• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK DAN FISKUS

N/A
N/A
Farni Ifarni

Academic year: 2023

Membagikan "MAKALAH HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK DAN FISKUS"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK DAN FISKUS Mata Kuliah: Perpajakan I

Dosen Pengampu: La Ode Abdul Rakhman, S.E., M.Ak.

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 4 : Wa Ode Nurfadillah Syah 102201047

Rahmat Rauf 102201049

Nunung Fitryani Ramli 102201060 Nining Ardianingsih Hasim 102201066

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON

2022/2023

▸ Baca selengkapnya: contoh surat pernyataan pemisahan hak dan kewajiban pajak

(2)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan Rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Perpajakan 1 yang berjudul “Hak dan Kewajiban Wajib Pajak dan Fiskus”.

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perpajakan 1 dengan dosen pengampu La Ode Abdul Rakhman, S.E., M.Ak. Tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Perpajakan 1 yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini.

Akhirnya, penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya. Dengan segala kerendahan hati, saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari pembaca guna meningkatkan pembuatan makalah pada tugas yang lain pada waktu mendatang.

Baubau, 10 Desember 2023

i

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 2

C. Tujuan... 2

BAB II PEMBAHASAN A. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak... 3

B. Hak dan Kewajiban Fiskus... 8

C. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) …... 10

D. Rahasia Jabatan... 15

E. Kuasa/Wakil Wajib Pajak... 17

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan... 20

B. Saran... 20 DAFTAR PUSTAKA

ii

(4)

iii

(5)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam literarur pajak, tidak pernah ada satu definisi atau pengertian yang menyebutkan bahwa pajak adalah hak masyarakat (rakyat). Bahkan para ahli pajak seperti Prof. Adriani dan Prof. Rochmat Soemitro selalu memberikan pengertian yang menyebutkan bahwa pajak bukanlah hak tetapi kewajiban. Pengertian yang dijelaskan menyatakan bahwa pajak adalah iuran kepada negara yang sifatnya dapat dipaksakan oleh masyarakat. Pengertian ini menunjukkan adanya kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masyarakat untuk membayar pajak. Apabila masyarakat tidak melaksanakan kewaibannya, pemerintah bisa memaksanya.

Sementara itu, pengertian hak tidak ada unsur pemaksa yang bisa dilakukan dari pihaklain. Persoalan pajak memang tidak terlepas dari segala aspek kehidupan manusia. Setiap aktivitas selalu terkait dengan masalah pajak terkecuali undang- undang sendiri menyebutkan lain. Oleh karena itu, Masyarakat perlu menyadari betapa pentingnya pajak walaupun tidak ada imbalan langsung yang bisa dirasakan.

Kita menyadari bahwa tidak ada suatu Masyarakat yang bisa hidup sendiri dan memenuhi segala kebutuhannya sendiri. Bahkan, kemaslahatan hidup manusia tidak akan pernah ada tanpa didukung denga napa yang dinamakan pajak. Tiap-tiap orang tidak akan mungkin bisa menyediakan fasilitas yang dibutuhkannya sendiri seperti rumah sakit, sekolah, transportasi, rasa aman, dan lainnya. Semua itu bisa terjadi apabila ada kewajiban pembayaran yang dilakukan rakyat dengan nama pajak. Dari pajaklah pemerintah bisa menyediakan semua fasilitas umum tersebut untuk bisa dimanfaatkan Bersama-sama.

Apabila Masyarakat telah melaksanakan kewajiban membayar pajak, maka pemerintah berperan memberikan segala bentuk pelayanan umum yang dibutuhkan

(6)

Masyarakat. Pemberian ini tidak terbatas hanya kepaada mereka yang membayar pajak, tetapi juga kepada mereka yang belum mebayar pajak.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana hak dan kewajiban wajib pajak?

