• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Laporan Pertanggung Jawaban FRI 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "2. Laporan Pertanggung Jawaban FRI 2015"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

A. Sejarah Pendirian

Forum Rektor Indonesia yang kemudian disingkat

dengan FRI adalah tempat berkumpulnya para intelektual dan Rektor di berbagai universitas di Indonesia. FRI secara resmi didirikan pada tanggal 7 November 1998 di

Bandung. Hari itu adalah bersamaan dengan diadakan pertemuan Rektor se-Indonesia yang bertempat di Sasana Budaya Ganesha ITB Bandung.

Pada pertemuan itu dihasilkan lima kesepakatan sebagai berikut: pertama, para rektor akan selalu bersama dengan mahasiswa dalam gerakan reformasi

murni sebagai kekuatan moral dan intelektual, dan arena itu para rektor akan membela para mahasiswa yang tertindas dan terlanggar hak azasinya. Kedua, para rektor meminta ABRI memberikan perlindungan kepada para mahasiswa yang menjalankan perannya sebagai kekuatan moral dan intelektual dalam menggerakkan reformasi

yang murni dan berkesinambungan. Ketiga, pemilihan umum hendaknya dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil; dan civitas akademika

(2)

usaha membangkitkan kepercayaan masyarakat nasional dan internasional. Keempat, perlunya independensi yudikatif terhadap eksekutif agar semua keputusan-keputusan, peraturan-peraturan, perundang-undangan

dan Keputusan Presiden yang bertentangan semangat reformasi dihapus secara tuntas, terutama produk-produk hukum yang berkaitan/menjurus dengan terjadinya

korupsi, kolusi dan nepotisme. Kelima, perlunya reformasi budaya yang diawali oleh reformasi pendidikan secara komprehensif dan berkesinambungan, untuk

melancarkan reformasi yang menyeluruh.

B. Para Ketua FRI

1. Pendiri sekaligus Ketua FRI 1998

Prof. Drs. Ir. Lilik Hendrajaya, M.Sc., Ph.D

(Rektor institut Teknologi Bandung 1997-2001) 2. Ketua FRI 1999

Prof. Dr. K Sukardika, SP., MK

(3)

5. Ketua FRI 2002-2003

Prof. Ir. Eko Budihardjo, M.Sc

(Rektor Univ. Diponegoro 1998-2002 & 2002-2006)

6. Ketua FRI 2003-2004 Prof. Dr. Zulkifli Husin, M.Sc

(Rektor Universitas Bengkulu 1995-2005) 7. ketua FRI 2004-2005

Prof. Dr. H. Marlis Rahman, M.Sc

(Rektor Univ. Andalas 1997-2001 dan 2001-2006)

8. Ketua FRI 2005-2006

Prof. Drs. Ec Wibisono Harjopranoto, MS (Rektor Universitas Surabaya 2003-2011)

9. Ketua FRI 2006-2007 Prof. Dr. Sofian Effendi

(Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007) 10.Ketua FRI 2007-2008

Prof. dr. Ir. Djoko Santoso

(Rektor ITB Bandung 2006-2010 & 2010-2014) 11.Ketua FRI 2008-2009

Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.ec

(Rektor Univ. Islam Indonesia 2006-2010&2010-2014) 12.Ketua FRI 2009-2010

Prof. Chairil Effendy

(Rektor Universitas Tanjung Pura 2011-2015)

13.Ketua FRI 2010-2012

Prof. Dr. Badiah Perizade, MBA

(4)

14.Ketua FRI 2011-2012

Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, MS

(Rektor Universitas Haluoleo 2012-2016) 15.Ketua FRI 2012-2013

Prof. Laode M Kamaluddin, M.Sc., M.Eng

(Rektor Universitas Islam Sultan Agung 2009-2013)

16.Ketua FRI 2013-2014 Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS

(Rektor Universitas Sebelas Maret 2011-2015)

17.Ketua FRI 2014-2015

C. Dewan Pertimbangan FRI 2014-2015

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS

Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta

(5)

5. Prof. Dr. H. Suyatno, M.Pd

Rektor Universitas Muhammadiyah Prof. Hamka

6. Prof. Dr. Ir. Usman Rianse, M.S Rektor Universitas Haluoleo

7. Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc Rektor Institut Pertanian Bogor 8. Prof. Sudharto P. Hadi, MES., Ph.D

Rektor Universitas Diponegoro 9. Prof. Dr. Thomas Pentury, M.Si

Rektor Universitas Pattimura Ambon 10.Prof. Dr. Hj. Badia Perizade, MBA

Rektor Universitas Sriwijaya

11.Prof. Dr. Husain Alting Universitas Khairun Ternate 12.Prof. Dr. Muhadjir Effendy, MAP

Rektor Universitas Muhammadiyah Malang

13.Prof. Dr. E. S Margianti, SE., MM Rektor Gunadarma

14.Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D Rektor Universitas Gadjah Mada

15.Prof. Dr. H. Wery Darta Taifur, SE., MA Rektor Universitas Andalas

16.Dr. Suriel S. Mofu, S.Pd., M.Ed., M.Phil Rektor Universitas Negeri Papua 17.Dr. Tanri Abeng, MBA

Rektor Universitas Tanri Abeng

18.Prof. Dr. H. Mudjia Raharjo, M.Si

(6)

19.Prof. Dr. Niki Lukviarman, SE.Akt., MBA Rektor Universitas Bung Hatta

20.Prof. Ir.H. Sunarpi, Ph.D Rektor Universitas Mataram 21.Prof. Dr. Ir. Harjanto Prabowo, MM

Rektor Universitas Bina Nusantara 22.Prof. Dr. I Wayan Rai S

Rektor Institut Seni dan Budaya Tanah Papua 23.Prof. Dr. Kadarsah Suryadi

Rektor Intitut Teknologi BandungT24.Dr. Rd Kusmanto Dir. Politeknik Sriwijaya (Ketua Asosiasi Politeknik)

25.Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag

Rektor Universitas Islam Negeri Semarang

(7)

II. KONVENSI KAMPUS VIII & TEMU TAHUNAN XVII

A. Latar Belakang

Bangsa Indonesia dengan karakteristik sosial budaya

kemaritiman, bukanlah merupakan fenomena baru. Fakta sejarah menunjukan bahwa fenomena kehidupan kemaritiman, pelayaran dan perikanan beserta

kelembagaan formal dan informal yang menyertainya merupakan kontinuitas dari proses perkembangan kemaritiman Indonesia sejak zaman Sriwijaya dan

Majapahit (nusantara). Keperkasaan dan kejayaan nenek moyang kita di laut haruslah menjadi penyemangat generasi sekarang dan yang akan datang. Sejarah maritim

memiliki korelasi yang kuat dengan sejarah Indonesia. Sebab wilayah Indonesia dahulu berkembang dari sektor kemaritiman.

