• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH AKHLAK, ETIKA DAN MORAL

N/A
N/A
Arman syah

Academic year: 2024

Membagikan "MAKALAH AKHLAK, ETIKA DAN MORAL"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

AKHLAK, ETIKA DAN MORAL

Disusun Oleh : 1. Juni Hartati 2. Aminah Harahap 3. Hartati Harahap 4. Arini Riski

5. Nelly Khoiriyah Siregar

Dosen Pembimbing : Saimarlina Harahap, S.Pd., M.Pd

INSTITUT TEKNOLOGI DAN SAINS PRODI SISTEM INFORMASI

(ITS) PALUTA

2023

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi keguruan.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang.Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Gunungtua, Oktober 2023

Penyusun

(3)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 1

C. Tujuan ... 2

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Etika,... 3

B. Pengertian Akhlak... 3

C. Pengertian Moral... 3

D. Perbedaan Akhlak, Etika dan Moral... 9

E. Hubungan Akhlak dengan Tasawuf dan Ilmu-Ilmu Lainnya... 10

F. Indikator Berakhlak dan Beriman... 12

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan... 15

B. Saran... 15

DAFTAR PUSTAKA... 16

(4)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kehidupan merupakan kenyataan duniawi yang bersifat objektif dan harus menjadi kesadaran bersama yaitu tentang adanya hukum-hukum atau kaidah- kaidah yang berlaku dan mengikat di alam ini. Segala unsur ciptaan, baik berupa benda-benda alam, tumbuhan, binatang dan manusia semuanya memiliki unsur- unsur hukum kehidupan. Relasi dan interaksi merupakan bukti adanya keterikatan satu sama lain.

Manusia sebagai bagian dari unsur alam dengan segala kelebihan yang dimilikinya, diharuskan untuk membangun interaksi dengan sesamanya dan membangun relasi dengan unsur-unsur lainnya. Setiap tingkah laku manusia akan diidentifikasikan dengan suatu nilai tertentu, yaitu baik dan buruk atau benar dan salah. Istilah-istilah inilah yang kemudian kita kenal dengan nilai-nilai moral, etika dan akhlak.

Islam merupakan agama santun karena menjunjung tinggi pentingnya etika, moral dan akhlak. Akhlak merupakan salah satu dari ketiga kerangka dasar ajaran Islam yang memiliki kedudukan sangat penting yang dihasilkan dari proses penerapan aqidah dan syariah. Ibarat sebuah bangunan akhlak merupakan kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah fondasi dan bangunannya kuat.

Akhir-akhir ini istilah akhlak lebih didominasi dengan istilah karakter yang sebenarnya memiliki esensi yang sama yakni sikap dan perilaku seseorang. Dalam konteks inilah Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul terakhir diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.

Tingkah laku yang mencakup moral, etika dan akhlak merupakan sesuatu yang dinamis, ia dapat berubah setiap saat, tetapi ketika tingkah laku itu sering dilakukan, maka akan menjadi bagian dari kepribadian seseorang. Namun dalam Islam sendiri hal-hal itu bersifat mutlak karena berasal dari dzat yang mutlak yaitu Allah SWT.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah perbedaan antara etika, moral dan akhlak?

(5)

2. Bagaimana hubungan akhlak dengan ilmu-ilmu lainnya?

3. Bagaimana cara menciptakan manusia yang berbudaya dalam arti beretika, bermoral dan berakhlak?

4. Bagaimana Indikator Berakhlak dan Beriman?

C. Tujuan

1. Mengetahui perbedaan antara etika, moral dan akhlak 2. Mengetahui hubungan akhlak dengan ilmu-ilmu lainnya

3. Mengetahui cara menciptakan manusia yang berbudaya dalam arti beretika, bermoral dan berakhlak

4. Mengetahui Indikator Berakhlak dan Beriman

(6)

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Etika

Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu masyarakat tertentu. Etika Lebih banyak dikaitkan dengan ilmu atau filsafat, karena itu yang menjadi standar baik dan buruk adalah akal manusia (Rahmat Djatnika, 1992:26).

B. Pengertian Akhlak

Sementara kata "akhlak" merupakan bentuk jamak dari kata khuluk secara etimologis artinya budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi'at. Sedangkan secara terminologis akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terbaik dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin.

Dalam definisi yang agak panjang Ahmad Amin menjelaskan bahwa akhlak adalah ilmu yang menjelaskan baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia kepada yang lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.