2. Bagaimana hak dan kewajiban fiscus?

3. Bagaimana penghindaran pajak?

4. Apa yang dimaksud dengan rahasia jabatan?

5. Jelaskan kuasa/wakil wajib pajak?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui hak dan kewajiban wajib pajak 2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban fiscus 3. Untuk mengetahui penghindaran pajak 4. Untuk mengetahui rahasia jabatan

5. Untuk mengetahui kuasa/wakil wajib pajak

(7)

BAB II PEMBAHASAN

A. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

Hak dan kewajiban perpajakan harus dilakukan oleh wajib pajak. Mengacu dari undang-undang yang sama, pada pasal 1 ayat 2 dijelaskan kalau wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Jadi, siapapun, baik yang sudah memiliki NPWP atau belum, sudah termasuk ke dalam wajib pajak jika sudah mempunyai hak dan kewajiban perpajakan.

1. Hak Wajib Pajak

a. Hak atas Kelebihan Pembayaran Pajak

(8)

Ketika besaran pajak terutang yang dibayar atau dipotong atau dipungut ternyata lebih kecil daripada jumlah kredit pajak, wajib pajak berhak menerima kembali kelebihan tersebut. Dengan kalimat sederhana, seseorang berhak menerima kembali kelebihan bayar ketika membayar pajak lebih banyak daripada jumlah

yang sebenarnya.

Seseorang dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan bayar pajak dengan mengirimkan surat permohonan pada Kepala KPP (Kantor Pajak Pratama) atau melalui SPT (Surat Pemberitahuan). Setelah menerima surat permohonan, Dirjen Pajak akan mengembalikan kelebihan bayar pajak dalam waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Jika wajib pajak termasuk dalam kriteria wajib pajak patuh, pengembalian ini dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak permohonan diterima. Kalau Dirjen Pajak terlambat mengembalikan kelebihan bayar pajak, wajib pajak berhak menerima bunga sebesar 2% per bulan dengan maksimum 24 bulan.

b. Hak dalam Hal Wajib Pajak Dilakukan Pemeriksaan

Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak pada wajib pajak, wajib pajak berhak untuk:

 Meminta Surat Perintah Pemeriksaan.

 Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa .

 Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan.

 Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT.

(9)

 Hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan.

Berdasarkan ruang lingkupnya, jenis pemeriksaan terbagi menjadi dua jenis, yaitu pemeriksaan kantor dan pemeriksaan lapangan. Pemeriksaan kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan, terhitung dari tanggal wajib pajak memenuhi surat panggilan untuk melakukan pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan.

Sedangkan pemeriksaan lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi 8 (delapan) bulan, terhitung sejak tanggal surat perintah pemeriksaan sampai dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan.

c. Hak untuk Mengajukan Keberatan, Banding dan Peninjauan Kembali

Setelah dilakukan pemeriksaan, umumnya akan terbit suatu surat ketetapan pajak yang menunjukkan kalau wajib pajak kurang bayar, lebih bayar, atau nihil perpajakannya. Jika wajib pajak tidak sependapat dengan surat tersebut, dapat mengajukan keberatan. Lalu bila belum puas dengan keputusan keberatan, selanjutnya wajib pajak dapat mengajukan banding. Langkah terakhir dalam sengketa pajak, wajib pajak dapat mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.

d. Hak-Hak Wajib Pajak Lainnya

1) Hak kerahasiaan : Wajib pajak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan kerahasiaan atas semua informasi yang disampaikan kepada Ditjen Pajak dalam melaksanakan kegiatan perpajakan. Di sisi lain, pihak yang bertugas di bidang

(10)

perpajakan dilarang untuk mengungkapkan kerahasiaan wajib pajak.

Kerahasiaan wajib pajak yang dilindungi adalah:

 Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan wajib pajak.

 Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia.

 Dokumen atau rahasia wajib pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.

2) Hak untuk Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran : Wajib pajak dapat mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak dalam kondisi tertentu.

3) Hak untuk Penundaan Pelaporan SPT Tahunan : Wajib pajak dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi maupun PPh Badan dengan alasan tertentu.

4) Hak untuk Pengurangan PPh Pasal 25 : PPh Pasal 25 adalah pajak yang dibayar secara angsuran dengan tujuan untuk meringankan beban wajib pajak, mengingat pajak terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Dalam undang-undang ketentuan umum perpajakan, wajib pajak memiliki hak untuk mengajukan permohonan pengurangan besaran angsuran PPh Pasal 25 dengan alasan tertentu.

