MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III ASUHAN KEPERAWATAN GLAUKOMA
Disusun Oleh :
Rizky Kurniawan P G2A021230 Husna Hamydatur R G2A021238 Siti Juhro G2A021231 Siti Rikayatul H G2A021239 Erna Zuliyanti G2A021232 Kharisma Nurul
Aini G2A021240
Risnatun Hasanah G2A021233 Shafira Azmia Putri G2A021241 Diah Ayu Woro
Kesti W G2A021235 Assifa Citra
Wardana G2A021242
Syifa Aulia
Nugraha G2A021237 Anti Putri Lestari G2A020177
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG TAHUN AKADEMIK 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah tentang teori keperawatan Calista roy. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini dapat diselesaikan berkat bimbingan dan bantuan sejumlah pihak.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ns. Anna Kurnia, M.Kep., Sp.Kep.MB selaku dosen pengampu mata kulia Keperawatan Medikal Bedah III S1 Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Semarang
2. Kedua Orang Tua yang selalu memberikan motivasi kepada kami
3. Semua anggota kelompok yang sudah berpastisipasi dalam penyusunan makalah ini.
Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga pemulisan makalah ini dapat memberikan manfaat untuk penulis dan pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...2
DAFTAR ISI...3
BAB I...4
PENDAHULUAN...4
A. Latar Belakang...4
B. Tujuan...4
C. Manfaat...5
BAB II...6
KONSEP TEORI...6
A. Definisi...6
B. Klasifikasi...6
C. Etiologi dan faktor risiko...7
D. Patofisiologi...7
E. Pathways...8
F. Manisfestasi Klinis...9
G. Komplikasi...9
H. Penatalaksanaan...11
I. Pengkajian Fokus...12
J. Diagnosa keperawatan...12
A. intervensi keperawatan...13
DAFTAR PUSTAKA...20
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Glaukoma merupakan penyakit yang dapat membuat orang menjadi buta. Penyakit ini merupakan penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah katarak. Pada tahun 2010, terdapat sekitar 60,5 juta penderita glaukoma, dan pada tahun 2020 diperkirakan akan terdapat sekitar 76,6 juta orang. Begitu seseorang menjadi buta karena glaukoma, hal itu bersifat permanen dan tidak dapat disembuhkan. Kebanyakan orang yang menjadi buta akibat glaukoma mempunyai tipe yang disebut glaukoma sudut terbuka primer. Di Asia, jenis glaukoma sudut tertutup primer akut lebih umum terjadi. Di Amerika, orang kulit hitam 3-4 kali lebih mungkin terkena glaukoma dibandingkan orang kulit putih. Selain itu, semakin tua seseorang, semakin besar kemungkinannya terkena glaukoma. Orang yang berusia 70 tahun mempunyai kemungkinan 3-8 kali lebih besar terkena glaukoma dibandingkan orang yang berusia 40 tahun.(Budiono, 2019)
Glaukoma Sudut Tertutup Primer Akut merupakan salah satu jenis penyakit mata yang dapat menyebabkan kebutaan. Ini adalah jenis glaukoma yang paling umum di dunia dan dapat menyerang kedua mata.
Sekitar separuh kasus glaukoma adalah tipe ini, dan sekitar separuh orang yang menjadi buta akibat glaukoma memiliki tipe khusus ini.(Budiono, 2019)
Terkadang, orang tiba-tiba mengalami masalah pada matanya yang disebut Glaukoma Penutupan Sudut Primer Akut. Penting bagi dokter untuk segera memberikan pertolongan agar kondisi matanya tidak semakin parah dan tidak menjadi buta.(Budiono, 2019)
B. Tujuan
1. Memahami penyakit Glaukoma.
2. Memahami managemen penatalaksanaan penyakit Glaukoma.
C. Manfaat
Manfaat dari ditulisnya makalah ini yaitu sebagai bahan literatur pembaca untuk menambah wawasan mengenai Asuhan Keperawatan Glaukoma
BAB II KONSEP TEORI A. Definisi
Istilah glaukoma digunakan untuk merujuk pada suatu kondisi di mana okular yang dicirikan oleh kerusakan saraf optikus. Pada masa sebelumnya, glaukoma lebih dikenal sebagai kondisi meningkatnya tekanan intraokular (IOP) dibandingkan neuropati optik (Smeltzer, 2011).
