MAKALAH HUKUM PENDAFTARAN TANAH
Pendaftaran Tanah Wakaf: Pendaftaran Pertama Kali dan Pemeliharaan Data Pendaftaran
Dosen Pengampu: SUCY DELYARAHMI, SH., MH.
Nama anggota kelompok 4
1. Aulia syifa az-zahra 2110113094 2. Dina Amalia Yendra 2210112005 3. Fadli Syahputra 2210113239
4. Giyandra 2210113177
5. Nadhief Palinza 2210113098 6. Restu Nazuwa 2210113080
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS
KATA PENGANTAR
Jenjang pendidikan tinggi menjadi tahap di mana seluruh sumber daya manusia di dalamnya diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan ilmu pengetahuan melalui teori dan praktik. Hal ini tercermin dalam Tridharma Perguruan Tinggi yang mencakup pendidikan dan pengajaran, penelitian, serta pengabdian masyarakat. Untuk mentransformasikan pengetahuan akademis dari ruang kelas ke kehidupan nyata, proses pembelajaran perlu dilanjutkan dengan kegiatan penelitian.
Bagi mahasiswa pemula, langkah awal ini dapat diwujudkan melalui penyusunan karya tulis ilmiah sederhana, seperti makalah. Penulis memanjatkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Tugas ini memberikan pengalaman berharga dalam mengasah kompetensi akademik penulis, khususnya dalam mendukung aktivitas perkuliahan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Sucy Delyarahmi, SH, MH. selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Perbankan, yang telah memberikan kesempatan belajar melalui penugasan ini.
Harapan penulis, makalah ini tidak hanya memperkaya wawasan dan keterampilan penulisan ilmiah penulis berdasarkan referensi terpercaya, tetapi juga dapat menjadi media pemahaman bagi pembaca terkait materi perkuliahan. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam struktur, analisis, maupun kedalaman materi akibat terbatasnya kapasitas pengetahuan. Oleh karena itu, saran dan masukan konstruktif dari pembaca sangat dinantikan untuk penyempurnaan karya ke depannya.
Padang, 11 Mei 2025
Kelompok 4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... 1
DAFTAR ISI... 2
BAB I PENDAHULUAN... 3
A. Latar Belakang...3
B. Rumusan Masalah...6
C. Tujuan... 7
BAB II PEMBAHASAN...8
A. Pendaftaran tanah untuk pertama kali...8
B. Pendaftaran tanah wakaf dan dokumen yang dibutuhkan...9
C. Proses Pendaftaran Tanah Berdasarkan Hak...11
D. Pemeliharaan Data... 15
E. Kondisi Penyebab Terjadinya Perubahan Data...15
F. Dokumen yang Diperlukan Jika Terjadi Perubahan data...16
G. Studi kasus... 19
BAB III PENUTUP... 21
A. Kesimpulan... 21
DAFTAR KEPUSTAKAAN...22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wakaf merupakan salah satu bentuk ibadah sosial dalam Islam yang memiliki nilai strategis dalam menunjang kesejahteraan umat. Dalam konteks wakaf tanah, hukum Islam memberikan dasar yang kuat melalui teladan para sahabat Nabi, salah satunya adalah perbuatan wakaf yang dilakukan oleh Umar bin Khattab. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, disebutkan bahwa Umar mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, dan ia kemudian bertanya kepada Rasulullah SAW tentang apa yang sebaiknya dilakukan terhadap harta tersebut. Nabi pun bersabda: “Tahanlah pokok hartanya dan sedekahkanlah hasilnya.” Dari hadis ini, dapat dipahami bahwa pokok harta (dalam hal ini tanah) ditahan dari pengalihan kepemilikan pribadi, namun hasil atau manfaatnya disalurkan untuk kepentingan umum. Tindakan ini menegaskan bahwa wakaf tanah dalam Islam bukan hanya bernilai ibadah, tetapi juga merupakan instrumen strategis dalam mewujudkan kemaslahatan sosial, pendidikan, dan ekonomi umat1.
Para ulama fikih memiliki pandangan yang beragam dalam mendefinisikan konsep wakaf, tergantung pada mazhab yang mereka anut. Perbedaan ini mencerminkan kekayaan khazanah pemikiran Islam dalam memaknai dan mengatur praktik wakaf. Menurut Imam Abu Hanifah, wakaf dipahami sebagai tindakan menahan suatu harta, yang secara hukum tetap berada dalam kepemilikan wakif (pemberi wakaf), namun manfaat dari harta tersebut disalurkan untuk tujuan tertentu, seperti amal kebajikan. Dalam pandangan ini, hak milik atas benda wakaf tidak berpindah, namun penggunaannya dimaksudkan untuk kepentingan orang lain. Sementara itu, mazhab Maliki menjelaskan bahwa wakaf tidak secara langsung memindahkan hak milik harta dari wakif kepada pihak lain. Namun, wakif diwajibkan menyerahkan manfaat atau keuntungan dari harta tersebut dan tidak diperbolehkan untuk menarik kembali wakafnya. Harta tersebut tetap menjadi milik wakif, tetapi ia tidak dapat melakukan tindakan hukum yang dapat menghilangkan status wakafnya, seperti menjual atau menghibahkan. Berbeda dengan kedua pandangan tersebut, mazhab Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal menyatakan bahwa setelah prosedur wakaf selesai dilaksanakan, harta yang diwakafkan sepenuhnya terlepas dari kepemilikan wakif. Dengan demikian, wakif tidak memiliki lagi hak untuk melakukan perubahan apa pun terhadap harta tersebut, baik dalam bentuk jual beli, hibah, maupun warisan kepada ahli warisnya. Harta wakaf menjadi milik Allah SWT secara hukum, dan harus dikelola sesuai dengan peruntukannya2. Dalam perspektif hukum positif di Indonesia, wakaf juga diakui dan diatur secara formal melalui peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
1 Musyafah dkk., “Optimalisasi Kinerja Pegawai Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) Dalam Pelaksanaan Hukum Wakaf Tanah Di Indonesia.”
