LAPORAN INDIVIDU
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS MEDIS
PNEUMONIA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah II
Di Ruang Teratai Rumah Sakit Tk.II Dr. Soepraoen
Oleh:
Nurul Aprisa Sakura (P17212235109)
PENDIDIKAN PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG TAHUN AKADEMIK 2023/2024
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan dan Asuhan keperawatan Medikal Bedah pada Pasien dengan Diagnosa Medis Pneumonia di Ruang Teratai Rumah Sakit Tk.II Dr. Soepraoen Periode tanggal 5 Agustus s/d 10 Agustus Tahun Akademik...
Telah disetujui dan disahkan pada Tanggal …… Bulan………... Tahun………
Preceptor Lahan RS
_________________________
Malang, Preceptor Akademik
_________________________
Mengetahui, Kepala Ruang ……
_________________________
NIP/NIK. NIP.
NIP/NIK.
A. Pengertian
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi yang mengenai saluran pernapasan bawah yang ditandai dengan batuk dan sesak napas, hal ini diakibatkan oleh adanya agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing yang berupa eksudat (cairan) dan konsolidasi (bercak berawan) pada paru-paru. Pneumonia merupakan salah satu penyakit menular yang memiliki tingkat kematian tinggi baik dialami kelompok lansia atau anak-anak (Nussy, 2022).
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan (paru- paru) tepatnya di alveoli yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur, maupun mikroorganisme lainnya (Kemenkes RI, 2019).
B. Etiologi
Berikut merupakan penyebab atau etiologi pneumonia, yaitu:
1. Merokok: asap rokok mengandung partikel seperti hidrokarbon polisiklik, karbon monoksida, nikotin, nitrogen oksida dan akrolen yang dapat menyebabkan efek bakterisida sehingga menganggu sistem pertahanan paru.
2. Polusi udara: Terpajan polusi udara penurunan fungsi silia yang bertugas mengeluarkan benda asing seperti debu dan mikroba sehingga mempermudah akumulasi debu pada saluran pernapasan.
3. Bacteria: pneumococcus, streptococcus hemolytikus, streptococcusaureus, haemophillus influenzae, mycobacterium tuberculosis.
4. Virus: virus influenza, adenovirus
5. Jamur: hitoplasma capsulatum, cryptococcus neuroformans, blastornyces dermatitides
6. Aspirasi: makanan, kerosene (minyak tanah,bensin), cairan amnion, benda asing)
7. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya pneumonia ialah daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat Malnutrisi Energi Protein (MEP), penyakit menahun, trauma pada paru, anestesia, aspirasi dan pengobatan dengan antibiotik yang tidak sempurna (Meisaningsih, 2021).
C. Klasifikasi
Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan letak anatomi, yaitu:
1. Pneumonia lobaris melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumor bilateral atau "ganda".
2. Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia) dapat terjadi pada ujung bronkiolus yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membena bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.
3. Pneumonia Interstitial (Bronkiolitis) proses inflamasi yang terjadi di dalan dinding alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular (Aslina, 2019).
D. Tanda dan Gejala
1. Sputum purulent yaitu gejala batuk yang tidak produktif sputum atau produktif sputum, dimana sputum ini bersifat mukoid, purulen, gejala batuk, terutama batuk produktif sputum merupakan gejala yang paling konsisten.
2. Bunyi napas tambahan ronkhi
Bunyi napas tambahan dikarenakan penumpukan sputum yang berlebihan pada saluran pernapasan.
