MAKALAH
ASUHAN KEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN LANJUT
KELOMPOK IV:
IRMA YUNITA ( NIM. 231321225) CUT YULIDAR ( NIM. 231321216) MILA WATI ( NIM. 231321219) NONI NOVITA ( NIM. 231321220)
RESMIWATI ( NIM. 231321 YUSMAITA ( NIM. 231321223)
Dosen Pengampu:
Bdn. MEIRITA HERAWATI, M.Tr.Keb.
PROGRAM STUDI S1-KEBIDANAN
INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI AL INSYIRAH PEKANBARU
2023
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semua wanita hamil beresiko komplikasi obstetri. Komplikasi yang mengancam jiwa kebanyakan terjadi selama persalinan, dan ini semua tidak dapat diprediksi. Prenatal screening tidak mengidentifikasi semua wanita yang akan mengembangkan komplikasi (Rooks, Winikoff, dan Bruce 1990).
Perempuan tidak diidentifikasi sebagai "berisiko tinggi" dapat danmelakukan mengembangkan komplikasi obstetrik. Kebanyakan komplikasi obstetrik terjadi pada wanita tanpa faktor risiko.Penyebab kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia dan perdarahan.
Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Akibat jangka panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara bermakna jika gangguan ini diketahui sebelum kelahiran (misal pada keadaan gawat janin) sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi/
oksigenasi janin intrauterine atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi.Pada saat ini angka kematian ibu dan angka kematian perinatal diIndonesia masih sangat tinggi.
Menusut survei demografi dan kesehatan indonesia (SDKI) tahun 2011 Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi, yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup, dan Angka Kematian Balita di Indonesia tahun 2007 sebesar 44/10.000 Kelahiran Hidup. Jika dibandingkan dengan negara- negara lain, maka angka kematian ibu di Indonesia adalah 15 kali angka kematian ibu di Malaysia, 10 kali lebih tinggi dari pada thailan atau 5 kali lebih tinggi dari pada Filipina. Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian ibu dan bayi, kemampuan kinerja petugas kesehatan berdampak langsung pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan maternal dan neonatal terutama kemampuan dalam mengatasi masalah yang bersifat kegawatdaruratan. Semua penyulit kehamilan atau komplikasi yang terjadi
dapat dihindari apabila kehamilan dan persalinan direncanakan, diasuh dan dikelola secara benar. Untuk dapat memberikan asuhan kehamilan dan persalinan yang cepat tepat dan benar diperlukan tenaga kesehatan yang terampil dan profesional dalam menanganan kondisi kegawatdaruratan.
1.2 Masalah
Masalah yang dibahas dalam penulisan makalah ini adalah bagaimana tentang konsep dasar Asuhan Kegawatdaruratan persalinan kala II ?
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan tentang konsep dasar Asuhan Kegawatdaruratan persalinan kala II.
1.4 Manfaat
Manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Asuhan Kebidanan dalam Kegawatdaruratan persalinan kala II.
2. Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Asuhan Kebidanan dalan Kegawatdaruratan persalinan kala II
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kegawatdaruratan
Kegawatdaruratan adalah mencakup diagnosis dan tindakan terhadap semua pasien yang memerlukan perawatan yang tidak direncenakan dan mendadak atau terhadap pasien dengan penyakit atau cidera akut untuk menekan angka kesakitan dan kematian pasien. Obstetri adalah cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan persalinan, hal-hal yang mendahuluinya dan gejala-gejala sisanya . membahas tentang fenomena dan penatalaksanaan kehamilian, persalinan, peurperium baik dalam keadaan normal maupun abnormal.
2.2. Jenis Kegawatdaruratan Pada Kehamilan Lanjut 2.2.1. Distosia Bahu
pengertian Distosia Bahu
Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. Selain itu distosia bahu juga dapat di defenisikan sebagai ketidakmampuan melahirkan bahu dengan mekanisme atau cara biasa.
Faktor Resiko Terjadinya Distosia Bahu Kelainan bentuk panggul, diabetes gestasional, kehamilan postmature, riwayat persalinan dengan distosia bahu dan ibu yang pendek.
1. Maternal Kelainan anatomi panggul Diabetes Gestational Kehamilan postmatur Riwayat distosia bahu Tubuh ibu pendek
2. Fetal Dugaan macrosomia
3. Masalah persalinan Assisted vaginal delivery (forceps atau vacum) Protracted active phase pada kala I persalinan Protracted pada kala II persalinan Distosia bahu sering terjadi pada persalinan dengan tindakan cunam tengah atau pada gangguan persalinan kala I dan atau kala II yang memanjang.
