengumpulan data dengan menelaah literatur yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang ada di Scopus Q3, Springer, dan Pubmed. Dengan menggunakan metode PRISMA, peneliti menemukan total 98 artikel terkait dan proses lebih lanjut peneliti akhirnya mendapatkan 7 artikel yang akan ditinjau.

(3)

Gambar 1. Diagram Alir Proses Seleksi Artikel dengan Metode PRISMA Sumber : PRISMA statement, 2020

3. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan metode penelitian yang dijelaskan pada Gambar 1, didapatkan 7 artikel ilmiah yang dipilih sebagai artikel utama. Dari artikel yang didapatkan penulis menemukan perbedaan penanganan menurut pedoman dan pengimplementasian pengelolaan limbah medis pada negara maju dan negara berkembang. Berikut hasil telaah sistematis yang didapatkan:

Tabel 1. Negara Berkembang

Penulis Judul Populasi Metode Hasil

Gina Lova Sari, Indah Laily Hilmi, Astri

Nurdiana, Ani Nurdiani Azizah, Ahsanal Kasasiah.

Infectious Waste Management as the Effects of Covid-19 Pandemic in Indonesia (2021)

Indonesia Data limbah medis

dikumpulkan dari beberapa rumah sakit perawatan intensif Covid-19 di Indonesia dan melakukan survei online untuk mengidentifikasi pengetahuan masyarakat terkait dengan limbah medis yang dihasilkan oleh rumah tangga.

1. Aturan pengelolaan limbah medis di Indonesia yang dimodifikasi dari WHO dan UNEP oleh Direktorat Kesehatan Lingkungan dalam hal pemisahan, pengumpulan, penyimpanan, transportasi, dan pembuangan.

2. Pengelolaan limbah medis infeksius dari rumah sakit perawatan intensif Covid-19 melalui beberapa tahap sesuai pedoman dan aturan yang berlaku di Indonesia.

3. Pengelolaan limbah medis Covid-19 dari kegiatan rumah tangga melalui tahapan pemisahan, desinfeksi, penghancuran, pengumpulan, dan kemudian dikelola oleh limbah padat kota untuk diangkut dan dibuang di tempat pembuangan sampah.

P Agamuthu dan Jayanthi Barasarathi

Clinical waste management under Covid- 19 scenario in Malaysia (2021)

Malaysia Melakukan wawancara kepada supervisor rumah sakit Seberang Jaya, Malaysia terkait dengan limbah medis

penanganan dan

Dari hasil wawancara kepada pihak rumah sakit yang menjadi narasumber penelitian, pengelolaan limbah medis sudah sesuai dengan pedoman yang berlaku di Negara Malaysia dan setiap petugas kebersihan yang menangani limbah medis Covid-19 juga telah diberikan pelatihan dan Alat Pelindung Diri (APD).

SCOPUS 2020 – 2022 ( 12 Artikel)

Springer 2020 – 2022 ( 55 Artikel)

Pubmed 2020 – 2022 ( 31 Artikel)

Artikel terpilah (n = 26)

Artikel tidak terbuka (n = 72)

Artikel yang diperoleh

(n = 14)

Artikel bukan studi orisinil (n = 72)

Artikel yang diperoleh

(n = 7)

Topik Artikel tidak relevan

(n = 7)

(4)

Penulis Judul Populasi Metode Hasil pengelolaan

limbah medis Amani

Maalouf dan Hani Maalouf

Impact of Covid-19 pandemic on medical waste management in Lebanon

Lebanon Artikel ini menilai pengelolaan limbah medis di Lebanon sebelum dan selama Covid- 19

Selama pandemi Covid-19, tidak adanya kebijakan atau peraturan baru terkait dengan pengelolaan limbah Covid-19 karena masih diklasifikasikan dalam kategori limbah perawatan kesehatan. Namun, adanya pemberian pelatihan terkait pengelolaan limbah Covid-19 dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) yang tepat terutama pada pemulung.

Oruonye ED, Ahmed YM

Covid-19 and Challenges of Management of Infectious Medical Waste in Nigeria : A Case of Taraba State (2020)

Nigeria Data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari wawancara yang dilakukan oleh pejabat NESREA dan staf fasilitas

kesehatan.

1. Penanganan limbah medis di Nigeria mengacu pada The Environmental Standards and Regulations Enforcement Agent (NESREA).

2. Di Jalingo, ibukota negara bagian mereka tidak memiliki tempat pembuangan sampah secara resmi.

3. Pemerintah di Nigeria masih kurang memberikan pelatihan terkait penanganan limbah Covid-19 dan kurangnya penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) untuk petugas yang menangani limbah medis Covid-19.

