• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH “HUKUM PERKAWINAN”

N/A
N/A
rara aurora

Academic year: 2023

Membagikan "MAKALAH “HUKUM PERKAWINAN”"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

“HUKUM PERKAWINAN”

DISUSUN OLEH NAMA : YENI APRILIA

NIM : D1A020529

MATA KULIAH : PERBANDINGAN HUKUM PERDATA (B1)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM

2023

(2)
(3)

Page | i KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, sehinga saya dapat menyelesaikan susunan makalah ini dalam bentukmaupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi parapembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah inisehingga kepadanya dapat lebih baik.

Saya menyadari bahwa dalam penulisanmakalah ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu segala kritik dansaran yang membangun akan diterima dengan senang hati untuk perbaikanmakalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yangtelah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. SemogaAllAh SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita, amin.

Mataram, 30 Mei 2023 Penulis

(4)

Page | ii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI...ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan ... 2

BAB II PEMBAHASAN ... 3

A. Pengertian Perkawinan ... 3

B. Syarat-Syarat Perkawinan ... 3

C. Perkawinan yang Dicatatkan ... 5

D. Hubungan Hukum dalam Perkawinan ... 6

BAB III PENUTUP ... 7

A. Kesimpulan ... 7

B. Saran ... 7

DAFTAR PUSTAKA ... 8

(5)

Page | 1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia mempunyai kecendrungan untuk bertahan hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah ikatan antara laki-laki dan perempuan. Hidup bersama antara laki-laki dan perempuan dalam suatu ikatan yang memenuhi persyaratan inilah yang disebut dengan perkawinan. Pada prindipnya perkawinan adalah suatu akad, untuk menghalalkan hubungan serta membatasi hak dan kewajiban, tolong menolong antara pria dengan wanita yang antara keduanya bukan muhrim. Apabila di tinjau dari segi hukum, jelas bahwa pernikahan adalah suatu akad yang suci dan luhur antara pria dengan wanita, yang menjadi sebab sahnya status sebagai suami isteri dan dihalalkan hubungan seksual dengan tujuan mencapai keluarga sakinah, mawadah serta saling menyantuni antara keduanya(Slamet, 1999).

Suatu akad perkawinan menurut Hukum Islam ada yang sah ada yang tidak sah, hal ini dikarenakan, akad yang sah adalah akad yang dilaksanakan dengan syarat-syarat dan rukun- rukun yang lengkap, sesuai dengan ketentuan agama. Sebaliknya akad yang tidak sah, adalah akad yang dilaksanakan tidak sesuai dengan syarat-syarat serta rukun-rukun perkawinan. Akan tetapi pada kenyataan ada perkawinan-perkawinan yang dilakukan hanya dengan Hukum Agamanya saja. Perkawinan ini sering disebut Perkawinan Siri, yaitu perkawinan yang tidak terdapat bukti otentik, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum. Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, merupakan salah satu wujud aturan tata tertib pernikahan yang dimiliki oleh negara Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat, di samping aturan-aturan tata tertib pernikahan yang lain yaitu Hukum Adat dan Hukum Agama (Rusli, 1991).

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menjamin bahwa setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

Politik hukum pemerintahan melalui Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa suatau perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut

(6)

Page | 2 hukum masing-masing agama dan kepercayaannya, dan disamping itu setiap perkawinan harus dicatatkan. Pencatatan perkawinan menjadi unsur yang sangat penting bagi keabsahan perkawinan yang dimaksudkan untuk melindungi warna negara dalam membangun keluarga, selain itu karena perkawinan yang dicatatkan akan memberikan kepastian dan perlindungan serta kekuatan hukum bagi suami, istri dan anak-anak, juga memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hah-hak tertentu yang timbul seperti hak untuk mewaris, hak untuk memperoleh akta kelahiran, ha katas nafkah hidup, hak untuk membuat Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk (Sudarsono, 1991).

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan menurut para ahli?

2. Bagaimana syarat-syarat dalam perkawinan?

3. Apakah setiap perkawinan harus dicatatkan?

4. Bagaimana hubungan hukum dalam perkawinan?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan menurut para ahli.

2. Untuk mengetahui syarat-syarat dalam perkawinan.

3. Untuk mengetahui setiap perkawinan harus dicatatkan.

4. Untuk mengetahui hubungan hukum dalam perkawinan.

(7)

Page | 3 BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkawinan 1. Menurut Para Ahli

Menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH., Perkawinan adalah hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.

Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 2 perkawinan adalah suatu pernikahan yang merupakan akad yang sangat baik untuk menaati perintah Allah dan pelaksanaanya merupakan ibadah.

