• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEKAYAAN LAUT DAN WISATA BAHARI

N/A
N/A
MUHAMMAD SANDY WIJAYA

Academic year: 2023

Membagikan "KEKAYAAN LAUT DAN WISATA BAHARI"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

KEKAYAAN LAUT DAN WISATA BAHARI

diajukan guna memenuhi tugas kelompok pada Matakuliah Sejarah Maritim kelas B

Oleh

Moh. Alif Alvian Hidayat (200210302050) Rico Ramadhan (200210302072) Mayang Ananda Putri (200210302075)

Riana Dea Marita (200210302088)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER 2022

(2)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas kelompok berupa makalah yang berjudul “Kekayaan Laut dan Wisata Bahari”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Matakuliah Sejarah Maritim Kelas B Universitas Jember.

Penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyamapaikan terima kasih kepada:

1. Drs. Sumarjono, M.Si, dan Robit Nurul Jamil, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Matakuliah Sejarah Maritim Kelas B yang telah memberikan bimbingannya kepada kami;

2. teman-teman yang menempuh Matakuliah Sejarah Maritim Kelas B yang tidak dapat disebutkan satu per satu;

3. keluarga yang selalu mendukung supaya pembuatan makalah ini diselesaikan dengan baik.

Penulis menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Jember, 26 September 2022

Penyusun

(3)

Sejarah Maritim

A. Analisis Historis Ragam Kekayaan Laut dan Pesisir Nusantara

Sebagai sebuah Negara Kepulauan, laut memiliki peran penting bagi kehidupan bangsa dan negara. Sejak zaman dulu nenek moyang Bangsa Indonesia mengarungi laut berlayar dan berdagang dari satu tempat ke tempat lain menjelajah Nusantara. Pada masa itu berkembang budaya maritim. Pada abad ke-7 Sriwijaya menguasai pelayaran dan perdagangan tidak saja di Nusantara, tetapi juga sampai ke mancanegara.

Setelah berjaya beberapa abad menguasai jalur perdagangan, kejayaan itu menyusut sesuai dengan perkembangan zaman. Sriwijaya runtuh sebagai kerajaan maritim, lalu digantikan oleh Majapahit pada abad ke-14. Kerajaan ini menguasai perdagangan dan mempersatukan Nusantara. Sewaktu Sriwijaya dan Majapahit di masa puncak kebesarannya, budaya maritim mengakar kuat di Nusantara. Akan tetapi, setelah masa kejayaaannya runtuh dan kemudian digantikan oleh Bugis Makasar, Aceh, Palembang, Jambi, dan Banten, budaya maritim tetap berkembang, meskipun perlahan-lahan menurun bersamaan dengan masuknya kekuasan asing.

Walaupun kekuasaan asing menguasai pelayaran dan perdagangan Nusantara, tetapi keberadaan para pelaut Bugis Makassar dalam pelayaran tidak hilang. Demikian juga pedagang Melayu, Banjar, Minang, dan Jawa, mereka tetap saja memanfaatkan ruang laut yang sama untuk berdagang seperti para nenek moyang mereka sebelumnya. Sementara itu kehadiran pedagang asing di ruang laut itu terus bertambah, bahkan sampai berakhirnya kekuasaan kolonial Belanda menjelang pertengahan abad ke- 20. Begitu juga dengan volume dan nilai perdagangan laut terus meningkat, menyusul bertambahnya variasi jenis komoditas atau barang yang diperdagangkan, baik ekspor maupun impor.

(4)

Pelayaran dan perdagangan laut merupakan keunikan masyarakat kuno yang ada di wilayah yang dikenal sebagai Indonesia pada saat ini, karena hampir sebagian besar masyarakat yang tinggal di wilayah dengan garis pantai memiliki tradisi pelayaran dan perdagangan laut yang menyertainya sebagai salah satu kegiatan ekonomi. Pelayaran dan perdagangan menggerakkan dan menghidupkan laut. Hidup bersama laut menjadikan nenek moyang memiliki karakter yang egaliter dan terbuka.

Laut menjadi tempat hidup dan sumber orientasi kebudayaan. Di masa lalu laut juga menjadi tempat pertahanan dengan kekuatan armada yang tangguh.

Kekayaan sumber daya laut Indonesia

Indonesia merupakan Negara Kepulauan terluas di dunia yang terdiri atas lebih dari 17.504 pulau dengan 13.466 pulau telah diberi nama.

Sebanyak 92 pulau terluar sebagai garis pangkal wilayah perairan Indonesia ke arah laut lepas telah didaftarkan ke Perserikatan Bangsa Bangsa. Indonesia memiliki garis pantai sepanjang 95.181 km dan terletak pada posisi sangat strategis antara Benua Asia dan Australia serta Samudera Hindia dan Pasifik. Luas daratan mencapai sekitar 2.012.402 km2 dan laut sekitar 5,8 juta km2 (75,7%), yang terdiri 2.012.392 km2 Perairan Pedalaman, 0,3 juta km2 Laut Teritorial, dan 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE).

