• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah H. Pidana Tntng H. Penyertaan Kel. 11

N/A
N/A
WAZHELATUL HASANAH

Academic year: 2023

Membagikan "Makalah H. Pidana Tntng H. Penyertaan Kel. 11"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUKUM PIDANA PENYERTAAN (DEELNEMING) Makalah ini Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Pidana

Dosen Pengampu: Muhammad Aenur Rosyid, S.H.I.,

Disusun Oleh:

Kelompok 5

Wazhelatul Hasanah (222102030085) Umar Al Faruq (222102030082) Pandu Putra Ade Fatah (222102030001) PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER

NOVEMBER 2023

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah pertama-tama kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberi kami nikmat dan hidayahnya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.

Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah Hukum Pidana, bapak. yang telah membimbing kami dalam perkuliahan ini. Dan juga saya ucapkan terimakasih kepada teman-teman yang sudah bersedia membantu dalam mengumpulkan data dan materi dalam pembuatan makalah ini.

Dengan demikian agar tercapainya makalah yang sempurna, mungkin dalam pembuatan dan penyampaian ini masih banyak kekurangan yang belum diketahui, maka dari itu kami mohon maaf dan bisa memberikan kritik dan saran dari dosen maupun teman-teman sekalian.

Jember, 19 November 2023

Penyusun

(3)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... iii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 1

C. Tujuan ... 2

BAB II ... 3

PEMBAHASAN ... 3

A. Pengertian Hukum Penyertaan (Deelneming) ... 3

B. Bentuk-bentuk Penyertaan ... 4

C. Perbedaan antara Menyuruh melakukan dengan menggerakkan,Turut serta dengan pembantuan (pada saat TP dilakukan), serta perbedaan Menggerakkan dengan membantu sebelum TP terjadi ... 7

D. Penyertaan Mutlak ... 8

BAB III ... 9

PENUTUP ... 9

A. Kesimpulan ... 9

DAFTAR PUSTAKA ... 10

(4)

1 BAB I PENDAHULUAN a) Latar Belakang

Hukum pidana penyertaan atau deelneming adalah salah satu aspek penting dalam hukum pidana. Dalam tindak pidana, deelneming terjadi ketika ada dua orang atau lebih yang melakukan suatu tindak pidana atau dengan perkataan ada dua orang atau lebih mengambil bagian untuk mewujudkan suatu tindak pidana. Dalam Pasal 55 dan 56 KUHP, deelneming diatur sebagai perluasan pertanggungjawaban pidana.

Tindak pidana yang sering terjadi di masyarakat adalah penyalahgunaan narkotika.

Namun, deelneming juga dapat terjadi dalam tindak pidana lainnya, seperti korupsi. Dalam hukum pidana khususnya korupsi, pertanggungjawaban pidana bermula pada ajaran tentang perbuatan pidana dan ajaran penyertaan pidana.

Dalam penelitian tentang ajaran penyertaan dalam hukum pidana, terdapat limitasi ajaran penyertaan pidana korupsi dalam hukum positif Indonesia yang melahirkan pertanggungjawaban pidana korupsi dihubungkan dengan UNCAC 2003 yang juga mengatur mengenai perbuatan penyertaan tindak pidana korupsi yang lebih meluas.

Dalam hukum Islam, deelneming juga diatur sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban pidana. Dalam pembunuhan berencana, hukum pidana Islam tidak sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan tidaklah memberikan keadaan yang adil bagi terdakwa.

Dalam Indonesia, setiap kegiatan manusia atau tindakan yang dilakukan harus mematuhi hukum, termasuk hukum pidana. Oleh karena itu, pemahaman tentang hukum pidana penyertaan atau deelneming sangat penting untuk memastikan keadilan dalam penegakan hukum.

b) Rumusan Masalah

1) Apa pengertian dari Hukum Pidana Penyertaan?

2) Apa saja bentuk-bentuk Penyertaan?

(5)

2

3) Bagaimana Perbedaan antara Menyuruh melakukan dengan menggerakkan,Turut serta dengan pembantuan (pada saat TP dilakukan), serta perbedaan

Menggerakkan dengan membantu sebelum TP terjadi?

4) Apa yang dimaksud Penyertaan Mutlak Perlu (Noodzakelijke Deelneming?

c) Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari Hukum Pidana Penyertaan (Deelneming).

