• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF PENDAHULUAN cedera kepala akibat kecelakaan lalu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PDF PENDAHULUAN cedera kepala akibat kecelakaan lalu"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENDAHULUAN

Kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab kematian utama manusia dalam rentan usia 5 sampai 29 tahun.

Setiap tahun tercatat 1,35 juta orang tewas akibat kecelakan lalu lintas diseluruh dunia dengan jumlah kematian 100.000 orang (World Health Organization, 2018). Cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas menjadi salah satu kasus kegawat daruratan di rumah sakit. Cedera kepala adalah gangguan sistem otak yang menyebabkan tingkat kesadaran menurun, gangguan sistem tubuh, emosional dan perilaku (Manurung, 2018).

Cedera kepala akibat kecelakan menjadi penyebab angka kematian tertinggi di dunia menurut Center For Desease Control And Prevention (CDC).

Sedangkan di negara maju seperti Amerika serikat kematian akibat cedera kepala mencapai 1,7 juta. Kelompok usia remaja (15-19 tahun), dewasa (65 tahun) dan laki-laki menjadi kelompok paling banyak menyumbangkan angka kematian akibat cedera kepala (ASHA, 2017).

Menurut Riskesdas (2018) mengatakan bahwa angka keseluruhan penduduk indonesia satu tahun terakhir yang mengalami cedera kepala mencapai 11,9% . Penduduk Provinsi Jawa Tengah dengan angka kejadian 7,7% mengalami

cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas. Peningkatan pengguna sepeda motor menjadi salah satu penyebab kecelakaan dijalan raya yang mengakibatkan cedera kepala meningkat menjadi 40,1%. Kejadian tersebut banyak dialami usia dewasa dengan angka mencapai 11,3%. Kejadian cedera kepala pada tahun 2016 di RSUD Karanganyar menunjukan 113 kasus dengan 57 mengalami cedera kepala ringan (50,44%), 39 megalami cedera kepala sedang (34,51%) dan 17 mengalami cedera kepala berat 15,05%) dari data rekam medik (Dianingrum &

Cemy, 2018).

Cedera kepala dikelompokan menjadi tiga yaitu cedera kepala ringan (CKR), cedera kepala sedang (CKS), dan cedera kepala berat (CKB). Cedera kepala terjadi karena benturan atau pukulan yang mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan adanya nyeri kepala.

Tindakan penatalaksanaan nyeri cedera kepala ringan dapat dilakukan dengan teknik farmakologi dan nonfarmakologi. Tindakan farmakologis seperti pemberian analgesik (Mubarak, 2012). Salah satu penatalaksanaan nonfarmakologi seperti terapi Slow Deep Breathing. Terapi Slow Deep Breathing adalah tindakan memberikan efek

(2)

2 relaksasi dengan mengatur pernafasan secara lambat dan dalam (Mawarni et al., 2020).

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk Menyusun Karya Tulis Ilmiah dengan judul judul “Asuhan Keperawatan Gawat darurat Pasien Cedera Kepala Ringan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman Nyaman : Nyeri“.

METODOLOGI

Jenis penelitian ini merupakan deskriptif dengan metode pendekatan studi kasus dengan subjek satu orang pasien yang mengalami cedera kepala ringan dengan pemenuhan kebutuhan rasa aman nyaman : nyeri. Pengambilan studi kasus telah dilaksanakan di ruang IGD RSUD Karanganyar pada tanggal 19 Januari 2022 selama 6 jam dengan pemberian terapi Slow Deep Breathing sebanyak 3 kali selama 15 menit.

Observasi intensitas nyeri dilakukan sebelum dan sesudah tindakan dilakukan.

Pengukuran observasi intensitas nyeri menggunakan skala NRS (Numeric Rating Scale). Data dikumpulkan dari wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah penulis melakukan pengkajian pada Nn.B didapatkan :

a. Pengkajian

Pengkajiaan adalah tahap awal dalam proses keperawatan dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan.

Pengkajian bertujuan mengumpulkan informasi dan membuat data sebagai dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai kebutuhan individu (Hidayat, 2017).