Tanda Dan Gejala Terjadinya Distosia Bahu
Pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Pada distosia bahu kepala akan tertarik kedalam dan tidak dapat mengalami putar paksi luar yang normal.
Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan besar.
Begitu pula dengan postur tubuh parturien yang biasanya juga obesitas.
Usaha untuk melakukan putar paksi luar, fleksi lateral dan traksi tidak berhasil melahirkan bahu.
Diagnosa Distosia Bahu Kepala janin dapat dilahirkan tetapi tettap berada dekat vulva. Dagu tertarik dan menekan perineum. Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap di belakang simfisis pubis.
Komplikasi Distosia Bahu
1. Komplikasi Maternal Perdarahan pasca persalinan Fistula Rectovaginal Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau tanpa transient femoral neuropathy Robekan perineum derajat III atau IV Rupture Uteri
2. Komplikasi Fetal Brachial plexus palsy Fraktura Clavicle Kematian janin Hipoksia janin, dengan atau tanpa kerusakan neurololgis permanen Fraktura humerus
Penatalaksanaan Distosia Bahu Rekomendasi dari American College of Obstetricians and Gynecologist (2002) untuk penatalaksanaan pasien dengan riwayat distosia bahu pada persalinan yang lalu:
1. Perlu dilakukan evaluasi cermat terhadap perkiraan berat janin, usia kehamilan, intoleransi glukosa maternal dan tingkatan cedera janin pada kehamilan sebelumnya.
2. Keuntungan dan kerugian untuk dilakukannya tindakan SC harus dibahas secara baik dengan pasien dan keluarganya. American College Of Obstetricians and Gynecologist (2002), Penelitian yang dilakukan dengan metode evidence based menyimpulkan bahwa :
a. Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan atau dicegah.
b. Tindakan SC yang dilakukan pada semua pasien yang diduga mengandung janin makrosomia adalah sikap yang berlebihan, kecuali bila sudah diduga adanya kehamilan yang melebihi 5000 gram atau
dugaan berat badan janin yang dikandung oleh penderita diabetes lebih dari 4500 gram.
penatalaksanaannya:
1. Beritahu ibu bahwa terjadi komplikasi yang gawat dan diperlukan kerja sama lebih lanjut.
2. Geser posisi ibu sehingga bokong berada dipinggir tempat persalinan agar memudahkan traksi curam bawah kepala anak.
3. Pakai sarung tangan DTT atau steril.
4. Lakukan episotomi secukupnya 5. Lakukan manuver Mc Robert
Posisi ibu berbaring pada punggungya, minta ibu untuk menarik lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya. Minta suami atau anggota keluarga untuk membantu ibu Maneuver Mc Robert.
Tehnik ini ditemukan pertama kali oleh Gonik dkk tahun 1983 dan selanjutnya William A Mc Robert mempopulerkannya di University of Texas di Houston.
Maneuver ini terdiri dari melepaskan kaki dari penyangga dan melakukan fleksi sehingga paha menempel pada abdomen ibu.
Tindakan ini dapat menyebabkan sacrum mendatar, rotasi simfisis pubis kearah kepala maternal dan mengurangi sudut inklinasi.
Meskipun ukuran panggul tak berubah, rotasi cephalad panggul cenderung untuk membebaskan bahu depan yang terhimpit. Fleksi sendi lutut dan paha serta mendekatkan paha ibu pada abdomen sebagaimana terlihat pada (panah horisontal). Asisten melakukan tekanan suprapubic secara bersamaan (panah vertikal)
6. Lakukan fleksi maksimal pada sendi paha dan sendi lutut kedua tungkai ibu sedemikian rupa sehingga lutut hampir menempel pada bahu. Penolong persalinan menahan kepala anak dan pada saat yang sama seorang asisten memberikan tekanan diatas simfisis.
7. Tekan kepala bayi secara mantap dan terus menerus kearah bawah(kearah anus ibu) untuk menggerakkan bahu anterior di bawah simfisis pubis.
8. Tekanan suprapubik ini dimaksudkan untuk membebaskan bahu depan dari tepi bawah simfsis pubis. Ibu diminta untuk meneran sekuat tenaga saat
penolong persalinan berusaha untuk melahirkan bahu. - Meminta seorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan kearah bawah pada daerah suprapubis untuk membantu persalinan bahu. Catatan :
Jangan lakukan dorongan pada fundus, karena akan mempengaruhi bahu lebih jauh dan bisa menyebabkan rupture uteri.