2. Untuk mengetuhui bentuk-bentuk Penyertaan.

3. Untuk mengetahui Perbedaan antara Menyuruh melakukan dengan

menggerakkan,Turut serta dengan pembantuan (pada saat TP dilakukan), serta perbedaan Menggerakkan dengan membantu sebelum TP terjadi.

4. Utuk mengetahui pengertian Penyertaan Mutlak Perlu (Noodzakelijke Deelneming.

(6)

3 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Hukum Pidana Penyertaan (Deelneming)

Hukum penyertaan atau deelneming dalam konteks hukum pidana Indonesia mengacu pada turut serta atau keterlibatan seseorang secara psikis maupun fisik dalam suatu tindak pidana, yang dapat melahirkan suatu tindak pidana. Istilah "deelneming" berasal dari bahasa Belanda yang diterjemahkan sebagai "penyertaan" atau "turut serta".1

Menurut Pasal 55 dan 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), bentuk- bentuk penyertaan termasuk orang yang melakukan tindak pidana (pleger), orang yang menyuruh melakukan tindak pidana (doen plegen), orang yang sengaja membujuk orang lain untuk melakukan tindak pidana (uitlokker), dan lainnya.

Dalam hukum penyertaan, pertanggungjawaban pidana dari masing-masing peserta atau pelaku tindak pidana dapat berbeda, sehingga diperlukan ajaran penyertaan untuk menentukan batas-batas pertanggungjawaban pidana.2

Dengan demikian, hukum penyertaan (deelneming) merupakan konsep yang penting dalam menentukan pertanggungjawaban pidana dari setiap peserta atau pelaku tindak pidana dalam suatu kejahatan.

Penyertaan (deelneming) dalam hukum pidana merujuk pada keterlibatan seseorang dalam suatu tindak pidana, baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut KUHP, pengaturan mengenai penyertaan diatur dalam Pasal 55 dan 56 KUHP. Terdapat dua jenis peserta dalam ajaran penyertaan, yaitu penanggungjawab penuh dan penanggungjawab sebagian. Penanggungjawab penuh meliputi pelaku mandiri, penanggungjawab bersama, penanggungjawab serta, penanggungjawab penyuruh, dan penanggungjawab pembujuk atau perencana. Sementara itu, penanggungjawab sebagian meliputi penanggungjawab percobaan dan penanggungjawab pemberi bantuan dalam melakukan perbuatan pidana.3

1 Diakses dari: https://rendratopan.com/2023/01/18/mengenal-istilah-deelneming/

2 Diakses dari: https://hukumonline.com/stories/article/lt64ae0fe1a584f/penyertaan-tindak-pidana-dan- perbedaannya/

3 Djefriye Thon. Kajian Hukum Terhadap Ajaran Penyertaan Dalam TP Korupsi Menurut UU No. 20 Thn.

2001. Lex Privatum (7 Agus), Vol. IV. No. 7. Diakses

dari:https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/view/13242. Pada tanggal 19 November 2023

(7)

4

Dalam praktiknya, penyertaan dapat terjadi ketika ada dua orang atau lebih yang melakukan suatu tindak pidana atau mengambil bagian untuk mewujudkan suatu tindak pidana.

Ajaran penyertaan ini penting untuk menentukan batas-batas pertanggungjawaban pidana dari masing-masing peserta atau pelaku tindak pidana. Dengan demikian, penyertaan memainkan peran penting dalam menentukan pertanggungjawaban pidana dari setiap peserta dalam suatu tindak pidana.

Dalam konteks hukum pidana, penyertaan memiliki peran yang signifikan dalam menentukan pertanggungjawaban pidana dari masing-masing peserta atau pelaku tindak pidana. Ajaran penyertaan ini diatur dalam Pasal 55 dan 56 KUHP dan memiliki peran penting dalam menentukan batas-batas pertanggungjawaban pidana dari setiap peserta dalam suatu tindak pidana.