Uttama Barua dan Dipita Hossain

A Review of the Medical Waste Management system at Covid-19 situation in Bangladesh (2021)

Bangladesh Studi Kualitatif thematic terhadap kebijakan, Undang- Undang dan Pedoman Nasional

kemudian dengan menggunakan data sekunder dalam pengelolaan limbah medis

Dalam penanganan Limbah Medis di Bangladesh menunjukkan keprihatinan karena pandemi Covid-19, implementasi undang- undang dan pedoman kebijakan yang buruk, pengelolaan limbah medis selalu menjadi perhatian bahkan sebelum pandemi.

Tabel 2. Negara Maju

Penulis Judul Populasi Metode Hasil

Cheol Woo Yoon, Min Jung Kim, Yoon Su Park, Tae Wan Jeon, dan Min Yong Lee

A Review of Medical Management Systems in the Republic Korea For Hospital and Medical Waste Generated From the Covid-19 Pandemic (2022)

Korea Selatan

Pengumpulan data timbulan dan pengelolaan limbah medis dari Kementerian Lingkungan Hidup serta wawancara ke fasilitas pengolahan limbah medis

Pengelolaan limbah medis di Negara Korea Selatan tidak hanya dipraktikkan di fasilitas kesehatan tetapi juga di pusat perawatan perumahan dan pasien yang karantina mandiri.

Lynda Andeobu, Santoso Wibowo and Srimannaraya Grandhi

Medical Waste From Covid- 19 Pandemic – A Systematic Review of Management and

Environmental Impact in Australia (2021)

Australia Menggunakan metode Studi Kualitatif

Strategi pengelolaan limbah medis mencakup beberapa Langkah tambahan untuk memastikan penahanan yang tepat untuk menghindari penularan dan penyebaran penyakit. Negara Australia juga telah mengadopsi pendekatan manajemen terbaik berdasarkan kapasitas, sumber daya, dan komitmen negara dan dinilai oleh negara-negara dengan pengendalian Covid- 19 yang baik.

(5)

Pengelolaan Limbah Medis di Negara Berkembang 1. Indonesia

Di Indonesia limbah medis menunjukkan peningkatan dengan jumlah rata-rata sebelum dan selama Covid-19 mencapai 1,3 kali lebih tinggi. Peningkatan ini juga ditemukan di rumah sakit perawatan intensif Covid-19 di Jakarta sebesar 1,47 kali lebih tinggi dari sebelumnya. Dikarenakan peningkatan jumlah timbulan limbah medis inilah pengelolaan limbah medis perlu dilakukan agar tidak berdampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan. Pengelolaan limbah medis atau limbah infeksius di Indonesia juga telah diatur pada Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.3 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Limbah B3 dan Sampah dari Penanganan Covid-19 [15]. Dalam Surat Edaran tersebut dijelaskan dengan rinci tahapan pengelolaan limbah medis yang berasal dari pelayanan kesehatan, rumah tangga, fasilitas umum, dan lain-lain. Adapun beberapa aturan pengelolaan limbah medis di Indonesia yang dimodifikasi dari WHO dan UNEP oleh Direktorat Kesehatan Lingkungan dalam hal pemisahan, pengumpulan, penyimpanan, transportasi, dan pembuangan. Pelaksanaan pengelolaan limbah medis pada rumah sakit perawatan intensif Covid-19 dikatakan baik karena sesuai dengan aturan dan pedoman yang berlaku.

Limbah medis Covid-19 dikumpulkan dalam kantong plastik berwarna kuning dan diberi simbol Biohazard. Limbah medis yang dikumpulkan kemudian didesinfeksi dengan klorin agar menonaktifkan virus Covid-19. Kemudian diangkut dan dibakar menggunakan autoklaf. Tetapi, sebagian besar limbah medis di Indonesia dibakar menggunakan insinerator. Residu pembakaran harus dimobilisasi dalam wadah tertutup dan ditempatkan di tempat pembuangan sampah berlisensi. Sedangkan pengelolaan limbah medis Covid-19 dari kegiatan rumah tangga tidak selaras dengan pedoman yang ditetapkan. Di Indonesia, telah ditemukan kepatuhan masyarakat terhadap sampah masker sekali pakai yang dikumpulkan secara terpisah dalam tempat pembuangan yang berbeda sebesar 56,67% yang menunjukkan hampir setengah dari populasi belum mematuhinya. Penanganan limbah medis rumah tangga di Indonesia masih belum dikelola dengan optimal karena kurangnya pengetahuan dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk menangani limbah medis rumah tangga [16].

2. Malaysia

Di Malaysia, tren kasus meningkat dengan lebih dari 8904 kasus dan 124 kematian per 27 Juli 2020.