Mayoritas kerajaan di Nusantara yang bercorak maritim menunjukkan bahwa kehidupan leluhur kita amat tergantung pada sektor bahari. Baik dalam hal

(8)

pedagang dari daerah lain maupun pedagang dari maca negara.

Bentuk implementasinya masa kini, bukan hanya sekedar berlayar, tetapi bagaimana bangsa Indonesia

dengan luas wilayahnya dua per tiga adalah lautan dapat dimanfaatkan demi kesejahteraan pembangunan bangsa. Maritim dalam arti luas mungkin saja dapat diartikan

sebagai segala sesuatu yang mempunyai kepentingan dengan laut sebagai hamparan air asin yang sangat luas yang menutupi permukaan bumi. Maritim, dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai berkenaan dengan laut; berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut.

Geoffrey Till dalam bukunya, Seapower, menyatakan bahwa maritim ada kalanya dimaksudkan hanya berhubungan dengan angkatan laut, kadang-kadang

diartikan juga sebagai angkatan laut dalam hubungannya dengan kekuatan darat dan udara, kadang-kadang diartikan pula sebagai angkatan laut dalam konteks yang

(9)

maritim diartikan sebagai meliputi ketiga aspek di atas.

Maritime sendiri diartikan sebagai: connected with the sea, especially in relation to seafaring commercial or military activity atau living or found in or near the sea atau bordering on the sea . Lebih jauh Geoffrey Till mengatakan bahwa seapower bukan hanya tentang apa yang diperlukan untuk dapat mengendalikan dan

memanfaatkan laut, tetapi juga merupakan kapasitas untuk memengaruhi tingkah laku pihak lain atau sesuatu yang dikerjakan orang di laut atau dari laut. Pengertian ini

mendefinisikan seapower dalam terminologi hasil, tujuan, bukan cara.

Dilihat dari kepentingan nasional, memandang laut

dalam konteks posisi geografi adalah geopolitik yang perlu dikembangkan. Hanya dengan mendefinisikan kelautan secara tepat (baca: maritim), kita dapat merintis

jalan untuk turut mengambil keuntungan dari volume perdagangan dunia yang melewati laut Indonesia, yang konon mencapai angka fantastis yaitu US$ 1.500 triliun

dan akan bertambah pada masa yang akan datang.

(10)

segala macam ancaman dan gangguan bagi kelangsungan hidup bangsa harus dilakukan secara integral dengan

dimensi pembangunan di sektor kelautan. Lingkungan laut atau maritim mempunyai lima dimensi yang saling

berhubungan meliputi: Pertama Dimensi Ekonomi.

Penggunaan laut sebagai media perhubungan, transportasi dan perdagangan telah dimanfaatkan sejak

dahulu hinga sekarang, dan hampir 99,5 % pergerakan roda perekonomian di dunia adalah melewati jalur laut, volume muatan meningkat delapan kali sejak tahun 1945

dan kecenderungan semakin meningkat sampai sekarang. Telah diyakini bahwa perdagangan lewat laut yang terpadat adalah melalui Selat Malaka atau melalui jalur

alternatif ALKI I, II, III. Kedua, Dimensi Politik dimana perubahan dimensi politik dari lingkungan maritim berkembang sangat tajam semenjak tahun 1970-an. Bagi

sejumlah besar Negara pantai, khususnya bagi dunia ketiga, perairan yang berbatasan dengan pantai memberikan prospek satu-satunya untuk perluasan.

Tuntutan kedaulatan sering merupakan tindakan politik untuk mendapatkan konsekuensi ekonomi daripada sekedar perhitungan jangka panjang tentang untung dan

(11)

dimotivasi oleh simbol politik dari perhitungan biaya dan manfaatnya. Ketiga, Dimensi Hukum. Basis dimensi hukum dalam lingkungan maritim adalah Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982).

Kecenderungan dari penekanan hukum di laut sekarang lebih banyak difokuskan pada masalah lingkungan hal mana dapat berakibat pembatasan gerakan kapal dan

mengurangi hak Negara bendera, disamping itu ada kebutuhan untuk penertiban lebih efektif atas rezim yang ada khususnya yang berhubungan masalah perikanan dan

perdagangan narkoba secara illegal, Keempat Dimensi Militer. Di laut dimensi militer selalu berkembang mengikuti perkembangan teknologi, sehingga

profesionalisme Angkatan Laut suatu Negara selalu dikaitkan dengan penguasaan dan penggunaan teknologi yang mutakhir. Filosofi Angkatan Laut adalah "senjata

yang diawaki", berbeda dengan filosofi "manusia yang dipersenjatai". Kelima, Dimensi Fisik yaitu pemahaman terhadap lingkungan fisik menyeluruh dimana kekuatan

maritim akan beroperasi sangat penting, seperti kondisi geografi, hidro oseanografi. Daerah Operasi kekuatan maritim mulai dari perairan dalam laut bebas (Blue

(12)

sampai ke perairan pedalaman, muara dan sungai (Brown Waters). Corong strategis berbatasan atau dimiliki oleh

negara-negara pantai yang berdekatan. Seperti selat Malaka, dimiliki oleh Indonesia, Malaysia dan Singapura.