Tekanan ringan pada suprapubic
Dilakukan tekanan ringan pada daerah suprapubik dan secara bersamaan dilakukan traksi curam bawah pada kepala janin.
9. Tekanan ringan dilakukan oleh asisten pada daerah suprapubic saat traksi curam bawah pada kepala janin. Bila prosedur diatas tidak membawa hasil maka lahirkan bahu belakang: Masukkan telapak tangan kanan kejalan lahir diantara bahu belakang dan dinding belakang vagina. Ruangan sacrum cukup luas untuk meneuver ini Telusuri bahu sampai mencapai siku. Lakukan gerakan fleksi pada sendi siku dan lahirkan lengan belakang melalui bagian depan dada. Dengan lahirnya lengan belakang ini maka bahu belakang anak juga lahir. Bahu depan dilahirkan lebih lanjut dengan melakukan traksi cunam bawah kepala (traksi ke posterior) Bila bahu depan masih belum dapat dilahirkan maka tubuh anak harus dirotasi Saat melakukan gerakan rotasi tersebut, tubuh anak dicekap. Arah putaran sesuai dengan bahu yang sudah dilahirkan (putar tubuh anak mengikuti bagian bahu yang sudah dilahirkan).
Bahu yang terperangkap dapat dibebaskan dengan memasukkan tangan ke bagian posterior seperti 3 hal yang sudah dijelaskan diatas.
Maneuver Woods ( Wood crock screw maneuver ) Dengan melakukan rotasi bahu posterior 1800 secara crock screw maka bahu anterior yang terjepit pada simfisis pubis akan terbebas. Tangan kanan penolong dibelakang bahu posterior janin. Bahu kemudian diputar 180 derajat sehingga bahu anterior terbebas dari tepi bawah simfisis pubis melahirkan bahu belakang. Usaha melahirkan bahu jangan dilakukan dengan kepanikan. Bila prosedur ini dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari 5 menit maka diperkirakan tidak akan terjadi cedera pada otak anak. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah fraktura klavikula fraktura humerus Erb s paralysa (paralisa pleksus brachialis. Jangan buang-buang waktu dengan melakukan menuver yang tidak efektif.
Operator memasukkan tangan kedalam vagina menyusuri humerus
posterior janin dan kemudian melakukan fleksi lengan posterior atas didepan dada dengan mempertahankan posisi fleksi siku. Tangan janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah janin Lengan posterior dilahirkan
Maneuver Rubin Terdiri dari 2 langkah :
1) Mengguncang bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan tekanan pada abdomen ibu, bila tidak berhasil maka dilakukan langkah berikutnya yaitu :
2) Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk dijangkau dan kemudian ditekan kedepan kearah dada anak. Tindakan ini untuk melakukan abduksi kedua bahu anak sehingga diameter bahu mengecil dan melepaskan bahu depan dari simfisis pubis c
Maneuver Rubin II
1) Diameter bahu terlihat antara kedua tanda panah
2) Bahu anak yang paling mudah dijangkau didorong kearah dada anak sehingga diameter bahu mengecil dan membebaskan bahu anterior yang terjepit 10. Pematahan klavikula dilakukan dengan menekan klavikula anterior kearah SP.
Maneuver Zavanelli Mengembalikan kepala kedalam jalan lahir dan anak dilahirkan melalui SC. Memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau posterior sesuai dengan PPL yang sudah terjadi.membuat kepala anak menjadi fleksi dan secara perlahan mendorong kepala kedalam vagina.
Kleidotomi dilakukan pada janin mati yaitu dengan cara menggunting klavikula.
Simfisiotomi. Hernandez dan Wendell (1990) menyarankan untuk melakukan serangkaian tindakan emergensi berikut ini pada kasus distosia bahu
a. Minta bantuan asisten, ahli anaesthesi dan ahli anaesthesi.
b. Kosongkan vesica urinaria bila penuh.
c. Lakukan episiotomi mediolateral luas.
d. Lakukan tekanan suprapubic bersamaan dengan traksi curam bawah untuk melahirkan kepala.
e. Lakukan maneuver Mc Robert dengan bantuan 2 asisten.
2.2.2. Letak Sungsang
Pengertian
Persalinan letak sungsang merupakan perslinan pada bayi dengan presentasi bokong dimana bayi letaknya sesuai dengan sumbu badan ibu, kepala berada pada fundus uteri sedag bokong merupakan bagian terbawah di daerahpintu atas panggul atau simfisis.