B. Bentuk-Bentuk Penyertaan

1. Menyuruh melakukan (Doen Plegen)

Menyuruh melakukan (doen plegen) adalah salah satu bentuk penyertaan (deelneming) dalam hukum pidana Indonesia. Menyuruh melakukan (doen plegen) terjadi ketika seseorang menyuruh orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana. Dalam hukum pidana Indonesia, Pasal 55 KUHP menentukan lima golongan peserta tindak pidana, termasuk yang melakukan perbuatan (plegen, dader), yang menyuruh melakukan perbuatan (doen plegen, middelijke dader), dan yang turut melakukan perbuatan (medeplegen, mededader). 4Dalam kasus ini, yang menyuruh melakukan (doen plegen) bertanggung jawab penuh sebagai pelaku terhadap akibat perbuatan pidana tersebut. Penyertaan (deelneming) terjadi ketika dalam suatu peristiwa pidana terdapat lebih dari satu pelaku, sehingga harus dicari pertanggungjawaban dan peranan masing-masing peserta dalam peristiwa tersebut.

Dalam doen plegen terdapat minimal dua orang, yaitu orang yang menyuruh melakukan (doen plegen) dan orang yang disuruh (pleger). Orang yang disuruh harus merupakan orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. Unsur doen plegen adalah manusia sebagai alat yang digunakan, orang yang digunakan sebagai alat itu melakukan tindak

4 Nurul Azmi & Aby Maulana. Kontruksi Turut Serta Melakukan Oleh Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia (Banten).Al-Qits Law Review 2021.Vol.5. No. 1. Diakses dari:

https://jurnal.umj.ac.id/index.php/al-qisth/article/download/9896/5815. Pada tanggal 19 November 2023

(8)

5

pidana, dan orang yang digunakan sebagai alat itu tidak dapat dimintai pertanggungjawaban.

Orang yang disuruh melakukan tidak dapat dihukum karena 2 sebab:

1) Orang tersebut sama sekali tidak melakukan tindak pidana atau perbuatan atau perbuatan yang dilakukan tidak dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana.

2) Orang tersebut memang melakukan tindak pidana tetapi ia tidak dapat dihukum karena ada satu atau beberapa alasan penghapusan kesalahan.

2. Turut Melakukan (Medeplegen)

Turut melakukan (medeplegen) adalah salah satu bentuk penyertaan dalam tindak pidana di Indonesia. Turut melakukan terjadi ketika seseorang bersama-sama dengan orang lain melakukan suatu tindak pidana. Dalam Pasal 55 KUHP, turut melakukan termasuk dalam lima golongan peserta tindak pidana, yaitu yang melakukan perbuatan (plegen, dader), yang menyuruh melakukan perbuatan (doen plegen, middelijke dader), yang turut melakukan perbuatan (medeplegen, mededader), yang membujuk supaya perbuatan dilakukan (uitlokken, uitlokker), dan yang membantu perbuatan (medeplichtig zijn, medeplichtige). Dalam turut melakukan, setiap pelaku bertanggung jawab penuh atas akibat perbuatan pidana tersebut.

Dalam kasus turut melakukan, setiap pelaku harus memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan. Dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP, turut melakukan didefinisikan sebagai "mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan". Dalam turut melakukan, setiap pelaku harus memiliki peran yang aktif dalam melakukan tindak pidana.

Syarat-syarat yang dapat membuat seseorang dipidana atas tindakan turut melakukan (medeplegen) dalam tindak pidana dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Kerja sama yang disadari

Terdapat kerja sama yang disadari antara para pelaku yang merupakan suatu kehendak bersama serta bersama-sama melaksanakan kehendak itu. Ini menunjukkan bahwa terdapat kesadaran dan kesengajaan dari setiap pelaku untuk melakukan tindak pidana secara bersama-sama.

2)Bersama-sama melakukan tindak pidana

(9)

6

Tindak pidana dilakukan secara bersama-sama oleh minimal dua orang atau lebih. Dalam turut melakukan, setiap pelaku harus memiliki peran yang aktif dalam melakukan tindak pidana.5

3. Menggerakkan (Uitlokken, Uitlokking)

Menggerakkan (uitlokken, uitlokking) dalam tindak pidana merujuk pada tindakan seseorang yang dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau pengaruh, kekerasan, ancaman, atau tipu daya, sengaja membujuk orang lain untuk melakukan suatu perbuatan pidana. Istilah ini muncul dalam Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP yang menyatakan bahwa "orang yang dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau pengaruh, kekerasan, ancaman atau tipu daya atau dengan memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan, sengaja membujuk untuk melakukan sesuatu perbuatan”.