2 Yenni Samri Juliati dan Maftah Rizki Addin Hrp, “Wakaf dan Dasar Hukum Wakaf.”
menjelaskan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh wakif (orang yang mewakafkan) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian dari harta benda miliknya guna dimanfaatkan secara terus-menerus atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan tujuannya, demi kepentingan ibadah atau kesejahteraan umum berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, wakaf tanah merupakan salah satu bentuk wakaf benda tidak bergerak yang paling umum ditemukan di tengah masyarakat. Pasal 17 ayat (1) dan (2) mengatur bahwa proses pelaksanaan wakaf harus dilakukan secara tertib dan formal, yaitu dengan mengucapkan ikrar wakaf oleh wakif di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), yang disaksikan oleh dua orang saksi laki- laki yang memenuhi syarat. Ikrar ini dapat disampaikan secara lisan dan/atau tertulis, dan kemudian dituangkan ke dalam Akta Ikrar Wakaf oleh pejabat berwenang. Ketentuan ini menegaskan pentingnya aspek legal dan administratif dalam pelaksanaan wakaf, agar harta yang diwakafkan benar-benar dapat dikelola secara akuntabel dan bermanfaat bagi kepentingan publik secara berkelanjutan3.
Pengaturan mengenai tanah wakaf di Indonesia didasarkan pada sejumlah peraturan perundang-undangan yang mengatur aspek kepemilikan, pengelolaan, dan pemanfaatan harta wakaf, khususnya yang berbentuk tanah. Landasan hukum ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum serta perlindungan terhadap keberlangsungan aset wakaf agar dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai prinsip syariah dan ketentuan hukum nasional. Salah satu instrumen hukum utama yang menjadi rujukan dalam pengelolaan wakaf adalah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, undang-undang ini secara komprehensif mengatur berbagai aspek wakaf, mulai dari definisi dan rukun wakaf, mekanisme pelaksanaan, pengelolaan, perubahan status, hingga hak dan kewajiban para pihak yang terlibat, seperti wakif dan nazhir.
Selain itu, aspek pertanahan dalam wakaf juga merujuk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). UUPA menjadi dasar dalam pengaturan hak atas tanah di Indonesia, termasuk tanah yang diperuntukkan sebagai wakaf.
Pengaturan ini penting untuk memastikan bahwa tanah wakaf tetap dalam koridor hukum agraria nasional dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip kepemilikan tanah di Indonesia.
Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2018, yang merupakan perubahan atas PP Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Wakaf. Peraturan ini mengatur lebih rinci mengenai tata cara pelaksanaan wakaf, termasuk ketentuan administratif dan pengawasan atas pengelolaan aset wakaf. Aspek pendaftaran tanah wakaf diatur secara teknis dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017, peraturan ini mengatur prosedur pendaftaran tanah yang diwakafkan di lingkungan Kementerian ATR/BPN, dengan tujuan menjamin legalitas dan perlindungan hukum terhadap status tanah wakaf di mata hukum nasional4.
3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
4 Artikel Cimb Niaga, Memahami Lebih Dalam Apa Itu Tanah Wakaf
(https://www.cimbniaga.co.id/id/inspirasi/perencanaan/tanah-wakaf, diakses pada 18 Mei 2025)
Keberagaman praktik wakaf tersebut tercermin dalam ragam jenis wakaf yang diklasifikasikan berdasarkan beberapa aspek utama. Pertama, dari segi penerima manfaatnya (mauquf ‘alaih), wakaf terbagi menjadi tiga bentuk, yaitu wakaf khairi yang ditujukan untuk kepentingan umum, wakaf ahli (dzurri) yang diperuntukkan bagi keluarga atau keturunan wakif, serta wakaf musytarak yang menggabungkan keduanya. Klasifikasi ini menunjukkan bahwa wakaf memiliki fleksibilitas dalam menjawab kebutuhan spiritual dan sosial baik secara individu maupun kolektif. Kedua, dari aspek pemanfaatan harta benda wakaf, terdapat wakaf mubasyir, yaitu wakaf yang manfaatnya langsung dirasakan oleh penerima, dan wakaf istitsmari atau wakaf produktif, di mana harta wakaf dikelola terlebih dahulu untuk menghasilkan manfaat ekonomi yang lebih besar dan berkelanjutan. Konsep wakaf produktif ini sangat relevan dalam menjawab tantangan zaman modern, di mana keberlanjutan manfaat menjadi prioritas. Ketiga, jika ditinjau dari peruntukan harta wakaf, wakaf dapat dikategorikan menjadi wakaf ‘am, yakni wakaf yang tujuannya bersifat umum dan tidak ditentukan secara spesifik oleh wakif, serta wakaf khash yang peruntukannya sudah ditetapkan secara khusus. Perbedaan ini mencerminkan variasi dalam niat dan harapan wakif terhadap pemanfaatan harta wakaf yang diberikan. Keempat, berdasarkan jangka waktu pelaksanaannya, wakaf terbagi menjadi wakaf mu’abbad (wakaf selamanya) dan wakaf mu’aqqat (wakaf sementara). Meskipun secara umum wakaf bersifat permanen, namun dalam praktiknya, terdapat pula wakaf yang dibatasi oleh jangka waktu tertentu sesuai dengan kehendak wakif5. Keanekaragaman bentuk dan jenis wakaf tersebut menjadi bukti bahwa sistem wakaf sangat dinamis dan adaptif terhadap kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, pemahaman yang komprehensif terhadap jenis-jenis wakaf menjadi penting untuk memastikan bahwa pelaksanaan wakaf tidak hanya sesuai dengan prinsip syariah, tetapi juga efektif dalam memberikan manfaat nyata bagi umat.
Pelaksanaan wakaf, khususnya yang berkaitan dengan tanah, melibatkan berbagai pihak yang masing-masing memiliki fungsi dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Peran aktif dari masing-masing pihak ini sangat penting dalam memastikan agar proses perwakafan berlangsung secara sah, tertib, dan memberikan manfaat optimal bagi masyarakat.
1. Wakif
Wakif merupakan individu atau badan hukum yang memiliki tanah secara sah dan kemudian menyerahkannya sebagai wakaf untuk tujuan ibadah atau kemaslahatan umum.
Syarat utama bagi wakif adalah kepemilikan penuh atas tanah yang diwakafkan dan bebas dari sengketa hukum, sehingga tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari.