3. Demam : menggigil dan/atau berkeringat, di mana gejala mengigil sering dijumpai pada pneumonia.
4. Dyspnea: sesak napas yang disebabkan karena pasien mengalami sumbatan jalan napas oleh sputum.
5. Nyeri : nyeri semakin berat ketika bernapas dan batuk
E. Patofisiologi
Pneumonia merupakan inflamasi paru yang ditandai dengan konsulidasi karena eksudat yang mengisi alveoli dan bronkiolus, saat saluran nafas bagian bawah terinfeksi, respon inflamasi normal terjadi, disertai dengan obstruksi jalan nafas. Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel inefektif seperti menghirup bibit penyakit di udara. Ada beberapa mekanisme yang pada
keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi dihidung atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler dan juga dengan mekanisme imun sistemik dan humoral. Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme pertahanan dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui aspirasi maupun rute hematologi. Ketika patogen mencapai akhir bronkiolus maka terjadi penumpahan dari cairan edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah besar.
Kemudian makrofag bergerak mematikan sel dan bakterial debris. Sistem limpatik dapat mencapai bakteri sampai darah atau pleura viceral. Jaringan paru menjadi terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan paru menurun dan aliran darah menjadi 13 terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi menjadi fisiologis right-to-left shunt dengan ventilasi perfusi yang tidak pas dan menghasilkan hipoksia Kerja jantung menjadi meningkat karena penurunan saturasi oksigen dan hiperkapnia.
F. Pathway
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan masalah pneumonia adalah :
1. Radiologi yaitu pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan diagnosis pneumonia. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik dan intertisial serta gambaran kavitas.
2. Laboratorium yaitu terjadinya peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000/ul, Leukosit polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula ditemukan leukopenia.
3. Mikrobiologi yaitu jenis pemeriksaan mikrobiologi diantaranya yaitu biakan sputum dan kultur darah untuk mengetahui adanya S. pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi antigen polisakarida pneumokokkus.
4. Analisa gas darah: ditemukan hipoksemia berat atau sedang. Di dalam beberapa kasus, tekanan parsial karbondioksida (PCO2) akan menurun dan pada stadium lanjut menunjukkan asidosis respiratorik.
H. Penatalaksanaan
Peran perawat dalam penatalaksanaan penyakit pneumonia secara primer yaitu memberikan pendidikan kepada pasien maupun keluarga pasien untuk meningkatkan pengetahuan tentang penyakit pneumonia dengan perlindungan kasus dilakukan melalui imunisasi, hygiene personal, dan sanitasi lingkungan. Peran sekunder dari perawat adalah memberikan fisioterapi dada, nebulasi, suction, dan latihan napas dalam dan batuk efektif agar penyakit tidak kembali kambuh.
Penatalaksanaan pneumonia antara lain:
1. Terapi oksigen untuk m njaga kelancaran pernapasan.
2. Kebutuhan istirahat pasien ini sering hiperpireksia maka pasien perlu cukup istirahat, semua kebutuhan pasien harus ditolong ditempat tidur.
3. Kebutuhan nutrisi dan cairan pasie pada diagnosis medis pneumonia hampir selalu mengalami masukan makanan yang kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan masukan cairan yang kurang dapat menyebabkan
dehidrasi. Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dan kekurangan kalori dipasang infus dengan caieran glukosa 5% dan NaCl 0,9%.
4. Antibiotik diresepkan berdasarkan hasil pewarnaan gram dan pedoman antibiotik (pola resistensi, faktor resiko, etiologi harus dipertimbangkan). Terapi kombinasi dapat juga digunakan.
5. Terapi suportif mencakup hidrasi, antipiretik, medikasi antitusif, antihistamin, atau dekogestan nasal.
a. Fisioterapi: berperan dalam mempercepat resolusi pneumonia, pasien harus didorong setidaknya untuk batuk dan bernafas dalam untuk memaksimalkan kemampuan ventilator.