Glaukoma adalah suatu keadaan di mana neuropati saraf optik secara progresif yang dikarakteristikkan dengan adanya perubahan rasio diskus-optik dan pengurangan luas pandang; umumnya berkaitan dengan peningkatan tekanan bola mata, namun ada beberapa pasien dengan glaukoma tidak menunjukkan peningkatan tekanan bola mata (Puspita, 2020).
B. Klasifikasi
Terdapat beberapa tipe glaukoma. Bentuk glaukoma klinis terbaru diidentifikasi sebagai glaukoma sudut terbuka, glaukoma sudut tertutup (blok pupil), glaukoma kongenital, dan glaukoma yang berhubungan dengan kondisi lain. Glaukoma dapat bersifat primer maupun sekunder, sifat ini bergantung pada apakah faktor terkait berperan meningkatkan IOP (Smeltzer, 2011).
C. Etiologi dan faktor risiko
Menurut (Papeo et al., 2023) Terdapat sejumlah faktor risiko glaukoma yaitu
1. Usia
2. Jenis kelamin 3. Tipe glaukoma
4. Riwayat keluarga dennga glukoma
5. Penyakit pembuluh darah dan penglihatan 6. Obat-obatan
7. Tekanan intaokular tinggi
D. Patofisiologi
Seiring bertambahnya usia, mata kita mulai mengalami masalah yang disebut glaukoma. Hal ini terjadi karena tekanan di dalam mata kita semakin tinggi dan dapat menyebabkan kerusakan. Ada berbagai alasan mengapa hal ini bisa terjadi, seperti sistem drainase di mata kita tidak berfungsi dengan baik. Penting untuk memeriksa tekanan di mata kita untuk memastikannya tidak terlalu tinggi. Jika terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada saraf mata kita dan membuat kita sulit melihat.(Saintikom et al., 2023)
a. Gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi berkas serabut saraf pada papil saraf optik
b. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil saraf otak relative lebih kuat dari pada bagian tengah sehingga terjadi pengganguan pada papil saraf optik.
c. Kelainan lapang pandang mata pada glukoma disebab kan oleh kerusakan serabut saraf optik
E. Pathways
Faktor resiko : Riwayat keluarga, ras, usia >40 thn, penyakit sistemik, myopi
Produksi aquos humor meningkat
Sumbatan cairan
Peningkatan TIO
Iskemia retina
Atrofi iris dan corus
civiar Penipisan dan
iskemik retina
Teraktivasinya mediator nyeri Ablasi retina
Degenerasi hyalin proc.
Penyempitan lapang pandang
Penurunan penglihatan Nyeri
Risiko Jatuh
Gangguan Persepsi Sensori
F. Manisfestasi Klinis
Menurut (Smeltzer, 2011) terdapat beberapa manifestasi klinis dari glaukoma yaitu :
1) Sebagian pasien tidak menyadari bahwa mereka mengalami glaukoma sampai pasien mengalami perubahan visual dan penurunan pandangan.
2) Gejala yang dapat timbul mencangkup :
a. Pandangan kabur atau “halo” disekitar cahaya b. Kesulitan memfokuskan penglihatan
c. Kesulitan menyesuaikan mata dalam cahaya redup d. Kehilangan penglihatan perifer
e. Rasa sakit atau tidak nyaman disekitar mata f. Sakit kepala
g. Pucat dan cekungny lempeng/ diskus saraf
h. Kehilangan persepsi visual ketika kerusakan saraf optik semakin parah.