C. Pengertian Moral

Moral secara lugawi berasal dari bahasa latin "mores" kata jamak dari kata

"mos" yang berarti adat kebiasaaan, susila. Yang dimaksud adat kebiasaan dalam hal ini adalah tindakan manusia yang sesuai dengan ide-ide umum yang diterima oleh masyarakat, mana yang baik dan wajar. Jadi bisa dikaitkan moral adalah perilaku yang sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan yang oleh umum diterima meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu..

Jadi dapat disimpulkan bahwa etika adalah suatu ilmu yang mengkaji tentang persoalan baik dan buruk berdasarkan akal pikiran manusia, sedangkan moral adalah suatu hal yang berkenaan dengan baik dan buruk dengan ukuran tradisi dan budaya yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang. Berbeda dengan etika dan moral, akhlak adalah bagian yang membicarakan masalah baik dan buruk dengan ukuran wahyu atau al Qur’an dan hadits.

(7)

Persoalan baik (al husnu) dan buruk (al khutb) telah menjadi perdebatan sejak era awal kebangkitan Islam. Pada era itu kaum Mu’tazilah berpandangan bahwa ukuran baik dan buruk adalah ditentukan oleh akal manusia. Manusia memiliki kualitas akal yang menyebabkannya mampu bahkan menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Berbeda dengan aliran Mu’tazilah, aliran Ahlu Sunnah berpandangan bahwa ukuran tentang al husnu dan al khutb adalah ditentukan oleh wahyu, bukan oleh akal atau rasio manusia. Memang Allah telah mengkaruniai manusia dengan kualitas akal, akan tetapi akal tersebut terbatas hanya mampu mengenal hal-hal yang kongkrit, sesuatu yang bisa dinalar (rasional).

Masalah perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela adalah wilayah kajian akhlak. Akhlak merupakan barometer yang menyebabkan seseorang mulia dalam pandangan Allah dan manusia. Akhlak adalah sikap atau prilaku baik dan buruk yang dilakukan secara terus-menerus dan diperankan oleh seseorang tanpa disengaja atau melakukan pertimbangan terlebih dahulu. Akhlak yang terpuji dinamakan akhlak al karimah (akhlak mahmudah). Sedangkan akhlak buruk atau tercela dinamakan akhlak mazmumah. Seseorang akan berakhlak baik atau sebaliknya karena dipengaruhi oleh hati (al qalb). Artinya, bahwa perbuatan baik atau buruk dalam kategori akhlak bukan didasarkan kepada pertimbangan akal, tradisi atau pengalaman, tetapi karena bisikan hati sanubari yang ada pada setiap orang.

itu. Menurut Ibn Arabi, dorongan untuk melakukan perbuatan baik atau sebaliknya adalah karena pada diri seseorang itu terdapat tiga jenis nafsu, yaitu nafsu syahwaniyyah, nafsu ghadabiyyah, dan nafsu anhathiqah.

a. Nafsu syahwaniyyah adalah nafsu yang mendorong seseorang untuk menikmati kesenangan hidup. Nafsu jenis ini bukan hanya ada pada manusia, tetapi juga ada pada binatang. Seseorang yang dikendalikan oleh nafsu syahwaniyyah akan senantiasa terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang hanya menyenangkan kebutuhan fisik atau biologis, seperti makan, minum, berhubungan sex, dan sejenisnya. Manusia yang kelebihan nafsu syahwaniyyah akan mendorongnya bersifat hedonis, materialis dan individualis.

(8)

b. Nafsu yang kedua adalah nafsu ghadabiyyah. Seperti halnya nafsu syahwaniyyah, nafsu ghadabiyyah juga dimiliki oleh selain manusia yaitu binatang. Seseorang yang dikendalikan oleh nafsu ghadabiyyah akan menyebabkannya cenderung bersifat pemarah, tegas, tidak tenang, egois, tidak kompromi, menang sendiri, dan tergesa-gesa. Nafsu jenis ini bahkan lebih berbahaya dari pada nafsu syahwaniyyah karena di samping menyebabkan seseorang bersifat pemarah, juga mendorong seseorang untuk bersifat iri, dengki, hasut dan fitnah.

c. Nafsu yang ketiga adalah nafsu anhatiqqah. Nathiq artinya berpikir atau berwawasan luas. maka yang dimaksud dengan nafsu nathiqah adalah dorongan yang menyebabkan seseorang itu berpikir, dan berzikir terhadap fenomena-fenomena alam dan kekuasaan Allah. Seseorang yang dikendalikan oleh nafsu nathiqah akan menyebabkannya menjadi orang yang sadar, bersyukur dan berterima kasih kepada Allah karena telah memberikan sejumlah nikmah dan angerah-Nya kepada manusia.