Sebagai Negara Kepulauan yang memiliki laut yang luas dan garis pantai yang panjang, sektor maritim dan kelautan menjadi sangat strategis bagi Indonesia ditinjau dari aspek ekonomi dan lingkungan, sosial-budaya, hukum dan keamanan. Meskipun demikian, selama ini sektor tersebut masih kurang mendapat perhatian serius bila dibandingkan dengan sektor daratan.

Budaya maritim menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, khususnya yang terkait dengan maritim dan kelautan. Para nelayan dan masyarakat pesisir, misalnya, memiliki kearifan lokal dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya laut,

(5)

sehingga keberlanjutan sumber kehidupan mereka tetap terjamin hingga ke anak cucu. Salah satu bukti warisan budaya sebagai bangsa pelaut yang hingga kini masih ada adalah Kapal Pinisi.

Laut, pesisir, dan sungai merupakan urat nadi yang menjadi kekuatan bangsa ini sejak dulu. Di tiga wilayah ini pelabuhan-pelabuhan besar dibangun yang diramaikan dengan aktivitas pedagang dari berbagai pulau di Nusantara dan dari belahan dunia. Hal itu membuat perekonomian dan peradaban maju dan berkembang. Kemampuan mengelola maritim itu disadari oleh Belanda, karena itu Belanda mendesak pribumi menjauhi laut menuju daratan hingga pegunungan. Sejak itu pertanian daratan menjadi berkembang.

Laut Indonesia bisa dibilang sangat kaya akan biota laut karena memiliki 8.500 spesies ikan, 555 spesies rumput laut, dan 950 biota terumbu karang. Sumber daya perikanan juga menjadi salah satu potensi terbesar yang ada di lautan kita. Indonesia menjadi salah satu negara eksportir komoditas laut dan perikanan terbesar di dunia. Bahkan, ketika masa pandemi Covid-19 ini, beberapa negara mengalami penurunan ekspor perikanan, nilai ekspor perikanan Indonesia justru meningkat.

Menurut catatan KKP, selama pandemi total nilai ekspor perikanan dunia mencapai 152 miliar dolar AS, turun 7 persen dibandingkan capaian tahun 2019.

Negara seperti China, Vietnam, Norwegia, Thailand, India, dan Ekuador mengalami penurunan ekspor perikanan. Sedangkan nilai ekspor perikanan dari Indonesia mencapai 5,2 miliar dolar AS pada tahun 2020 dan angka ini naik 5,7 persen dari tahun sebelumnya. Untuk produknya sendiri termasuk udang, rajungan-kepiting, dan rumput laut. Sementara untuk tujuan ekspornya meliputi Amerika Serikat, China, negara-negara ASEAN, dan Uni Eropa. Selain itu, kekayaan sumber daya laut non hayati juga tak bisa dipandang sebelah mata, misalnya bioteknologi, pemanfaatan garam, sumber daya mineral dan tambang, energi kelautan, transportasi, dan potensi keindahan laut sebagai jasa pariwisata.

(6)

Indonesia merupakan negara maritim terbesar. dengan kepemilikan sebanyak 17.504 pulau yang terbagi atas 13.466 pulau yang terdaftar, bernama dan berkoordinat serta pulau tak bernama sebanyak 4.038 pulau (Badan Informasi Geospasial, 2015), Indonesia diakui sebagai negara kepulauan terbesar di dunia.

Memiliki ribuan pulau yang luar biasa banyaknya ini tentu saja membuat Indonesia juga memiliki garis pantai yang panjang. Menurut Badan Informasi Geospasial, panjang garis pantai Indonesia adalah 99.093 km. Keseluruhan luas Indonesia baik perairan dan daratan adalah 7.81 juta km², yang terbagi atas wilayah perairan seluas 6.315.222 km² dan luas daratan sebanyak 1.913.578,68 km2. Berdasar luas daratan, Indonesia adalah negara terbesar ke 15 di dunia.

Laut yang sangat luas dan garis pantai yang panjang membuat Indonesia menyimpan hasil laut yang berlimpah. Kekayaan laut NKRI sangat besar dan beraneka ragam, baik berupa sumber daya alam terbarukan (seperti perikanan, terumbu karang, hutan mangrove, rumput laut, dan produk-produk farmasi bioteknologi); sumber daya alam yang tak terbarukan (minyak dan gas bumi, emas, perak, timah, bijih besi, bauksit, dan mineral lainnya); energi kelautan seperti pasang-surut, gelombang, angin, dan Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC); maupun jasa-jasa lingkungan kelautan seperti pariwisata bahari dan transportasi laut.