Peningkatan infeksi Covid-19 dapat dikorelasikan dengan peningkatan limbah medis dari layanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik, laboratorium, pusat karantina, dan lain-lain. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan sarung tangan sekali pakai, masker wajah dan Alat Pelindung Diri (APD). Limbah medis yang tidak dikelola dengan tepat akan mencemari mikroorganisme yang berpotensi dapat mudah menginfeksi masyarakat umum. Di Malaysia, pengelolaan limbah medis diatur oleh Federal Government dan Department of Environment (DOE) yang diimplementasikan Enviromental Quality Act 1974 dengan amandemen terbaru. Pengelolaan limbah medis di salah satu rumah sakit di Negara Malaysia, awalnya dilakukan pengumpulan kantong limbah medis (kantong kuning) berdasarkan jenisnya dan diberi label limbah medis Covid-19 oleh Petugas Kebersihan. Kemudian limbah medis yang dikumpulkan akan disimpan dalam cold storage sebelum diangkut oleh transportasi limbah medis yang nantinya akan diangkut dan dibakar diinsenerasi. Petugas kebersihan yang menangani limbah medis Covid- 19 diberikan pelatihan khusus terkait dengan teknik mengenakan dan melepas APD yang benar serta teknik yang benar dalam membuang limbah umum dan limbah medis Covid-19. Petugas kesehatan yang bertugas juga mendapatkan alat pelindung diri (APD) [17].

3. Lebanon

Di Lebanon tren kasus Covid-19 meningkat dengan lebih dari 252 ribu kasus dan 1906 kematian yang dilaporkan per 17 Januari 2021. Peningkatan kasus Covid-19 di negara Lebanon juga berdampak pada peningkatan limbah medis. Selama pandemi Covid-19, tidak adanya kebijakan atau peraturan baru terkait dengan pengelolaan limbah Covid-19 karena masih diklasifikasikan dalam kategori limbah perawatan kesehatan. Sehingga, pedoman atau aturan yang digunakan negara Lebanon dalam penanganan limbah medis mengacu pada MoE, Kementerian Kesehatan Masyarakat, dan Arcenciel. Secara keseluruhan sekitar 80%-85% limbah medis negara Lebanon dioperasikan oleh Arcenciel yang bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Kesehatan Masyarakat, Sindikat Rumah Sakit, dan Lembaga Perawatan Kesehatan. Setiap harinya Arcenciel mengumpulkan limbah medis dari fasilitas kesehatan berdasarkan rute pengumpulan yang telah disiapkan. Limbah medis akan dikumpulkan pada kantong berwarna kuning. Limbah medis kemudian ditimbang dan disaksikan oleh perwakilan rumah sakit atau institusi yang terkait. Limbah medis kemudian diangkut ke pusat perawatan dengan menggunakan transportasi khusus untuk membawa limbah medis. Pada pusat perawatan limbah medis, limbah akan dimusnahkan menggunakan autoklaf [18].

(6)

4. Nigeria

Di Nigeria tren kasus Covid-19 juga meningkat sehingga menyebabkan lonjakan jumlah limbah medis yang akan menjadi tantangan pengelolaan limbah medis sampai pandemi berakhir. Pedoman yang digunakan untuk menangani limbah medis di Negara Nigeria adalah The Environmental Standards and Regulations Enforcement Agent (NESREA). Penanganan limbah medis harus mengenakan Alat Pelindung Diri (APD). Pekerja kebersihan bertanggung jawab untuk mengemas limbah medis yang dihasilkan oleh fasilitas kesehatan yang merawat pasien Covid-19. Kemudian limbah diangkut ke pusat isolasi untuk dibakar menggunakan insinerator. Tetapi, dalam implementasi penanganan limbah medis di Negara Nigeria jauh dari kata baik [19]. Di Jalingo, ibukota negara bagian mereka tidak memiliki tempat pembuangan sampah secara resmi. Banyak pemulung yang mengumpulkan sampah rumah tangga dan fasilitas kesehatan dikarenakan banyak tempat pembuangan terbuka ilegal di Kota. Insinerator rumah sakit di Negara Bagian Taraba yang disediakan untuk intervensi WHO telah rusak. Nigeria merupakan negara yang memiliki kekurangan pemberian pelatihan tentang pengelolaan limbah medis Covid-19 serta penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) kepada tenaga medis, pengumpul dan penanganan limbah medis Covid-19 [20].

5. Bangladesh

Di negara Bangladesh juga mengalami tren lonjakan masyarakat yang terkena virus Covid-19. Tren lonjakan itupun juga mempengaruhi peningkatan limbah medis disana. Pada 5 Juli 2020 ada sekitar 913 ton limbah medis yang dihasilkan. Data itupun tidak termasuk limbah medis pasien Covid-19 yang dirawat di rumah [21]. Pedoman yang diacu dalam penanganan limbah medis di Bangladesh ialah “Aturan Limbah Medis” (Pengelolaan dan Pengolahan) tahun 2008 di bawah Undang-Undang Konservasi Lingkungan tahun 1995 oleh Kementerian Lingkungan Hidup, Hutan dan Perubahan Iklim (KLHK). Dalam penanganan Limbah Medis di Bangladesh menunjukkan keprihatinan karena pandemi Covid-19, implementasi undang- undang dan pedoman kebijakan yang buruk, pengelolaan limbah medis selalu menjadi perhatian bahkan sebelum pandemi[22].