I. Konsep Asuhan Keperawatan A. Pengkajian
Pengkajian adalah proses melakukan pemeriksaan atau penyelidikan oleh seorang perawat untuk mempelajari kondisi pasien sebagai langkah awal yang akan dijadikan pengambilan keputusan klinik keperawatan. Oleh karena itu pengakjian harus dilakukan dengan teliti dan cermat sehingga seluruh kebutuhan keperawatan dapat teridentifikasi. Pada pasien peneumonia pengkajian meliputi :
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pendidikan, pekerjaan, agama, suku/bangsa, status pernikahan
2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama
Keluhan utama pasien adalah sesak napas dan badan lemas b. Riwayat Kesehatan Masa lalu
Dikaji apakah klien pernah menderita penyakit seperti ISPA, TBC Paru, trauma.
Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab pneumonia seperti Ca Paru, asma, TBC Paru dan lain sebagainya.
3. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Hal yang perlu dikaji yaitu kebersihan lingkungan, riwayat perokok.
b. Pola nutrisi
Biasanya muncul anoreksia, mual dan muntah Karena peningkatan rangsangan gaster sebagai dampak peningkatan toksik mikrorganisme.
c. Pola eliminasi
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat perpindahan cairan evaporasi karena demam
d. Pola istirahat/tidur
Penderita akan sering mengalami gangguan istirahat dan tidur karena adanya sesak nafas.
e. Pola aktfitas dan latihan
Aktifitas dan latihan klien akan menurun karena adanya kelemahan fisik 4. Pemeriksaan Fisik
a. Head to toe b. Data Fokus
B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul 1. Hipertermia (D.0130)
2. Pola napas tidak efektif (D.0005)
3. Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0001) 4. Gangguan pertukaran gas (D.0003)
5. Perfusi perifer tifak efektif (D.0009)
C. Rencana Keperawatan yang Mungkin Muncul Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil Rencana Keperawatan Rasional Hipertermia
(D.0130)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama diharapkan
termoregulasi (L.14134)
membaik, dengan kriteria hasil (L.14134) :
1. Kulit merah menurun
2. Kejang menurun 3. Pucat menurun 4. Takipnea
menurun
5. Suhu tubuh membaik
6. Suhu kulit membaik
Regulasi temperatur (I.14578)
Observasi :
1. Monitor suhu sampai stabil (36,5 – 37,5°C)
2. Monitor suhu tiap 2 jam, jika perlu
3. Monitor tekanan darah, frekuensi pernapasan dan nadi
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia atau hipertermia
1. Memantau suhu tubuh secara kontinu
membantu mengidentifikasi perubahan yang mungkin
memerlukan intervensi lebih lanjut
2. Monitoring yang lebih sering mungkin
diperlukan untuk pasien dengan kondisi yang tidak stabil atau ketika perubahan suhu tiba-tiba dapat terjadi 3. Untuk
mengetahui perubahan kondisi pasien yang memburuk atau komplikasi 4. Kulit yang
merah atau panas mungkin
menunjukkan hipertermia, sedangkan kulit yang pucat atau dingin bisa mengindikasi- kan hipotermia 5. Untuk
mengidentifikasi perubahan dalam
Terapeutik :
6. Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
7. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
8. Gunakan matras
penghangat, selimut hangat, dan penghangat ruangan untuk menaikkan suhu tubuh, jika perlu
9. Gunakan Kasur pendingin, water circulating blankets, ice pack, atau gel pad dan intravascular cooling cathetherization untuk menurunkan suhu tubuh
status
termoregulatori
pasien dan
memungkinkan tindakan segera untuk mencegah komplikasi 6. Untuk
penyesuaian cepat dalam
terapi dan
manajemen suhu pasien yang lebih efektif 7. mendukung mekanisme termoregulatori
tubuh dan
membantu mencegah dehidrasi serta kekurangan energi, yang dapat
memperburuk kondisi hipertermia 8. untuk membantu
mengatasi hipotermia dengan meningkatkan
suhu tubuh
secara bertahap dan nyaman, mendukung regulasi suhu tubuh
9. untuk mengurangi
suhu tubuh
secara efektif dalam kasus hipertermia berat,
menghindari kerusakan organ dan komplikasi
10. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
Edukasi :
11. Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion dan heat stroke
12. Jelaskan cara pencegahan hipotermi karena terpapar udara dingin
Kolaborasi :
13. Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu
terkait suhu tinggi
10. membantu mengurangi beban
termoregulatori
pada tubuh
pasien, membuatnya lebih mudah untuk mengatur suhu tubuh ke rentang normal 11. untuk
mencegah kondisi ini, terutama pada pasien atau individu yang berisiko tinggi.