2. Nazhir
Nazhir adalah pihak yang diberi amanah untuk menerima, mengelola, dan mengembangkan harta wakaf, termasuk tanah, sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh wakif. Nazhir dapat berupa perseorangan, organisasi kemasyarakatan, maupun badan
5 “Buku-Pintar-Wakaf-BWI.”, hal 15-17.
hukum tertentu. Mereka wajib terdaftar secara resmi, salah satunya melalui Badan Wakaf Indonesia (BWI), serta bertanggung jawab dalam menjamin bahwa tanah wakaf dikelola secara produktif dan akuntabel.
3. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
PPAIW memiliki kewenangan untuk menerima ikrar wakaf dari wakif dan mencatatkannya dalam bentuk Akta Ikrar Wakaf (AIW). PPAIW biasanya adalah pejabat yang berkedudukan di Kantor Urusan Agama (KUA) tingkat kecamatan. Selain itu, mereka juga bertugas membantu proses pendaftaran wakaf ke lembaga pertanahan serta memastikan kelengkapan administrasi sesuai peraturan yang berlaku.
4. Badan Wakaf Indonesia (BWI)
BWI merupakan lembaga independen yang memiliki mandat untuk melakukan pembinaan, pengawasan, serta pengelolaan wakaf secara nasional. Lembaga ini juga bertugas memastikan bahwa para nazhir melaksanakan tugasnya dengan profesional dan bertanggung jawab, serta mengembangkan potensi wakaf secara produktif untuk kesejahteraan umat.
5. Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag)
Melalui Kantor Urusan Agama, Kementerian Agama terlibat langsung dalam tahapan awal administrasi wakaf. Kemenag berperan dalam verifikasi calon nazhir, pembinaan teknis, serta pengawasan pelaksanaan wakaf di tingkat lokal. Selain itu, Kemenag juga turut memberikan edukasi dan fasilitasi sertifikasi tanah wakaf kepada masyarakat.
6. Badan Pertanahan Nasional (BPN).
BPN bertanggung jawab dalam proses legalisasi kepemilikan tanah wakaf melalui penerbitan sertifikat tanah atas nama wakaf. Sertifikasi ini memberikan perlindungan hukum yang kuat bagi keberadaan tanah wakaf dan mencegah potensi sengketa di masa mendatang.
7. Saksi
Saksi berperan sebagai pihak yang menyaksikan pelaksanaan ikrar wakaf secara langsung.
Kehadiran saksi merupakan bagian penting dalam menjamin transparansi dan keabsahan proses wakaf, baik menurut hukum Islam maupun hukum positif nasional.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja langkah-langkah yang diperlukan dalam pendaftaran tanah, khususnya untuk tanah wakaf, dan dokumen apa saja yang harus disiapkan untuk proses tersebut?
2. Bagaimana pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan, dan apa saja kondisi yang dapat menyebabkan perubahan data tersebut?
3. Apa prosedur yang harus diikuti dalam pemeliharaan data pendaftaran tanah agar informasi tetap akurat dan terkini?
C. Tujuan
1. Menjelaskan langkah-langkah dan dokumen yang diperlukan dalam proses pendaftaran tanah wakaf, sehingga memudahkan masyarakat dalam melakukan pendaftaran.
2. Menganalisis proses pemeliharaan data pendaftaran tanah, serta identifikasi kondisi yang dapat menyebabkan perubahan data untuk memastikan keakuratan informasi.
3. Menetapkan prosedur pemeliharaan data yang efektif, agar data pendaftaran tanah selalu terjaga dan dapat diakses dengan baik oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pendaftaran tanah untuk pertama kali
Berdasarkan Pasal 1 angka (9) PP 24 Tahun 1997 Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap objek tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah atau Peraturan Pemerintah ini6.
Pendaftaran tanah pertama kali dapat dilakukan dengan 2 cara:
1. Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Tahap- tahap pelaksanaan pendaftaran tanah sistematis lengkap dari penetapan lokasi, pembentukan panitia ajudikasi, penyuluhan,pembentukan satuan tugas pengumpul data yuridis, pengumpulan data yuridis, pengolahan data yuridis dan pembuktian hak, pemeriksaan tanah dan pengukuran, pengumuman, penerbitan sertipikat, dan tahap terakhir penyerahan sertifikat maka Pelaksanaan Pendaftaran Hak Milik Atas Tanah Secara Sistematis Lengkap telah sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Nomor 35 Tahun 20167.
2. pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal. Pendaftaran Tanah Pertama Kali atas tanah adat menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 adalah sebelum didaftarkan harus dikonversi terlebih dahulu, baik secara sistematis maupun sporadik. Melalui lembaga konversi hak-hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA disesuaikan dengan hak yang ada di UUPA. Terhadap hak atas tanah adat yang memiliki bukti-bukti tertulis atau tidak tertulis dimana pelaksanaan konversi dilakukan oleh Panitia Pendaftaran Ajudikasi yang bertindak atas nama Kepala Kantor Pertanahan untuk sistematik atau dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan untuk sporadik, prosesnya dilakukan dengan penegasan hak sedangkan terhadap hak atas tanah adat yang tidak mempunyai bukti dilakukan dengan proses pengakuan hak. Dalam rangkaian pendaftaran tanah pertama kali, akhir dari proses pendaftaran tanah adalah pemberian surat-surat tanda bukti hak yang umum
6 PP no 24 tahun 1996 tentang pendaftaran tanah
7 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 35 tahun 2016
disebut “sertipikat” sebagai alat bukti hak yang kuat. Jaminan kekuatan dan kepastian hukum sertipikat yang diterbitkan melalui pengakuan hak sama dengan sertipikat yang diterbitkan melalui konversi maupun penegasan, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 19 dan pasal 23 UUPA dan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah 24 Tahun 1997 sepanjang data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertipikat adalah data yang benar dan tidak dapat dibuktikan sebaliknya8.