Menurut Prof. R. Subekti, SH., Perkawinan ialah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama.

Menurut Paul Scholten, perkawinan adalah hubungan abadi antara dua orang yang berlainan kelainan yang diakui negara.

2. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, didasarkan pada unsur agama/religious, hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 1 :

“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang Wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pada dasarnya telah mewujudkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta menampung segala kenyataan yang hidup dalam masyarakat dan didalamnya berisikan unsur-unsur danketentuan agamanya dan kepercayaan yang bersangkutan.

B. Syarat-Syarat Perkawinan

Suatu perkawinan dapat dikatakan perkawinan sah apabila memenuhi syarat perkawinan dan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya serta dicatat menurut peraturan perundang-undangan. Syarat-syarat perkawinan diatur mulai Psal 6 sampai 12

(8)

Page | 4 UU No.1 tahun 1974 yang memuat mengenai syarat perkawinan yang bersifat materiil dan bersifat formil.

1. Syarat perkawinan yang bersifat materiil, yaitu :

a. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai

b. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapatkan ijin kedua orang tuanya/ salah satu orang tuanya, apabila salah satunya telah meninggal dunia/walinya apabila kedua orang tuanya telah meninggal dunia.

c. Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak Wanita sudah mencapai 16 tahun. Kalua ada penyimpangan harus ada ijindari pengadilan atau pejabat yang dituju oleh kedua orang tua pihak pria maupun Wanita.

d. Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi kecuali memenuhi pasal 3 ayat 2 dan pasal 4.

e. Apabila seami dan istri yang telah bercerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya.

f. Bagi seorang Wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu.

2. Syarat perkawinan yang bersifat formil, yaitu :

Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan harus memberitahukan kehendaknya kepada Pegawai Pencatat Perkawinan dimana perkawinan itu akan dilangsungkan, dilakukan sekurang-kurangnya 10 hari sebelum perkawinan dilangsungkan. Pemberitahuan dapat dilakukan lisan/tulisan oleh calon mempelai/

orang tua/walinya. Pemberitahuan itu antara lain memuat : nama, agama, tempat tanggal calon mempelai.

Setelah syarat-syarat diterima Pegawai Pencatat Perkawinan lalu diteliti, apakah suda memenuhi syarat/belum. Hasil penelitian ditulis dalam daftar khusus untuk hal tersebut.

Apabila seluruh syarat telah dipenuhi Pegawai Pencatat Perkawinan membuat pengumuman yang ditanda tangani oleh Pegawai Pencatat Perkawinan yang memuat antara lain :

a. Nama, umur, agama, pekerjaan, dan pekerjaan calon pengantin

(9)

Page | 5 b. Hari, tanggal, jam dan tempat perkawinan akan dilangsungkan

Kemudian perkawinan dilaksanakan setelah hari ke sepuluh yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Kedua calon mempelai menandatangani akta perkawinan dihadapan Pegawai Pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi, maka perkawinan telah tercatat secara resmi. Akta perkawinan dibuat rangkap dua, satu untuk Pegawai Pencatat dan satu lagi disimpan pada Panitera Pengadilan. Kepada suami dan Istri masing-masing diberikan kutipan akta perkawinan.

C. Perkawinan yang Dicatatkan

Perkawinan adalah salah satu bentuk perwujudan hak-hak konstitusional warga negara yang harus dihormati (to respect), dilindungi (to protect) oleh setiap orang dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagaimana tercantumkan dalam UUD 1945, dinyatakan secara tegas dalam Pasal 28B ayat (1) : “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah”, dan Pasal 28J ayat (1) : “Setiap oorang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”.

Dengan demikian perlu disadari bahwa di dalam hak-hak konstitusional tersebut, terkandung kewajiban penghormatan atas hak-hak konstitusional orang lain. Sehingga hak- hak konstitusional tidak diberikan oleh negara untuk dilaksanakan sebebas-bebasnya oleh setiap orang, karena dengan begitu justru akan melanggar hak konstitusional orang lain.

Sedangkan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang perkawinan menyatakan bahwa :

“Suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”, dan Pasal 2 ayat (2) dinyatakan bahwa “Tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Menurut Undang-Undang Perkawinan, sahnya perkawinan disandarkan kepada hukum agama masing-masing, namun suatu perkawinan belum dapat diakui keabsahannya apabila tidak dicatat dengan ketentuan perundang-undangan. Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (2) bertujuan untuk :

1. Tertib administrasi perkawinan.

(10)

Page | 6 2. Memberikan kepastian dan perlindungan terhadap status hukum suami, istri maupun

anak.

3. Memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak tertentu yang timbul karena perkawinan seperti hak waris, hak untuk memperoleh akta kelahiran dan lain-lain.

Pencatatan perkawinan tidak untuk membatasi hak asasi warna negara melainkan sebaliknya yakni melindungi warga negara dalam membangun keluarga dan melanjutkan keturunan, serta memberikan kepastian hukum terhadap hak suami, istri, dan anak- anaknya.

D. Hubungan Hukum dalam Perkawinan

Menurut UU No.1 Tahun 1974 hakikat perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Dari rumusan diatas jelaslah bahwa ikatan lahir dan batin harus ada dalam setiap perkawinan. Terjalinnya ikatan lahir dan batin merupakan fondasi dalam membentuk dan membina keluarga yang bahagia dan kekal.

Dengan demikian, bahwa hakikat perkawinan itu bukan sekedar ikatan formal belaka, tetapi juga ikatan batin. Hendaknya pasangan yang sudah resmi sebagai suami istri juga merasakan adanya ikatan batin, ini harus ada sebab tanpa itu perkawinan tak akan punya arti, bahkan akan menjadi rapuh. Hal ini lah yang membedakan dengan haikat perkawinan menurut KUHP. Apabila kita membaca KUHP dapat diketahui bahwa hakikat perkawinan adalah merupakan hubungan hukum antara subjek-subjek yang mengikatkan diri dalam perkawinan (dalam hal ini yang dimaksud adalah antara seorang pria dan seorang wanita). Hubungan tersebut didasarkan pada persetujuan diantara mereka dan dengan adanya tujuan tesebut mereka menjadi terikat.

(11)

Page | 7 BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perkawinan merupakan suatu ikatan yang melahirkan keluarga sebagai salah satu unsur dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yang diatur oleh aturan hukum dalam hukum tertulis (hukum negara) maupun hukum tidak tertulis (hukum adat).

Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 perkawinan dan tujuannya adalah sebagai berikut : “Ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Perkawinan di bawah tangan berdampak sangat merugikan bagi istri dan perempuan umumnya, baik secara hukum maupun sosial. Selain itu tidak sahnya perkawinan di bawah tangan menurut hukum negara, memiliki dampak negatif bagi status anak yang dilahirkan di mata hukum. Status anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak tidak sah.

B. Saran

Perlu diadakan penelitian/pengkajian lebih lanjut tentang kekeluargaan mengenai sumber hukum keluarga tertulis dan sumber hukum keluarga tidak tertulis serta ruang lingkup hukum keluarga.

(12)

Page | 8 DAFTAR PUSTAKA

Slamet Abidin, Aminuddin, Mamman Abd. Djaliel, Fiqh Munakahat. Bandung CV Pustaka Setia, 1999

Rusli SH.An R. Tama SH, Perkawinan Antar Agama dan Masalahnya, Santika Dharma. Bandung 1974

Mohammad Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Indonesia, Bumi Aksara. Jakarta 1996 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, Kencana Prenada Media Grougp, 2006 Prodjodikoro Wirjono, Hukum Perkawinan Indonesia. Bandung: Sumur. 1974

Reksopadoto Wibowo, Hukum Perkawinan Nasional Jilid I, Tentang Perkawinan. Bandung:

Rajawali Pers. 2009

Sudarsono. Hukum Perkawinan Nasional. Jakarta: PT Rineka Cipta. 1994

Ramulyo Idris Mohammad. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.1996

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa status dari perkawinan kontrak menurut Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan adalah

3.1 Status Hukum Perkawinan Yang Akad Nikahnya Tidak Dihadiri Salah Satu Pihak Dalam Akad Nikah Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

3.1 Status Hukum Perkawinan Yang Akad Nikahnya Tidak Dihadiri Salah Satu Pihak Dalam Akad Nikah Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Dalam Bulgelijk Weetboek (BW) dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 maupun dalam Kompilasi Hukum Islam telah diatur masalah perjanjian perkawinan, Isi dari

Berlainan dengan ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perubahan terhadap

Perkawinan yang sah harus dicatat menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku hal ini diatur di dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Menurut undang-undang RI nomor 1 tahun 1974 pengertian dan tujuan perkawinan terdapat dalam satu pasal, yaitu bab 1 pasal 1 menetapkan bahwa “Perkawinan adalah ikatan lahir batin

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ISTRI DALAM PERKAWINAN SIRI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Magfiroh 1, Nahdhah 2, Munajah 3 1Ilmu Hukum, 74201, fakultas