Manifestasi klinis glaukoma menurut (Papeo et al., 2023) tergantung pada stadium dan etiologi penyakit. Gambaran klinis glaukoma meliputi :
1. Kongesti episklera 2. Hiperemia konjungtiva 3. Edema kornea
4. Pelebaran pupil
5. Gangguan penglihatan dan kebutaan G. Komplikasi
Menurut (Riordan-Eva & Augsburger, 2017) komplikasi dari glaukoma antara lain:
1. Glaukoma kronis
Penatalaksanaan yang tidak adekuat dapat menyebakan perjalan progesif dari glaucoma yang lebih parah.
2. Sinekia anterior
Apabila terapi tertunda, iris perifer dapat melekat ke jalinan trabekular (sinekiaanterior), sehingga menimbulkan sumbatan
ireversibel sudut kamera anterior dan menghambat aliran aqueous humor keluar.
3. Katarak
Glaukoma, pada keadaan tekanan bola mata yang sangat tinggi, maka akan terjadi gangguan permeabilitas kapsul lensa sehingga terjadi kekeruhan lensa.
4. Kerusakan saraf optikus
Kerusakan saraf pada glaukoma umumnya terjadi karena terjadi peningkatan tekanan dalam bola mata. Bola mata normal memiliki kisaran tekanan antara 10 – 20 mmHgsedangkan penderita glaukoma memiliki tekanan mata yang lebih dari normal bahkan terkadang dapat mencapai 50– 60 mmHg pada keadaan akut.
Tekanan mata yang tinggi akan menyebabkan kerusakan saraf, semakin tinggi tekanan mata akan semakin berat kerusakan saraf yang terjadi.
5. Kebutaan
Kontrol tekanan intraokular yang jelek akan menyebabkan semakin rusaknya nervus optik dan semakin menurunnya visus sampai terjadi kebutaan.
H. Pemeriksaan penunjang
Menurut (Boesoirie et al., 2019) pemeriksaan penunjang Pasien glukoma 1. Pengukuran Tekanan Intraokular (Tonometri):
Pemeriksaan untuk mengukur tekanan di dalam bola mata.
Tonometri dapat membantu dalam diagnosis glaukoma, terutama glaukoma sudut tertutup.
2. Pemeriksaan Optic Disc dan Cup-to-Disc Ratio:
Memeriksa bentuk dan ukuran saraf optik (disk optik) pada mata.
Mengukur rasio antara cekungan saraf optik (cup) dengan disk optiknya.
3. Pengukuran Ketebalan Lapisan Saraf Optik (OCT – Optical Coherence Tomography):
Mengevaluasi ketebalan lapisan serat saraf optik, termasuk lapisan serat saraf dan lapisan serabut saraf.
Pemeriksaan OCT membantu memantau perubahan struktural yang terkait dengan glaukoma.
4. Pemeriksaan Lapangan Penglihatan (Perimetri):
Mengukur lapangan pandang atau bidang penglihatan seseorang.
Pemeriksaan ini membantu mendeteksi hilangnya bidang penglihatan yang dapat terjadi pada glaukoma.
5. Gonioskopi:
Pemeriksaan untuk memeriksa sudut iridokornea mata, membantu menilai apakah sudutnya terbuka atau tertutup.
6. Pemeriksaan Angka Kejenuhan Akustik (A-scan):
Digunakan untuk mengukur panjang mata dan menilai struktur anatomi mata dalam kasus glaukoma sudut terbuka.
7. Pemeriksaan Sudut Sinar (Van Herick's Technique):
Pemeriksaan yang memperkirakan sudut sudut mata menggunakan pencahayaan cahaya dan observasi visual.
8. Gonioscopy:
Pemeriksaan untuk memeriksa sudut sudut mata dan membantu menilai aliran cairan di dalam mata.