5) Hak untuk Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) : Karena kondisi atau sebab tertentu, seperti rusaknya bumi dan bangunan yang terkena bencana alam, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan pajak terutang PBB. Wajib pajak yang merupakan anggota veteran pejuang dan pembela kemerdekaan juga dapat mengajukan pengurangan PBB. Khusus untuk Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang sudah dialihkan

(11)

ke Pemerintah Daerah (Kota/Kabupaten), pengurusan pengurangan PBB dilakukan di Kantor Dinas Pendapatan Kota/Kabupaten setempat.

6) Hak untuk Pembebasan Pajak : Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan dengan alasan tertentu.

7) Hak Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak : Wajib pajak yang termasuk ke dalam wajib pajak patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh terhitung sejak tanggal permohonan.

8) Hak untuk Mendapatkan Pajak Ditanggung Pemerintah : Untuk pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, PPh terutang atas penghasilan yang diterima kontraktor, konsultan, dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.

9) Hak untuk Mendapatkan Insentif Perpajakan : Dalam lingkup PPN, Barang Kena Pajak (BKP) atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN.

BKP tersebut di antaranya kereta api, pesawat udara, kapal laut, buku-buku, perlengkapan TNI/Polri yang diimpor maupun yang diserahkan di area pabean oleh wajib pajak tertentu. Fasilitas PPN tidak dipungut ini turut diberikan pada perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu, seperti kawasan berikat, di antaranya atas impor dan perolehan bahan baku.

2. Kewajiban Wajib Pajak

Selain hak, ada kewajiban yang harus dipatuhi oleh wajib pajak, di antaranya:

1) Kewajiban Mendaftarkan Diri

(12)

Wajib pajak harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di kantor pajak pratama (KPP) atau kantor pelayanan, penyuluhan dan konsultasi perpajakan (KP2KP).

Wajib pajak yang merupakan pengusaha, wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) oleh KPP atau KP2KP setelah memenuhi persyaratan tertentu, di antaranya pengusaha orang pribad atau badan melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak dengan jumlah omzet melebihi Rp4.800.000.000 dalam setahun. Jika tidak memenuhi syarat tersebut, tetap dapat melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Setelah dikukuhkan sebagai PKP, maka wajib untuk memungut pajak pertambahan nilai (PPN) dari setiap pembeli/pengguna jasanya dengan menerbitkan faktur pajak. PPN tersebut kemudian dilaporkan dalam SPT Masa.

2) Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, dan Pelaporan Pajak

Sesuai dengan sistem self assessment, wajib pajak harus melakukan penghitungan, pembayaran dan pelaporan pajak terutangnnya sendiri. Dalam melaksanakan kewajiban ini, dapat melakukannya secara mudah dan cepat melalui aplikasi OnlinePajak.

3) Kewajiban dalam Hal Diperiksa

Dirjen Pajak dapat melakukan pemeriksaan pada wajib pajak untuk menguji kepatuhannya dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap wajib pajak yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Kewajiban yang diperiksa di antaranya:

 Memenuhi panggilan untuk menghadiri Pemeriksaan sesuai waktu yang ditentukan, khususnya jenis Pemeriksaan Kantor.

(13)

 Menunjukkan atau meminjamkan seluruh data yang menjadi dasar serta berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak. Untuk jenis Pemeriksaan Lapangan, wajib pajak harus memberikan akses untuk melihat dan menyimpan data.

 Memberikan izin untuk memasuki tempat atau ruang yang dianggap perlu serta memberi bantuan untuk memperlancar proses pemeriksaan.

 Menyampaikan tanggapan secara tertulis atau surat pemberitahuan hasil pemeriksaan.

 Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik, khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor.

 Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.

4) Kewajiban Memberi Data

Data di sini adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar Dirjen Pajak. Kewajiban ini tidak hanya dipatuhi oleh wajib pajak, tetapi juga oleh setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain. Jika sengaja tidak memenuhi kewajiban ini, wajib pajak akan terkena pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000.

(14)

B. Hak dan Kewajiban Fiskus

Fiskus atau Aparatur Pajak atau Pejabat Pajak adalah orang atau badan yang bertugas untuk melakukan pemungutan pajak atau iuran pada wajib pajak. Secara bahasa, Fiskus berasal dari bahasa Latin yang berarti keranjang berisi uang atau kantong uang. Pajak yang dipungut oleh fiskus, nantinya akan digunakan untuk pengeluaran rutin dan pembangunan nasional juga membantu penyelenggaraan pemerintahan.Yang termasuk fiskus atau pejabat pajak yang berwenang diantaranya Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Gubernur, Bupati/Walikota, atau pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan.