B. Pendaftaran tanah wakaf dan dokumen yang dibutuhkan
Dokumen yang dibutuhkan untuk mengurus tanah wakaf bervariasi tergantung pada apakah tanah sudah bersertifikat atau belum. Secara umum, dokumen yang dibutuhkan meliputi surat kepemilikan tanah/sertifikat, surat pernyataan wakaf, fotokopi KTP wakif, saksi, dan akta ikrar wakaf. Jika tanah belum bersertifikat, diperlukan juga surat keterangan dari desa/kelurahan, pernyataan tidak sengketa, dan surat ukur.
Dokumen Umum:
1. Surat Kepemilikan Tanah/Sertifikat: Bukti kepemilikan tanah yang akan diwakafkan.
2. Surat Pernyataan Wakaf: Pernyataan tertulis dari wakif bahwa tanah tersebut diwakafkan.
3. Fotokopi KTP Wakif: Identitas wakif sebagai orang yang mewakafkan tanah.
4. Fotokopi KTP Saksi-saksi: Identitas saksi yang menyaksikan ikrar wakaf.
5. Akta Ikrar Wakaf: Dokumen resmi yang menyatakan wakaf.
6. Dokumen Tambahan (Tanah Belum Bersertifikat):
7. Surat Keterangan dari Desa/Kelurahan: Menyatakan bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa atau perkara.
8. Pernyataan Tidak Sengketa/Perkara: Pernyataan tertulis dari wakif atau nazhir yang menyatakan tanah tidak dalam sengketa atau perkara.
9. Surat Ukur: Peta atau surat ukur tanah.
secara umum Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Hibah Tanah Milik dan Ringkasan Hukum Islam. Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan PP. Nomor 42 Tahun 2006 menjelaskan proses atau proses wakaf secara rinci sebagai berikut:
a. Pihak yang ingin menyerahkan tanahnya harus menghadap akta ikrar wakaf yang resmi untuk memenuhi ikrar wakaf.
b. Pejabat pembuat sertifikat wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama.
c. Isi dan bentuk janji wakaf ditentukan oleh Menteri Ibadah.
8 Kartika Widyaningsih, Budi Santoso, Mujiono Hafidh P, PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH UNTUK PERTAMA KALI TERHADAP TANAH YANG BELUM BERSERTIPIKAT MELALUI PROGRAM NASIONAL AGRARIA (PRONA) DI KANTOR PERTANAHAN JAKARTA BARAT,jurnal NOTARIUS, Volume 12 Nomor 2 (2019)
d. Pelaksanaan Ikrar serta penyusunan Undang-Undang Ikrar Wakaf dianggap sah apabila didukung dan dikuatkan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
e. Dalam memenuhi komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penerima tanah wajib membawa dan menyerahkan kepada petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dokumen sebagai berikut:
1. Sertifikat hak milik atau bukti kepemilikan tanah lainnya.
2. Surat pernyataan dari kepala desa, diperkuat oleh camat setempat, yang menjelaskan kebenaran tentang kepemilikan tanah dan tidak terlibat dalam perselisihan apa pun9.
Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Wakaf Pendaftaran Tanah yang dimiliki:
a. Setelah akta gadai ditandatangani sesuai dengan ayat (4) dan ayat (5) Pasal 9, pejabat pelaksana gadai atas nama Nazir yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan kepada bupati/walikota, kepala daerah. Ketua Sous. Departemen Pertanian setempat
b. mendaftarkan hak guna tanah yang dimiliki oleh pihak-pihak terkait sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961.
c. Bupati/Walikota Kepala Daerah cq. Ketua Sous. Dinas Pertanian setempat, setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mendaftarkan tanah yang bersangkutan dalam buku tanah dan sertipikatnya.
d. Apabila tanah yang diwakafkan belum bersertifikat, maka pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah sertifikat tanah diperoleh.
e. Menteri Dalam Negeri menetapkan tata cara pendaftaran wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).
f. Setelah harta wakaf didaftarkan dalam buku tanah dan sertipikatnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), yang bersangkutan harus melapor kepada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Ibadah10.
Tanah yang diwakafkan dapat berupa:
a. Hak Milik atau Tanah milik adat yang belum terdaftar b. HGU, HGB dan Hak Pakai di atas tanah negara
c. HBG atau Hak Pakai diatas tanah Hak Pengelolaan atau Hak Milik d. Hak Milik atas Satuan Rumah Susun
e. Tanah Negara
9 Hj. Sunuwati, M. H. I,”HUKUM PERWAKAFAN”, Sulawesi Selatan,IAIN Parepare Nusantara Press,2022, hlm.101-102
10 peraturan pemerintah republik indonesia nomor 28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik
C. Proses Pendaftaran Tanah Berdasarkan Hak
a. Pendaftaran tanah wakaf berupa hak milik atau tanah adat yang belum terdaftar
Dalam Pasal 49 ayat 3 UUPA dinyatakan, bahwa: Perwakafan tanah Hak Milik dilindungi dan diatur oleh Peraturan Pemerintah.Sebagaimana telah dinyatakan diatas, pasal ini memberikan tempat yang khusus bagi hak-hak yang bersangkutan dengan kegiatan keagamaan. Dalam penjelasan pasal ini dinyatakan bahwa: Untuk menghilangkan keragu-raguan dan kesangsian maka pasal ini memberi ketegasan bahwa soal-soal yang bersangkutan dengan peribadatan dan keperluan keperluan suci lainnya, dalam hukum agraria yang baru akan mendapat perhatian sebagaimana semestinya11.
Dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 2 tahun 2017 tentang Tata cara pendaftaran tanah di kementerian agraria dan tata ruang/ kepala BPN RI, pada pasal 6 ayat 2 dokumen yang disiapkan dalam pendaftaran tanah wakaf sebagai hak milik adalah
1. surat permohonan;
2. surat ukur;
3. sertipikat Hak Milik yang bersangkutan;
4. AIW atau APAIW;
5. surat pengesahan Nazhir yang bersangkutan dari instansi yang menyelenggarakan urusan agama tingkat kecamatan; dan
6. surat pernyataan dari Nazhir bahwa tanahnya tidak dalam sengketa, perkara, sita dan tidak dijaminkan
Kemudian dalam pasal 6 ayat 3 permen ini di sebutkan bahwa Kepala Kantor Pertanahan menerbitkan Sertipikat Tanah Wakaf atas nama Nazhir, dan mencatat dalam Buku Tanah dan sertipikat Hak atas Tanah pada kolom yang telah disediakan, dengan kalimat:
“Hak atas Tanah ini hapus berdasarkan Akta Ikrar Wakaf/Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf tanggal... Nomor... dan diterbitkan Sertipikat Tanah Wakaf Nomor…/… sesuai Surat Ukur tanggal… Nomor… luas... m²”12.