Pengkajian terhadap Nn. B dengan cedera kepala ringan di RSUD Karanganyar menggunakan metode autoanamnesa dan alloanamnesa.

Instrumen yang digunakan saat pengkajian nyeri yaitu menggunakan Skala nyeri numerik (Numerical Rating Scales-NRS dengan rentang angka skala 0-10. Pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan dilakukan (Niman, 2013).

Pengkajian primer pada Airway didapatkan hasil : tidak terdapat sumbatan napas, tidak terdapat lidah jatuh, tidak terdapat bunyi napas tambahan. Breathing : pernapasan spontan, respiratori rate 18x/menit, SPO2 98%, irama napas reguler, tidak menggunakan otot bantu napas.

Circulation : tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 133 x/menit, suhu 36,5 C, capillary refill time ≤ 2 detik, akral

(3)

3 teraba hangat, tidak terjadi sianosis.

Disabillity : kesadaran composmentis, GCS 14 E3V5M6, reaksi pupil ka/ki +/+ (jika didekati cahaya), diameter 3mm/3mm, isokor. Exposure : hematoma pada mata, vulnus excoriasi alveolar maxila, krepitasi pada hidung, vulnus excoriasi tangan bagian kanan, vulnus excoriasi kaki bagian kiri.

Berdasarkan fakta di IGD RSUD Karanganyar yaitu Nn. B ditemukan tanda dan gejala nyeri kepala, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 133 x/menit, suhu 36,5 C, kesadaran composmentis, GCS 14 E3V5M6, reaksi pupil +/+ (jika didekati cahaya), diameter 3mm/3mm, isokor, hematoma pada mata, mual, muntah sesuai dengan teori menurut (Manurung, 2018) yang menyatakan bahwa pasien cedera kepala ringan memiliki tanda dan gejala seperti nyeri kepala, tekanan darah meningkat, nadi meningkat, mual, muntah.

b. Diagnosa

Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap respon klien terhadap masalah kesehatan, bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien terhadap individu, keluarga (SDKI, 2016). Dari hasil data pengkajian

yang dilakukan pada tanggal 19 januari 2022 didapatkan pasien mengeluh nyeri kepala, P : pasien mengatakan nyeri kepala saat jatuh dari sepeda motor, Q ; nyeri seperti cekot-cekot, R : nyeri pada kepala bagian frontalis, S : skala 6, T : pasien mengatakan nyeri terus-menerus, pasien tampak meringis, pasien tampak memegangi kepala, pasien gelisah tampak dari bahasa tubuh pasien dan pasien bersikap protektif, tanda- tanda vital : tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 133 x/menit, Suhu 36,5 C, RR 18 x/menit.

Berdasarkan syarat dan ketentuan penegakan diangnosis keperawatan harus memenuhi 80- 100% tanda dan gejala mayor minor sehingga diangnosis dapat ditegakkan (SDKI, 2016). Sedangkan pada kasus pasien cidera kepala ringan ini tanda dan gejala mayor minor memenuhi 95% sehingga penulis dapat menegakkan prioritas diagnosis keperawatan yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik sesuai SDKI (2016).

Nyeri merupakan perasaaan yang tidak nyaman dan bersifat subjektif dan hanya yang mengalami nyeri yang mampu menjelaskan tentang keadaan tersebut, jika nyeri tidak mereda dapat menyebabkan

(4)

4 komplikasi (Helmi, 2013). Nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang berhubungan dengan rusaknya jaringan secara aktual atau fungsional, secara mendadak atau lambat, ringan hingga berat berlangsung selama kurang dari 3 bulan (SDKI, 2016).

Berdasarkan fakta pada Nn. B menunjukkan rasa tidak nyaman akibat nyeri sehingga prioritas diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan adalah nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077). Hal ini menunjukkan adanya kesesuaian antara teori dan fakta.

c. Intervensi

Intervensi keperawatan adalah segala rencana yang dikerjakan oleh perawat berdasarkan pengetahuan dan penilaian krisis untuk outcome yang di harapkan (SIKI, 2018). Intervensi dari diagnosa keperawatan utama yang muncul yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik memiliki tujuan yaitu setelah dilakukan tindakan selama 1 x 6 jam diharapkan nyeri menurun.