Di era globalisasi yang bercirikan liberalisasi perdagangan dan persaingan antarbangsa yang makin sengit, segenap sektor ekonomi harus mampu menghasilkan barang dan jasa yang berdaya saing tinggi. Sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi ekonomi maritim dan kelautan yang besar dan beragam. Bidang ekonomi maritim dan kelautan yang terdiri atas berbagai sektor yang dapat dikembangkan untuk memajukan dan menyejahterakan masyarakat, yaitu

(1) Perikanan;

(2) Industri pengolahan hasil perikanan;

(3) Industri bioteknologi kelautan;

(7)

(4) Pertambangan dan energi;

(5) Pariwisata bahari; (6) Angkutan laut;

(7) Jasa perdagangan;

(8) Industri maritim;

(9) Sumberdaya non-konvensional;

(10) Infrastruktur kelautan;

(11) Benda berharga dan warisan budaya;

(12) Jasa lingkungan. Potensi ekonomi maritim dan kelautan Indonesia diperkirakan mampu mencapai USD 1,2 triliun per tahun dengan potensi penyerapan tenaga kerja mencapai 40 juta orang. Dengan modal potensi maritim dan kelautan tersebut, Indonesia memandang laut dapat menjadi tumpuan pembangunan nasional yang berkelanjutan dan berkeadilan.

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara kelautan, Indonesia memiliki hak untuk mengeksploitasi dan mengeksplorasi sumber kekayaan negara di laut. Dengan luas laut yang mencapai tiga perempat dari seluruh wilayah Indonesia, ramainya Selat Malaka dan jalur ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) yang merupakan jalur perdagangan strategis yang dilalui kapal-kapal perdagangan dunia, maka potensi kelautan Indonesia harus dimaksimalkan, apalagi prospek perkembangan perekonomian di wilayah Asia di masa datang juga masih sangat menjanjikan.

Badan Pusat Statistik pada Desember 2015 menyatakan bahwa pertumbuhan produk domestik bruto perikanan selama Januari – September 2015 tercatat 7,99 persen atau melampaui pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,7 persen.6 Laju pertumbuhan sektor perikanan ini lebih tinggi dibandingkan sektor pertambangan, industri manufaktur, konstruksi dan jasa. Hal ini menunjukkan potensi yang dapat dikembangkan untuk masa yang akan datang.

Untuk melihat seberapa besar potensi kekayaan laut Indonesia, bisa dilihat dari berbagai data yang disampaikan oleh mereka yang pernah

(8)

memegang kendali dan otoritas di bidang kelautan dan perikanan. Menteri Kelautan dan Perikanan Periode 2001-2004, Rokhmin Dahuri, menyebutkan potensi kelautan Indonesia mencapai 1,2 triliun dollar AS per tahunnya.7 Jumlah potensi kekayaan sebesar itu meliputi 11 sektor, yakni perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri hasil pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi kelautan, pertambangan dan energi, sektor pariwisata bahari, hutan mangrove, perhubungan laut, sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, dan sumber daya alam non-konvensional.

Sedangkan Menteri Kelautan dan Perikanan selanjutnya, Sharif C Sutardjo, memproyeksikan kekayaan sumber daya alam yang terdapat pada sektor kelautan dan perikanan nilainya mencapai 171 miliar dollar AS per tahun. Potensi itu jika dirinci meliputi sektor perikanan senilai 31 miliar dollar AS, wilayah pesisir 51 miliar dollar AS, bioteknologi 40 miliar dollar AS, wisata bahari 2 miliar dollar AS, minyak bumi 21 miliar dollar AS dan transportasi laut 20 miliar dollar AS.8 Keanekaragaman hayati laut Indonesia memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan bagi kepentingan konservasi maupun ekonomi produktif. Luas terumbu karang yang sudah terpetakan mencapai 25.000 km² (Badan Informasi Geospasial, 2015). Laut Indonesia memiliki sekitar 8.500 spesies ikan, 555 spesies rumput laut dan 950 spesies biota terumbu karang. Sumber daya ikan di laut meliputi 37% dari spesies ikan di dunia dan diantaranya mempunyai nilai ekonomis tinggi seperti tuna, udang, lobster dan rumput laut.

Direktur Indonesia Maritime Institute (IMI), Yulius Paongan, bahkan menyebut potensi ekonomi maritim Indonesia sekitar Rp 7.200 triliun atau empat kali APBN tahun 2014 yang tercatat sebesar Rp 1.800 triliun. Melihat besarnya potensi tersebut, ke depan pengarusutamaan sektor kelautan dan perikanan dalam pembangunan nasional harus terus didorong. Salah satunya melalui kegiatan promosi berskala internasional.

Berdasarkan Statistik Perikanan dan Akuakultur 2014 dari Food and Agriculture Organisation (FAO), Indonesia menduduki peringkat kedua dalam produksi perikanan tangkap dengan tangkapan sebanyak 5,4

(9)

juta ton. Peringkat yang sama juga diraih Indonesia untuk kategori produksi produksi perikanan budidaya. Indonesia juga diketahui memiliki jumlah kapal terbanyak kedua di dunia setelah Tiongkok.