1. Hak Fiskus

Adapun hak-hak fiskus atau aparatur pajak yaitu:

 Menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWB) dan atau melakukan pengukuhan pengusaha kena pajak secara jabatan

 Menerbitkan surat tagihan pajak

 Melakukan pemeriksaan dan penyegelan

 Melakukan penyidikan

 Menerbitkan surat paksa dan melaksanakan penyitaan 2. Kewajiban Fiskus

Fiskus memiliki 2 kewajiban yaitu kewajiban umum dan kewajiban khusus.

(15)

a. Kewajiban Umum Fiskus : Kewajiban umum fiskus yaitu melakukan pembimbingan, penyuluhan dan penerangan kepada wajib pajak agar mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

b. Kewajiban Khusus Fiskus, diantaranya :

 Menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sementara dalam waktu 3 hari setelah formulir pendaftaran diterima.

 Menerbitkan NPWP dalam jangka waktu 3 bulan setelah formulir pendaftaran diterima.

 Menerbitkan surat keputusan atas pengukuhan pengusaha kena pajak (sebagai wajib pajak pertambahan nilai), dalam jangka waktu tujuh hari sejak formulir pendaftaran diterima.

 Menerbitkan surat keputusan kelebihan pajak dalam jangka waktu satu bulan setelah tanggal diajukannya surat keputusan kelebihan pajak oleh wajib pajak.

 Menerbitkan surat perintah untuk membayar kelebihan pajak dalam jangka waktu satu bulan setelah diajukannya surat keputusan kelebihan pembayaran pajak.

 Menerbitkan surat keputusan angsuran/penundaan pembayaran pajak dalam jangka waktu 3 bulan untuk angsuran/penundaan surat ketetapan pajak, surat ketetapan pajak tambahan, serta surat pemberitahuan pajak dan dalam waktu 10 hari untuk pengurangan angsuran pajak penghasilan.

 Memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan oleh wajib pajak dalam waktu 3 bulan sejak diterimanya surat permohonan keberatan.

(16)

 Memberikan keputusan atas pengurangan/penghapusan bunga, denda, serta kenaikan dan pengurangan/pembatalan terkait ketetap pajak dalam waktu 3 bulan sejak tanggal penerimaan permohonan.

 Merahasiakan data/informasi mengenai wajib pajak yang telah disampaikan.

C. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)

Tax avoidance atau penghindaran pajak adalah usaha yang dilakukan oleh wajib pajak, untuk mengurangi atau bahkan meniadakan hutang pajak yang harus dibayar yang dilakukan secara legal, aman dan tidak melanggar ketentuan-ketentuan di bidang perpajakan dengan cara memanfaatkan kelemahan-kelemahan (grey area) yang terdapat dalam undang-undang perpajakan suatu negara.

Tak avoidance merupakan penghindaran pajak dengan cara mengurangi pajak yang masih dalam batas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dapat dibenarkan, terutama melalui perencanaan pajak. Penghindaran pajak dapat terjadi di dalam bunyi ketentuan atau tertulis di undang-undang dan berada dalam jiwa dari undang-undang tetapi berlawanan dengan jiwa undang-undang.

Penghindaran pajak atau tax avoidance adalah suatu tindakan yang legal yang berbeda dengan penyeludupan pajak. Biasanya perusahaan melakukan strategi- strategi atau cara-cara yang legal sesuai dengan aturan undang-undang yang berlaku, namun dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang sifatnya ambigu dalam undang-

(17)

undang sehingga dalam hal ini wajib pajak memanfaatkan celah-celah yang ditimbulkan oleh adanya ambiguitas dalam undang-undang perpajakan.

1. Karakteristik Penghindaran Pajak

Menurut komite fiskal dari Organization for Economic Coorperation and Development (OECD), menyebutkan bahwa penghindaran pajak atau tax avoidance memiliki beberapa ciri atau karakteristik, yaitu:

1) Adanya unsur artifical arrangement, dimana berbagai pengaturan seolah-olah terdapat di dalamnya padahal tidak, dan ini dilakukan karena ketiadaan faktor pajak.