Oleh karena itu konsep "Joint Security" akan mudah diterima dan diterapkan di antara negara-negara pantai tersebut.

Dari berbagai dimensi tersebut diatas apabila disinergikan secara baik maka akan dapat menciptakan suatu kekuatan laut yang tangguh (seapower), dimana

parameternya mengarah pada tiga elemen operasional yaitu unsur kekuatan militer (fighting instruments), penggerak roda perekonomian di laut (merchant

shipping) dan pangkalan atau pelabuhan (bases).

Tahun 2014 merupakan tahun bahari, dimana sektor kemaritiman menjadi sektor utama dalam pembangunan

nasional hal ini terlihat dengan kebijakan Presiden Joko Widodo dengan adanya Menko Kemaritiman serta nomenklatur Menteri Kelautan dan Perikanan. Pekerjaan

(13)

perikanan merupakan sektor yang belum terkelola dengan optimal karena masih terfokus pada sektor

pertanian dan industri. Melalui agenda pertemuan Forum Rektor Indonesia sebagai kaum intelektual setidaknya

dapat memberikan kajian, pemikiran dan agenda aksi yang jelas terhadap pembangunan Nasional terutama dalam bidang kemaritiman agar potensi kelautan dapat

dibangun dan dirancang berdasarkan kedaulatan rakyat.

Oleh sebab itu, Forum Rektor Indonesia merasa ikut serta dan berperan untuk memberikan kontribusi

terbaiknya pada negara dan bangsa melalui penyelenggaraan Konvensi Kampus XI dan Temu

Tahunan XVII Forum Rektor Indonesia Tahun 2015

dengan mengangkat Tema Besar Menegakkan

Kedaulatan Indonesia sebagai Negara Kepulauan menuju Negara Maritim Bermartabat . Konvensi Kampus dan Temu Tahunan FRI digelar pada tanggal 23 s.d. 25 Januari 2015 di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Pertemuan ini dihadiri 700 pimpinan perguruan

tinggi dari berbagai universitas, politeknik dan sekolah tinggi di Indonesia baik negeri maupun swasta untuk berdiskusi dan bertukar pikiran dalam pembangunan di

(14)

B. KEGIATAN

a. Konvensi kampus XI

Konvensi Kampus XI dilaksanakan di Gedung Auditorium Kampus USU Medan pada 23 – 25 Januari 2015. Konvensi dilaksanakan guna mendikusikan serta merumuskan topik yang diangkat bertemakan

Menegakkan Kedaulatan Indonesia sebagai Negara Kepulauan menuju Negara Maritim Bermartabat .

Gubernur Sumut Ir. Gatot Pudjonugroho memberikan sambutan

Diawali dengan jamuan makan malam pada Jumat, 23 Januari 2015 yang bertempat di halaman Gedung

(15)

Sumatera Utara, peserta Forum Rektor yang hadir, dan undangan lainnya.

Jamuan makan malam turut dimeriahkan oleh tarian-tarian daerah Sumatera Utara yang dibawakan oleh Tim

Kesenian Bank Sumut dan Tim Kesenian Mahasiswa USU. Gubernur Sumatera Utara memberikan sambutan sekaligus membuka acara. Kegiatan malam itu ditutup

dengan pidato motivasi oleh MotivatorDr. H.C Ary Ginanjar dengan tema Revolusi Mental Menunjang Indonesia Emas .

(16)

Kegiatan dilanjutkan pada Kamis, 25 Januari 2015 di Gedung Auditorium Kampus USU. Diawali Registrasi

peserta sekaligus memilih komisi yang diminati. Kemudian Undangan VIP disambut oleh Gordang Sembilan alat musik khas Sumatera Utara. Acara dimulai

dengan Sambutan Selamat Datang Rektor USU Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

Dilanjutkan Sambutan Ketua Forum Rektor Indonesia 2014 Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS yang juga Rektor Universitas sebelas Maret Solo. Sambutan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pudjonugroho serta Sambutan dari

(17)

Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Dr. Ir. Illah Sailah MS yang mewakili Menteri Ristek dan Teknologi

sekaligus membuka acara.

Foto bersama Ketua FRI 2014, Wakil Gubernur dan, Gubernur Sumut, Menko Kemaritiman, Menteri Bappenas dan Rektor USU

Pembicara Kunci Pertama adalah Menteri PPN/Kepala Bappenas Dr. Drs. Andrinof Achir Chaniago, M.Si. Dilanjutkan dengan penyerahan plakat dan ULOS oleh

Rektor USU dan Ketua FRI 2014 kepada Kedua Pembicara Kunci disertai penyerahan buku oleh Gubernur Sumatera

(18)

Selanjutnya orasi oleh Bapak Dr. Ir. Dwisuryo Indroyono Soesilo, M.Sc tentang Kemaritiman sebagai

Pembicara Kunci utama sekaligus memberikan sambutan.

Acara kemudian dilanjutkan dengan Panel Diskusi dengan tema Menegakkan Kedaulatan Indonesia Sebagai Negara Kepulauan Menuju Negara Maritim yang Bermartabat .

Panel Diskusi menghadirkan Pembicara antara lain; Mantan KSAL Laksamana TNI (Purn) Dr. Marsetio, Rektor IPB Bogor Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc, dan

Ketua FRI 2013 Prof. Dr. Laode M. Kamaluddin.

(19)

Acara kemudian dilanjutkan dengan panel diskusi, dengan menghadirkan narasumber, antara lain:

Komisi Ekonomi dan Lingkungan:

1. Rektor UNDIP Prof. Sudharto P. Hadi, MES, Ph.D 2. Rektor UNPATTI Prof. Dr. Thomas Pentury, M.Si. 3. Rektor UNSRI Prof. Dr. Hj. Badia Perizade, MBA

Rektor Universitas Bung Hatta Prof. Ninik Lukviarman

Komisi Hukum:

(20)

Komisi Keamanan:

1. Rektor UNHAN Laks. Madya TNI Dr. Desi Albert

Mamahit, M.Sc

2. Rektor HANG TUAH Laksda TNI (Purn) Ir.

Sudirman, SIP, SE, MAP

3. Dekan FISIP Universitas Sumatera Utara Prof. Badaruddin, M.Si

b. Rapat Tahunan FRI XVII

Rapat Temu Tahunan XVII merupakan rapat

pertemuan yang dihadiri oleh anggota Forum Rektor Indonesia serta pimpinan perguruan tinggi lainnya yang ada di Indonesia yang menjadi undangan. Agenda

(21)

pertanggungjawaban oleh Ketua Forum Rektor Indonesia tahun 2014 Prof. Ravik Karsidi, MS yang juga sebagai

Rektor Universitas Sebelas Maret Solo (UNS) dan telah diterima oleh seluruh peserta yang hadir.