Pengelolaan Limbah Medis di Negara Maju 1. Korea Selatan

Di negara Korea Selatan, Kementerian Lingkungan Hidup memperlakukan limbah Covid-19 sebagai limbah medis. Limbah medis ditempatkan pada wadah khusus untuk meminimalisir pergerakan di dalam rumah sakit, lalu disegel ganda dengan tas dan wadah khusus, dan kemudian dibuang. Desinfeksi dilakukan sebelum dan sesudah menempatkan limbah dalam wadah. Makanan sisa dari pasien Covid-19 juga ditempatkan di dalam wadah limbah medis dan kemudian diolah. Limbah medis akan diambil pada hari yang sama untuk meminimalkan penyimpanan di rumah sakit. Penyimpanan pun diletakkan pada ruang yang terpisah. Limbah medis dalam wadah langsung dikirim ke perusahaan pembakaran dengan insinerasi limbah medis tanpa melewati penyimpanan sementara dan segara dibakar setelah limbah medis diterima.

Begitupula pengelolaan limbah medis pasien yang dikonfirmasi di pusat perawatan perumahan.

Sedangkan pasien karantina mandiri mendesinfeksi limbah medis mereka sendiri, menyegelnya dalam kantong limbah medis khusus, memasukkannya dalam kantong sampah yang standar, lalu menghubungi pusat kesehatan untuk membuang limbah medis tersebut. Penanganan limbah medis di Korea Selatan dilakukan dengan baik dan sangat terencana. Peraturan dalam penanganan limbah medis di Korea Selatan lebih ketat dibandingkan negara-negara lainnya [23].

2. Australia

Di Negara Australia tidak ada hukum atau peraturan nasional terkait dengan limbah medis. Di tingkat nasional, kebijakan limbah nasional menetapkan kebijakan dan strategi umum tentang limbah, salah satunya adalah kolaborasi dengan yurisdiksi yang sejalan dengan konversi Internasional. Pengelolaan limbah medis di Australia melewati beberapa tahapan sama dengan halnya di negara lainnya yaitu pengumpulan, pemisahan, penyimpanan, transportasi, pengolahan dan pembuangan yang tepat. Di banyak negara maju termasuk Australia melakukan penerapan pemisahan limbah medis. Sumber limbah medis Covid-19 di Australia didapatkan dari rumah tangga, di bandara, pusat karantina, rumah sakit, tempat pengujian (laboratorium), dan pelayanan kesehatan.

Limbah medis yang didapatkan dari rumah sakit, tempat pengujian (laboratorium) dan fasilitas kesehatan akan disimpan di dalam kantong kuning medis khusus. Setalah itu limbah medis akan dikumpulkan dan dipilah sebelum dibawa ke alat transportasi. Limbah medis yang telah selesai dipilah akan diberi desinfeksi. Terakhir, limbah medis Covid-19 yang terkumpul akan disterilisasi menggunakan autoklaf. Sedangkan, limbah medis yang didapatkan dari rumah tangga, bandara serta, fasilitas pusat karantina akan disimpan pada kantong kuning ganda bersegel selama 72 jam sebelum limbah medis tersebut dikumpulkan. Limbah medis ini akan dikumpulkan oleh Badan yang bertanggung jawab untuk

(7)

mengumpulkan limbah pada tempat pembuangan sementara yang ditunjuk oleh Pemerintah. Hal ini sangat berbeda dengan beberapa negara berkembang karena kurangnya kepatuhan dalam pemisahan limbah medis dan limbah umum lainnya. Sehingga, limbah umum yang dikatakan tidak berbahaya ini menjadi berbahaya karena terkontaminasi limbah medis yang berbahaya [24].

Perbedaan Pengelolaan Limbah Medis di Negara Maju dan Negara Berkembang

Setiap negara memiliki strategi yang berbeda dalam mengelola limbah medis yang dihasilkan oleh rumah sakit, rumah tangga, fasilitas kesehatan, dan lain-lain. Dibanyak negara maju aturan khusus yang diterapkan untuk pengelolaan limbah medis Covid-19 terlihat lebih efektif ketimbang di banyak negara berkembang. Di banyak negara berkembang seperti Iran dan India, terdapat fasilitas pengolahan limbah yang jauh dari kata memadai, kurangnya perlindungan yang diberikan pemerintah atas pekerja yang berhubungan langsung dengan pengelolaan limbah medis serta kurangnya penyediaan pelatihan terkait penanganan pengelolaan limbah medis Covid-19[25]. Salah satu tahapan yang terpenting dalam pengelolaan limbah medis Covid-19 adalah pada tahapan pemilahan. Di negara maju, termasuk Australia aturan dan pelaksanaan pemisahan limbah medis ini banyak dilakukan berbeda dengan negara berkembang.