Untuk dokumen yang diperlukan dalam pendaftaran tanah wakaf berasal dari hak milik adat yaitu dalam pasal 7 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 2 tahun 2017
1. surat permohonan;
2. Peta Bidang Tanah/Surat Ukur;
3. bukti kepemilikan tanah yang sah;
4. AIW atau APAIW.
11 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Pasal 49 ayat (3)
12 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 2 tahun 2017 tentang Tata cara pendaftaran tanah di kementerian agraria dan tata ruang/ kepala BPN RI ,pada pasal 6
5. surat pengesahan Nazhir yang bersangkutan dari instansi yang menyelenggarakan urusan agama tingkat kecamatan; dan
6. surat pernyataan dari Nazhir/Wakif atau surat keterangan dari Kepala Desa/Lurah/tokoh masyarakat bahwa tanahnya tidak dalam sengketa, perkara, sita dan tidak dijaminkan13.
b. Pendaftaran Tanah Wakaf Berupa Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah Negara.
Permohonan pendaftaran tanah wakaf atas bidang tanah Hak Milik dan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah Negara dilampiri dengan:
1. Surat permohonan;
2. Surat Ukur;
3. Sertipikat Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang bersangkutan;
4. Akta Ikrar Wakaf atau Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf;
5. Surat pengesahan Nazhir yang bersangkutan dari instansi yang menyelenggarakan urusan agama tingkat kecamatan (KUA);
6. Surat pernyataan dari Nazhir bahwa tanahnya tidak dalam sengketa, perkara, sita dan tidak dijaminkan.
Kepala Kantor Pertanahan menerbitkan Sertipikat Tanah Wakaf atas nama Nazhir, dan mencatat dalam Buku Tanah Dan sertipikat hak atas tanah pada kolom yang telah disediakan, dengan kalimat:
“Hak atas tanah ini hapus berdasarkan Akta Ikrar Wakaf/ Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf tanggal ... Nomor ...…dan diterbitkan sertipikat tanahWakaf Nomor / sesuai
Surat Ukur tanggal …... Nomor …… Luas m²”14.
c. HGB atau Hak Pakai diatas tanah Hak Pengelolaan atau Hak Milik
Dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 2 tahun 2017 pada pasal 9 dijelaskan Permohonan pendaftaran Wakaf atas bidang tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai di atas tanah Hak Pengelolaan atau Hak Milik dilampiri dengan:
1. surat permohonan;
2. Surat Ukur;
3. Sertipikat Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang bersangkutan;
4. AIW atau APAIW;
5. Surat izin pelepasan dari pemegang Hak Pengelolaan atau Hak Milik;
13 Pasal 7 permen nomor 2 tahun 2017
14 Deni Prasetyo, S.E., M.M., Suratmin, S.H., M.H., Syarifuddin,BUKU SAKU
SERTIFIKASI TANAH WAKAF, Badan Wakaf Indonesia dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ BPN, jakarta timur,2021
6. Surat pengesahan Nazhir yang bersangkutan dari instansi yang menyelenggarakan urusan agama tingkat kecamatan; dan
7. surat pernyataan dari Nazhir bahwa tanahnya tidak dalam sengketa, perkara, sita dan tidak dijaminkan.
Kemudian Kepala Kantor Pertanahan menerbitkan Sertipikat Tanah Wakaf atas nama Nazhir, dan mencatat dalam Buku Tanah dan sertipikat Hak atas Tanah pada kolom yang telah disediakan, dengan kalimat:
“Hak atas Tanah ini hapus berdasarkan Akta Ikrar Wakaf/Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf tanggal... Nomor... dan diterbitkan Sertipikat Tanah Wakaf Nomor…/… sesuai Surat Ukur tanggal… Nomor… luas... m²”15.
d. Pendaftaran Wakaf Berupa Hak Milik atas Satuan Rumah Susun
terkait pendaftaran tanah wakaf berupa hak milik atas satuan rumah susun juga di atur dalam Permen ATR/BPN NO 2 TAHUN 2017 tepat pada pasal 10 yang mana dijelaskan bahwa Wakaf atas Hak Milik atas Satuan Rumah Susun dapat dilakukan di atas tanah bersama yang berstatus Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai.Pendaftaran Wakaf atas Hak Milik atas Satuan Rumah Susun dilampiri dengan:
1. Surat permohonan;
2. Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan;
3. AIW atau APAIW; dan
4. Surat pengesahan Nazhir yang bersangkutan dari instansi yang menyelenggarakan urusan agama tingkat kecamatan.
Kepala Kantor Pertanahan mencatat atas nama Nazhir dalam Buku Tanah dan sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun pada kolom perubahan yang disediakan, dengan kalimat:
“Hak Milik atas Satuan Rumah Susun ini hapus berdasarkan Akta Ikrar Wakaf/Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf tanggal... Nomor... dan diterbitkan Sertipikat
Tanah Wakaf Nomor.../… sesuai Surat Ukur tanggal... Nomor … luas... m²”16. e. Pendaftaran Tanah Wakaf atas Tanah Negara.
Tanah wakaf atas tanah Negara yang belum pernah dilekati dengan sesuatu hak atastanah didaftarkan menjadi tanah Wakaf atas nama Nazhir. Untuk keperluan pendaftaran Nazhir wajib mengajukan permohonan penegasan tanah Negara sebagai
15 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 2 tahun 2017 tentang Tata cara pendaftaran tanah di kementerian agraria dan tata ruang/ kepala BPN RI, pada pasal 9
16 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 2 tahun 2017 tentang Tata cara pendaftaran tanah di kementerian agraria dan tata ruang/ kepala BPN RI, pada pasal 10
tanah Wakaf kepada Kepala Kantor Pertanahan. Permohonan penegasan sebagai tanah wakaf dilampiri dengan:
1. Surat permohonan;
2. Peta Bidang Tanah/Surat Ukur;
3. Bukti perolehan tanah;
4. Akta Ikrar Wakaf atau Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf;
5. Surat pengesahan Nazhir yang bersangkutan dari instansi yang menyelenggarakan urusan agama kecamatan (KUA);
6. Surat pernyataan dari Nazhir/Wakif atau surat keterangan dari kepala desa/lurah/tokoh masyarakat bahwa tanahnya tidak dalam sengketa, perkara, sitaan dan tidak dijaminkan.