Berdasarkan SLKI (L.08066) dengan kriteria hasil keluhan nyeri menurun menjadi skala 0-3, meringis menurun, sikap protektif menurun,

pasien tampak tenang, pasien tampak relaxs, frekuensi nadi membaik.

Berdasarkan SIKI, (2018) Intervensi keperawatan yang direncanakan untuk menyelesaikan masalah nyeri akut terdiri dari OTEK (observasi, terapeutik, edukasi, kolaborasi). Intervensi keperawatan yang direncanakan yaitu (I.08238) manajemen nyeri (I.08238) meliputi, observasi : identifikasi lokasi, karateristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, identifikasi skala nyeri. Teraupetik : berikan teknik nonfarmakologi (terapi Slow Deep Breathing) untuk mengurangi nyeri tindakan dilakukan selama 15 menit, fasilitasi istirahat tidur.

Edukasi : ajarkan teknik nonfarmakologi (terapi Slow Deep Breathing) untuk mengurangi nyeri tindakan dilakukan selama 15 menit.

Kolaborasi : kolaborasi pemberian analgesik asam mefenamat 500 gr / 8 jam per oral.

d. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah tahap keempat dalam proses keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan sesuai kriteria hasil yang diharapkan (Nursalam, 2013). Tindakan keperawatan terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan

(5)

5 untuk memperbaiki kondisi, pendididkan untuk klien, tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari (Potter&Perry, 2005).

Tindakan pertama adalah mengidentifikasi lokasi, karateristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan mengidentifikasi skala nyeri sebelum dan setelah dilakukan tindakan. Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui lokasi dan skala nyeri yang dialami pasien ketika nyeri tersebut muncul (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).

Memonitor tanda-tanda vital merupakan cara untuk mendeteksi perubahan sistem yang ada dalam tubuh, meliputi tekanan darah, nadi, suhu tubuh, respirasi, dan saturasi oksigen (Muflih, 2017). Dengan mengidentifikasi lokasi, karateristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, mengidentifikasi skala nyeri dan memonitor tanda-tanda vital penulis dapat mengumpulkan dan menganalisis data status kesehatan pasien sehingga dapat melakukan tindakan sesuai yang telah direncanakan. Implementasi dilakukan dengan hasil, P : pasien mengatakan nyeri kepala saat jatuh dari sepeda motor, Q ; nyeri seperti

cekot-cekot, R : nyeri pada kepala bagian frontalis, S : skala 6, T : pasien mengatakan nyeri terus-menerus, pasien tampak meringis, pasien tampak memegangi kepala dan pasien bersikap protektif, tanda- tanda vital : tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 133 x/menit, Suhu 36,5 C, RR 18 x/menit.

Tindakan kedua merupakan tindakan utama yang direncanakan yaitu memberikan dan mengajarkan teknik non farmakologi dengan terapi Slow Deep Breathing. Terapi Slow Deep Breathing adalah suatu teknik mengurangi ketegangan nyeri dengan mekanisme relaksasi pernafasan secara dalam dan lambat (Tarwoto, 2011). Terapi Slow Deep Breathing bertujuan untuk meningkatkan suplai oksigen dan menurunkan kebutuhan oksigen otak sehingga terjadi keseimbangan oksigen pada otak (Brunner & Sunddart, 2013).

Slow Deep Breathing dapat menstimulasi respon saraf otonom melalui pengeluaran neurotransmitter endhophin yang berpengaruh pada penurunan respon saraf simpatis dan peningkatan saraf parasimpatis.

Stimulasi saraf simpatis yaitu meningkatkan aktivitas tubuh, sedangkan saraf parasimpatis menurunkan aktivitas tubuh atau

(6)

6 relaksasi sehingga dapat menurunkan aktivitas metabolik (Velkumary &

Madanmohan, 2004 dalam Mawarni et al., 2020). Stimulasi saraf parasimpatis dan penghambat saraf simpatis pada Slow Deep Breathing berdampak pada vasodilatasi pembuluh darah otak yang memungkinkan suplai oksigen otak lebih banyak sehingga perfusi jaringan otak lebih adekuat (Downey, 2009 dalam Mawarni et al., 2020).