Tabel 3. Perbedaan Pengelolaan Limbah Medis di Negara Maju dan Negara Berkembang Negara

Strategi Pengelolaan Sampah Limbah Covid-19 dihasilkan dari

Fasilitas Kesehatan

Limbah Covid-19 dihasilkan dari rumah tangga/ lokasi karantina Indonesia Sebagian besar di insinerasi, disinfeksi

pada sumbernya dan transportasi ke tempat pembuangan atau pembakaran terbuka (jika tidak ada insinerator dan dibuang di TPA khusus limbah berbahaya).

1. Langsung dibakar setiap hari di rumah atau dikumpulkan dan diangkut oleh petugas resmi ke insinerator pabrik semen untuk proses pembakaran (Kota Padang).

2. Limbah masker sekali pakai dibuang dengan cara merobek dan memotong masing-masing bagian tengah dan tali.

Malaysia Sebagian besar dengan cara insinerator (pembakaran).

1. Mengangkut semua abu dari pusat pengolahan limbah B3 dan dipadatkan dengan semen untuk dibuang ke tempat pembuangan khusus.

2. Limbah masker sekali pakai dibuang dengan cara maskernya dilipat dan digulung untuk menyembunyikan sisi masker yang sudah dipakai atau yang terkontaminasi.

Lebanon Limbah medis diangkut ke pusat perawatan dengan transportasi khusus, limbah akan dimusnahkan menggunakan autoklaf.

Tidak diterapkan Nigeria Limbah medis diangkut ke pusat isolasi

untuk dibakar menggunakan insinerator Tidak diterapkan Bangladesh Sebagian besar dibakar menggunakan

insinerator. Tidak diterapkan

Australia Limbah medis yang terkumpul akan disterilisasi menggunakan autoklaf.

Limbah medis rumah tangga akan dibungkus oleh kantong khusus, dan pada hari yang sama akan diambil oleh petugas yang bertanggung jawab.

Korea Selatan Pada hari yang sama limbah medis harus dimusnahkan. Limbah medis selain daur ulang plasenta dibuang di fasilitas pembakaran atau autoklaf.

Residu setelah pembakaran dengan cara ditimbun.

Limbah medis yang dihasilkan pada rumah tangga akan dibungkus dengan wadah khusus dan diberi label “waste for incineration” yang nantinya akan diambil oleh petugas.

Begitupun pada negara Korea Selatan, limbah medis yang dihasilkan di rumah tangga akan dibungkus dengan wadah khusus yang diberi label “ waste for incineration” yang nantinya akan diambil oleh petugas [23]. Sedangkan di negara berkembang, ada beberapa penelitian melaporkan bahwa kurangnya kepatuhan dalam pemisahan limbah medis Covid-19. Jika pemilahan sampah tidak dilakukan maka sampah yang awalnya tidak berbahaya akan menjadi berbahaya bila tercampur dengan limbah infeksius. Pada

(8)

kenyataannya pemisahan limbah akan mengurangi toksisitas dan volume aliran limbah serta membuat lebih mudah pada tahapan pengangkutan [24].

Selain aturan menangani pemisahan limbah medis pada rumah tangga, adapun aturan tambahan untuk melakukan penghancuran limbah masker sekali pakai untuk menghindari pemulung yang ingin mendaur ulang. Aturan mengenai penghancuran limbah masker sekali pakai ini ditemukan di Indonesia dan India [16], [26]. Sedangkan, Malaysia ada aturan tersendiri dengan cara melipat dan menggulung masker untuk menyembunyikan sisi masker yang terkontaminasi [17]. Sedangkan negara Lebanon, Bangladesh, dan Nigeria tidak ditemukan aturan mengenai penghancuran pada masker sekali pakai. Kemudian, untuk tahapan pengumpulan limbah rumah tangga di negara maju termasuk Australia dan Korea Selatan sudah menggunakan kantong atau wadah khusus untuk limbah medis.

Negara berkembang termasuk Indonesia, Malaysia, dan India juga dikumpulkan pada kantong plastik khusus untuk limbah medis. Sedangkan, pada negara Nigeria, Lebanon dan Bangladesh tidak ada aturan yang menetapkan bahwa limbah medis harus dikumpulkan pada wadah khusus sehingga sering terjadinya pencampuran antara limbah medis dengan limbah rumah tangga lainnya. Kasus yang terjadi di Nigeria ditemukan banyak limbah masker sekali pakai yang beterbangan di jalan dan mengalir di drainase [27].