Seseorang yang bersyukur kepada Allah akan senantiasa melakukan segala perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya yang lazimnya dinamakan taqwa. Dalam bahasa lain bahwa manusia yang dikendalikan oleh nafsu nathiqah akan selalau bersikap terpuji, sopan, santun, punya tatakrama, saling menyayangi dan menghormati, gemar membantu, peka atau peduli, hidup bersih, disiplin, tekun dan rajin, sabar, jujur, adil, amanah, selalu benar, merasakan apa yang dirasakan orang lain (empati), punya semangat hidup dan senantiasa toleran, transparan dan akuntabel. Berikut merupakan macam-macam akhlak:

1. Akhlak kepada Allah

a. Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi larangannya.

b. Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi, baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman hati.

c. Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah, karena itu merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia, sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan

(9)

Allah terhadap segala sesuatu. Kekuatan do’a dalam ajaran Islam sangat luar biasa, karena itu mampu menembus kekuatan akal manusia. Oleh karena itu berusaha dan berdo’a merupakan dua sisi tugas hidup manusia yang bersatu secara utuh dalam aktifitas hidup setiap muslim. Sedangkan orang yang tidak pernah berdo’a adalah orang yang tidak menerima keterbatasan dirinya sebagai manusia karena itu dipandang sebagai orang yang sombong dan Allah sangat membenci perilaku sombong.

d. Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan.

e. Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, dengan mengakui secara sadar bahwa tidak layak hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.

2. Akhlak kepada diri sendiri

a. Sabar, yaitu perilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya. Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa musibah.

b. Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.

c. Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain.

3. Akhlak kepada keluarga

a. Akhlak terhadap keluarga adalah mengembangkann kasih sayang di antara anggota keluarga yang diungkapkan dalam bentuk komunikasi.

(10)

b. Akhlak kepada ibu bapak adalah berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan perbuatan. Berbuat baik kepada ibu bapak dibuktikan dalam bentuk-bentuk perbuatan antara lain, menyayangi dan mencintai ibu bapak sebagai bentuk terima kasih dengan cara bertutur kata sopan dan lemah lembut, mentaati perintah, meringankan beban, serta menyantuni mereka jika sudah tua.

4. Akhlak kepada sesama manusia a) Akhlak terpuji (Mahmudah)

1. Husnuzan, berasal dari lafal husnun (baik) dan Adhamu (Prasangka).

Husnuzan berarti prasangka, perkiraan, dugaan baik. Lawan kata husnuzan adalah suuzan yakni berprasangka buruk terhadap seseorang .

2. Hukum kepada Allah dan rasul nya wajib, wujud husnuzan kepada Allah dan Rasul-Nya antara lain:

 Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua perintah Allah dan Rasul-Nya Adalah untuk kebaikan manusia.

 Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua larangan agama pasti berakibat buruk.

b) Hukum husnuzan kepada manusia mubah atau jaiz (boleh dilakukan).

Husnuzan kepada sesama manusia berarti menaruh kepercayaan bahwa dia telah berbuat suatu kebaikan. Husnuzan berdampak positif baik bagi pelakunya sendiri maupun orang lain.

1. Tawaduk

Tawaduk berarti rendah hati. Orang yang tawaduk berarti orang yang merendahkan diri dalam pergaulan. Lawan kata tawaduk adalah takabur. Allah berfirman , Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya, dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ”Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (Q.S. Al Isra/17:24)

Ayat di atas menjelaskan perintah tawaduk kepada kedua orang tua.

2. Tasamu

sikap tenggang rasa, saling menghormati dan saling menghargai sesama manusia.Allah berfirman, ”Untukmu agamamu, dan untukku agamaku (Q.S.

(11)

Alkafirun/109: 6) Ayat tersebut menjelaskan bahwa masing-masing pihak bebas melaksanakan ajaran agama yang diyakini.

3. Ta’awun

Ta’awun berarti tolong menolong, gotong royong, bantu membantu dengan sesama manusia. Allah berfirman, ”...dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan...”(Q.S. Al Maidah/5:2).