Kemudian dilanjutkan dengan agenda pemilihan Ketua Forum Rektor tahun 2016 dengan kandidat tunggal

adalah Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Secara aklamasi Prof. Rohmat Wahab terpilih oleh para peserta yang hadir. Dengan terpilihnya Ketua FRI 2016

maka acara selesai dengan sambutan dari Ketua FRI 2015 Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K). Acara dilanjutkan dengan mendengarkan

(22)

sambutan penutupan oleh Walikota Medan H Dzulmi Eldin di Gedung Auditorium Kampus USU.

c. Rekomendasi

Tahun 2015 merupakan tahun yang strategis bagi pembangunan Indonesia. Tahun ini merupakan penerapan pertama dari RPJMN 2015-2019 yang

diturunkan dari visi misi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla Nawa Cita yang mencanangkan kembali pentingnya pembangunan sektor kemaritiman.

Penegasan kembali terhadap pentingnya sektor kemaritiman merupakan upaya mengembalikan semangat Indonesia sebagai bangsa bahari yang sudah tersemai

(23)

dengan itu, maka Forum Rektor Indonesia merekomendasikan hal-hal sebagai:

Pertama, sudah sejak lama entitas bangsa Indonesia diyakini sebagai bagian dari peradaban maritim. Budaya

maritim sebenarnya telah meletakkan pondasi bangsa ini sebagai bangsa kosmopolit dan lentur terhadap masuknya beragam peradaban luar. Namun sudah cukup lama

entitas sebagai bangsa maritim dan lautan sudah mulai terlupakan, sebaliknya selama ini paradigma pembangunan Indonesia cenderung mengacu kepada budaya daratan . Oleh sebab itu, kini saatnya spirit kemaritiman dikembalikan dalam rangka mendukung terwujudnya bangsa yang jaya dan maju.

Kedua, Indonesia sebagai negara maritim pada hakekatnya adalah negara industri yang maju dengan kemampuan perdagangan laut yang tidak tertandingi.

Kemampuan maritim ini pernah dicontohkan oleh kerajaan Sriwijaya, Tidore, Ternate, Demak, dan Majapahit di masa lalu, dimana penguasaan terhadap

samudra telah menjadikan perdagangan lintas bangsa yang maju sehingga transaksi komoditi yang bernilai ekonomi tinggi. Oleh karena itu konektivitas antara

(24)

tersebut dapat mendorong pertumbuhan industri galangan kapal, pelabuhan, transportasi laut, mineral

lepas pantai, dan akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial kota-kota pantai yang dilintasi alur pelayaran

dengan rute tetap maupun pelayaran rakyat.

Ketiga, untuk mempercepat proses internalisasi dan aplikasi budaya maritim perlu segera dirumuskan kurikulum pendidikan kemaritiman dalam civic education di pendidikan tingkat dasar dan menengah, serta

meningkatkan kecintaan tanah air mahasiswa yang berbasis kemaritiman.

Keempat, kehadiran negara diperlukan dalam menyuburkan pluralitas bangsa dan harus dikelola untuk

(25)

mewujudkan bangsa yang besar agar menjadi kokoh menapaki masa depannya.

Kelima, penerapan otonomi daerah dirasakan belum menghasilkan penguatan demokrasi lokal. Partisipasi

rakyat di permukaan tampak menggeliat, tetapi sesungguhnya masih lebih merupakan mobilisasi dari patronase politik yang kian menguat di daerah. Tidak

dipungkiri di beberapa daerah telah melahirkan pemimpin yang merakyat, berkarakter dan visioner, tetapi ke depan diperlukan ruang yang lebih besar lagi

untuk menghasilkan pemimpin yang otentik di aras lokal yang lebih baik.

Keenam, pertikaian elit politik yang sedang terjadi akhir-akhir ini sungguh telah menggelisahkan masyarakat luas. Oleh karena itu FRI meminta kepada semua masyarakat untuk mencermati peristiwa ini dengan

obyektif, dan diharapkan kepada elit politik supaya memperhatikan dengan sungguh-sungguh tentang pentingnya persatuan karena tanpa kesatuan elit politik,

(26)

Ketujuh, pertikaian elit yang sedang berlangsung pada saat ini harus segera dihentikan dan diminta

kembali ke cita-cita pendiri bangsa yaitu membawa bangsa yang maju, sejahtera, dan bermartabat. Untuk itu

Presiden diharapkan segera membentuk tim khusus yang independen untuk membantu memecahkan masalah tersebut.

d. City Tour

Pada 25 Januari 2015, sebagai penutup rangkaian kegiatan Konvensi VII dan Temu Tahunan XVII, diadakan city tour dalam rangka kunjungan ke objek wisata yang ada di kota Medan. Seluruh peserta yang mengikuti city

(27)

tour di jemput dari hotel. Perjalan diawali dengan melakukan kunjungan ke Rahmat Galeri. Dilanjutkan

dengan mengunjungi Istana Maimun sebagai ikon kota Medan.