Pencegahan melibatkan perubahan gaya
hidup dan
tindakan pencegahan
yang dapat
mengurangi risiko 12. untuk
mencegah paparan suhu dingin yang ekstrem,
terutama di lingkungan dingin, dan memastikan bahwa pasien atau individu melindungi diri dari hipotermi 13. untuk
menentukan kebutuhan antipiretik memastikan penggunaan
yang tepat dan efektif untuk mengatasi hipertermia Bersihan jalan
napas tidak efektif (D.0001)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama diharapkan bersihan jalan napas (L.01001)
meningkat, dengan kriteria hasil:
1. Produksi sputum menurun
2. Mengi menurun 3. Wheezing
menurun 4. Mekonium
menurun 5. Sianosis
menurun
6. Pola napas membaik
Manajemen Pola Napas (I.01011)
Observasi
1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan (misalnya:
gurgling, mengi, wheezing, ronchi kering)
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
4. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw thrust jika curiga trauma fraktur servikal)
5. Posisikan semi-fowler atau fowler
6. Berikan minum hangat
1. Untuk mengetahui keabnormalan pernapasan pasien 2. Penurunan
bunyi napas indikasi
atelaksis, ronchi berindikasi ketidakmampua n jalan napas sehingga otor aksesori
digunakan dan kerja
pernapasan meningkat 3. Pengeluaran
sulit jika sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru sehingga
memerlukan evaluasi lebih lanjut
4. Untuk
memaksimalka n ekspansi paru
5. Untuk
memaksimalka n jalan napas 6. Membantu
mengencerkan sekret sehingga
7. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
8. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
11. Berikan oksigen, jika perlu Edukasi
12. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi
13. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
14. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
mudah dikeluarkan 7. Untuk
membantu pengeluaran sekret dan memaksimalka n jalan napas 8. Menghilangkan
lendir pada jalan napas 9. Untuk
meningkatkan saturasi oksigen
atau bisa
membuat saturasi oksigen tersebut stabil sebelum suction 10. Mengeluarkan
sumbatan atau benda asing dalam jalan napas
11. Memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh
12. Mengoptimalka n keseimbangan cairan dan membantu mengencerkan secret dan mudah dikeluarkan 13. Membuka area
atelaksis dan gerakan mengeluarkan sekret
Menurunakn kekentalan sekret 14. Membantu
mengencerkan dahak
Pola napas tidak efektif (D.0005)
Setelahdilakukan tindakan
keperawatan selama diharapkan pola napas (L.01004) membaik, dengan kriteria hasil:
1. Dispnea menurun
2. Frekuensi napas membaik
3. Kedalaman napas membaik
Manajemen Pola Napas (I.01011)
Observasi
1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan (misalnya:
gurgling, mengi, wheezing, ronchi kering)
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
4. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw thrust jika curiga trauma fraktur servikal)
5. Posisikan semi-fowler atau fowler
6. Berikan minum hangat
7. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
1. Untuk mengetahui keabnormalan pernapasan pasien
2. Penurunan bunyi napas indikasi atelaksis, ronchi berindikasi ketidakmampuan jalan napas sehingga otor aksesori
digunakan dan kerja pernapasan meningkat
3. Pengeluaran sulit jika sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru sehingga memerlukan evaluasi lebih lanjut
4. Untuk
memaksimalkan ekspansi paru
5. Untuk
memaksimalkan jalan napas 6. Membantu
mengencerkan sekret sehingga mudah
dikeluarkan 7. Untuk membantu
pengeluaran
sekret dan
memaksimalkan
8. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
11. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
12. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi
13. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
14. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
jalan napas 8. Menghilangkan
lendir pada jalan napas
9. Untuk
meningkatkan saturasi oksigen
atau bisa
membuat saturasi oksigen tersebut stabil sebelum suction
10. Mengeluarkan sumbatan atau benda asing dalam jalan napas 11. Memenuhi
kebutuhan
oksigen dalam tubuh
12. Mengoptimalkan keseimbangan
cairan dan
membantu mengencerkan secret dan mudah dikeluarkan 13. Membuka area
atelaksis dan gerakan
mengeluarkan sekret
Menurunakn kekentalan sekret 14. Membantu
mengencerkn dahak
Gangguan
pertukaran gas (D.0003)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama diharapkan
pertukaran gas (L.01003)
meningkat, dengan
Terapi oksigen (I.01026) Observasi :
1. Monitor kecepatan aliran
oksigen 1. Untuk
memastikan pasien menerima jumlah oksigen
kriteria hasil:
1. Bunyi napas tambahan menurun 2. Diaforesis
menurun 3. Gelisah
menurun
4. Napas cuping hidung menurun 5. PO2 membaik 6. PCO2 membaik
7. Ph arteri
membaik 8. Sianosis
menurun
2. Monitor posisi alat terapi oksigen
3. Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang diberikan cukup
4. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. Oksimetri, Analisa gas darah), jika perlu
5. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
6. Monitor monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelectasis
7. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
yang sesuai dengan
kebutuhan mereka.
2. Memastikan bahwa pasien mendapatkan oksigen secara efektif dan menghindari potensi risiko dari pergeseran atau
ketidaksesuaian alat
3. Memastikan fraksi oksigen yang diberikan sesuai dengan yang diresepkan untuk mencapai target saturasi oksigen, dan untuk menilai efektivitas terapi secara
berkelanjutan.
4. Untuk menilai apakah terapi oksigen
mencapai hasil yang diinginkan.
5. Untuk mengetahui indikasi pasien tidak cukup oksigen atau mengalami masalah
6. Monitoring ini penting untuk mencegah efek samping yang berpotensi serius 7. Kecemasan
dapat
mempengaruhi efektivitas terapi
8. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
Terapeutik :
9. Bersihkan sekret pada mulut, hidung, dan trakea, jika perlu
10. Pertahankan kepatenan jalan napas
11. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
12. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
13. Tetap berikan oksigen saat pasien di transportasi
dan
kesejahteraan pasien secara keseluruhan 8. Monitoring ini
penting untuk mencegah dan mengatasi masalah iritasi atau kerusakan mukosa hidung 9. Membantu
memastikan jalur napas tetap paten dan terapi oksigen dapat berfungsi
dengan baik 10. untuk
memastikan oksigen dapat mengalir ke paru-paru tanpa hambatan, yang mendukung efektivitas terapi oksigen
11. Memastikan bahwa oksigen diberikan
dengan cara yang aman dan efektif sesuai dengan
kebutuhan pasien 12. untuk
memenuhi kebutuhan jika kondisi berubah atau jika ada peningkatan kebutuhan oksigen
13. Memastikan bahwa oksigen tetap tersedia selama
Kolaborasi :
14. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
15. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur
transportasi mendukung kontinuitas
terapi dan
mencegah penurunan saturasi oksigen 14. untuk
memastikan bahwa pasien menerima
jumlah yang sesuai
berdasarkan kondisi medis mereka
15. memastikan terapi oksigen tetap efektif dan sesuai dengan kebutuhan pasien dalam berbagai situasi Perfusi perifer
tidak efektif (D.0009)
Setela dilakukan tindakan
keperawatan
diharapkan perfusi perifer (L.02011) membaik, dengan kriteria hasil:
1. Denyut nadi perifer
meningkat 2. Kelemahan otot
menurun 3. Akral membaik 4. Turgor kulit
membaik
Perawatan Sirkulasi (I.02079) Observasi
1. Periksa sirkulasi perifer (mis:
nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle-brachial index)