Pada leatk kepala, kepala yang merupakan bagian terbesar lahir terlebih dahulu, sedangkan persalinan letak sungsang justru kepala yang merupakan bagian terbesar bayi akan lahir teakhir. Persalinan kepala pada letak sungsang tidak mempunyai mekanisme meulage karenan susunan tulang dasar kepala yang rapat dan padat, sehingga hanya mempunyai 8 mneit, setelah badan bayi lahir.
Keterbatasan waktu persalinan kepala dan tidak mempunyai mekanisme maulage dapat menimbulkan kematian bayi yang besar.
Etiologi
1) Factor ibu
Keadaan janin
Rahim arkuatis
Septum pada Rahim
Uterus dupleks
Mioma bersama kehamilan a) Keadaan plasenta
(a) Plasenta letak rendah (b) Pelasenta previa b) Keadaan jalan lahir
(a) Kesempitan panggul (b) Deformitas tulang panggul
(c) Terdapat tumor menghalangi jalan lahir dan perputaran ke posisi kepala
2) Factor janin
(a) Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat (b) Hidrosefalus atau anensefalus
(c) Kehamilan kembar
(d) Hidramnion atau oligohidramnion (e) Prematuritas
Tanda dan gejala
1) Pemeriksaan abdominal
Letakanya memanjang, diatas panggul terasa massa lunak dan tidak terasa seperti kepala, pada fundus uteri teraba kepala. Kepala lebih keras dan kebih bulat dari bokong dan kadang-kadang dapat dipantulkan (ballotement)
2) Auskultasi
Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan sedikit lebih tinggi dari umbilicus.
Auskultasi denyut jantung janin daoat terdengar di atas umbilicus jika bokong janin belum masuk pintu atas panggul. Apabila bokong sudah masuk pintu atas panggu, DJJ biasanya terdengar di lokasi yang lebih rendah.
3) Pemeriksaan dalam
Teraba 3 tonjolan tulang yaitu tuber ossis ischia dan ujung os sacrum, pada bagian diantara 3 tonjolan tulang tersebut dapat diraba anus, kadang-kadang pada presentasi bokong murni sacrum tertarik ke bawah dan teraba oleh jari-jari pemeriksa, sehingga dapat dikelirukan dengdan kepala oleh karena tulang yang keras.
Penatalaksanaan Persalinan letak sungsang
a. Pada saat masuk kamar bersalin perlu dilakukan penilaian secara cepat dan cermat mengenai : keadaan selaput ketuban, fase persalinan, kondisi janin serta keadaan umum ibu.
b. Dilakukan pengamatan cermat pada DJJ dan kualitas his dan kemajuan persalinan.
c. Persiapan tenaga penolong persalinan dan asisten penolong
Pertolongan persalinan pervagina (spontan bracht) terdiri dari 3 tahapan:
1. Fase Lambat pertama
Mulai dari lahirnya bokong sampai umbilicus
Disebut fase lambat oleh karena tahapan ini tidak perlu ditangani secara
tergesa- gesa mengingat tidak ada bahaya pada ibu dan anak yang mungkin terjadi.
2. Fase cepat
Mulai lahirnya umbilikus sampai mulut.
Pada fase ini, kepala janin masuk panggul sehingga terjadi oklusi pembuluh darah talipusat antara kepala dengan tulang panggul sehingga sirkulasi uteroplasenta terganggu.
Disebut fase cepat oleh karena tahapan ini harus terselesaikan dalam 1-2 kali kontraksi uterus (sekitar 8 menit).
3. Fase lambat kedua
Mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala.
Fase ini disebut fase lambat oleh karena tahapan ini tidak boleh dilakukan secara tergesa-gesa untuk menghidari dekompresi kepala yang terlampau cepat yang dapat menyebabkan perdarahan intrakranial.
2.2.3. Ruptur Uteri
Pengertian
1) Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium. ( buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal )\
2) Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral. ( Obstetri dan Ginekologi )
Etiologi
1) Riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus
2) Induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan yang lam
3) presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan pada segmen bawah uterus ) ( Helen, 2001 )
Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala ruptur uteri dapat terjadi secara dramatis atau tenang.
1) Dramatis
Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak
Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri
Perdarahan vagina ( dalam jumlah sedikit atau hemoragi )
Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat, tekanan darah menurun dan nafas pendek ( sesak )
Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahulu
Bagian presentasi dapat digerakkan diatas rongga panggul
Janin dapat tereposisi atau terelokasi secara dramatis dalam abdomen ibu
Bagian janin lebih mudah dipalpasi
Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak ada gerakan dan DJJ sama sekali atau DJJ masih didengar
Lingkar uterus dan kepadatannya ( kontraksi ) dapat dirasakan disamping janin ( janin seperti berada diluar uterus ).