I. Penatalaksanaan
Menurut (Ciputra, 2022) glaukoma dapat diatasi dengan tindakan sebagai berikut :
1. Medikamentosa
Tatalaksana awal yang paling umum dilakukan adalah pemberian obat anti-glaukoma topikal, meliputi beta bloker, agonis alfa, carbonic anhydrase inhibitor, dan agen hiperosmotik seperti gliserin oral.
2. Terapi laser
Argon laser peripheral iridoplasty dilakukan sebagai cara untuk menghindari efek samping sistemik dari obat-obatan oral atau
intravena, seperti efek asidosis metabolik dari asetazolamid atau gagal jantung kongestif oleh hiperosmotik.
3. Pembedahan
Setelah TIO berhasil terkontrol dengan pengobatan, operasi katarak dapat dilakukan. Diperlukan persiapa yang baik sebelum melakukan ekstraksi katarak pada pasien dengan intumensi lensa karena terdapat peningkatan risiko komplikasi. Risikonya dapat berupatekanan positif yang lebih besar, risiko pendarahan dan berhubungan dengan dialisis zonular.
J. Pengkajian Fokus
Data subjektif Data objektif
- Pasien mengatakan nyeri pada mata bagian kanan
- Pasien mengatakan tidak begitu jelas melihat objek disekitarnya - Pasien mengatakan matanya
silau bila melihat cahaya
- Pasien mengatakan demam sejak 3 hari yang lalu
- mata kanan pasien terlihat menonjol
- P: Nyeri pada mata
- Q: Nyeri seperti nyut-nyutan - R: Nyeri pada mata bagian
kanan
- S: Skalan nyeri 6 - T: Hilang Timbul
- Pasien tampak menunjukan ekspresi kesulitan untuk melihat - Tanda-Tanda Vital
- TD: 130/80mmHg - N: 80x/menit - S. 38°C
- RR 24x/menit
K. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori b.d gangguan penglihatan
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
3. Risiko jatuh b.d gangguan penglihatan (mis. Glaukoma, katarak, ablasio retina, neuritis optikus)
L. intervensi keperawatan
No Diagnosa keperawatan
Kriteria hasil Intervensi 1. Gangguan persepsi
sensori b.d gangguan penglihatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, masalah gangguan persepsi sensori membaik dengan kriteria hasil :
1. Verbalisasi melihat bayangan meningkat 2. Distorsi sensori
menurun 3. Respons sesuai
stimulus membaik
Intervensi utama : Minimalisasi Rangsangan (I.08241)
Observasi
- Periksa status mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan (mis: nyeri, kelelahan)
Terapeutik
- Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori (mis: bising, terlalu terang)
- Batasi stimulus
lingkungan (mis: cahaya, suara, aktivitas)
- Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat - Kombinasikan
prosedur/tindakan dalam satu waktu, sesuai kebutuhan
Edukasi
- Ajarkan cara
meminimalisasi stimulus
(mis: mengatur
pencahayaan ruangan, mengurangi kebisingan, membatasi kunjungan)
Kolaborasi
- Kolaborasi dalam
meminimalkan prosedur/tindakan - Kolaborasi pemberian
obat yang mempengaruhi persepsi stimulus
Intervensi pendukung : Terapi Relaksasi (I.09326)
Observasi
- Identifikasi penurunan
tingkat energi,
ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala lain yang menganggu kemampuan kognitif
- Monitor respon terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
- Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan
- Gunakak relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau tindakan medis lain, jika sesuai Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia
(mis. musik, meditasi, napas dalam, relaksasi otot progresif)
- Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
- Anjurkan mengambil posisi nyaman
- Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
- Anjurkan sering
mengulangi atau melatih teknik yang dipilih 2. Nyeri akut b.d agen
pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, masalah nyeri akut menurun dengan kriteria hasil :
1. Keluhan nyeri menurun 2. Meringis menurun 3. Gelisah
menurun 4. Kesulitan tidur
menurun 5. Pupil dilatasi
menurun
Intervensi utama :