2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis:
diabetes, perokok, orang tua, hipertensi, dan kadar kolesterol tinggi)
3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
1. Untuk mengetahui terjadinya penurunan sirkulasi perifer melalui nadi perifer dan edema
2. Untuk mengetahui faktor risiko yang
menyebabkan gangguan sirkulasi 3. Untuk
mengetahui rasa panas,
kemerahan, bengkak pada
Terapeutik
4. Hindari pemasangan infus, atau pengambilan darah di area keterbatasan perfusi
5. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
6. Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang cidera
7. Lakukan pencegahan infeksi
8. Lakukan perawatan kaki dan kuku
9. Lakukan hidrasi
Edukasi
10. Anjurkan berhenti merokok
11. Anjurkan berolahraga rutin
12. Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
area anggota gerak
4. Untuk mencegah kekurangan atau perubahan perifer
5. Penekanan pada
area yang
cedera akan memperlambat sirkulasi perifer 6. Sirkulasi perifer
yang terganggu dapat
memperlambat penyembuhan luka pada area yang cedera 7. Untuk
mencegah terjadi infeksi 8. Melakukan
perawatan kaki dan kuku untuk mencegah infeksi
9. Menjaga status hidrasi seperti kelembaban mukosa, nadi adekuat
10. Untuk mencegah faktor pemicu 11. Untuk menjaga
sistem daya tahan tubuh dengan
olahraga 12. Untuk
menghindari kulit terbakar 13. Untuk menjaga
13. Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah, antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika perlu
14. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
15. Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
16. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis: melembabkan kulit kering pada kaki)
17. Anjurkan program
rehabilitasi vaskular
18. Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis:
rendah lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
19. Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis: rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa).
1.
sirkulasi perifer
14. Pemberian obat tekanan darah dapat
memperbaiki sirkulasi perifer 15. Obat beta
blocker dapat menyebabkan gangguan pada respetor beta 1 pada jantung yang berfungsi kardioakselarasi dalam
memompa drah ke seluruh tubuh
16. Menjaga ksehatan kulit
17. Memberikan program untuk memperbaik sirkulasi
18. Untuk menjaga konsumsi makanan yang sesuai
Agar tanda dan gejala darurat dapat segera diatasi
19. Dapat melaporkan tanda dan gejala darurat
DAFTAR PUSTAKA
Aslina, N. (2019). KARYA TULIS ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS PNEUMONIA DI RUANG MELATI RSUD BANGIL. In 2019.
https://media.neliti.com/media/publications/299406-asuhan-keperawatan- pada-tn-s-dengan-diag-aa69a593.pdf
Haniifah Nurdin, S., Oktiffany Putri, N., & Musripah. (2023). Studi Kasus:
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Pneumonia Di Ruang Perawatan Umum Rs Hermina Bekasi. Jurnal Ilmiah Keperawatan Altruistik (JIKA), 6(2), 1–11.
Meisaningsih, N. L. P. (2021). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien Tn. S dengan Diagnosis Medis Pneumonia di Ruang H1 Rumah Sakit Pusat Angkatan Laut Dr. Ramelan Surabaya. Jurnal Keperawatan, 1–132.
http://repository.stikeshangtuah-sby.ac.id/563/1/REVISI PRINT Ni Luh Putu Meisaningsih 1820038%2C KTI Pneumonia.pdf
Nussy, S. A., & P., S. (2022). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Pasien Dengan Pneumonia Di Ruang Bernadeth III Rumah Sakit Stella Maris Makassar. (Doctoral Dissertation, STIK Stella Maris).
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan IndikatorDiagnostik. (1st ed.). DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (II (ed.)). DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (II). DPP PPNI.