Cedera kepala terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial yaitu tekanan yang terjadi pada ruang serebral akibat bertambahnya volume otak yang melebihi ambang toleransi dalam ruang kranium. Hal ini disebabkan akibat edema serebri dan perdarahan serebral. Salah satu tanda peningkatan tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala (Hickey, 2003 dalam Mawarni et al., 2020). Nyeri kepala terjadi akibat kebutuhan oksigen otak tidak terpenuhi sehingga metabolisme akan beralih dari aerob menjadi anaerob yang menghasilkan asam laktat sehingga memicu terjadinya nyeri kepala (Arifin, 2018).

Terapi Slow Deep Breathing dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien dengan nyaman yaitu terlentang. Posisi terlentang adalah cara memposisikan kepala seseorang

di tempat tidur dengan posisi sejajar dan kaki lurus tidak ditekuk (Wahidin

& Supraptini, 2020),

Langkah selanjutnya meletakkan tangan pasien diatas abdomen dibawah tulang iga untuk meningkatkan kesadaran diafragma dan fungsinya dalam pernafasan, lalu anjurkan pasien menarik napas secara perlahan dan dalam melalui hidung dan merasakan gerakan mengembangnya abdomen sejauh mungkin, tahan napas selama kurang lebih 3 detik, kemudian menghembuskan udara melewati mulut dengan mengerutkan bibir dan ekspirasikan secara perlahan dan kuat sehingga terbentuk hembusan tanpa mengembungkan pipi, gerakan tersebut menyebabkan resistensi pada pengeluaran udara paru, meningkatkan tekanan dibronkus, dan meminimalkan kolapsnya jalan nafas yang sempit, kemudian merasakan mengempisnya abdomen ketika ekspirasi, melakukan tindakan tersebut secara berulang selama 15 menit (Lusianah, 2012).

Terapi Slow Deep Breathing diberikan selama tiga kali setiap latihan selama 15 menit dengan penjedaan setiap 2 jam untuk istirahat sehingga dapat membantu memulihkan keadaan secara fisik,

(7)

7 dapat menggurangi ketegangan akibat nyeri yang dirasakan (Mawarni et al., 2020).

Berdasarkan tindakan keperawatan yang telah dilakukan yaitu terapi Slow Deep Breathing dapat menurunkan intensitas nyeri kepala karena suplai oksigen otak lebih banyak sehingga perfusi jaringan mengalami perbaikan dan pemulihan edema serebri. Sehingga memberikan efek relaksasi serta melancarkan sirkulasi darah terutama keotak dan oksigenasi menjadi adekuat.

Tindakan ketiga yaitu memfasilitasi istirahat tidur. Istirahat tidur merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh semua orang. Istirahat tidur yang cukup dapat membuat tubuh berfungsi secara optimal. Istirahat tidur juga dapat membantu memulihkan keadaan secara fisik, dapat menggurangi stres dan kecemasan (Suarilah, 2017). Sehingga perawat menganjurkan pasien beristirahat dan tidur agar keadaan pasien tenang, tidak menggalami gangguan pada pola tidur serta mengurangi nyeri kepala yang dirasakan.

Tindakan keempat yaitu berkolaborasi pemberian analgesik Asam Mefenamat 500 mg per 8 jam.

Asam mefenamat adalah salah satu jenis obat NSAID. Sebagai senyawa analgesik asam mefenamat digunakan untuk meredakan nyeri (Roberts, 2008). Pemberian analgesik diberikan dengan memperhatikan waktu paruh obat sehingga tidak terpengaruh pada hasil terapi yang non farmakologi yang diberikan (OAINS, 2014).

Berdasarkan hasil fakta di IGD RSUD Karanganyar semua implementasi keperawatan terlaksana.

Semua implementasi dilakukan sesuai standar operasional prosedur dan adanya persetujuan pasien atau keluarga yang bertanggung jawab.

e. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap terakhir proses keperawatan yang tujuannya untuk menilai apakah tindakan keperawatan yang telah diberikan tercapai atau tidak untuk mengatasi masalah (Potter & Perry, 2011).