Kepala Kantor Pertanahan menerbitkan keputusan penegasan sebagai tanah wakaf atas nama Nazhir, apabila permohonan pendaftaran telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Atas dasar keputusan ini Kepala Kantor Pertanahan menerbitkan sertipikat tanah wakaf atas nama Nazhir17. f. Pendaftaran Tanah Pengganti menjadi Tanah Wakaf yang Terkena Pembangunan untuk
Kepentingan Umum.
Pendaftaran tanah wakaf selain hal hal diatas terdapat juga pendaftaran tanah pengganti wakaf yang terkena pembangunan kepentingan umum. Perubahan status Tanah Wakaf dalam bentuk tukar ganti hanya dapat dilaksanakan untuk kepentingan umumsesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.Pemberian ganti kerugian untuk Tanah Wakaf diberikan kepada Nazhir berupa tanah pengganti.Pendaftaran Tanah Wakaf karena tukar ganti dapat dilakukan apabila tanah pengganti sudah bersertipikat atau memiliki bukti kepemilikan yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Tanah Wakaf yang dilakukan tukar ganti, sejak ditandatangani Berita Acara Pelepasan di hadapan Kepala Kantor Pertanahan statusnya menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara yang selanjutnya dapat dimohon suatu Hak atas Tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendaftaran tanah pengganti menjadi Tanah Wakaf dilampiri dengan:
1. Surat permohonan;
2. Sertipikat Hak atas Tanah pengganti;
3. Akta peralihan hak atas tanah dari pemilik tanah pengganti kepada Nazhir yang berhak untuk atas nama pemegang wakaf;
4. Surat keputusan persetujuan mengenai tukar ganti benda Wakaf dari Menteri yang menyelenggarakan urusan agama;
5. Berita Acara mengenai Tukar Ganti Benda Wakaf; dan
17 Dani prasetyo. Op cit.
6. Surat pernyataan dari Nazhir/Wakif atau surat keterangan dari KepalaDesa/Lurah/tokoh masyarakat bahwa tanahnya tidak dalam sengketa, perkara, sita dan tidak dijaminkan18.
Kemudian Kepala Kantor Pertanahan menerbitkan Sertipikat Tanah Wakaf atas nama Nazhir dan mencatat dalam Buku Tanah dan Sertipikat Wakaf yang telah disediakan dengan kalimat:
“Bidang Tanah Wakaf ini merupakan pengganti dari bidang Tanah Wakaf Sertipikat Nomor.../… luas… m².
D. Pemeliharaan Data
Berdasarkan Pasal 1 angka 12 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2024 mengenai Pendaftaran Tanah, Pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah, dan sertifikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian19. Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar dengan mencatatnya di dalam daftar umum. Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan kepada Kantor Pertanahan20.
Menurut Pasal 12 ayat 2 PP Nomor 24 Tahun 1997, kegiatan pemeliharaan data meliputi, diantaranya:
1. Pendaftaran pemeliharaan dan pembebanan hak;
2. Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya.
Pasal 1 angka 7 menyatakan bahwa Data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya. Dan Pasal 1 angka 6 menjelaskan bahwa Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya21. E. Kondisi Penyebab Terjadinya Perubahan Data
Perubahan dapat terjadi jika beberapa data sudah tidak relevan lagi dengan apa yang telah tercantum di dalam buku tanah, sehingga perubahan harus dilakukan agar dapat dicatat kembali kedalam buku tanah dan sesuai dengan kondisi yang ada pada saat kini. Perubahan yang dapat
18 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 2 tahun 2017 tentang Tata cara pendaftaran tanah di kementerian agraria dan tata ruang/ kepala BPN RI ,pada pasal 12
19 Republik Indonesia, “PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.”
20 Akur Nurasa dan Dian Aries Mujiburohman, Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah, Edisi 1.
21 Op cit.
dilakukan oleh pemegang Hak Atas Tanah adalah perubahan data yuridis dan perubahan data fisik. Perubahan data yuridis meliputi:
1. Peralihan hak karena jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya;
2. Peralihan hak karena pewarisan;
3. Peralihan hak karena penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi;
4. Pembebanan Hak Tanggungan;
5. Peralihan Hak Tanggungan;
6. Hapusnya hak atas tanah, Hak Pengelolaan, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dan Hak Tanggungan;
7. Pembagian hak bersama;
8. Perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan pengadilan atau penetapan Ketua Pengadilan;
9. Perubahan nama akibat pemegang hak yang ganti nama;
10. Perpanjangan jangka waktu hak atas tanah.
Perubahan data fisik dapat dilakukan apabila terjadi:
1. Pemecahan bidang tanah;
2. Pemisahan sebagian atau beberapa bagian dari bidang tanah; dan
3. Penggabungan 2 atau lebih bidang tanah yang telah didaftarkan sebelumnya22. F. Proses Pemiliharaan dan Dokumen yang Diperlukan Jika Terjadi Perubahan data
Menurut Pasal 36 menyatakan bahwa proses pemeliharaan data pada pendaftaran tanah dapat dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik atau data yuridis pada objek pendaftaran tanah yang telah didaftarkan sebelumnya. Pemegang hak atas tanah yang bersangkutan wajib melakukan pendaftaran perubahan kepada Kepala Kantor Petanahan. Pasal 94 ayat 1 Permen agraria/Kepala BPN juga menyatakan bahwa pemeliharaan data pendaftaran tanah dilaksanakan dengan pendaftaran perubahan data fisik dan/atau data yuridis objek pendaftaran tanah yang telah didaftarkan dengan mencatatnya di dalam daftar umum.