Foto Bersama peserta city tour dengan Pemilik Rahmat Galeri Dr. Rahmatsyah

(28)

III. Naskah Akademik

Menegakkan Negara Maritim Bermartabat

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara Kepulauan terluas di

dunia yang terdiri atas lebih dari 17.504 pulau dengan 13.466 pulau telah diberi nama. Sebanyak 92 pulau terluar sebagai garis pangkal wilayah perairan Indonesia

ke arah laut lepas telah didaftarkan ke Perserikatan Bangsa Bangsa. Indonesia memiliki garis pantai sepanjang 95.181 km dan terletak pada posisi sangat strategis

antara Benua Asia dan Australia serta Samudera Hindia dan Pasifik. Luas daratan mencapai sekitar 2.012.402 km2 dan laut sekitar 5,8 juta km2 (75,7%), yang terdiri

2.012.392 km2 Perairan Pedalaman, 0,3 juta km2 Laut Teritorial, dan 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Sebagai Negara Kepulauan yang memiliki laut yang luas

dan garis pantai yang panjang, sektor maritim dan kelautan menjadi sangat strategis bagi Indonesia ditinjau dari aspek ekonomi, sosial, budaya, politik, dan keamanan.

(29)

Era Presiden Joko Widodo dengan visi pembangunan Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat,

Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong

Royong memberikan harapan dan mengembalikan

semangat untuk membangun maritim dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam kelautan. Selanjutnya untuk mencapai visi tersebut diturunkan

misi: (1) Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim,

dan mencerminkan keperibadian Indonesia sebagai Negara Kepulauan; (2) Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara

hukum; (3) Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai bangsa maritim; (4) Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang

tinggi, maju dan sejahtera; (5) Mewujudkan bangsa yang berdaya saing; (6) Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri maju, kuat dan berbasiskan

(30)

Tiga dari tujuh misi tersebut berhubungan dengan maritim dan posisi Indonesia sebagai Negara Kepulauan.

Karenanya, dalam Kabinet Kerja, Presiden Joko Widodo membentuk Kementerian Koordinator Kemaritiman dan

Sumber Daya. Di samping visi dan misi tersebut, Presiden juga mengetengahkan konsep Poros Maritim dan Tol Laut . Penetapan prioritas pembangunan sektor maritim ini sangat beralasan bila dilihat dari sudut sejarah bangsa. Nenek moyang bangsa ini dikenal sebagai bangsa pelaut atau bangsa bahari dan pernah jaya di laut di masa

sebelum kehadiran kolonialisme, melalui perdagangan antar pulau. Budaya maritim menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, khususnya yang

terkait dengan maritim dan kelautan. Para nelayan dan masyarakat pesisir, misalnya, memiliki kearifan lokal dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya laut,

sehingga keberlanjutan sumber kehidupan mereka tetap terjamin hingga ke anak cucu. Salah satu bukti warisan budaya sebagai bangsa pelaut yang hingga kini masih ada

(31)

Laut, pesisir, dan sungai merupakan urat nadi yang menjadi kekuatan bangsa ini sejak dulu. Di tiga wilayah ini

pelabuhan-pelabuhan besar dibangun yang diramaikan dengan aktivitas pedagang dari berbagai pulau di

Nusantara dan dari belahan dunia. Hal itu membuat perekonomian dan peradaban maju dan berkembang. Kemampuan mengelola maritim itu disadari oleh Belanda,

karena itu Belanda mendesak pribumi menjauhi laut menuju daratan hingga pegunungan. Sejak itu pertanian daratan menjadi berkembang.

Potensi kelautan yang begitu besar seharusnya dimanfaatkan untuk menyejahterakan masyarakat. Namun, kenyataannya potensi itu belum dimanfaatkan

dengan optimal. Hal itu berkontribusi pada angka kemiskinan yang masih tinggi. Sebagian di antaranya adalah nelayan dan masyarakat pesisir terkait yang

tergolong kelompok paling miskin. Eksploitasi dan kegiatan ilegal terhadap sumberdaya laut tanpa memperhatikan keberlanjutan memperburuk tingkat

kesejahteraan dan kehidupan nelayan, khususnya nelayan kecil dan nelayan tradisional. Pencurian ikan yang dilakukan oleh nelayan asing, misalnya, di samping

(32)

Pencemaran laut dan kerusakan mangrove dan terumbu karang juga menambah masalah di sektor kelautan.

Selain masalah ekonomi dan lingkungan, masalah yang juga muncul di sektor maritim dan kelautan adalah

masalah keamanan dan politik. Sebagai negara yang berada pada perlintasan dua benua dan dua samudera, Indonesia termasuk negara yang rawan dari sisi

keamanan laut, baik keamanan laut yang bersifat lokal, nasional, maupun internasional. Perompakan di perairan Indonesia masih sering terjadi, baik yang dilakukan oleh

orang Indonesia sendiri mupun orang asing, baik yang ditujukan kepada kapal nelayan Indonesia, maupun kepada kapal asing. Selain itu, persoalan pulau-pulau

terluar yang selama ini kurang mendapatkan perhatian pemerintah juga menimbulkan persoalan politik, antara lain tumpang tindih klaim kepemilikan beberapa pulau di

perbatasan oleh beberapa negara. Minimnya sumberdaya manusia yang berkualitas, lemahnya penegakan hukum, dan terbatasnya infrastruktur maritim dan kelautan

menambah rumit persoalan.

Terdapat empat permasalahan dalam konteks posisi Indonesia sebagai Negara Kepulauan, yaitu: (1). Bangsa

(33)

nasional tentang pembangunan Negara Kepulauan yang terpadu. Kebijakan yang ada selama ini hanya bersifat

sektoral, padahal pembangunan di Negara Kepulauan memiliki keterkaitan antarsektor yang tinggi; (2).