Potensi lestari sumberdaya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia saat ini adalah 7,3 juta ton/tahun yang tersebar di sebelas Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), yaitu Selat Malaka, Samudera Hindia, Laut Cina Selatan, Laut Jawa, Selat Makasar-Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tomini-Laut Seram, Laut Sulawesi, Samudera Pasifik, Laut Arafura-Laut Timor.

Dari keseluruhan potensi ini jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 5,8 juta ton per tahun atau 80 persen dari potensi lestari dan baru dimanfaatkan sebesar 5,4 juta ton pada tahun 2013 atau 93 persen dari JTB, sementara total produksi perikanan tangkap (di laut dan danau) adalah 5,863 juta ton (Komas Kajiskan, 2013).

Pengelolaan dan praktek perikanan di Indonesia selama ini memang masih fokus pada jumlah tangkapan, belum memperhatikan keseimbangan ekosistem. Sehingga dampaknya lebih banyak negatif yaitu kerusakan terumbu karang dan ekosistem dasar laut serta terjadinya penangkapan berlebihan. Penangkapan dengan pola mengejar target jumlah tangkapan sebenarnya secara berkelanjutan kurang efisien karena stok perikanan sendiri yang memang sudah tidak mungkin dieksplotasi lagi. Karena itu pola penangkapan yang memperhatikan aspek keberlanjutan sangat penting diperhatikan.

Selain perikanan, Indonesia juga memiliki potensi lain seperti energi laut, hanya sayangnya selama ini kurang mendapat perhatian.

Padahal potensi energi laut yang dimiliki Indonesia sangat besar dan dapat menghasilkan energi alternatif pengganti energi listrik yang saat ini sangat dibutuhkan. Wilayah perairan Indonesia terutama selat-selat yang menghadap Lautan Hindia dan Samudera Pasifik memiliki arus yang laut yang kuat sehingga menyimpan potensi yang dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk membangkitkan energi listrik dari sumber energi yang

(10)

terbarukan. Kondisi tersebut dapat mendukung pencapaian bauran energi baru terbarukan.

Pengembangan energi listrik tersebut dapat berasal dari potensi elevasi pasang surut, perbedaan temperatur, arus, gelombang, dan angin di tepi pantai Indonesia. Wilayah perairan Indonesia memiliki arus laut yang kuat sehingga menyimpan potensi yang dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk membangkitkan energi listrik tersebut.

Asosiasi Energi Laut Indonesia (ASELI) menyebutkan bahwa secara teoritis, total sumberdaya energi laut nasional sangat melimpah, meliputi energi dari jenis panas laut, gelombang laut dan arus laut, yaitu mencapai 727.000 MW. Namun demikian, potensi energi laut yang dapat dimanfaatkan dengan menggunakan teknologi sekarang dan secara praktis memungkinkan untuk dikembangkan, berkisar antara 49.000 MW.

Diantara potensi sedemikian besar tersebut, industri energi laut yang paling siap adalah industri berbasis teknologi gelombang dan teknologi arus pasang surut, dengan potensi praktis sebesar 6.000 MW.

Selama ini cukup banyak orang yang meragukan potensi tersebut karena menganggap bahwa tantangan kesulitan di laut belum mampu dikelola dengan kemajuan teknologi yang ada. Menurut Dr. Ir. Erwandi, Kepala BPPH-BPPT pada tahun 2014, hal tersebut tidaklah benar karena teknologi energi laut di dunia Internasional telah berkembang pesat. BPPT telah mulai melakukan pengkajian jenis-jenis teknologi ini untuk kemungkinan diterapkan di Indonesia. BPPT dan berbagai perguruan tinggi di Indonesia telah mengembangan jenis teknologi energi laut dalam negeri untuk mengembangkan kemampuan nasional dibidang industri energi laut. Hal tersebut mengantarkan kita optimisme bahwa potensi energi laut yang telah diidentifikasi dan diratifikasi oleh para ahli ini dapat menjadi pegangan pemerintah dan dunia usaha untuk mempercepat realisasi pemanfaatan energi laut di Indonesia.

Aspek Sosial Budaya

(11)

Di masa lalu Nusantara pernah mengalami kejayaan maritim.

Kejayaan maritim dapat dilacak dari kehadiran kerajaankerajaan di pesisir pantai yang telah membangun budaya maritim. Disebut memiliki budaya maritim karena kerajaankerajaan itu menghidupi aktivitas ekonominya dari perdagangan yang kegiatannya dipusatkan di laut. Kerajaankerajaan maritim yang menyebar dipisahkan laut. Laut tidak membuat mereka saling menjauh, tetapi saling berinteraksi. Interaksi antara satu kerajaan dengan yang lain terbangun lewat transaksi perdagangan. Dalam budaya maritim, perdagangan dan pelayaran menjadi denyut nadi kerajaan.

Perdagangan ini yang menjulangkan kemashuran kerajaan-kerajaan Nusantara di masanya. Sriwijaya adalah kerajaan maritim dengan aktivitas perdagangannya pada abad ke-7. Pada masanya para saudagar dari Cina melakukan transaksi perdagangan dengan Sriwijaya. Saudagar dari Cina banyak yang menetap di wilayah kerajaan ini, bahkan Sriwijaya mengundang ratusan pendeta Budha belajar agama di Palembang.