2) Skema semacam ini sering memanfaatkan loopholes (celah) dari undang- undang atau menerapkan ketentuan-ketentuan legal berbagai tujuan, yang berlawanan dari isi undang-undang sebenarnya.

3) Kerahasiaan juga sebagai bentuk dari skema ini dimana umumnya para konsultan menunjukkan alat atau cara untuk melakukan penghindaran pajak dengan syarat wajib pajak menjaga serahasia mungkin.

Sedangkan menurut Palan (2008), beberapa ciri dalam penghindaran pajak atau tax avoidance yaitu:

1) Wajib pajak berusaha untuk membayar pajak lebih sedikit dari yang seharusnya terutang dengan memanfaatkan kewajaran interpretasi hukum pajak.

2) Wajib pajak berusaha agar pajak dikenakan atas keuntungan yang dideclare dan bukan atas keuntungan yang sebenarnya diperoleh.

3) Wajib pajak mengusahakan penundaan pembayaran pajak.

2. Jenis-Jenis Penghindaran Pajak

(18)

Penghindaran pajak dapat diartikan sebagai manipulasi penghasilannya secara legal yang masih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang. Tax avoidance tidak dapat dikategorikan sebagai sebuah pelanggaran undang-undang perpajakan karena dalam hal ini wajib pajak melakukan usaha meminimalkan atau meringankan beban pajak dengan ketentuan yang telah dimungkinkan oleh undang-undang pajak.

Meskipun telah di upayakan dengan menciptakan kebijakan yang memadai, tidak jarang ditemui berbagai kendala atau hambatan atau perlawanan dalam pemungutan pajak. Menurut Purwono (2010), jenis-jenis perlawanan yang dilakukan dalam penghindaran pajak yaitu:

1) Perlawanan Pasif : secara pasif merupakan perlawanan yang keterjadiannya berkaitan erat dengan struktur ekonomi suatu negara, perkembangan intelektual, dan teknik pemungutan pajak.

2) Perlawanan Aktif : yang meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus dengan tujuan menghindari pajak melalui, penghindaran diri dari wajib pajak, pengelakan diri dari wajib pajak, dan melalaikan pajak.

3. Bentuk-bentuk Penghindaran Pajak

Menurut Prakosa (2014), bentuk-bentuk usaha yang biasa dilakukan dalam penghindaran pajak atau tax avoidance umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu:

1) Memindahkan subjek pajak dan/atau objek pajak ke negara-negara yang memberikan perlakuan pajak khusus atau keringanan pajak (tax haven country) atas suatu jenis penghasilan (substantive tax planning).

(19)

2) Usaha penghindaran pajak dengan mempertahankan substansi ekonomi dari transaksi melalui pemilihan formal yang memberikan beban pajak yang paling rendah (formal tax planning).

3) Ketentuan anti avoidance atas transaksi transfer pricing, thin capitalization, treaty shopping, dan controlled foreign corporation (Specific Anti Avoidance Rule), serta transaksi yang tidak mempunyai substansi bisnis (General Anti Avoidance Rule).

Adapun menurut Surbakti (2012), beberapa cara yang dilakukan oleh perusahaan dalam melakukan penghindaran pajak, antara lain yaitu sebagai berikut:

1) Menampakkan laba dari aktivitas operasional sebagai laba dari modal sehingga mengurangi laba bersih dan utang pajak perusahaan tersebut.

2) Mengakui pembelanjaan modal sebagai pembelanjaan operasional dan membebankan yang sama terhadap laba bersih sehingga mengurangi utang pajak perusahaan.

3) Membebankan biaya personal sebagai biaya bisnis sehingga mengurangi laba bersih.

4) Membebankan depresiasi produksi yang berlebihan di bawah nilai penutupan peralatan sehingga mengurangi laba kena pajak.

5) Mencatat pembuangan yang berlebihan dari bahan baku dalam industri manufaktur sehingga mengurangi laba kena pajak.