Dalam konteks hukum pidana, perbuatan menggerakkan (uitlokken, uitlokking) memiliki unsur-unsur yang harus terpenuhi, seperti adanya sengaja membujuk orang lain untuk melakukan perbuatan pidana dengan menggunakan berbagai cara seperti pemberian, perjanjian, kekerasan, ancaman, atau tipu daya. Orang yang melakukan tindakan ini bertanggung jawab atas perbuatan pidana yang dilakukan oleh orang yang dibujuk. Namun, pertanggungjawaban pembujuk hanya sampai pada apa yang dibujuknya untuk dilakukan beserta akibatnya.6

4. Membantu Melakukan (Medeplichtigheid)

Membantu melakukan (medeplichtighed) dalam tindak pidana merujuk pada perbuatan seseorang yang dengan sengaja memberikan kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan tindak pidana, atau memberikan bantuan pada saat tindak pidana dilakukan.

Pasal 56 KUHP menyatakan bahwa "Setiap orang dipidana sebagai pembantu kejahatan, jika dengan sengaja memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan tindak pidana; atau memberi bantuan pada waktu tindak pidana dilakukan.".

Dalam konteks hukum pidana, perbuatan membantu melakukan memiliki unsur-unsur yang harus terpenuhi, seperti adanya kesengajaan dalam memberikan kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan tindak pidana, atau memberikan bantuan pada saat tindak

5 Irene Ulfa. Pembuktian Pengajaran Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Anak (2018). Media Luris. Vol.

1.No.2. Diakses dari: https://e-journal.unair.ac.id/MI/article/download/8833/5053/28813. Pada tanggal 19 November 2023

6 Diakses dari: https://kalsel.bawaslu.go.id/elibrary/strategi-pengawas-pemilu-dalam-menangani-tindak-pidana- pemilu/

(10)

7

pidana dilakukan. Orang yang melakukan tindakan ini bertanggung jawab atas perbuatan pidana yang dilakukan oleh orang yang dibantu. Namun, pertanggungjawaban pembantu hanya sampai pada apa yang dibantu untuk dilakukan beserta akibatnya.7

Menurut Pasal 56 membantu melakukan ada 2 jenis:

1) Membantu sebelum tindak pidana dilakukan

Membantu sebelum tindak pidana dilakukan mengacu pada memberikan kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan tindak pidana sebelum tindakan tersebut terjadi. Dalam Pasal 56 KUHP, disebutkan bahwa seseorang dipidana sebagai pembantu kejahatan jika dengan sengaja memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan tindak pidana sebelum tindakan pidana dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan membantu dalam konteks ini terjadi sebelum terjadinya tindak pidana. 8

2) Membantu pada saat tindak pidana dilakukan

Membantu pada saat tindak pidana dilakukan mengacu pada memberikan bantuan pada waktu tindak pidana dilakukan. Dalam Pasal 56 KUHP, disebutkan bahwa seseorang dipidana sebagai pembantu kejahatan jika dengan sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan, atau memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan kejahatan. Ini menunjukkan bahwa tindakan membantu dalam konteks ini terjadi pada saat tindak pidana sedang dilakukan.

C. Perbedaan antara Menyuruh melakukan dengan menggerakkan,Turut serta dengan pembantuan (pada saat TP dilakukan), serta perbedaan Menggerakkan dengan membantu sebelum TP terjadi

a) Perbedaan antara Menyuruh melakukan dengan Menggerakkan

Menyuruh Melakukan Menggerakkan

7 Diakses dari: https://www.hukumonline.com/klinik/a/perbedaan-turut-serta-dan-pembantuan-tindak-pidana- lt519a34bca3574/

8Fitri Wahyuni. Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia. PT Nusantara Persada Utama: Tangerang Selatan (2017). Diakses dari: https://jdih.situbondokab.go.id/barang/buku/Dasar-

Dasar%20Hukum%20Pidana%20di%20Indonesia%20by%20Dr.%20Fitri%20Wahyuni.,%20S.H.,%20M.H.%2 0(z-lib.org).pdf. Pada tanggal 19 November 2023

(11)

8 1. Sarana menggerakkan tidak

ditentukan.

1. Sarana menggerakkan ditentukan secara limitatif.

2. Pelaku langsung tidak dapat dipertanggung jawabkan

2. Pelaku langsung dapat dipertanggung jawabkan.

b) Perbedaan turut serta dengan pembantuan (pada saat TP dilakukan)

Turut Melakukan Membantu Melakukan Menurut ajaran

Objektif

Menurut ajaran Subyektif

Menurut ajaran Objektif

Menurut ajaran Subyektif Perbuatannya

merupakan perbuatan pelaksanna

(Uitvoeringshandeling).