Kedatangan pendeta Budha melambungkan ketenaran Sriwijaya sebagai kota dagang terbesar di Nusantara. Sebagai kota dagang infrastruktur perdagangan seperti bongkar muat relatif berkembang dan memudahkan kapal-kapal besar memasuki wilayah Sriwijaya. Dengan demikian kapal lebih mudah merapat dan bersandar di Sriwijaya. Sebagai kerajaan maritim berpengaruh, Sriwijaya meluaskan ekspansi kekuasaan dengan menaklukkan Jawa. Kerajaan Sriwijaya juga telah menaklukkan Laut Jawa, Indonesia Timur, dan beberapa daerah lain di Nusantara. Sejalan dengan itu, kerajaan maritim pertama ini juga menjalin jejaring perdagangan dengan India, Birma, Melayu Kalimantan, Siam, Kamboja, Cina, dan Filipina. Pedagang-pedagang dari Sriwijaya bahkan telah melakukan transaksi perdagangan sampai ke Afrika.

(12)

Sejarah Hari Dharma Samudra

Pada tanggal 15 Januari, Indonesia memperingati Hari Dharma Samudra yang merupakan salah satu peristiwa bersejarah di masa lampau.

Peristiwa tersebut tak lepas dari usaha mempertahankan kemerdekaan yang dikenal dengan sebutan Pertempuran Laut Arafura. Selama pertempuran berlangsung, armada Indonesia dipimpin oleh Komodor Yos Sudarso. Saat itu, perhatian musuh dialihkan dan memusatkan penyerangan ke KRI Macan Tutul sampai akhirnya kapal beserta awaknya tenggalam. Namun, di saat yang bersamaan strategi ini berhasil menyelamatkan dua kapal lainnya yaitu KRI Harimau dan KRI Macan Kumbang. Peristiwa pertempuran heroik inilah yang menjadi latar belakang Hari Dharma Samudra.

Lebih dari 50 tahun berselang, Laut Arafura menjadi saksi bisu atas peristiwa tersebut dan menjadi salah satu wilayah dengan potensi sumber daya perairan yang sangat besar. Dengan luas sekitar 650 ribu kilometer persegi, KKP menyebutkan bahwa karakteristik lingkungan di Laut Arafura sangat beragam. Adapaun sumber daya perikanan yang unggul dari Laut Arafura antara lain udang berjenis penaeid, ikan demersal, tuna, cumi-cumi, ikan karang, dan kepiting. Hasil tangkapan ikan dari wilayah ini telah memberikan konstribusi sekitar 30 persen dari total ekspor Indonesia setiap tahunnya.

Era Pemerintahan Presiden Joko Widodo

Dengan visi pembangunan “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”

memberikan harapan dan mengembalikan semangat untuk membangun maritim dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam kelautan.

Selanjutnya untuk mencapai visi tersebut diturunkan misi:

(13)

(1) Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan keperibadian Indonesia sebagai Negara Kepulauan;

(2) Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hukum;

(3) Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai bangsa maritim;

(4) Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera;

(5) Mewujudkan bangsa yang berdaya saing;

(6) Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional; dan

(7) Mewujudkan masyarakat yang berkeperibadian dalam kebudayaan. Tiga dari tujuh misi tersebut berhubungan dengan maritim dan posisi Indonesia sebagai Negara Kepulauan.

Karenanya, dalam Kabinet Kerja, Presiden Joko Widodo membentuk Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Sumberdaya. Di samping visi dan misi tersebut, Presiden juga mengetengahkan konsep “Poros Maritim”

dan “Tol Laut”. Penetapan prioritas pembangunan sektor maritim ini sangat beralasan bila dilihat dari sudut sejarah bangsa. Nenek moyang bangsa ini dikenal sebagai bangsa pelaut atau bangsa bahari dan pernah jaya di laut di masa sebelum kehadiran kolonialisme, melalui perdagangan antar pulau.

Pembangunan ekonomi nasional yang terus berkembang akan makin bergantung pada potensi ekonomi maritim dan kelautan. Negara harus mampu mendayagunakan potensi ekonomi dan sumberdaya pesisir dan lautan secara optimal dengan memperhatikan aspek kelestarian dan

(14)

keberlanjutan lingkungan. Oleh karena itu, perlu perubahan paradigma pembangunan ekonomi dari darat ke maritim dan kelautan.

Permasalahan pada Sumber Daya Laut Nusantara

Potensi maritim dan kelautan yang begitu besar seharusnya dimanfaatkan untuk menyejahterakan masyarakat. Namun, kenyataannya potensi itu belum dimanfaatkan dengan optimal. Hal itu berkontribusi pada angka kemiskinan yang masih tinggi. Sebagian diantaranya adalah nelayan dan masyarakat pesisir terkait yang tergolong kelompok paling

Eksploitasi dan kegiatan ilegal terhadap sumberdaya laut tanpa memperhatikan keberlanjutan memperburuk tingkat kesejahteraan dan kehidupan nelayan, khususnya nelayan kecil dan nelayan tradisional.