Akhlak tercela (Mazmumah) 4. Hasad

Artinya iri hati, dengki. Iri berarti merasa kurang senang atau cemburu melihat orang lain beruntung. Allah berfirman, ”Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya...” (Q.S. AnNisa/4:32)

5. Dendam

Dendam yaitu keinginan keras yang terkandung dalam hati untuk membalas kejahatan. Allah berfirman, ”Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhlah itulah yang terbaik bagi orang yang sabar”

(Q.S. An Nahl/16:126) 6. Gibah dan Fitnah

Membicarakan kejelekan orang lain dengan tujuan untuk menjatuhkan nama baiknya. Apabila kejelekan yang dibicarakan tersebut memang dilakukan orangnya dinamakan gibah. Sedangkan apabila kejelekan yang dibicarakan itu tidak benar, berarti pembicaraan itu disebut fitnah. Allah berfirman, ”...dan janganlah ada diantara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik...” (Q.S. Al Hujurat/ 49:12)

7. Namimah

Adu domba atau namimah, yakni menceritakan sikap atau perbuatan seseorang yang belum tentu benar kepada orang lain dengan maksud terjadi

(12)

perselisihan antara keduanya. Allah berfirman, ”Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.”

(Q.S. Al Hujurat/49:6)

Berikut adalah beberapa cara agar seseorang mampu mengendalikan nafsu syahwaniyyah dan ghadabiyyah yang dapat menyebabkan manusia tidak berakhlak mulia, yaitu:

a. Tekun melakukan segala perintah Allah dan meninggalkan segala laranganNya (ijtinabu al manhiyat)

b. Melakukan amalan-amalan wajib (adaa al wajibah), amal-amalan sunnat (adaa al nafillah)

c. Melakukan al-riyadhah, berupa latihan-latihan spiritual seperti berzikr, berpikir, bertahannus, instropeksi diri, dan sejenisnya.

Dengan tiga pendekatan ini memungkinkan hati seseorang akan menjadi lebih bersih dalam arti beriman dan berakhlak mulia. Sedangkan menurut para sufi, hati manusia terbagi menjadi 3, diantaranya:

1. Hati yang mati, yaitu hatinya orang kafir.

2. Hati yang hidup, yaitu hatinya orang beriman.

3. Hati yang redup, yaitu hatinya orang munafik.

D. Perbedaan Akhlak, Etika dan Moral

Berbeda dengan etika filsafat, etika Islam mempunyai karakteristik sebagai berikut. (Hamzah Yakub. 1996:11)

a. Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.

b. Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik buruknya perbuatan, didasarkan kepada ajaran Allah SWT.

c. Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik buruknya perbuatan, didasarkan kepada ajaran Allah SWT.

d. Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan pedoman oleh seluruh umat manusia di segala waktu dan tempat.

(13)

e. Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia ke jenjang akhlak yang luhur dan meluruskan perbuatan manusia.

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa akhlak berbeda dengan etika dan moral. Akhlak lebih bersifat transcendental karena berasal dan bersumber dari Allah, sedangkan etika dan moral bersifat relatif, dinamis, dan nisbi karena merupakan pemahaman dan pemaknaan manusia melalui elaborasi ijtihadnya terhadap persoalan baik dan buruk demi kesejahteraan hidup manusia di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat. Sehingga etika dan moral senantiasa bersifat dinamis, berobah-obah sesuai dengan perkembangan kondisi, situasi dan tuntutan manusia. Etika sendiri baik dan buruknya ditentukan oleh akal pikiran manusia yang bertujuan untuk menciptakan keharmonisan.

Begitu juga dengan moral sebagai aturan baik buruk yang didasarkan kepada tradisi, adat budaya yang dianut oleh sekelompok masyarakat juga bertujuan untuk terciptanya keselarasan hidup manusia. Etika, moral dan akhlak merupakan salah satu cara untuk menciptakan keharmonisan dalam hubungan antara sesama manusia (habl minannas) dan hubungan vertikal dengan khaliq (habl minallah).