4. Faktor Penyebab Penghindaran Pajak

Menurut Hutagaol (2014), beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya penghindaran pajak atau tax avoidance, antara lain yaitu sebagai berikut:

(20)

1) Kesempatan (opportunities). Adanya sistem self assessment yang merupakan sistem yang memberikan kepercayaan penuh terhadap wajib pajak (WP) untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakan kepada fiskus. Hal ini memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk melakukan tindakan penghindaran pajak.

2) Lemahnya penegakan hukum (low enforcement). Wajib Pajak (WP) berusaha untuk membayar pajak lebih sedikit dari yang seharusnya terutang dengan memanfaatkan kewajaran interpretasi hukum pajak. Wajib pajak memanfaatkan loopholes yang ada dalam peraturan perpajakan yang berlaku (lawfull).

3) Manfaat dan biaya (level of penalty). Perusahaan memandang bahwa penghindaran pajak memberikan keuntungan ekonomi yang besar dan sumber pembiayaan yang tidak mahal. Di dalam perusahaan terdapat hubungan antara pemegang saham, sebagai prinsipal, dan manajer, sebagai agen. Pemegang saham, yang merupakan pemilik perusahaan, mengharapkan beban pajak berkurang sehingga memaksimalkan keuntungan.

4) Bila terungkap masalahnya dapat diselesaikan (negotiated settlements).

Banyaknya kasus terungkapnya masalah penghindaran pajak yang dapat diselesaikan dengan bernegosiasi, membuat wajib pajak merasa leluasa untuk melakukan praktik penghindaran pajak dengan asumsi jika terungkap masalah dikemudian hari akan dapat diselesaikan melalui negosiasi.

5. Rumus Perhitungan Penghindaran Pajak

Menurut Budiman dan Setiyono (2012), penghindaran pajak atau tax avoidance dapat dihitung menggunakan formula ETR (Effective Tax Rate) perusahaan, yaitu kas yang dikeluarkan untuk biaya pajak dibagi dengan laba sebelum pajak. Semakin besar ETR ini mengindikasikan semakin rendah tingkat penghindaran pajak perusahaan. Adapun rumus perhitungan ETR yaitu:

(21)

Cash ETR yang dihitung dengan membandingkan pembayaran pajak dengan laba sebelum pajak. Pembayaran pajak terdapat dalam Laporan Arus Kas Konsolidasi, sedangkan laba sebelum pajak terdapat dalam Laporan Laba Rugi Komperenshif.

Selain itu pengukuran menggunakan Cash ETR dapat menjawab atas permasalahan dan keterbatasan atas pengukuran tax avoidance berdasarkan model GAAP ETR. Semakin kecil nilai Cash ETR, artinya semakin besar penghindaran pajaknya, begitupun sebaliknya.

D. Rahasia Jabatan

Rahasia jabatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang di akses melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, adalah sesuatu yang berkenaan dengan jabatan dan tidak boleh diketahui umum.

Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (“UU KIP”) yang dimaksud dengan “rahasia jabatan” adalah rahasia yang menyangkut tugas dalam suatu jabatan Badan Publik atau tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan merupakan salah satu bentuk informasi publik yang tidak dapat diberikan pada public.

Sanksi Jika Membuka Rahasia Jabatan

(22)

Pasal 322 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) mengatur mengenai tindakan membuka rahasia jabatan, yang berbunyi:

1) Barang siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia, yang menurut jabatannya atau pekerjaaanya, baik yang sekarang, maupun yang dahulu, ia diwajibkan menyimpannya, dihukum penjara paling lama Sembilan bulan atau denda paling banyak Rp.9000,-

2) Jika kejahatan ini dilakukan terhadap orang yang ditentukan, maka perbuatan itu hanya dituntut atas pengaduan orang itu.

Menurut R.Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 232) untuk dapat dihukum oleh pasal ini, maka hal-hal yang harus dibuktikan adalah:

1) Yang diberitahukan (dibuka) itu harus suatu rahasia;

2) Bahwa orang itu diwajibkan untuk menyimpan rahasia tersebut dan ia harus betul-betul mengetahui, bahwa ia wajib menyimpan rahasia itu;

3) Bahwa kewajiban untuk menyimpan rahasia itu adalah akibat dari suatu jabatan atau pekerjaan yang sekarang, maupun yang dahulu pernah ia jabat;

dan

4) Membukanya rahasia itu dilakukan dengan sengaja.