Selain perubahan data yuridis dan data fisik yang telah dijelaskan diatas, perubahan data dapat terjadi berdasarkan Putusan atau Penetapan Pengadilan, yang mana dalam hal perubahan ini dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam daftar buku tanah yang bersangkutan dan
22 Negara, Kepala, and Pertanahan, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997.
daftar umum lainnya dilakukan setelah diterimanya penetapan hakim/Ketua Pengadilan atau putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan Berita Acara Eksekusi dari panitera Pengadilan Negeri yang bersangkutan23.
Pencatatan terkait perubahan yang terjadi yang disampaikan melalui Berita Acara Eksekusi tersebut dapat dilakukan atas permohonan pihak yang berkepentingan dengan melampirkan:
1. Salinan resmi penetapan atau putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan salinan Berita Acara Eksekusi;
2. Sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan;
3. Identitas pemohon.
Dalam melakukan perubahan data baik fisik maupun data yuridis terdapat dokumen yang harus dilengkapi oleh pemegang Hak Atas Tanah. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah juga mengatur dokumen yang diperlukan untuk melakukan perubahan data fisik dan data yuridis diantaranya, yaitu:
1. Perubahan Nama (Pasal 129 ayat 1)
Dokumen yang diperlukan adalah melampirkan bukti adanya perubahan nama sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Perpanjangan Jangka Waktu Hak Atas Tanah (Pasal 130 ayat 1)
Dalam mencatat perpanjangan jangka waktu tersebut dalam halaman perubahan yang disediakan di dalam buku tanah dan sertipikat. Untuk pencatatan perpanjangan jangka waktu hak atas tanah tidak dilakukan pengukuran ulang, kecuali kalau dengan persetujuan pemegang hak terjadi perubahan batas bidang tanah yang bersangkutan.
3. Penghapusan Hak Atas Tanah (Pasal 131 ayat 2, 3, dan 5)
Pendaftaran hapusnya hak atas tanah, Hak Pengelolaan, atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang disebabkan oleh dibatalkan atau dicabutnya hak yang bersangkutan dilakukan oleh Kapala Kantor Pertanahan atas permohonan yang berkepentingan dengan melampirkan:
a. Salinan Keputusan pejabat yang berwenang yang menyatakan bahwa hak yang bersangkutan telah batal, dibatalkan atau dicabut, dan
23 Negara, Kepala, and Pertanahan.
b. Sertipikat hak atau, apabila sertipikat tersebut tidak ada pada pemohon, keterangan mengenai keberadaan sertipikat tersebut;
Pendaftaran hapusnya hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang disebabkan oleh dilepaskannya hak tersebut oleh pemegangnya dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan berdasarkan permohonan dari pihak yang berkepentingan dengan melampirkan:
a. Akta notaris yang menyatakan bahwa pemegang yang bersangkutan melepaskan hak tersebut, atau surat keterangan dari pemegang hak bahwa pemegang hak yang bersangkutan melepaskan hak tersebut yang dibuat di depan dan disaksikan oleh Camat letak tanah yang bersangkutan, atau surat keterangan dari pemegang hak bahwa pemegang hak yang bersangkutan melepaskan hak tersebut yang dibuat didepan dan disaksikan oleh Kepala Kantor Pertanahan, b. Persetujuan dari pemegang Hak Tanggungan apabila hak tersebut
dibebani Hak Tanggungan;
c. Sertipikat hak yang bersangkutan;
Apabila pemegang Hak Milik mewakafkan tanahnya, maka akta ikrar wakaf berlaku sebagai surat keterangan melepaskan Hak Milik yang dapat dijadikan dasar pendaftaran hapusnya Hak Milik tersebut untuk selanjutnya tanahnya didaftar sebagai tanah wakaf.
4. Pemecahan Bidang Tanah (Pasal 133 ayat 1) Dokumen yang diperlukan adalah
a. Sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan;
b. Identitas pemohon;
c. Persetujuan tertulis pemegang Hak Tanggungan, apabila hak atas tanah yang bersangkutan dibebani Hak Tanggungan.
5. Pemisahan Bidang Tanah (Pasal 134 ayat 1) Dokumen yang diperlukan adalah
a. Sertipikat hak atas tanah induk;
b. Identitas pemohon;
c. Persetujuan tertulis pemegang Hak Tanggungan, apabila hak atas tanah yang bersangkutan dibebani Hak Tanggungan.
d. Surat kuasa tertulis apabila permohonan diajukan bukan oleh pemegang hak.
6. Penggabungan Bidang Tanah (Pasal 135 ayat 1) Dokumen yang diperlukan adalah
a. Sertipikat-sertipikat hak atas bidang-bidang tanah yang akan digabung;
b. Identitas pemohon24. G. Studi kasus
1. problematika pendaftaran tanah wakaf di kabupaten pati a. Latar belakang kasus:
Mewakafkan tanah bagi masyarakay yang ber agama islam merupakan hal suci, karena bertujuan utuk beribadah kepada Tuhan dan termasuk Amal Jariyah. Amal Jariyah sendiri diartikan suatu perbuatan yang pahalanya terus ada sampai ada yang melakukan nya perbuatan tersebut meninggal, Untuk menjaga Kesuciannya, untuk menjaga kesucian dari penyimpangan tujuan wakaf maka Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tnentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) melaui pasal Pasal 49 mengamantkan agar diatur lebih lanjut mengenai perwakafan melalui peraturan pemerintah.
Berawal dari keresahan karena kekacauan pengelolaan tanah wakaf, maka diterbitkan Peraturan Pemerintah yang secara Khusus tentang wakaf melalui Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977. Pasal 1 pada PP Nomor 28 Tahun 1977 memberi pengertian bahwa wakaf adalah “Perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakan untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama islam”
Sebelum adanya pengaturan tentang perwakfan khususnya tanah, harta benda wakaf dianggap seolah-olahnya menjadi milik Nazhir atau ahli waris dari Nazhir. Pada Pasal 7 PP Nomor 28 Tahun 1977 tersebut menjelaskan bahwa Nazhir berkewajiban untuk mengurus dan mengawasi harta benda wakaf serta hasilnya, selain itu juga melaporkan hal-hal yang menyangkut kekayaan wakaf.