Pencurian ikan yang dilakukan oleh nelayan asing, misalnya, di samping mengurangi pendapatan nelayan, juga merugikan negara. Pencemaran laut dan kerusakan mangrove dan terumbu karang juga menambah masalah di sektor kelautan.

Selain masalah ekonomi dan lingkungan, masalah yang juga muncul di sektor maritim dan kelautan adalah masalah keamanan dan politik. Sebagai negara yang berada pada perlintasan dua benua dan dua samudera, Indonesia termasuk negara yang rawan dari sisi keamanan laut, baik keamanan laut yang bersifat lokal, nasional, maupun internasional.

Perompakan di perairan Indonesia masih sering terjadi, baik yang dilakukan oleh orang Indonesia sendiri mupun orang asing, baik yang ditujukan kepada kapal nelayan Indonesia, maupun kepada kapal asing.

Selain itu, persoalan pulau-pulau terluar yang selama ini kurang mendapatkan perhatian pemerintah juga menimbulkan persoalan politik, antara lain tumpang tindih klaim kepemilikan beberapa pulau di perbatasan oleh beberapa negara. Minimnya sumberdaya manusia yang berkualitas, lemahnya penegakan hukum, dan terbatasnya infrastruktur maritim dan kelautan menambah rumit persoalan.

(15)

Terdapat empat permasalahan dalam konteks posisi Indonesia sebagai Negara Kepulauan, yaitu:

(1) Bangsa Indonesia sampai saat ini belum memiliki kebijakan nasional tentang pembangunan Negara Kepulauan yang terpadu.

Kebijakan yang ada selama ini hanya bersifat sektoral, padahal pembangunan di Negara Kepulauan memiliki keterkaitan antarsektor yang tinggi;

(2) Lemahnya pemahaman dan kesadaran tentang arti dan makna Indonesia sebagai Negara Kepulauan dari segi geografi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya;

(3) Sampai saat ini negara belum menetapkan batasbatas wilayah perairan dalam. Padahal, wilayah perairan dalam mutlak menjadi kedaulatan bangsa Indonesia. Artinya tidak boleh ada satupun kapal asing boleh masuk ke perairan dalam Indonesia tanpa izin;

dan

(4) Lemahnya pertahanan dan ketahanan negara dari sisi matra laut yang mencakup:

(a) belum optimalnya peran pertahanan dan ketahanan laut dalam menjaga keutuhan bangsa dan negara;

(b) ancaman kekuatan asing yang ingin memanfaatkan perairan ZEEI;

(c) belum lengkapnya perangkat hukum dalam implementasi pertahanan dan ketahanan laut;

(d) masih terbatasnya fasilitas untuk melakukan pengamanan laut;

(e) makin meningkatnya kegiatan terorisme, perompakan, dan pencurian ikan di wilayah perairan laut Indonesia; dan

(f) masih lemahnya penegakan hukum kepada pelanggar hukum.

(16)

Disadari bahwa untuk mengatasi berbagai masalah yang terjadi tersebut bukan persoalan yang mudah dan sederhana. Untuk itu, perubahan harus dilakukan, dan saat inilah momentum yang tepat untuk memulai perubahan, seiring dengan komitmen pemerintah untuk melakukan pembangunan sektor maritim dan kelautan. Oleh karena itu, kajian akademis terhadap sektor maritim dan kelautan merupakan salah satu langkah yang tepat untuk ditempuh dalam upaya membangun sektor maritim dan kelautan yang komprehensif dan berkelanjutan.

B. Analisis Historis Potensi Wisata Bahari Indonesia

Wisata Bahari adalah seluruh kegiatan yang bersifat rekreasi yang aktifitasnya dilakukan pada media kelautan atau bahari dan meliputi daerah pantai, pulau-pulau sekitarnya, serta kawasan lautan dalam pengertian pada permukaannya; dalamnya, ataupun pada dasarnya termasuk didalamnya taman laut.

Aktifitas Wisata Bahari pada dasarnya mengundang tantangan, keberanian, ketenangan, historis, dan yang lebih penting adalah cinta terhadap alam lingkungan laut dan kehidupannya. Pada umumnya Taman Wisata Bahari berlokasi pada tempat yang memiliki lingkungan yang alami, sejuk dan sehat sehingga dapat mencapai suatu kegiatan rekreasi yang optimal.

Dengan melihat kegiatan yang bersifat rekreasi, maka suatu Taman Wisata Bahari harus memiliki beberapa fasilitas, diantaranya yaitu: Marina (Dermaga), Club· House, Akuarium Laut, Ruang Rekreasi Aktif (kolam renang, area bermain anak, area bermain dewasa, area tunggang), Ruang Rekreasi Pasif (area berjemur, area berkemah, panggung terbuka), fasilitas penginapan, sarana restaurant, cafe, galeri seni, pasar seni.