Pada intinya perbedaan yang paling terlihat pada penanganan pengelolaan limbah medis di negara maju dan negara berkembang adalah pada tahapan pemilahan limbah medis pada rumah tangga. Di negara maju seperti Australia dan Korea Selatan sudah menerapkan pemilahan sampah jauh sebelum terjadinya Covid-19. Pada saat terjadi Covid-19 masyarakat telah mengetahui cara penanganan limbah medis sesuai dengan aturan yang telah dibuat oleh masing-masing negara [24], [28]. Sedangkan, pada negara berkembang dalam penanganan limbah medis rumah tangga masih sering dijumpai tidak adanya pemisahan antara limbah medis dengan limbah lainnya yang tidak berbahaya. Buruknya penanganan limbah medis rumah tangga dapat dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan masyarakat, kurangnya kesadaran masyarakat akan bahaya limbah medis, tidak adanya sanksi yang diberikan apabila terbukti membuang limbah medis sembarangan dan kurangnya ketersediaan fasilitas pengelolaan limbah medis pada daerah tersebut [7], [12].

Dampak Peningkatan Limbah Medis terhadap Lingkungan

Limbah medis dapat menjadi masalah bagi keanekaragaman hayati dan manusia. Banyaknya limbah medis yang dihasilkan karena kenaikan angka COVID-19 perlahan berubah menjadi mimpi buruk bagi pengelolaan sampah. Alat Pelindung Diri (APD), masker sekali pakai, sarung tangan, seprai sekali pakai membuat sebagian besar limbah medis yang dihasilkan saat pandemi. Dibandingkan dengan pasien normal, pasien COVID menghasilkan sekitar 14 kg limbah medis dalam sehari. Di beberapa negara berkembang limbah medis masih dibuang menjadi satu dengan limbah padat umum lainnya. Akibatnya pada saat limbah itu tercampur di penampungan sampah, limbah padat yang tidak berbahaya itu bisa menjadi berbahaya dikarenakan tidak adanya pemilahan sampah yang tepat. Limbah medis Covid-19 yang dibuang sembarangan akan mengakibatkan masalah yang serius yaitu penyebaran virus corona akan semakin cepat.

Menurut sebuah penelitian jika 1% masker wajah yang dihasilkan selama pandemik dibuang secara tidak tepat, maka sekitar 10 juta masker wajah akhirnya akan mencemari lingkungan setiap bulannya [24].

Sebagai contoh di Thane India, seorang pria ditangkap karena mengeringkan 100 ribu masker wajah bekas untuk dijual kembali. Pemisahan limbah masker yang tidak sah, menggunakan jarum suntik dan Alat Pelindung Diri (APD) dilaporkan di Rohingya lokasi kamp pengungsi di kamp Sharan Vihar, dekat Kalindi Kunj (Delhi). Kantong limbah medis berwarna biru membanjiri daerah itu, siap untuk segregasi nanti dijual sebagai sampah plastik. Jika tidak dibuang dengan benar, masker wajah dan limbah medis lainnya dapat bertindak sebagai sumber infeksi ulang penularan Covid-19 [26].

4. Kesimpulan

Keadaan Pandemi Covid-19 mengakibatkan terjadinya peningkatan limbah medis. Peningkatan jumlah limbah medis Covid-19 dikarenakan adanya upaya pencegahan oleh masyarakat umum dan tenaga kesehatan. Akibat dari peningkatan limbah medis Covid-19 ini dibutuhkannya pengelolaan limbah yang tepat. Pelaksanaan pengelolaan limbah medis Covid-19 pada negara maju dan berkembang melewati tahapan yang hampir sama yaitu pengumpulan, pemisahan, penyimpanan, transportasi, pengolahan dan pembuangan. Tetapi, pada pelaksanaan pengelolaan limbah medis di negara maju sangat sesuai dengan pedoman atau aturan yang diberlakukan pada negara tersebut. Di negara maju seperti Australia dan Korea Selatan, pengumpulan limbah Covid-19 sudah pada skala rumah tangga. Limbah yang dikumpulkan akan dimasukkan pada wadah khusus dan pada hari yang sama akan dibawa oleh petugas yang bertanggung jawab untuk mengambil limbah tersebut.

(9)

Sedangkan, pada negara berkembang pedoman atau aturan yang diberlakukan dalam penanganan limbah medis Covid-19 tidak selaras dengan praktik yang dilakukan. Pada negara berkembang masih banyak limbah medis yang tidak dipilah dan disatukan dengan limbah yang tidak berbahaya. Contohnya, pada negara Lebanon, Nigeria, dan Bangladesh, limbah Covid-19 pada skala rumah tangga tidak diterapkan pada negara tersebut. Akibatnya limbah yang pada awalnya tidak berbahaya akan menjadi berbahaya karena tidak adanya proses pemilahan.