Kesengajaan

ditujukan untuk terwujudnya delik.

Perbuatannya merupakan

perbuatan yang membantu atau menunjang.

Kesengajaannya

hanya untuk

memberi bantuan saja pada orang lain.

c) Perbedaan Menggerakkan dengan Membantu sebelum tindak pidana terjadi

Menggerakkan Membantu

Keterangan, sarana, kesempatan digunakan oleh penggerak untuk menimbulkan kehendak melakukan TP pada pelaku langsung.

Keterangan, sarana, kesempatan digunakan oleh pembantuan untuk memberikan bantuan pada pelaku langsung.

D. Penyertaan Mutlak Perlu (Noodzakelijke Deelneming)

Penyertaan mutlak perlu (Noodzakelijke deelneming) adalah konsep dalam hukum pidana yang mengacu pada situasi di mana seseorang dianggap turut serta dalam suatu tindak pidana karena keadaan atau posisinya yang memaksa atau memerlukan keterlibatan dalam tindak

(12)

9

pidana tersebut. Konsep ini menunjukkan bahwa seseorang dianggap terlibat dalam tindak pidana secara mutlak dan tidak dapat dikecualikan dari pertanggungjawaban pidana.9

Penyertaan mutlak dalam hukum pidana adalah ketentuan yang memungkinkan orang selain pelaku utama dari suatu kejahatan untuk dianggap melakukan perbuatan yang dilarang dan dapat dipidana. Dalam penyertaan mutlak, beberapa orang terlibat dalam suatu tindak pidana secara bersama-sama, dan tindak pidana tersebut tidak mungkin dapat dilakukan oleh satu orang pembuat. Penyertaan dibedakan menjadi dua, yaitu pembuat/daader tindak pidana dan pembantu tindak pidana.10

9 Diakses dari: https://text-id.123dok.com/document/9yne249ky-penyertaan-dengan-kealpaan-culpose- deelneming-penyertaan-mutlak-perlu-noodzakelijke-deelneming-necessary-complicity.html

10 Emy Rosa Wati & Abdul Fatah.Buku Ajar Hukum Pidana. UMSIDA Press: Sidoarjo (2017). Diakses dari:

https://press.umsida.ac.id/index.php/umsidapress/article/download/978-623-6833-81-0/722/. Pada tanggal 19 November 2023

(13)

10 BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Hukum penyertaan atau deelneming dalam konteks hukum pidana Indonesia mengacu pada turut serta atau keterlibatan seseorang secara psikis maupun fisik dalam suatu tindak pidana, yang dapat melahirkan suatu tindak pidana. Dengan demikian, hukum penyertaan (deelneming) merupakan konsep yang penting dalam menentukan pertanggungjawaban pidana dari setiap peserta atau pelaku tindak pidana dalam suatu kejahatan.

Ajaran penyertaan ini penting untuk menentukan batas-batas pertanggungjawaban pidana dari masing-masing peserta atau pelaku tindak pidana. Dalam konteks hukum pidana, penyertaan memiliki peran yang signifikan dalam menentukan pertanggungjawaban pidana dari masing- masing peserta atau pelaku tindak pidana. Ajaran penyertaan ini diatur dalam Pasal 55 dan 56 KUHP dan memiliki peran penting dalam menentukan batas-batas pertanggungjawaban pidana dari setiap peserta dalam suatu tindak pidana.

Dalam hukum pidana Indonesia, Pasal 55 KUHP menentukan lima golongan peserta tindak pidana, termasuk yang melakukan perbuatan (plegen, dader), yang menyuruh melakukan perbuatan (doen plegen, middelijke dader), dan yang turut melakukan perbuatan (medeplegen, mededader).

Dalam kasus ini, yang menyuruh melakukan (doen plegen) bertanggung jawab penuh sebagai pelaku terhadap akibat perbuatan pidana tersebut. Penyertaan (deelneming) terjadi ketika dalam suatu peristiwa pidana terdapat lebih dari satu pelaku, sehingga harus dicari pertanggungjawaban dan peranan masing-masing peserta dalam peristiwa tersebut.

Dalam konteks hukum pidana, perbuatan menggerakkan (uitlokken, uitlokking) memiliki unsur-unsur yang harus terpenuhi, seperti adanya sengaja membujuk orang lain untuk melakukan perbuatan pidana dengan menggunakan berbagai cara seperti pemberian, perjanjian, kekerasan, ancaman, atau tipu daya.