Potensi pariwisata bahari yang dimiliki Indonesia sangat tinggi, bahkan terbesar di dunia dengan jumlah 17.504 pulau dan garis pantai sepanjang hamper 100.000 km. Dari jumlah bentangan seluas itu, dapat dikembangkan destinasi wisata pantai atau coastal zone; wisata bentang

(17)

laut dengan cruise, kapal motor atau yacht; dan wisata bawah laut seperti snorkeling dan diving.

Saat ini sudah ada tujuh Destinasi Wisata Bahari dalam bentuk trip yang ditawarkan dalam bentuk paket wisata termasuk menginap di floating hotel Pelni, yakni Trip Labuan Bajo-Takabonarate-Wakatobi, Bunaken Togian/Tomini, Bunaken-Morotai-Raja Ampat, Banda Naira, Derawan, Karimun Jawa dan Anambas. Masih ada 25 destinasi wisata bahari lain yang akan dikembangkan untuk dikebangkan sebagai sumber devisa, termasuk 100 marina dan 10 pelabuhan kapal pesiar. Melalui potensi yang ada, ditargetkan pada tahun 2019 wisata bahari bisa menyumbang devisa 4 miliar dollar AS.

Kekayaan bawah laut merupakan salah satu modal Indonesia untuk menarik wisatawan baik asing maupun lokal. Keindahan bawah laut di beberapa provinsi di Indonesia sudah mendunia dan menjadi spot yang wajib dikunjungi seperti di Bunaken (Sulawesi Utara), Raja Ampat (Papua Barat), Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Karimunjawa (Jawa Tengah) dan Gili Trawangan, Gili Air, Gili Meno (Nusa Tenggara Barat).

Freddy Numberi membagi pengembangan pariwisata bahari di Indonesia menjadi tiga kategori yaitu Jalur Lingkar Luar, Jalur Lingkar Dalam dan Jalur Barat Tengah.

Jalur Lingkar Luar meliputi Pulau Weh (Sabang) untuk wisata bahari seperti game fishing, Pulau Nias (Sumatera Utara) untuk obyek wisata selancar angin, Pulau Siberut (Sumatera Barat) untuk game fishing dan selancar angin, Pulau Enggano (Bengkulu) untuk game fishing dan selancar angina, Ujung Kulon (Banten) untuk obyek wisata pantai, Cilacap (Jawa Tengah) untuk obyek wisata pantai dan Sendang Biru (Jawa Timur) untuk wisata selam. Kemudian Pulau Rote (Nusa Tenggara Timur), dan Pulau Biak (Papua) dapat dikembangkan untuk wisata menyelam.

Jalur Lingkar Dalam diantaranya adalah Pulau Seribu (DKI Jakarta) untuk wisata bahari, Kepulauan Karimun (Jawa Tengah) untuk wisata pantai, selancar dan game fishing, Pulau Bali (wisata pantai,

(18)

menyelam dan selancar), Pulau Moyo di Nusa Tenggara Barat untuk game fishing, Pulau Bonerate dan Selayar (Sulawesi Selatan) untuk menyelam da Wakatobi di Sulawesi Tenggara untuk menyelam dan wisata pantai, Pulau Banda (Maluku) dan Sangir Talaud untuk menyelam.

Jalur Barat Tengah, mulai dari Pulau Belitung, Bangka Belitung (wisata pantai), Banten yakni Gunung Krakatau (wisata pantai dan game fishing) dan Pulau Karimata (wisata pantai), Pulau Batam (panorama pantai) hingga Pulau Natuna untuk selancar, game fishing dan wisata pantai.

Sebagian besar ekosistem terumbu karang terindah dan tarbaik di dunia beraa di Indonesia yakni Raja Ampat, Wakatobi, Taka Bone Rate, Bunaken, Karimun Jawa, dan Pulau Weh. Kawasan pesisir dan laut Indonesia merupakan tempat ideal bagi wisata bahari, sangat tepat untuk melakukan beberapa jenis aktivitas pariwisata bahari yang meliputi berjemur dan berenang di tepi pantai, olahraga air seperti water scooter, sausage boat, water tricycle, wind surfing, surfboarding, paddle board, parasailing, kayacking, memancing, menyelam, fotografi bawah laut, taman laut dan lain-lain.

Jika kita mampu mengembangkan potensi bahari, maka nilai ekonomi berupa perolehan devisa, sumbangan terhadap PDB, peningkatan pendapatan masyarakat, penciptaan lapangan kerja, dan sejumlah multiplier effects sangat besar. Sebagai perbandingan terumbu karang terbesar di dunia yang terdapat di Australia yaitu Great Barrier Reef, per tahunnya dikunjungi oleh dua juta pengunjung dan menghasilkan kurang lebih Rp 60 miliar.