Lemahnya pemahaman dan kesadaran tentang arti dan makna Indonesia sebagai Negara Kepulauan dari segi geografi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya; (3). Sampai

saat ini negara belum menetapkan batas-batas wilayah perairan dalam. Padahal, wilayah perairan dalam mutlak menjadi kedaulatan bangsa Indonesia. Artinya tidak boleh

ada satupun kapal asing boleh masuk ke perairan dalam Indonesia tanpa izin; dan (4). Lemahnya pertahanan dan ketahanan negara dari sisi matra laut yang mencakup: (a).

belum optimalnya peran pertahanan dan ketahanan laut dalam menjaga keutuhan bangsa dan negara; (b). ancaman kekuatan asing yang ingin memanfaatkan

perairan ZEEI; (c). belum lengkapnya perangkat hukum dalam implementasi pertahanan dan ketahanan laut; (d). masih terbatasnya fasilitas untuk melakukan pengamanan

laut; (e). makin meningkatnya kegiatan terorisme, perompakan, dan pencurian ikan di wilayah perairan laut Indonesia; dan (f). masih lemahnya penegakan hukum

(34)

Disadari bahwa untuk mengatasi berbagai masalah yang terjadi tersebut bukan persoalan yang mudah dan

sederhana. Untuk itu, perubahan harus dilakukan, dan saat inilah momentum yang tepat untuk memulai

perubahan, seiring dengan komitmen pemerintah untuk melakukan pembangunan sektor maritim dan kelautan. Oleh karena itu, kajian akademis terhadap sektor maritim

dan kelautan merupakan salah satu langkah yang tepat untuk ditempuh dalam upaya membangun sektor maritim dan kelautan yang komprehensif dan berkelanjutan.

B. Filosofis

Pelayaran dan perdagangan laut merupakan

keunikan masyarakat kuno yang ada di wilayah yang dikenal sebagai Indonesia pada saat ini, karena hampir sebagian besar masyarakat yang tinggal di wilayah

dengan garis pantai memiliki tradisi pelayaran dan perdagangan laut yang menyertainya sebagai salah satu kegiatan ekonomi. Pelayaran dan perdagangan

menggerakkan dan menghidupkan laut. Hidup bersama laut menjadikan nenek moyang memiliki karakter yang egaliter dan terbuka. Laut menjadi tempat hidup dan

(35)

menjadi tempat pertahanan dengan kekuatan armada yang tangguh.

Sisi lain dari laut yang memberikan peluang kesejahteraan dan kemakmuran, sekaligus dapat menjadi

sumber pertikaian pada masa depan. Indonesia yang memiliki ZEE yang terbentang seluas 2,7 juta km2 persegi, masih mengalami kesulitan memanfaatkan wilayah

lautnya yang kaya dengan sumberdaya perikanan. Illegal, Unregulated and Unreported fishing masih terjadi secara luas, karena Indonesia belum mampu memperkuat

armada perikanan nasional dan belum mampu mengawasi serta mengendalikan laut secara optimal. Seharusnya, kalau Indonesia mampu memanfaatkan

potensi maritim dan kelautan, hal ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan ekonomi nasional yang terus

berkembang akan makin bergantung pada potensi ekonomi maritim dan kelautan. Negara harus mampu mendayagunakan potensi ekonomi dan sumberdaya

(36)

karena itu, perlu perubahan paradigma pembangunan ekonomi dari darat ke maritim dan kelautan.

Konsep kemaritiman dan kelautan merupakan konsep yang multidimensi, yang meliputi dimensi

pertahanan keamanan, dimensi ekonomi dan lingkungan, dan dimensi sosial budaya. Begitu juga lingkup hukum yang mengaturnya tidak saja meliputi hukum nasional,

tetapi acapkali bersentuhan dengan hukum internasional. Oleh karena itu, landasan hukum dalam pengembangan hukum dan kebijakan kemaritiman dan kelautan harus

didasarkan pada produk-produk hukum yang kompleks yang meliputi berbagai aspek kemaritiman tersebut.

C. Rekomendasi

Berdasarkan analisis dan pembahasan pada naskah akademik, rekomendasi yang diberikan adalah :

Sosial Budaya

1)Mengembalikan laut sebagai salah satu agenda

(37)

2)Menggali kearifan lokal untuk menumbuhkan kecintaan terhadap kemaritiman dan kelautan.

3)Kebesaran Indonesia sebagai bangsa pelaut harus digelorakan dalam kehidupan bermasyarakat ,

berbangsa dan bernegara.

4)Membangun karakter budaya maritim dan kelautan melalui pendidikan formal dan informal.

Ekonomi dan Lingkungan

1)Pengelolaan wilayah pesisir dilakukan secara terpadu

dan berkelanjutan dengan membangun kemitraan masyarakat dengan pemangku kepentingan, mulai dari aspek pendanaan, bantuan teknis, manajemen,

penyediaan input, pemasaran produk perikanan, hingga pengolahan produk perikanan yang terkait, baik di pusat maupun di daerah.

2)Pembangunan sentra perikanan, pelabuhan nusantara, pelabuhan perikanan dan armada perintis perlu dipercepat dengan dukungan perencanaan tata ruang

wilayah maritim dan kelautan.

(38)

perlakuan khusus kepada pelaku usaha maritim dan kelautan, baik dalam hal tingkat suku bunga, waktu

pinjaman maupun agunan.

4)Dibutuhkan kebijakan fiskal yang berpihak kepada

sektor industri maritim dan kelautan dengan memberikan tax holiday.

5)Dana pemberdayaan yang diberikan oleh pemerintah

pusat dapat juga dijadikan sebagai modal oleh pemerintah daerah untuk mendirikan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), BPR Syariah, Baitul Maal

wat Tamwil.

6)Pengembangan kualitas dan kuantitas SDM dapat dilakukan melalui pengembangan standar kompetensi

SDM di bidang kelautan, peningkatan dan penguatan peran iptek, riset dan sistem informasi kelautan, serta pengembangan lembaga pendidikan kemaritiman dan

kelautan.

7)Dalam rangka pengendalian perubahan iklim global, diperlukan diplomasi dan lobi terhadap negara-negara

industri untuk melaksanakan komitmen perjanjian internasional terkait dengan pengurangan emisi. 8)Terbangunnya badan logistik nasional yang

(39)

Hukum

1)Pemerintah perlu melakukan harmonisasi terhadap

semua produk hukum yang terkait dengan perairan yang meliputi: (1). pengaturan rezim wilayah perairan

meliputi Perairan Pedalaman, Perairan Kepulauan dan Laut Teritorial serta Wilayah Jurisdiksi meliputi Zona Tambahan, ZEE dan Landas Kontinen sesuai dengan

UNCLOS 1982; (2). pengaturan kemaritiman meliputi ketentuan pelayaran, kepelabuhanan, kepabeanan, keimigrasian, karantina dan lain sebagainya dengan

melakukan penyesuaian terhadap berbagai perkembangan berbagai regulasi dan protokol yang dikeluarkan oleh IMO.