Tanah yang telah di wakafkan juga tidak terlepas dari pemasalahan, adapun permasalahan yang dapat muncul adalah adanya gugatan dari ahli waris karena masih merasa memiliki ha katas tanah yang telah diwakafkan. Selain itu permasalahan juga muncul dari pihak Nazhir yang seharusnya dikuasai secara turun menurun oleh ahli waris Nazhir. Masih banyak permasalahan yang dapat muncul di atas tanah yang telah diwakafkan meskipun pada kenyataanya telah dimanfaatkan untuk tempat ibadah.
24 Ibid.
b. Kesimpulan
Bahwa Permasalahan ahli waris yang disebabkan karena ahli waris pihak wakif yang seharusnya sepakat terlebih dahulu terhadap harta benda yang akan diwakafkan, tapi ahli waris merasa tidak dilibatkan dalam proses perwakafan dengan ditambah perwakafan masih dilakukan secara lisan antara wakif dan Nazhir.
Kesasdaran masyarakat yang masih rendah ditunjukan dengan masih adanya pola piker bahwa harta benda wakaf tidak aka nada yang berani mempersenketaanya tidak perlu wakaf, ikrar wakaf saja sudah cukup, tidak mengerti bahwa tanah wakaf harus di sertifikan Pengurusan sertifikan wakaf yang terbelit, anggapan tersebut muncul karena kurang informasi yang diperoleh masyarakat dan Nazhir meliputi prosedur, persyaratan biaya, dan waktu yang perlu dieselsaikan.
2. Analisis kritis terhadap implementasi hukum wakaf di lapangan
a. Kendala dan tata kelola : Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf menjadi landasan hukum utama, implementasi di lapangan masih menghadapi kendala yang belum optimal. Badan Wakaf Indonesia (BWI) sering menjalankan fungsi ganda sebagai regulator sekaligus pengelola wakaf, yang menimbulkan konflik kepentingan dan menghambat efektivitas pengelolaan wakaf. Peraturan pajak terkait wakaf masih mini, sehingga mengurangi insetif bagi pengelola dan wakif
b. Salah satu masalahnya rendahnya kapasitas dan pengelola nazhir (Wakaf) banyak nazhir yang menjalankan tugas nya secara sampingan tanpa perencanaan sesuai standar akuntasi (PSAK 112) Hal ini menyebabkan pengelolaan asset yang kurang optimal dan asset tanah wakaf yang tidak produktif
c. Sertifikasi wakaf dan adminitrasi, kelengkapan adminitrasi antara lembaga seperti Kemenag, BPN dan Pemerintah daerah masih menjadi kendala utama, Prosedur yang rumit dan biaya yang sangat tinggi untuk kebutuhan masyarakat dan nazhir menggurus sertifikat wakaf, untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan asset wakaf.
d. rendahnya kesadaran masyarakat tentang pemahaman tentang wakaf, tentang wakaf uang dan potensi wakaf. Literasi wakaf yang minim/kurang menyebabkan partisipasi masyarakat dalam wakaf belum tersebar dan tidak lengkap. Hal ini mengambat pengelolaan potensi wakaf dalam pengentasan ketimpangan sosial.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam upaya memahami proses pendaftaran tanah dan pemeliharaan datanya, penting untuk merangkum informasi yang telah dibahas sebelumnya. Kesimpulan berikut ini menggarisbawahi inti dari setiap aspek yang telah diuraikan, memberikan gambaran jelas mengenai pendaftaran tanah pertama kali, pendaftaran tanah wakaf, serta pemeliharaan data pendaftaran tanah, yaitu:
1. Proses Pendaftaran Tanah Pertama Kali
Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilakukan melalui dua cara: sistematik dan sporadik. Pendaftaran sistematis mencakup seluruh objek di suatu wilayah, sedangkan pendaftaran sporadik dilakukan secara individual. Proses ini melibatkan berbagai tahapan, mulai dari penetapan lokasi hingga penerbitan sertifikat, yang menjamin kepastian hukum bagi pemegang hak.
2. Pendaftaran Tanah Wakaf
Pendaftaran tanah wakaf memerlukan serangkaian dokumen, termasuk akta ikrar wakaf dan bukti kepemilikan. Prosesnya diatur oleh berbagai peraturan yang menjamin keabsahan dan perlindungan hak atas tanah yang diwakafkan. Pihak yang ingin
mendaftarkan tanah wakaf harus memenuhi syarat yang ditetapkan, termasuk pengesahan dari instansi terkait.
3. Pemeliharaan Data Taman Tanah
Pemeliharaan data dilakukan untuk memastikan bahwa informasi tentang tanah tetap akurat dan terkini. Perubahan data dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti pelestarian hak atau perubahan fisik tanah. Untuk melakukan perubahan ini, diperlukan dokumen tertentu, termasuk keputusan pengadilan jika berlaku, sehingga data di buku tanah selalu mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
A. Buku Dan Jurnal
Adijani Al-Alabij. Perwakafan Tanah di Indonesia dalam Teori dan Praktek, Bandung: Rajawali Press. 199.
Arifin, J. Problematika Perwakafan di Indonesia (Telaah Historis Sosiologis). Jurnal Zakat dan Wakaf, Vol.1, (No.2), pp.263-264. http://dx.doi.org/10.21043/zis waf. v1i2. 2014.
Mardamin, Asnawati., & Burhanudin. (2021). Urgensi Literasi Wakaf Bagi Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf Dalam Meningkatkan Pelayanan Prima Dan Mengantisipasi Sengketa Perwakafan. Jurnal Multikultural & Multireligius, Vol.20, (No.2,Juli-Desember),pp.261- 275.https://
Sanep Ahmad, Nur Diyana bt Muhamed, Institusi Wakaf dan Pembangunan Ekonomi Negara:
Kes Pembangunan Tanah Wakaf di Malaysia, Prosiding Perkem Vi, JILID 1 (2011): 138 - 147.
B. Peraturan Perundang Undangan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 35 tahun 2016
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 2 tahun 2017 tentang Tata cara pendaftaran tanah di kementerian agraria dan tata ruang/ kepala BPN RI, pada pasal 6
Peraturan Pemerintah no 24 tahun 1996 tentang pendaftaran tanah
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Pasal 49 ayat (3)