Mekanisme tindakan terapi Slow Deep Breathing dengan relaksasi melibatkan otot dan respirasi sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu. Prinsip yang mendasari penurunan nyeri dengan relaksasi pada saraf otonom yang merangsang saraf simpatis mengalami vasokontriksi yang akhirnya dapat meningkatkan metabolisme otot yang menimbulkan pengiriman impuls

(8)

8 nyeri dari medulla spinalis ke otak dan dipresepsikan sebagai nyeri (Smeltzer

& Bare, 2010).

Slow Deep Breathing dapat menstimulasi respon saraf otonom melalui pengeluaran neurotransmitter endhophin yang berpengaruh pada penurunan respon saraf simpatis dan peningkatan saraf parasimpatis.

Stimulasi saraf simpatis yaitu meningkatkan aktivitas tubuh, sedangkan saraf parasimpatis menurunkan aktivitas tubuh atau relaksasi sehingga dapat menurunkan aktivitas metabolik (Velkumary &

Madanmohan, 2004 dalam Mawarni et al., 2020).

Stimulasi saraf parasimpatis dan penghambat saraf simpatis pada Slow Deep Breathing berdampak pada vasodilatasi pembuluh darah otak yang memungkinkan suplai oksigen otak lebih banyak sehingga perfusi jaringan otak lebih adekuat sehingga berpengaruh terhadap penurunan nyeri kepala (Downey, 2009 dalam Mawarni et al., 2020).

Berdasarkan fakta di IGD RSUD Karanganyar dimana hasil evaluasi sebelum dan setelah dilakukan terapi Slow Deep Breathing pada pasien cedera kepala ringan menunjukkan adanya penurunan intensitas nyeri dari skala 6 menjadi skala 3. Sehingga

penulis dapat menarik kesimpulan bahwa teknik Slow Deep Breathing menunjukan adanya keuntungan menurunkan nyeri.

Berdasarkan studi kasus, implementasi yang dilakukan pada Nn. B sebelum dan sesudah dilakukan terapi Slow Deep Breathing terhadap tingkat nyeri pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Evaluasi Intensitas Nyeri Sebelum Dan Sesudah Tindakan Slow Deep Breathing pada Nn. B

Hari/

Tanggal Jam

Intensitas Nyeri Sebelum Intervensi

Intensitas Nyeri Sesudah Intervensi

Rabu, 19-01- 2022

08.44 WIB 6 -

08.59 WIB - 5

10.44 WIB 5 -

10.59 WIB - 4

12.44 WIB 4 -

12.59 WIB - 3

Berdasarkan tabel 4.1 evaluasi didapatkan sesudah dan sebelum dilakukan tindakan intervensi keperawatan dengan pemberian terapi Slow Deep Breathing terdapat penurunan intensitas nyeri pada pasien dari skala 6 menjadi skala 3.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala ringan dengan kebutuhan rasa aman nyaman : nyeri

(9)

9 dengan pemberian terapi Slow Deep Breathing selama tiga kali setiap latihan 15 menit didapatkan hasil intensitas nyeri pada pasien menurun dari skala 6 menjadi skala 3. Maka dapat disimpulkan bahwa terapi Slow Deep Breathing efektif untuk menurunkan intensitas nyeri pada pasien cedera kepala ringan dengan kebutuhan rasa aman nyaman : nyeri.

SARAN

1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan Pemberian terapi Slow Deep Breathing dalam pemenuhan kebutuhan rasa aman nyaman : nyeri diharapkan dapat menjadi solusi dalam penanganan cedera kepala ringan.

2. Bagi Perawat

Diharapkan perawat dapat menerapkan intervensi keperawatan terapi Slow Deep Breathing pada pasien dalam pemenuhan kebutuhan rasa aman nyaman : nyeri.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat memfasilitaai akses dan bahan mengenai referensi khususnya dalam keperawatan gawat darurat dalam penanganan khususnya cedera kepala ringan sehingga dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai pemberian terapi Slow Deep Breathing dalam pemenuhan kebutuhan rasa aman nyaman : nyeri.