2)Mendorong percepatan pengintegrasian penyusunan rencana tata ruang pulau, rencana tata ruang perairan di setiap daerah provinsi, kabupaten/kota yang

diharmonisasi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

3)Dalam rangka implementasi UNCLOS 1982 dibutuhkan

(40)

memanfaatan secara penuh potensi sumber daya perikanan yang ada di perairan ZEE Indonesia.

4)Dalam upaya diversifikasi usaha nelayan dari perikanan tangkap yang sering terindikasi over fishing ke perikanan budi daya, pemerintah perlu melakukan kaji ulang terhadap keberadaan Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3) yang telah dicabut oleh

Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor: 3/PUU– VII/2010. Keberadaan HP3 perlu ditata ulang dengan memberikan batasan luasan yang cukup dikelola di

tingkat Pemerintahan Desa. Dengan demikian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 3014 tentang

Desa perlu direvisi dengan memasukkan substansi tentang HP3 bagi desa-desa di Nusantara yang memiliki wilayah perairan.

5)Pemerintah perlu mengkaji ulang keberadaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang mengalihkan kewenangan pengelolaan wilayah laut kepada

Pemerintah Provinsi dari Pemerintah Kabupaten/Kota, sebab sejumlah Undang-undang masih memberikan kewenangan pengelolaan laut kepada Pemerintah

(41)

Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

6)Masih terkait dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada sisi

yang lain implementasinya masih belum jelas dan ada kesan tidak dijalankan dengan serius oleh Pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan belum terdelegasikannya

beban kerja yang bertambah di tingkat provinsi dengan aspek pendanaan, managemen dan sumber daya. Pemerintah Pusat dengan Visi Kemaritimannya yang

sangat kuat, baru menguatkan Instutusi di Tingkat Pusat, sementara pada sisi yang lain instansi di daerah masih belum dilibatkan secara optimal dan berada

dalam kebimbangan besar bagaimana menjalankan semua kewenangan di bidang kelautan yang tadinya dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

7)Pemerintah perlu mendorong percepatan penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (RIPPDA) di Tingkat Daerah. Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan

(42)

8)Keberadaan Bakamla perlu melibatkan Pemerintahan Daerah yang masih belum mendapat tempat dalam

Struktur Bakamla sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014 tentang Badan

Keamanan Laut.

9)Terkait dengan upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan, direkomendasikan agar perlindungan

terhadap nelayan melalui program asuransi perlu diwujudkan dengan melibatkan kehadiran negara.

Keamanan

1)Masalah-masalah yang timbul dalam bidang keamanan dapat diatasi dengan baik oleh Bangsa Indonesia, guna

mencapai suatu keadaan yang dinamakan ketahanan nasional. Untuk mencapai keadaan tersebut, terdapat suatu prosedur yang dinamakan geostrategi. Secara

umum, geostrategi merupakan upaya untuk memperkuat ketahanan di berbagi bidang, yaitu bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, militer,

kehidupan beragama, dan pembangunan.

2)Dalam melakukan perundingan tapal batas dengan sejumlah negara tetangga, Pemerintah melalui

(43)

upaya diplomasi dan pendekatan yang didukung oleh ketersediaan data teritorial yang komprehensif guna

memenangkan daya tawar dalam berbagai perundingan tapal batas.

3)Di samping masalah perbatasan dengan negara tetangga, Pemerintah secepatnya melakukan tata batas perairan dalam yang didukung dengan data geo-spatial

yang dibutuhkan bagi berbagai kegiatan perencanaan baik di tingkat pusat maupun daerah.

4)Dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas keamanan

maritim dan kelautan, kelembagaan Bakamla perlu secepatnya dilengkapi dengan alat-alat pertahanan keamanan utamanya kapal-kapal patroli yang secara

merata berada pada berbagai kawasan perairan yang rawan keamanan.

D.Kegiatan Pendukung Naskah Akademik

1. Workshop

Workshop diadakan di ruang IMT-GT – Gedung Biro Rektor USU pada Kamis – Jumat tanggal 5 dan 6 Maret 2015. Kegiatan ini dilaksanakan sebagai pendukung penyusunan Naskah Akademik dalam rangka

(44)

Tujuan dilakukannya kegiatan ini untuk menggali data penyusunan dalam rangka kertas kerja naskah akademik

dengan judul Menegakkan Negara Maritim yang Bermartabat .

Tema yang diangkat pada workshop tersebut adalah Membangun Sinergitas Ekonomi, Lingkungan, Hukum, Budaya dan Keamanan Untuk Menegakkan Negara Maritim yang Bermartabat .

Narasumber dan tim perumus FRI USU

Peserta yang diundang adalah akademisi, pengusaha, mahasiswa pascasarjana, LSM dan dinas yang terkait dengan kemaritiman. Adapun Narasumber pada kegiatan

(45)

a. Prof. Dr. Ir. Yusni Ikhwan Siregar, M.Sc (Guru Besar Faperika Universitas Riau) Menggali Potensi Sumber Daya Laut

b. Prof. Dr. Rohmin Dahuri (Guru Besar IPB Bogor)

Pembangunan Ekonomi Maritim

c. Prof. Dr. Ramli, MS

(Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU) Pemberdayaan Ekonomi Pesisir

(Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya UNAND) Budaya Maritim Nusantara

(46)