E. Hubungan Akhlak dengan Tasawuf dan Ilmu-Ilmu Lainnya

Hubungan vertikal antara manusia dengan Allah sebagai rabbul ‘alamin, dalam khazanah keislaman dikenal dengan istilah tasawuf. Tasawuf adalah proses pendekatan diri kepada Tuhan dengan cara mencucikan hati sesuci-sucinya (tasfiat al Qalb). Tuhan yang Maha Suci tidak dapat didekati kecuali oleh orang yang suci hatinya. Cara bagaimana mensucikan hati dijelaskan dalam ilmu tasawuf. Dalam pengamalannya tasawuf tidak dapat lepas dari fiqh, sebab fiqh merupakan aspek zhahir ajaran agama Islam sementara tasawuf merupakan aspek bathinnya. Islam yang sebenarnya adalah paduan dari aspek zhahir dan bathin secara seimbang.

Orang yang suci hatinya akan tercermin dari air muka dan perilaku yang baik (akhlak mahmudah). Akhlak yang baik sebenarnya merupakan gambaran dari hati yang suci, sebaliknya akhlak yang buruk merupakan gambaran dari hati yang busuk. Dengan demikian, agar seorang mukmin memiliki akhlak yang baik (akhlak mahmudah) adalah dengan mengamalkan tasauf secara sistematis. Yatu ada Al-Wajibaat (melaksanakan semua kewajiban), ada Al-Nafilaat

(14)

(Melaksanakan yang sunat-sunat dan Al-Riyaadlooh (latihan spiritual). Inti riyadhoh dalam tasawuf adalah dzikir.

(Syaifullah, 1998). Menurut Zun Nun al Misri salah seorang sufi terkenal, bahwa hati yang suci bukan hanya bisa dekat dengan Tuhan tetapi bahkan bisa mengenal dan melihat Tuhan (al Ma’rifah). (Hamka, 1778) Menurutnya, pengetahuan manusia itu terbagi tiga, yaitu;

 Pengetahuan orang awam yang mengenal Allah hanya dengan cara mengucap dua kalimat Syahadat.

 Pengetahuan ulama, yaitu mengenal Allah dengan menggunakan akal pikirannya (ra’yu)

 Pengetahuan orang sufi, dimana mengenal dan mendekati Allah dengan menggunakan hati sanubarinya yang terdalam (Basyirah).

Dalam konteks ini dapat dipahami bahwa antara akhlak dan tasawuf memiliki hubungan yang erat dan saling mendukung. Artinya, bahwa akhlak yang baik, terpuji (mahmudah) dan mulia (karimah) bukanlah didasari oleh ucapan dan akal pikiran semata, melainkan dari hati sanubari yang terdalam.

Manusia yang berakhlak adalah manusia yang suci dan sehat hatinya.

Sebaliknya, manusia yang tidak berakhlak (amoral) adalah manusia yang kotor dan sakit hatinya. Seseorang yang mengalami penyakit hati dalam arti fisik, jika tidak segera diobati maka kondisi akan bertambah parah atau bahkan akan mati.

Padahal hakikatnya mati bukanlah akhir dari segalanya, tetapi merupakan pintu dari kehidupan selanjutnya. Hal ini tentu berbeda dengan orang yang mengalami penyakit hati dalam arti kebatinan, jika tidak dibersihkan atau segera diobati, maka malapetaka yang diakibatkannya bukan hanya di dunia, tetapi sampai ke akhirat yang abadi kelak. Oleh karena itu upaya untuk membersihkan, memelihara, mencegah dan mengobati agar hati tetap senantiasa sehat, bersih dalam arti berakhlak mulia senantiasa perlu dijadikan prioritas utama.

Al-Qur’an dan al-hadits sangat menekankan kejujuran, kesetiakawanan, persaudaraan, rasa kesosialan, keadilan, tolong- menolong, murah hati, suka memberi maaf, sabar, baik sangka, berkata benar, pemurah, ramah-tamah, bersih hati, berani, kesucian, hemat, menepati janji, disiplin, mencintai ilmu, dan berpikir

(15)

lurus. Sejumlah nilai-nilai positif tersebut adalah amalan tasawuf yang harus dimiliki oleh seorang muslim agar senantiasa dekat dengan Allah SWT.

Selain dengan tasawuf, akhlak juga berkaitan dengan ilmu tauhid, psikologi, dan ilmu pendidikan. Kalau ilmu tauhid tampil dalam memberikan landasan terhadap ilmu akhlak, maka akhlak tampil dengan memberikan penjabaran dan pengalaman dari Tauhid. Tauhid tanpa akhlak yang mulia tiada artinya, dan akhlak yang mulia tanpa tauhid maka tidak akan kokoh. Selain itu tauhid memberikan arah terhadap akhlak, dan akhlak memberi isi terhadap arahan tersebut.