Pasal 56 KUHP menyatakan bahwa ‘‘Setiap orang dipidana sebagai pembantu kejahatan, jika dengan sengaja memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan tindak pidana;

atau memberi bantuan pada waktu tindak pidana dilakukan. Dalam konteks hukum pidana, perbuatan membantu melakukan memiliki unsur-unsur yang harus terpenuhi, seperti adanya

(14)

11

kesengajaan dalam memberikan kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan tindak pidana, atau memberikan bantuan pada saat tindak pidana dilakukan.

(15)

12

DAFTAR PUSTAKA

Diakses dari: https://rendratopan.com/2023/01/18/mengenal-istilah-deelneming/

Diakses dari: https://hukumonline.com/stories/article/lt64ae0fe1a584f/penyertaan-tindak- pidana-dan-perbedaannya/

Diakses dari: https://rendratopan.com/2023/01/18/mengenal-istilah-deelneming/

Diakses dari: https://hukumonline.com/stories/article/lt64ae0fe1a584f/penyertaan-tindak- pidana-dan-perbedaannya/

Djefriye Thon. Kajian Hukum Terhadap Ajaran Penyertaan Dalam TP Korupsi Menurut UU No. 20 Thn. 2001. Lex Privatum (7 Agus), Vol. IV. No. 7. Diakses dari:https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/view/13242. Pada tanggal 19 November 2023

Irene Ulfa. Pembuktian Pengajaran Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Anak (2018). Media

Luris. Vol. 1.No.2. Diakses dari: https://e-

journal.unair.ac.id/MI/article/download/8833/5053/28813. Pada tanggal 19 November 2023 Diakses dari: https://kalsel.bawaslu.go.id/elibrary/strategi-pengawas-pemilu-dalam- menangani-tindak-pidana-pemilu/

Diakses dari: https://www.hukumonline.com/klinik/a/perbedaan-turut-serta-dan-pembantuan- tindak-pidana-lt519a34bca3574/

1Fitri Wahyuni. Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia. PT Nusantara Persada Utama:

Tangerang Selatan (2017). Diakses dari: https://jdih.situbondokab.go.id/barang/buku/Dasar- Dasar%20Hukum%20Pidana%20di%20Indonesia%20by%20Dr.%20Fitri%20Wahyuni.,%20 S.H.,%20M.H.%20(z-lib.org).pdf. Pada tanggal 19 November 2023

Diakses dari: https://text-id.123dok.com/document/9yne249ky-penyertaan-dengan-kealpaan- culpose-deelneming-penyertaan-mutlak-perlu-noodzakelijke-deelneming-necessary-

complicity.html

Emy Rosa Wati & Abdul Fatah.Buku Ajar Hukum Pidana. UMSIDA Press: Sidoarjo (2017).

Diakses dari: https://press.umsida.ac.id/index.php/umsidapress/article/download/978-623- 6833-81-0/722/. Pada tanggal 19 November 2023

(16)

13

Referensi

Dokumen terkait

Kedua, Kebijakan Hukum Pidana yang seharusnya dilakukan terhadap koperasi yang diduga melakukan tindak pidana dalam menghimpun modal penyertaan dari masyarakat dapat

Penelitian hukum ini berjudul: “KAJIAN TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PORNOGRAFI DI MEDIA SOSIAL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

Terkait dengan penegakkan hukum, penerapan pertanggungjawaban pidana dalam upaya perlindungan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana membutuhkan adanya kelengkapan

Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan tanah negara (register 45) pada wilayah hukum Pengadilan

Pertanggungjawaban pidana anak sebagai pelaku tindak pidana kekerasan seksual pada anak tidak hanya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana saja tetapi juga diatur

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Bentuk pertanggungjawaban pelaku pidana bagi pemegang aset hasil tindak pidana pencucian uang dalam tindak pidana narkotika

Dalam melakukan korupsi pelaku tidak hanya berdiri sendiri, hamper bias di pastikan tindak pidana korupsi dilakukan oleh lebih dari satu orang atau yang dalam hukum pidana

Concursus adalah ajaran hukum pidana yang berkaitan dengan pelaku tindak pidana , dimana pelaku tersebut melakukan lebih dari satu perbuatan pidana. concursus