Peserta Workshop

2. Focus Group discussion (FGD) Dengan Pelaku Usaha

Diskusi terbatas tim perumus naskah akademik USU dengan pelaku usaha ini dimaksudkan untuk

mendiskusikan beberapa hal terutama dalam meningkatkan proses aspek-aspek tertentu seper aspek hukum, aspek ekonomi dan lingkungan dan juga dalam

aspek budaya maritim dan keamanan. Permasalahan kredit kelautan, persoalan logistik serta world water di wilayah Sumatera Utara. Pelaku usaha yang diundang

dalam acara ini adalah :

a. Telkom Jati Widagdo

(47)

b. Kepala Perwakilan BI Sumut Difi Ahmad Johansyah

(Masalah kredit perikanan dan kelautan)

c. Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia Sumut

Khairul Mahalli

(Logistik kemaritiman dan permasalahannya)

d. Serikat Nelayan Nusantara Edy Suhartono dan Hafizal

3. Focus Group Discussion (FGD) di Kota Tanjung Balai

Kegiatan ini dilaksanakan di Mess Pemprovsu Kota Tanjung Balai pada Senin, 6 April 2015. Dihadiri oleh antara lain; Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tanjung Balai, Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Asahan,

(48)

Syahbandar Kota Tanjung Balai, HNSI Kota Tanjung Balai, Lanal Kota Tanjung Balai/Kamla dan Polair Kota Tanjung

Balai. Diskusi Terbatas (FGD) di Tanjung Balai. Diskusi yang dipimpin oleh Prof. Dr. Ir. Sumono, MS mengambil

tema Kemaritiman di Pantai Timur Sumatera Utara.

Selain mengadakan diskusi terbatas, rombongan tim naskah akademik Kemartiman USU juga berkesempatan

mengunjungi pelabuhan Teluk Nibung dan pantai Panton Bagan Asahan.

(49)

4. Workshop Lanjutan Naskah Akademik

Untuk menjaring masukan, komentar dan perbaikan guna finalisasi naskah akademis Menegakkan Negara

Maritim Bermartabat, Tim Perumus Forum Rektor Indonesia melaksanakan Workshop Lanjutan Menegakkan Negara Maritim Bermartabat.

Nama Kegiatan ini adalah Workshop Lanjutan Menegakkan Negara Maritim Bermartabat Forum Rektor Indonesia 2015 dengan tujuan untuk

menyempurnakan naskah akademik Menegakkan Negara Maritim Bermartabat serta untuk meneguhkan kembali kontribusi dan peran perguruan tinggi dalam menopang

(50)

agenda Indonesia sebagai negara maritim dan Poros Maritim Dunia. Peserta yang hadir antara lain akademisi

yang konsern dengan kelautan dan kemaritiman, mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum, mahasiswa

Fisip dan Ilmu Budaya USU serta dari Dinas terkait.

Narasumber yang hadir antara lain:

a. Prof. Dr. Indrajaya (IPB Bogor) Ekonomi Lingkungan

b. Prof. Dr. Bambang Purwanto, MA (UGM Jogjakarta) Sosial Budaya

c. Dr. Sukanda, SH, LLM (UNAND Padang) Hukum

(51)

d. Laksamana Pertama Yudo Margono, SE (Danlantamal1) Keamanan

Workshop Lanjutan dilaksanakan pada 12 Oktober 2015 pukul 08.00–15.30, Ruang IMT-GT, Biro Rektor Universitas Sumatera Utara.

(52)

IV. PENUTUP

Guna menopang perwujudan Indonesia sebagai

negara maritim yang bermartabat, FRI sebagai perkumpulan akademisi dan intelektual kampus telah

menyusun naskah akademis Menegakkan Negara Maritim Bermartabat. Rangkaian kegiatan seperti workshop, pengumpulan data lapangan dan diskusi terbatas dengan

akademisi, institusi pemerintah, organisasi non pemerintah (ornop) nelayan, masyarakat pesisir, penggerak ekonomi maritim, keamanan laut, dan nelayan.

Hasil rangkaian pengumpulan data ini dinarasikan dalam draf naskah akademik Menegakkan Negara Martim Bermartabat .

Draf Menegakkan Negara Maritim Bermartabat memerlukan masukan dari akademisi, ornop nelayan, instansi pemerintah dan masyarakat pesisir sebagai

upaya menjaring masukan, komentar dan perbaikan untuk finalisasi naskah akademik.

(53)

LAMPIRAN

(54)
(55)
(56)
(57)

B. Nama-nama Tim FRI USU 2015

a. Sekretaris Jenderal:

Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH., MLI 6. Prof. Dr. Maryani Cyccu Tobing, MS 7. Prof. Dr. Syaad Afifuddin, M.Si 8. Prof. Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si 9. Dr. Ir. Nazaruddin, MT

10. Dr. Budi Agustono, MS 11. Dr. Chairani Hanum, MS 12. Dr. Edy Ikhsan, SH., M.Hum 13. Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum 14. Dr. Isfenti Sadalia, SE., ME 15. Dr. Agusmidah, SH., M.Hum 16. Dr. Sutarman

17. Arif, SH., M.Hum

(58)
(59)
(60)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penyusunan LKJIP adalah untuk menggambarkan penerapan Rencana Strategis (Renstra) dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi di masing-masing perangkat

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau dan dikelilingi oleh lautan. Menurut Dewan Kelautan Indonesia, panjang pantai Indonesia mencapai 95.181

Daerah yang ditinjau untuk masalah transport sedimen ini yaitu berada diantara garis pantai dan daerah gelombang pecah (breakerline), dimana kriteria gelombang pecah adalah

pemecah gelombang lepas pantai dibuat sejajar pantai dan berada pada jarak tertentu dari garis pantai, maka tergantung pada panjang pantai yang dilindungi, pemecah gelombang lepas

Tujuan dari pengukuran ini adalah untuk mengetahui jumlah rekomendasi dan prakarsa di bidang maritim dan politik keamanan yang telah dihasilkan Indonesia di dalam

Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap produk hukum daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, telah dilakukan pembinaan dan

Apabila ditinjau dari garis pantai (coast line) maka wilayah pesisir mempunyai dua macam batas (boundaries) yaitu batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang

Politik Hukum “Perspektif Hukum Perdata dan Pidana Islam Serta Ekonomi Syariah.. Jakarta: PT Kharisma Putra