Lebih lanjut dijelaskan oleh R. Soesilo, yang diartikan dengan rahasia itu sesuatu yang hanya diketahui oleh yang berkepentingan, sedangkan lain orang belum mengetahuinya. Siapakah yang diwajibkan menyimpan rahasia itu, tiap-tiap peristiwa harus ditinjau sendiri-sendiri oleh hakim, misalnya dokter harus menyimpan rahasia penyakit pasiennya, seorang pastur harus menyimpan rahasia dosa orang-orang yang

(23)

telah melakukan biecht kepadanya. Seorang yang menyimpan arsip rahasia dilarang memberitahukan tentang surat-surat kepada orang yang tidak berkepentingan. Selain itu juga dijelaskan dilarang untuk memperlihatkan, memberi turunan atau petikan dari surat-surat dinas kepada orang yang tidak berkepentingan.

Jika tindakan membuka rahasia jabatan dilakukan memenuhi unsur pasal tersebut maka dapat dihukum berdasarkan pasal tersebut yaitu pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau denda paling banyak Rp.9000,-

Sebagai informasi, ancaman pidana berupa denda sebesar Rp.9.000,-.yang terdapat dalam Pasal 322 KUHP ini telah disesuaikan berdasarkan Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP (“Perma 2/2012”) :

Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bisa ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kali.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pidana denda yang diatur dalam Pasal 322 KUHP menjadi paling banyak Rp. 9.000.000,-.

Contoh Kasus :

Sebagai contoh kasus dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor: 283/Pid.B/2014/PN.Clp. dimana terdakwa turut serta dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpan karena jabatannya yaitu untuk membocorkan soal tes penerimaan Kepala Dusun dan Polisi Keamanan Wilayah berikut jawabannya. Untuk itu majelis hakim menjatuhkan pidana dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan dan 15 (lima belas) hari kepada terdakwa.

E. Kuasa/Wakil Wajib Pajak

(24)

1. Kuasa Wajib Pajak

Kuasa Wajib Pajak adalah orang yang menerima kuasa khusus dari Wajib Pajak dalam melakukan hak dan kewajiban perpajakan tertentu sesuai peraturan perundang-undangan. Kuasa terdiri dari dua macam, yakni Konsultan pajak dan Karyawan Wajib Pajak. Baik konsultan pajak maupun karyawan Wajib Pajak harus memenuhi persyaratan yang terdapat pada Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan nomor 449/PMK.03/2014 .

2. Wakil Wajib Pajak

Wakil adalah orang dalam atau individu yang dipercaya oleh Wajib Pajak secara khusus. Dalam melakukan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak dapat diwakili dalam hal:

a) Badan diwakili oleh pengurus yang tercantum dalam akta pendirian badan atau dokumen pendirian dan berdasarkan atas surat penunjukkan yang ditandatangani oleh pimpinan yang berwenang

b) Badan yang dinyatakan pailit diwakili oleh kurator.

c) Badan dalam pembubaran diwakili oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan.

d) Badan dalam likuidasi diwakili oleh likuidator.

e) Warisan yang belum terbagi diwakili oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksanaan wasiatnya, atau yang mengurus harta peninggalannya.

f) Anak yang berada di bawah perwalian diwakili oleh wali.

g) Orang yang berada di bawah pengampuan diwakili oleh pengampunya.

(25)

2. Persyaratan Kuasa dan Wakil Wajib Pajak

Persyaratan Kuasa dan Wakil Wajib Pajak adalah sebagai berikut :

1) Menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

2) Memiliki surat kuasa khusus dari Wajib Pajak yang memberi kuasa.

3) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

4) Telah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan Pajak Penghasilan (PPh) tahun pajak terakhir, kecuali terhadap seorang kuasa yang tahun pajak terakhir belum memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT tahunan PPh.

5) Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Sedangkan karyawan Wajib Pajak dianggap menguasai ketentuan peraturan perpajakan jika :

1) Memiliki sertifikat brevet di bidang perpajakan yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan kursus brevet pajak.

2) Memiliki Ijazah pendidikan formal di bidang perpajakan, sekurang-kurangnya tingkat diploma III, yang diterbitkan oleh perguruan tinggi negeri atau swasta dengan status terakreditasi A.