4. Bagi Penulis

Diharapkan penulis dapat memerapkan efektifitas terapi Slow Deep Breathing pada pasien dengan masalah pemenuhan kebutuhan rasa aman nyaman : nyeri.

5. Bagi Penulis Selanjutnya

Diharapkan dapat menjadi referensi dalam memberikan asuhan keperawatan yang tepat bagi pasien dengan cedera kepala ringan.

DAFTAR PUTAKA

Arbel, L. Z. and Y. (2017).

Electrophysiological Evidence for Learning Differences in Traumatic Brain Injury. American Speech- Language-Hearing Association Annual Convention, Orlando, FL.

Brunner, S. (2013). Keperawatan medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Center for Disease Control and Prevention (CDC). (2018).

Dianingrum Putri & Cemy Nur Fitria.

(2018). Ketepatandan Kecepatan Terhadap Life Saving Pasien Trauma Kepala.

Hidayat, Alimul, Aziz A. (2017).

Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Helmi, N. Z. (2013). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal.

Jakarta : Salemba Medika.

Kemenkes RI. (2018). Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018.

Kementrian Kesehatan RI, 53(9), 1689–1699.

Manurung. (2018). Keperawatan Medikal Bedah Jilid 1. Jakarta:

Trans Info Media.

Mawarni, T., Afianti, Y., & Budiarti, Y.

(2020). Efek Terapi Kombinasi Slow Deep Breathing (Sdb) Dan Massage Terhadap Intensitas Nyeri

(10)

10 Kepala Akut Pada Cedera Kepala Ringan. Journal Nursing Army, 1(2), 25–36. Diakses pada tanggal 26 November 2021.

Mubarak, Wahid Iqbal, Lilis Indrawati, Joko Susanto. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar Buku 2.

Jakarta : Salemba Medika.

Niman. (2013). Pengkajian Kesehatan untuk Perawat. Jakarta : Trans Info Media.

Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian: Pendekatan Praktis (Edisi 3). Salemba Medika.

PPNI, T. P. S. D. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diangnostik edisi 1. DPP PPNI.

PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan Keperawatan edisi 1. DPP PPNI.

PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan edisi 1. DPP PPNI.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan.

Jakarta : EGC.

Roberts LJ, M. J. (2008). Senyawa Analgesik-Antipiretik dan Antiradang. Jakarta : EGC.

Suarilah, I. (2017). Pemenuhan Kebutuhan Istirahat. Surabaya:

Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.

Tarwoto. (2011). Pengaruh Latihan Slow Deep Breathing Terhadap Intensitas Nyeri Kepala Akut Pada Pasien Cedera Kepala Ringan. Universitas Indonesia.

World Organization Health (WHO).

2018. Cedera Kepala Ringan. New York.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis bertujuan antara lain: (1) untuk mengetahui apakah terapi latihan dan breathing exercise dapat mengurangi nyeri, (2) untuk

Penelitian Tarwoto menerangkan bahwa terdapat beberapa perbedaan yang bermakna yaitu rata-rata intensitas nyeri akut sebelum dan sesudah dilakukannya intervensi slow deep

Menerapkan dan memperoleh pengalaman secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan dengan kasus COR ( Cedera Otak Ringan ) dengan tepat. Melakukan pengkajian pada

dibuat dari bahan yang kuat dan bukan logam; bahan pelengkap helm harus tahan lapuk, tahan air dan tidak dapat terpengaruh oleh perubahan suhu; bahan-bahan yang

 Bagi pasien nyeri punggung bawah kronik, dengan mengetahui hasil dari penerapan terapi dengan pendekatan Cognitive-Behavioral dalam menurunkan intensitas nyeri

Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Berdasarkan Tingkat Keparahan Pada Penderita Cedera Kepala Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Yang Rawat Inap di RSUD Padangsidimpuan Tahun

Peran polisi lalu lintas dalam meningkatkan kesadaran hukum pengendara sepeda motor di wilayah Polres Jakarta Pusat berdasarkan undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan

Tujuan Umum Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan Dengan Pemberian Terapi Murattal Al-Qur’an : Surah Ar Rahman Pada Tn.H Usia 59 Tahun Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut Dengan