Penanganan pengelolaan limbah medis Covid-19 yang buruk pada negara berkembang dapat dipengaruhi oleh kurang tersedianya Alat Pelindung Diri (APD) bagi petugas sampah yang menangani limbah medis dan tenaga kesehatan lainnya. Kurangnya pengetahuan dan pelatihan dalam penanganan limbah medis Covid-19 juga menjadi faktor buruknya penanganan pengelolaan limbah medis Covid-19 pada negara berkembang.

5. Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan yang diberikan berbagai pihak, terutama keluarga yang telah memberi semangat dalam pengerjaan artikel ini hingga terselesaikan dengan baik.

6. Daftar Pustaka

[1] S. Sangkham, “Face mask and medical waste disposal during the novel COVID-19 pandemic in Asia,” Case Studies in Chemical and Environmental Engineering, vol. 2, Sep. 2020, doi:

10.1016/j.cscee.2020.100052.

[2] G. Giakoumakis, D. Politi, and D. Sidiras, “Medical waste treatment technologies for energy, fuels, and materials production: A review,” Energies (Basel), vol. 14, no. 23, Dec. 2021, doi:

10.3390/en14238065.

[3] C. Chen, R. Fang, F. Ye, Z. Yang, Z. Wang, F. Shi, W. Tan, “What medical waste management system may cope with COVID-19 pandemic: Lessons from Wuhan,” Resour Conserv Recycl, vol.

170, Jul. 2021, doi: 10.1016/j.resconrec.2021.105600.

[4] R. R. Kalantary, A. Jamshidi, M .M .G. Mofrad, A. J. Jafari, N. Heidari, S.Fallahizadeh, M .H . Arani, and J.Torkashvand., “Effect of COVID-19 pandemic on medical waste management: a case study,” 2021, doi: 10.1007/s40201-021-00650-9/Published.

[5] S. M. Jalal, F. Akhter, A. I. Abdelhafez, and A. M. Alrajeh, “Assessment of knowledge, practice and attitude about biomedical waste management among healthcare professionals during COVID- 19 crises in Al-Ahsa,” Healthcare (Switzerland), vol. 9, no. 6, Jun. 2021, doi:

10.3390/healthcare9060747.

[6] Y. Ma, X. Lin, A. Wu, Q. Huang, X. Li, and J. Yan, “Suggested guidelines for emergency treatment of medical waste during COVID-19: Chinese experience,” Waste Disposal and Sustainable Energy, vol. 2, no. 2. Springer, pp. 81–84, Jun. 01, 2020. doi: 10.1007/s42768-020-00039-8.

[7] S. Dharmaraj , V. Ashokkumar, R. Pandiyan, S. H. Munawaroh, K. W. Chew, W.H. Chen, and C.

Ngamcharussrivichai., “Pyrolysis: An effective technique for degradation of COVID-19 medical wastes,” Chemosphere, vol. 275. Elsevier Ltd, Jul. 01, 2021. doi:

10.1016/j.chemosphere.2021.130092.

[8] S. Ilyas, R. R. Srivastava, and H. Kim, “Disinfection technology and strategies for COVID-19 hospital and bio-medical waste management,” Science of the Total Environment, vol. 749, Dec.

2020, doi: 10.1016/j.scitotenv.2020.141652.

[9] V. K. Manupati, M. Ramkumar, V. Baba, and A. Agarwal, “Selection of the best healthcare waste disposal techniques during and post COVID-19 pandemic era,” J Clean Prod, vol. 281, Jan. 2021, doi: 10.1016/j.jclepro.2020.125175.

[10] G. M. Faisal, M. Nazmul Hoque, M. Shaminur Rahman, and T. Islam, “Challenges in medical waste management amid COVID-19 pandemic in a megacity Dhaka,” Journal of Advanced Biotechnology and Experimental Therapeutics, vol. 4, no. 1, pp. 106–113, 2021, doi: 10.5455/jabet.2021.d111.

[11] H. El-Ramady., “Planning for disposal of COVID-19 pandemic wastes in developing countries: a review of current challenges,” Environmental Monitoring and Assessment, vol. 193, no. 9. Springer Science and Business Media Deutschland GmbH, Sep. 01, 2021. doi: 10.1007/s10661-021-09350- 1.

[12] N. R. Gowda, V. Siddharth, K. Inquillabi, and D. K. Sharma, “War on waste: Challenges and experiences in COVID-19 waste management,” Disaster Med Public Health Prep, 2021, doi:

10.1017/dmp.2021.171.

(10)

[13] A. Bhar, R. K. Biswas, and A. K. Choudhury, “The influence of COVID-19 pandemic on biomedical waste management, the impact beyond infection,” Proceedings of the Indian National Science Academy, vol. 88, no. 2. Springer Nature, pp. 117–128, Jun. 01, 2022. doi: 10.1007/s43538-022- 00070-9.