2) Tenang
Kemungkinan terjadi muntah
Nyeri tekan meningkat diseluruh abdomen
Nyeri berat pada suprapubis
Kontraksi uterus hipotonik
Perkembangan persalinan menurun
Perasaan ingin pingsan
Hematuri ( kadang-kadang kencing darah )
Perdarahan vagina ( kadang-kadang )
Tanda-tanda syok progresif
Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik atau kontraksi mungkin tidak dirasakan
DJJ mungkin akan hilang
Klasifikasi
Ruptur uteri dapat dibagi menurut beberapa cara : 1) Menurut waktu terjadinya
a. R. u. Gravidarum Waktu sedang hamil Sering lokasinya pada korpus b. R. u. Durante PartumWaktu melahirkan ana Ini yang terbanyak 2) Menurut lokasinya
a. Korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi seperti seksio sesarea klasik (korporal), miemoktomi
b. Segmen bawah rahim (SBR), ini biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama tidak maju, SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri yang sebenarnya
Serviks uteri ini biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsipal atau versi dan ekstraksi sedang pembukaan belum lengkap
Kolpoporeksis, robekan-robekan di antara serviks dan vagina 3) Menurut robeknya peritoneum
a. R. u. Kompleta: robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya ( perimetrium ) ; dalam hal ini terjadi hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya peritonitis
b. R. u. Inkompleta: robekan otot rahim tanpa ikut robek peritoneumnya.
Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas ke lig.latum 4) Menurut etiologinya
a) Ruptur uteri spontanea Menurut etiologinya dibagi 2
Karena dinding rahim yang lemah dan cacat
Bekas seksio sesarea
Bekas miomectomia
Bekas perforasi waktu keratase
Bekas histerorafia
Bekas pelepasan plasenta secara manual
Pada gravida dikornu yang rudimenter dan graviditas interstitialis
Kelainan kongenital dari uterus
Penyakit pada rahim
Dinding rahim tipis dan regang ( gemelli & hidramnion ) b) Karena peregangan yang luarbiasa dari rahim
Pada panggul sempit atau kelainan bentuk dari panggul
janin yang besar
kelainan kongenital dari janin
Kelainan letak janin
Malposisi dari kepala
Adanya tumor pada jalan lahir
Rigid cervik
Retrofleksia uteri gravida dengan sakulasi
Grandemultipara dengan perut gantung ( pendulum )
Pimpinan partus salah
Ruptur uteri violenta c) Karena tindakan dan trauma lain :
Ekstraksi forsipal
Versi dan ekstraksi
Embriotomi
Braxton hicks version
Sindroma tolakan
Manual plasenta
Kuretase
Ekspresi kristeller atau crede
Trauma tumpul dan tajam dari luar
Pemberian piton tanpa indikasi dan pengawasan d) Menurut simtoma klinik
R. u. Imminens ( membakat = mengancam )
Ruptur Uteri ( sebenarnya )
2.2.4. Infeksi Intrapartum
Pengertian
Infeksi intrapartum adalah infeksi yang terjadi dalam masa persalinan/in partu yang disebut juga korioamnionitis, karena infeksi ini melibatkan selaput janin. Korioamnionitis adalah keadaan pada ibu hamil dimana korion, amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri.
Korioamnionitis merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis (Sarwono, 2010).
Pecahnya selaput ketuban dalam waktu lama sering berhubungan dengan korioamnionitis. Hal ini dapat dilihat dengan menjadi keruhnya (seperti awan)
selaput membran. Selain itu bau busuk dapat tercium, tergantung jenis dan konsentrasi bakteri. Membrana korioamnionitik terdiri dari jaringan viskoelastik.
Apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan pecah yang disebabkan karena adanya aktivasi enzim kolagenolitik. Ketika monosit dan leukosit polimononuklear (PMN) menginfiltrasi korion, maka hal ini disebut korioamnionitis. Sel-sel tersebut berasal dari ibu. Sebaliknya, jika leukosit ditemukan pada cairan amnion (amnionitis) atau selaput plasenta (funisitis), sel-sel ini berasal dari fetus (Goldenberg, 2000).