3) Memiliki Sertifikat konsultan pajak yang diterbitkan oleh Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak.

(26)

Sementara itu, kuasa yang ditunjuk oleh Wajib Pajak dengan Surat Kuasa Khusus yang sekurang-kurangnya, meliputi :

1) Nama, alamat, tanda tangan di atas materai, serta NPWP dari Wajib Pajak pemberi kuasa.

2) Nama, alamat, dan tanda tangan, serta NPWP dari Wajib Pajak penerima kuasa.

3) Hak dan kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan berupa keperluan perpajakan, jenis pajak, dan masa pajak/bagian tahun pajak/tahun pajak.

(27)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Hak dan kewajiban wajib pajak serta fiskus berkaitan dengan sistem perpajakan. Wajib pajak memiliki hak untuk memperoleh pelayanan dan perlindungan hukum, sementara kewajiban utamanya adalah membayar pajak sesuai ketentuan. Fiskus, atau otoritas pajak, memiliki hak untuk menagih pajak dan memberikan pelayanan kepada wajib pajak, serta kewajiban untuk menjalankan sistem perpajakan sesuai dengan hukum yang berlaku.

B. Saran

Menekankan perlunya peningkatan kesadaran wajib pajak terkait hak dan kewajiban mereka sebagai kontributor keuangan negara. Mendorong fiskus untuk meningkatkan transparansi dalam proses perpajakan, sehingga wajib pajak dapat lebih memahami penggunaan dana pajak secara efisien. Menyediakan saran atau rekomendasi untuk penguatan aturan perpajakan guna mencegah penghindaran pajak dan memastikan kontribusi pajak yang adil. Menyoroti pentingnya menjaga rahasia jabatan dalam konteks perpajakan, sambil menekankan bahwa penggunaan informasi tersebut harus sesuai dengan etika dan hukum yang berlaku. Memberikan saran terkait pemberdayaan kuasa atau wakil wajib pajak untuk melindungi kepentingan mereka, termasuk dalam interaksi dengan fiskus.

(28)

DAFTAR PUSTAKA

https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/hak-dan-kewajiban-wajib- pajak#Hak%20Dan%20Kewajiban%20Wajib%20Pajak

https://www.pelajaran.co.id/pengertian-fiskus-tugas-wewenang-hak-dan-kewajiban- fiskus/

https://www.kajianpustaka.com/2021/08/penghindaran-pajak-tax-avoidance.html https://www.hukumonline.com/klinik/a/bisakah-dipidana-jika-menceritakan-rahasia- jabatan-pada-keluarga-lt58d0ba2b5a397

https://www.pajak.com/pajak/kenali-perbedaan-wakil-dan-kuasa-wajib-pajak/

Referensi

Dokumen terkait

“Perencanaan pajak adalah suatu perencanaan pajak yang dilakukan oleh seorang tax planner untuk Wajib Pajak tertentu baik perorangan, badan atau suatu usaha dengan menerapkan

Berdasarkan hasil uji t (secara parsial) yang dilakukan untuk melihat pengaruh kesadaran wajib pajak ( tax consciouness ) terhadap variabel tingkat kepatuhan wajib pajak orang

Tax avoidance atau penghindaran pajak adalah upaya penghindaran pajak yang dilakukan secara legal dan aman bagi wajib pajak karena tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan,

Penghindaran pajak atau tax avoidance adalah suatu cara yang dilakukan wajib pajak badan maupun pribadi untuk mrminimalkan beban pajak dengan tidak melanggar

Berdasarkan hasil uji t (secara parsial) yang dilakukan untuk melihat pengaruh kesadaran wajib pajak ( tax consciouness ) terhadap variabel tingkat kepatuhan wajib pajak orang

Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Tentang Kualitas Pelayanan Fiskus, Sanksi Pajak, Tax Amnesty, dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi

SIMPULAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kewajiban moral wajib pajak, sanksi pajak, kualitas pelayanan fiskus dan tingkat Pendidikan wajib pajak berpengaruh terhadap

SIMPULAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kewajiban moral wajib pajak, sanksi pajak, kualitas pelayanan fiskus dan tingkat Pendidikan wajib pajak berpengaruh terhadap