[14] Ankit , A. Kumar, V. Jain, A. Deovanshi, A. Lepcha, C. Das, K. Bauddh, and S. Srivastava.,

“Environmental impact of COVID-19 pandemic: more negatives than positives,” Environmental Sustainability, vol. 4, no. 3, pp. 447–454, Sep. 2021, doi: 10.1007/s42398-021-00159-9.

[15] Y. Mahendradhata, N. L. P. E. Andayani, E. T. Hasri, M. D. Arifi, R.G.M. Slahaan, D. A. Solikha, and P. B. Ali., “The Capacity of the Indonesian Healthcare System to Respond to COVID-19,”

Front Public Health, vol. 9, Jul. 2021, doi: 10.3389/fpubh.2021.649819.

[16] G. L. Sari, I. Laily Hilmi, A. Nurdiana, A. N. Azizah, and A. Kasasiah, “Infectious Waste Management as the Effects of Covid-19 Pandemic in Indonesia.” [Online]. Available:

www.ajssmt.com

[17] P. Agamuthu and J. Barasarathi, “Clinical waste management under COVID-19 scenario in Malaysia,” Waste Management and Research, vol. 39, no. 1_suppl, pp. 18–26, Jun. 2021, doi:

10.1177/0734242X20959701.

[18] A. Maalouf and H. Maalouf, “Impact of COVID-19 pandemic on medical waste management in Lebanon,” Waste Management and Research, vol. 39, no. 1_suppl, pp. 45–55, Jun. 2021, doi:

10.1177/0734242X211003970.

[19] I. N. Ibeh, S. S. Enitan, R. Y. Akele, C. C. Isitua, and F. Omorodion, “Global Impacts and Nigeria Responsiveness to the COVID-19 Pandemic,” Int J Healthc Med Sci, no. 64, pp. 27–45, Apr. 2020, doi: 10.32861/ijhms.64.27.45.

[20] O. Ed and A. Ym, “Covid-19 and Challenges of Management of Infectious Medical Waste in Nigeria: A Case of Taraba State”, doi: 10.35248/2252-5211.20.10.381.

[21] M. M. Rahman, M. Bodrud-Doza, M. D. Griffiths, and M. A. Mamun, “Biomedical waste amid COVID-19: perspectives from Bangladesh,” The Lancet Global Health, vol. 8, no. 10. Elsevier Ltd, p. e1262, Oct. 01, 2020. doi: 10.1016/S2214-109X(20)30349-1.

[22] U. Barua and D. Hossain, “A review of the medical waste management system at Covid-19 situation in Bangladesh,” Journal of Material Cycles and Waste Management, vol. 23, no. 6. Springer Japan, pp. 2087–2100, Nov. 01, 2021. doi: 10.1007/s10163-021-01291-8.

[23] C. W. Yoon, M. J. Kim, Y. S. Park, T. W. Jeon, and M. Y. Lee, “A Review of Medical Waste Management Systems in the Republic of Korea for Hospital and Medical Waste Generated from the COVID-19 Pandemic,” Sustainability (Switzerland), vol. 14, no. 6. MDPI, Mar. 01, 2022. doi:

10.3390/su14063678.

[24] L. Andeobu, S. Wibowo, and S. Grandhi, “Medical Waste from COVID-19 Pandemic—A Systematic Review of Management and Environmental Impacts in Australia,” International Journal of Environmental Research and Public Health, vol. 19, no. 3. MDPI, Feb. 01, 2022. doi:

10.3390/ijerph19031381.

[25] G. M. Faisal, M. Nazmul Hoque, M. Shaminur Rahman, and T. Islam, “Challenges in medical waste management amid COVID-19 pandemic in a megacity Dhaka,” Journal of Advanced Biotechnology and Experimental Therapeutics, vol. 4, no. 1, pp. 106–113, 2021, doi: 10.5455/jabet.2021.d111.

[26] M. Goswami, P. J. Goswami, S. Nautiyal, and S. Prakash, “Challenges and actions to the environmental management of Bio-Medical Waste during COVID-19 pandemic in India,” Heliyon, vol. 7, no. 3, Mar. 2021, doi: 10.1016/j.heliyon.2021.e06313.

[27] A. Obioma, A. Christian, and E. P. Chijioke, “Public Health Threat and Promoter of Community Transmission,” Biomedical Research and Clinical Reviews, vol. 1, no. 2, 2020, doi: 10.31579/2692.

[28] S. W. Rhee, “Management of used personal protective equipment and wastes related to COVID-19 in South Korea,” Waste Management and Research, vol. 38, no. 8, pp. 820–824, Aug. 2020, doi:

10.1177/0734242X20933343.

Referensi

Dokumen terkait

ANNEX 15-A – PERU – 1 ANNEX15-A SCHEDULEOFPERU SECTIONA:Central Government Entities Thresholds: 95,000 SDR Goods 95,000 SDR Services 5,000,000 SDR Construction Services List of