Infeksi pada membran dan cairan amnion dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme. Bakteri dapat ditemukan melalui amniosentesis transabdominal sebanyak 20% pada wanita dengan persalinan preterm tanpa manifestasi klinis infeksi dan dengan membran fetalis yang utuh.
Jika terdiagnosis korioamnionitis, perlu segera dimulai upaya untuk melahirkan janin sebaiknya pervaginam. Sayangnya, satu-satunya indikator yang handal untuk menegakkan diagnosis ini hanyalah demam; suhu tubuh 38ºC atau lebih, air ketuban yang keruh dan berbau yang menyertai pecah ketuban yang menandakan infeksi (Cunningham, 2009).
Patogenesis
Patogenesis infeksi yang menyebabkan persalinan belum jelas benar.
Kemungkinan diawali dengan aktivitas fosfolipase A2 yang melepaskan bahan asam arakidonat dan selaput amnion janin, sehingga asam arakidonat bebas mengikat untuk sintesis prostaglandin. Endotoksin dalam air ketuban akan merangsang sel desidua untuk menghasilkan sitokin dan prostaglandin yang dapat menginisiasi proses persalinan (Sarwono, 2010). Sitokin dan sel-
sel mediasi imunitas dapat teraktivasi di dalam jaringan desidual yang membatasi membrane fetalis. Pada peristiwa ini, produk bakteri seperti endotoksin menstimulasi monosit desidual untuk memproduksi sitokin, yang kemudian menstimulasi asam arakidonat dan produksi prostaglandin.
Prostaglandin E2 dan F2 bekerja pada parakrin untuk menstimulasi miometrium sehingga berkontraksi (Cox, 1996).
Manifestasi klinis
Korioamnionitis mempunyai gejala klinis yaitu :
1) Demam, suhu di atas 38°C (100.4°F) atau lebih tinggi disertai ruptur membran menandakan adanya infeksi.
2) Leukositosis yaitu didapatkannya angka leukosit di atas 16.000 /mm3 3) Takikardia ibu dan takikardia fetus
4) Nyeri perut
5) Vaginal discharge yang berbau.
Pemeriksaan penunjang
Uji laboratorium untuk diagnosis seperti pemeriksaan hapusan Gram atau kultur pada cairan amnion untuk menentukan jenis bakteri atau kuman. Pemeriksaan lainnya yaitu amniosentesis.
Terapi
Pemberian antibiotik sesegera mungkin. Dipilih yang berspektrum luas yaitu kombinasi ampisilin 3 x 1000 mg, gentamisin 5 mg/kg BB/hari, dan metronidazol 3 x 500 mg.
Berikan uterotonika supaya kontraksi baik pascapersalinan. Hal ini akan mencegah/menghambat invasi mikroorganisme melalui sinus pembuluh darah pada dinding uterus (Sarwono, 2010)
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kegawatdaruratan adalah mencakup diagnosis dan tindakan terhadap semua pasien yang memerlukan perawatan yang tidak direncenakan dan mendadak atau terhadap pasien dengan penyakit atau cidera akut untuk menekan angka kesakitan dan kematian pasien. Obstetri adalah cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan persalinan, hal-hal yang mendahuluinya dan gejala-gejala sisanya.
membahas tentang fenomena dan penatalaksanaan kehamilian, persalinan, peurperium baik dalam keadaan normal maupun abnormal.
3.2 Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga bermanfaat bagi pembaca dan kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami meminta saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk memaksimalkan pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arief dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta : Media Ascula Plus Prof. Dr.dr.Gulardi, Hanifa.Winkjosastro, SPOG.2002. Buku Panduan Paktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Bambang Widjanarko, 2009.Emboli-air-ketuban http://reproduksiumj.blogspot.com
Midwiferyeducator,2010.Emboli-Cairan-Amnion-Eca http://Midwiferyeducator.Wordpress.C om
http://fkunhas.com/emboli-air-ketuban-eak-20100619156.html
Aini, 2011. emboli-cairan-ketuban. http://ainicahayamata.wordpress.com
EmirFakhrudin,2009.fisiologi-dan-patologi-cairan-amnionhttp://www.emirfakhrudin.com Rukiyah ai yeyeh dan Lia Yulianti.Asuhan Kebidanan IV (patologi kebidanan). 2011.
Jakarta.
Prof. Dr. ida bagus Gde Manuaba, SpOG. 1998. Ilmu kebidanan, Penyakit Kandungan &
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Ana Ratnawati, A.Per.Pend.,S.Kep.,Ns, M.Kep. 2017. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta : Pustaka Baru Press..