Pada 2013, sektor pariwisata menyumbangkan produk domestik bruto sebesar Rp 347 triliun. Bila dibandingkan, angka itu mencapai 23 persen dari dengan total pendapatan negara yang tercantum di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2013, yakni Rp 1.502 triliun, Sektor pariwisata juga menempati urutan keempat sebagai penyumbang devisa negara tahun 2013. Sedangkan khusus wisata bahari menurut

(19)

Menteri Pariwisata Arief Yahya baru menyumbang 10 persen dari GDP (Gross Domestic Product).

Pengembangan pariwisata bahari Indonesia masih jauh dari potensi yang sesungguhnya ditinjau dari kontribusinya terhadap devisa dan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman). Pariwisata bahari hanya menyumbangkan devisa sebesar 10persen dari total devisa sektor pariwisata, masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, yang wisata baharinya menyumbangkan 40 persen devisa.

Menurut Arief Yahya persentase pendapatan negara maupun nominal sumbangan pariwisata bahari Indonesia sangat rendah dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia. Hal ini disebabkan akibat kurangnya akses ke destinasi wisata bahari. Wisata bahari Malaysia sudah menyumbang 40 persen GDP dan wisata bahari di Maldives menyumbang hampir 100 persen dari GDP negara tersebut.

Maldives atau Maladewa hanya memiliki 300 ribu penduduk bisa mendatangkan 1,1 juta wisatawan mancanegara dan menghasilkan pendapatan dari sektor wisata bahari sebesar 2 miliar dollar AS. Maldives sendiri ukurannya tidak lebih besar dari Belitung.

Untuk mengembangkan wisata bahari menurut Rokhmin Dahuri diperlukan lima komponen utama dari sisi pengadaan (supply side) parwisata bahari, yakni objek pariwisata bahari (attractions), transportasi, pelayanan, promosi, dan informasi, harus secara terpadu diperkuat dan dikembangkan, sehingga dapat menarik wisatawan baik dalam maupun luar negeri. Disamping itu, sektor pariwisata bahari harus didukung oleh kebijakan politik-ekonomi (keuangan, ketenagakerjaan, infrastruktur, keamanan dan kenyamanan, dan kebijakan pemerintah lainnya) yang kondusif.

KESIMPULAN

(20)

Sebuah visi dan misi bersama harus ada pada semua aras institusi negara yang dituangkan dalam bentuk kebijakan kemaritiman dan kelautan dengan implikasi secara ekonomi sehingga sektor maritim dan kelautan menjadi aras utama dalam kebijakan pembangunan nasional. lnilah yang kemudian menjadi tugas besar dari semua komponen bangsa untuk menjawab problem struktural bangsa yakni kemiskinan, keterbelakangan, dan ketergantungan terhadap negara maju seperti bertambahnya jumlah utang, Pemerintah harus mampu mengelola potensi maritim dan kelautan untuk kepentingan perekonomian nasional dengan tidak hanya mengandalkan kehadiran kementerian terkait, tetapi juga harus membangun keterkaitan dan koordinasi dengan pemangku kepentingan lainnya baik di pusat maupun daerah.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Soedarmo, Sri. 2018. Mengelola Laut Untuk Kesejahteraan Rakyat; Refleksi untuk

Indonesia Sejahtera. Semarang.

Begi Hersutanto. 2009. Makna Negara Kepulauan. Badan Koordinasi Keamanan Laut. Jakarta. 2009.

Nasution MA, Badaruddin, Subhilhar. 2005. Isu-isu Kelautan Dari Kemiskinan Hingga Bajak Laut. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Referensi

Dokumen terkait

Instalasi pelabuhan semacam itu bisa digunakan sebagai bagian dari garis pangkal untuk delimitasi laut territorial dan yurisdiksi maritim lainnya.Seandainya reklamasi pantai

Sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah di kepulauan Anambas telah ditetapkan pulau-pulau sebagai kawasan konservasi laut berdasarkan usulan masyarakat Anambas dengan

Indonesia sebagai negara Kepulauan yang terdiri dari 17.508 pulau dengan panjang pantai sekitar 81.000 km, Indonesia memiliki potensi sumber daya hayati pesisir dan laut

Asumsi yang digunakan dalam menentukan panjang garis pantai adalah bahwa setiap wilayah daratan bertemu dengan lautan dan genangan air laut merupakan wilayah

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan luas 1.904.556 km2 yang terdiri dari; 17.508 pulau, 5,8 juta km2 lautan dan 81.290 juta km panjang pantai, maka potensi

Disamping itu, Kepulauan Indonesia dengan panjang garis pantai + 81.000 km merupakan garis pantai yang cukup panjang dan memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup burung

| Listiyono, Prakoso, Sianturi | 103 STRATEGI PERTAHANAN LAUT DALAM PENGAMANAN ALUR LAUT KEPULAUAN INDONESIA UNTUK MEWUJUDKAN KEAMANAN MARITIM DAN MEMPERTAHANKAN KEDAULATAN

Karakteristik Gelombang Laut Pantai Timur Pulau Bintan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005- 2014.. Jurnal Dinamika