Managemen nyeri (I.08238)
Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri - Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin , terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) - Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Intervensi pendukung : Pemberian Obat (I.02062)
Observasi
- Identifikasi kemungkinan alergi, interaksi, dan kontraindikasi obat - Verifikasi order obat
sesuai dengan indikasi - Monitor efek terapeutik
obat
- Monitor efek samping, toksisitas, dan interaksi obat
Terapeutik
- Perhatikan prosedur pemberian obat yang aman dan akurat
- Lakukan prinsip enam benar
- Fasilitasi minum obat - Dokumentasikan
pemberian obat dan respon terhadap obat Edukasi
- Jelaskan jenis obat, alasan pemberian,
tindakan yang
diharapkan, dan efek
samping sebelum
pemberian
- Jelaskan faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan efektivitas obat
3. Risiko jatuh b.d gangguan penglihatan (mis. Glaukoma, katarak, ablasio retina, neuritis optikus)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, masalah nyeri tingkat jatuh menurun (L.14138) dengan kriteria hasil :
1. Jatuh saat berjalan
menurun 2. Jatuh saat naik
tangga menurun 3. Jatuh saat di
kamar mandi
Intervensi utama :
Pencegahan Jatuh (I.14540)
Observasi
- Identifikasi faktor risiko jatuh (mis. usia >65 tahun, defisit kognitif, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, neuropati)
- Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau sesuai dengan kebijakan institusi - Identifikasi faktor
lingkungan yang
meningkatkan risiko
jatuh (mis. lantal licin, penerangan kurang) - Hitung risiko jatuh
dengan menggunakan skala (mis. Fall Morse Scale, Humpty Dumpty Scale), jika perlu - Monitor kemampuan
berpindah dari tempat tidur ke kursi roda dan sebaliknya
Terapeutik
- Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga - Pastikan roda tempat
tidur dan kursi roda selalu dalam kondisi terkunci
- Pasang handrail tempat tidur
- Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
- Tempatkan pasien
berisiko tinggi jatuh dekat dengan pantauan perawat dari nurse - Gunakan alat bantu
berjalan (mis. kursi roda, walker)
- Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien Edukasi
- Anjurkan memanggil
perawat jika
membutuhkan bantuan untuk berpindah
- Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
- Ajarkan cara
menggunakan bel
pamanggil untuk
memanggil perawat
Intervensi pendukung : Pemasangan Alat Pengaman (I.14530)
Observasi
- Identifikasi kebutuhan keselamatan pasien (berdasarkan tingkat fungsi fisik dan kognitif serta riwayat perilaku sebelumnya)
Terapeutik
- Pasang alat pengaman (mis. pengekang, pagar tempat tidur, pintu dengan kunci) untuk mobilitas fisik atau akses pada situasi yang membahayakan, sesuai kebutuhan
- Dampingi selama
kegiatan di luar ruang rawat, jika perlu
- Berikan tempat tidur yang rendah dan alat-alat bantuan (mis. tangga tempat tidur, alat penyangga), jika perlu Edukasi
- Anjurkan menjauhkan
barang yang membahayakan (mis.
karpet, furnitur)
M. Analisis jurnal keperawatan
1. JUDUL PENELITIAN
Jenis dan Efek Complementary Therapy dalam Menurunkan Tekanan Intra Okular (TIO) pada Pasien Glaukoma: A Systematic Review
2. PENELITI
Selviani Ice Rerung Syahrul Said
Kadek Ayu Erika
3. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis dan efek complementary therapy dalam menurunkan tekanan intra okular pada pasien glaukoma.
4. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Pencarian menggunakan lima database PubMed, ProQuest, Ebsco, Chocrane Library dan Google Scholar, selain itu dilakukan secondary searching untuk mengidentifikasi jenis dan efek complementary therapy yang dapat menurunkan TIO pada pasien glaukoma, dipublikasikan 10 tahun terakhir (2010-2020), full text, desain studi RCT dan berbahasa Inggris.