Kaitan akhlak dengan ilmu Jiwa ada pada pokoh bahasannya, yaitu sama- sama membicarakan gejala-gejala kejiwaan yang tampak dalam tingkah laku.

Melalui ilmu jiwa dapat diketahui psikologis yang dimiliki seseorang. Jiwa yang bersih dari dosa dan maksiat serta dekat dengan Tuhan, akan melahirkan perbuatan yang baik, dan benar, sebaliknya jiwa yang kotor, banyak berbuat kesalahan dan jauh dari Tuhan akan melahirkan perbuatan yang jahat, sesat dan digolongkan sebagai akhlak buruk (mazmumah).

Hubungan akhlak dengan pendidikan juga sangat erat. Tujuan pendidikan dalam pandangan Islam adalah berhubungan dengan kualitas manusia yang berakhlak. Ahmad D. Marimba misalnya mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah identik dengan tujuan hidup seorang muslim, yaitu menjadi hamba Allah yang mengandung implikasi kepercayaan dan penyerahan diri kepada-Nya.

Sementara itu Mohd. Athiyah al-Abrasyi mengatakan bahwa, pendidikan budi pekerti adalah adalah jiwa dari pendidikan islam, dan islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. (Azmi, 2006). Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Selanjutnya Al-Attas mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah manusia yang baik. Kemudian Abdul fatah jalal mengatakan bahwa tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah.

F. Indikator Berakhlak dan Beriman

Hati yang bersih dan sehat merupakan indikator orang yang berakhlak dan beriman. Hal ini sesuai dengan apa yang diisyaratkan oleh Al Ghazali bahwa indikator manusia berakhlak (husnu al khuluq) adalah tertanamnya iman dalam

(16)

hatinya. Sebaliknya, manusia yang tidak berakhlak (su’ al khuluq) adalah manusia yang ada nifaq dalam hatinya. Nifaq adalah sikap mendua terhadap Tuhan, tidak ada kesesuaian antara hati dan perbuatan.

Iman menurut sebagian para sufi adalah diibaratkan dengan akar bagi sebuah pohon. Akar yang baik, sehat, segar dan kuat akan menyebabkan tumbuhnya pohon dengan besar, cabangnya yang rindang, daun-daunnya yang hijau serta buahnya yang banyak. Pohon yang rindang tersebut akan senantiasa bermanfaat bagi alam sekitar, baik untuk tempat berteduh bagi orang yang kelelahan, atau bisa dimanfaatkan daun, bunga, buah, dahan, ranting dan batangnya. Sebaliknya akar yang rusak, keropos dan busuk akan menyebabkan pohon dan daunnya akan layu, kering dan tidak berbuah. Pohon seperti ini akan menjadi ancaman bagi alam sekitar, karena ranting-rantingnya yang kering dan rapuh bisa menimbulkan malapetaka bagi setiap makhluk yang lewat di bawahnya.

Pohon yang rindang diibaratkan dengan orang beriman yang hatinya berkilau, bercahaya dan bersinar. Seseorang yang memiliki iman di dalam hatinya, maka akan senantiasa menjadi bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Sebaliknya pohon yang kering dan rapuh diibaratkan dengan orang kafir, munafiq dan musyrik yang hatinya hitam, kotor dan pekat. Hidup dan kehidupannya senantiasa menyebabkan kerusakan bagi lingkungan sekitarnya.

Dalam konteks ini, mengutip pandangan Muhammad al Ghazali (1996), bahwa ciri atau tanda-tanda manusia beriman adalah sebagai berikut:

1. Manusia yang khusuk dalam shalatnya;

2. Berpaling dari hal-hal yang tidak berguna;

3. Selalu kembali pada Allah;

4. Selalu memuji dan mengagungkan Allah;

5. Selalu mengabdi kepada Allah;

6. Bergetar hatinya bila disebut-sebut nama Allah;

7. Berjalan di muka bumi dengan tawadhu tidak sombong dan angkuh;

8. Bersikap arif terhadap orang awam;

9. Mencintai orang lain seperti mencintai diri sendiri;

10. Menghormati tamu dan selalu menghargai tetangga;

11. Berbicara selalu baik, santun dan penuh makna;

(17)

12. Tidak banyak bicara dan bersikap tenang dalam menghadapi segala persoalan;

13. Tidak menyakiti orang lain, baik dengan ucapan, pemikiran dan perbuatan.

Sedangkan menurut Anwar ciri-ciri orang berakhlak adalah selalu ridho kepada Allah, cinta dan beriman rukun iman yang enam, taat beribadah, selalu menepati janji, amanah, sopan dalam ucapan dan perbuatan, qanaah, tawakal, sabar, syukur, dan tawadhu. (Anwar, 2008).

(18)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat kita ketahui bahwa antara etika, moral, dan akhlak memiliki kesamaan arti, cakupan dan tujuan. Namun memiliki perbedaan satu sama lainnya. Dalam perspektif Islam akhlak dan tasawuf sangat berkaitan erat karena sama-sama bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Akhlak adalah salah satu dimensi keilmuan yang perlu digunakan dalam berbagai lini dan profesi kehidupan untuk meningkatkan kualitas ilmu, iman dan amal. Keberadaannya bahkan dianggap mampu menentukan maju atau mundurnya suatu negara, agama, dan bangsa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa :

1. Akhlak, etika dan moral adalah suatu disiplin ilmu yang membicarakan tentang persoalan baik dan buruk

2. Antara akhlak, etika dan moral, memiliki persamaan dan perbedaan.

Persamaannya adalah sama-sama mengkaji masalah baik dan buruk, sedangkan perbedaanya adalah terletak pada landasan yang dipakai;

3. Dalam konteks sejarah, antara akhlak dan tasawuf memiliki tujuan dan esensi yang sama, yaitu sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah;

4. Indikator orang berakhlak adalah beriman atau tidaknya seseorang. Salah satu karakter seseorang dikatakan beriman adalah ketika ia mampu melahirkan kedamaian dan ketenteraman bagi alam lingkungannya.

B. Saran

Dan diharapkan, dengan diselesaikannya makalah ini, baik pembaca maupun penyusun dapat menerapkan etika, moral dan akhlak yang baik dan sesuai dengan ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Daud Ali, 2002. Muhammad, Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada diakses pada tanggal 20 Oktober 2023

Djatnika, Rahmat. 1996. Sistem Ethika Islami, Jakarta: Pustaka Panjimas. diakses pada tanggal 20 Oktober 2023

Hamka, 1987. Tasawuf Modern, Jakarta: Pustaka Panjimas diakses pada tanggal 20 Oktober 2023

Kahar Masyur, tt, Membina Moral dan Akhlak, Jakarta : Rineka Cipta diakses pada tanggal 20 Oktober 2023

Moh Saifulloh Al Azizz, 1998, Memahami Ilmu Tasawuf, Surabaya:Terbit Terang diakses pada tanggal 20 Oktober 2023

Muhyidin, Muhammad. 2010: Kok Aku Susah Melulu Ya. Jogjakarta:Flashbooks diakses pada tanggal 20 Oktober 2023

Syaikh Muhammad Al-Ghazali, 1996, Kayfa Nata’amal Ma’al-Qur’an, Bandung:

Mizan Zainal diakses pada tanggal 20 Oktober 2023

Referensi

Dokumen terkait

a. Ilmu Akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terpuji dan yang tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan bathin. Ilmu

Ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, dan menyatakan tujuan yang harus dilakukan manusia

Dilihat dari fungsi dan perannya, dapat dikatakan bahwa Akhlak, Moral dan Etika sama, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan

Hal ini telah dijelaskan pada bagian atas bahwa tentang etika sebagai sebuah bidang studi atau ilmu yang menghususkan diri dalam mempelajari tentang baik dan yang buruk

Islam telah mengatur bagaimana seseorang harus beradab dan berakhlak mulia pada sesama manusia. Diantara adab yang penting untuk dipelajari dan diamalkan adalah adab dan akhlak

Setelah menyelesaikan pembahasan makalah yang berjudul “Akhlak, Moral dan Etika, Penulis mengharapkan pembaca dapat mengetahui dan memahami perilaku baik dan buruk dalam kehidupan,

Jadi, kita membatasi diri pada asal-usul kata ini, maka “etika” berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.6 Etika dalam arti lain merupakan ilmu

ETIKA TERHADAP MANUSIA Sejatinya kehidupan adalah saling memiliki ketergantungan antara sesama manusia dan dalam kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari aturan-aturan, baik