5. METODE PENELITIAN
Ulasan ini menggunakan desain Systematic Review dengan pedomsn PRISMA checklist guideline 2009. Adapun kriteria inklusi penelitian ini:
studi Complementary Therapy yang berfokus dalam menurunkan TIO pada pasien glaukoma, artikel full text, desain studi Randomized Controlled Trial (RCT), dipublikasikan 10 tahun terakhir (2010-2020), dan studi berbahasa Inggris. Formulasi pertanyaan mengikuti pedoman PICO (patient, intervention, comparison and outcome). Adapun PICO dalam artikel ini adalah P: glaucoma, I: complementary therapy, C: any comparator, O:
intraocular pressure reduction. Pencarian literature dilakukan untuk mengidentifikasi jenis complementary therapy dalam menurunkan TIO.
6. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Beberapa jenis Complementary Therapy memberikan efek yang positif dalam menurunkan TIO pada pasien glaukoma. Complementary Therapy merupakan terapi pendukung dalam menurunkan TIO yang sifatnya tidak untuk menggantikan terapi konvensional. Studi dalam review ini menunjukkan penurunan TIO yang signifikan setelah intervensi 4 minggu (p=0.001) dan setelah dihentikan 4 minggu TIO kembali meningkat (p= 0.17). Intervensi ini dilakukan selama 4 minggu dengan dosis 30 mg/hari. Tidak ada efek samping yang dilaporkan dalam studi ini. Ekstrak saffron bila digunakan sesuai dengan dosis memberikan manfaat yang positif.
7. BENTUK PENERAPAN DI PELAYANAN KESEHATAN
Intervensi ini memiliki keuntungan karena mudah diterapkan, ekonomis serta dilaporkan tidak ada efek samping. Namum, dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan kualitas studi yang lebih baik, ukuran sampel yang besar dan tindak lanjut jangka panjang untuk memastikan efek intervensi Complementary Therapy dalam menurunkan TIO pada pasien glaukoma.
DAFTAR PUSTAKA
Boesoirie, S. F., Yunard, A., Mahdiani, S., Aziza, Y., Dewi, Y. A., & Artini, W.
(2019). Crash Course Special Senses. Elsevier Health Sciences.
https://books.google.co.id/books?id=zCD3DwAAQBAJ
Budiono, S. (2019). Buku ajar Ilmu Kesehatan Mata. Airlangga University Press.
https://books.google.co.id/books?id=HcKlDwAAQBAJ
Ciputra, dr. F. (2022). Glaukoma fakomorfik. Jurnal Kedokteran Unram, 11(2), 887–896.
Papeo, D. R. P., Suleman, A. R., Toana, K., Suryaningrum, C., Nusi, I., Dami, E.,
& Marfiah, F. (2023). Pola Terapi Pengobatan Glaukoma Di RSUD Hasri Ainun Habibie Kabupaten Gorontalo. Pharmaceutical and Sciences, 6.
Puspita, Y. (2020). PENATALAKSANAAN GLAUKOMA NEOVASKULAR.
Kedokteran Dan Kesehatan Malikussaleh, 6.
Riordan-Eva, P., & Augsburger, james J. (2017). Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology, 19th Edition-McGraw-Hill Education - Medical.
Saintikom, J., Sains, J., Informatika, M., Taufik, F., Dahria, M., Gunawan, R., &
Purba, M. B. (2023). Sistem Pakar Dalam Mendiagnosa Dini Penyakit Glaukoma Dengan Menggunakan Metode Teorema Bayes Jurnal
SAINTIKOM ( Jurnal Sains Manajemen Informatika dan Komputer ). 22, 381–391.
Smeltzer, S. C. (2011). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth (E. A.
Mardella (ed.); 12th ed.). Penerbit Buku Kedokteran EGC.