MAKALAH
NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI
Makalah Ini Disusun Dalam Rangkamemenuhi Tugas Mata Kuliah
Muhammad Halwan S.h M.h.
Disusun oleh:
Shereen Susica Tondok (4523060132) Kelas C
JURUSAN ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BOSOWA TAHUN AJARAN 2023-2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala kelimpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan
judul “Negara Hukum Dan Demokrasi” sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Bahasa Indonesia.
Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas dari bapak Muhammad Halwan S.h M.h.pada mata kuliah Ilmu Negara. Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan menambah wawasan kepada pembaca tentang Negara Hukum Dan Demokrasi.
Kami sangat menyadari banyaknya kekurangan dari makalah ini, untuk itu dengan tangan terbuka kami menerima segala bentuk kritik dan saran untuk penyempurnaan pada penyusunan makalah selanjutnya. Akhir kata kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi setiap pembaca.
Makassar, 19 November 2023
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...2
DAFTAR ISI...3
BAB I...4
PENDAHULUAN...4
1.1 Latar Belakang...4
2.1 Rumusan Masalah...4
1) menjelaskan konsep negara hukum dan konsep negara demokrasi di era modern? 4 2) menjelaskan konsep negara hukum demokratis ?...4
3) menjelaskan prinsip - prinsip negara hukum dan demokrasi di indonesia pasca reformasi?...4
3.1 Tujuan Penulisan...4
1) untuk mengetahui konsep negara hukum dan konsep negara demokrasi di era modern...4
2) untuk mengetahui konsep negara hukum demokratis ...4
3) untuk mengetahui...4
BAB II...5
PEMBAHASAN...5
1.1 Konsep Negara Hukum Dan Negara Demokrasi Di Era Modern...5
2.1 Konsep Negara Hukum Demokratis...8
3.1 Prinsip - Prinsip Negara Hukum Dan Demokrasi Di Indonesia Pasca Reformasi....11
BAB III...13
A. KESIMPULAN...13
DAFTAR PUSTAKA...14
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Kelahiran suatu negara memiliki esensi yang terkait erat dengan penciptaan ketentraman dalam kehidupan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, hukum dianggap sebagai pranata yang mengatur hak dan kewajiban anggota masyarakat, serta menetapkan kewajiban untuk mentaatinya. Apabila ketaatan terhadap hukum hanya bergantung pada kemauan bebas manusia sepenuhnya, maka mencapai tujuan prinsip hukum akan menjadi
sulit. Oleh karena itu, perlu adanya sanksi sebagai pendekatan untuk memengaruhi kemauan bebas tersebut, yang pada gilirannya memaksa anggota masyarakat untuk patuh pada hukum, menciptakan saling penghargaan terhadap hak satu sama lain. Konsep pemaksaan ketaatan terhadap kewajiban hukum ini membawa kita kepada pemahaman konsepsi negara hukum.
Secara embriologis, Plato telah mengemukakan gagasan negara hukum ketika memperkenalkan konsep nomoi dalam karya ketiganya pada usia tua. Dalam karyanya ini, Plato menyatakan bahwa penyelenggaraan negara yang baik bergantung pada keberadaan hukum yang baik. Aristoteles kemudian memperkuat gagasan ini dalam bukunya Politica, menyatakan bahwa negara yang baik adalah negara yang diatur oleh konstitusi dan berada di bawah kedaulatan hukum.
2.1 Rumusan Masalah
1) menjelaskan konsep negara hukum dan konsep negara demokrasi di era modern?
2) menjelaskan konsep negara hukum demokratis ?
3) menjelaskan prinsip - prinsip negara hukum dan demokrasi di indonesia pasca reformasi?
3.1 Tujuan Penulisan
1) untuk mengetahui konsep negara hukum dan konsep negara demokrasi di era modern.
2) untuk mengetahui konsep negara hukum demokratis .
3) untuk mengetahui prinsip - prinsip negara hukum dan demokrasi di indonesia pasca reformasi.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Konsep Negara Hukum Dan Negara Demokrasi Di Era Modern A. konsep negara hukum
Pemikiran manusia mengenai negara hukum telah mengalami perkembangan dalam berbagai konteks sejarah peradaban manusia. Meskipun dianggap sebagai konsep universal yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab, implementasi negara hukum ternyata menunjukkan variasi dalam ciri dan karakter di berbagai negara. Varian ini dapat diatributkan pada pengaruh situasi sejarah serta dipengaruhi oleh falsafah, faham filsafat, dan ideologi politik suatu negara. Sejarah dan praktik menunjukkan bahwa konsep negara hukum muncul dalam
beragam model, seperti rechtsstaat, rule of law, nomokrasi Islam, dan beberapa konsep lainnya, termasuk konsep negara hukum Pancasila.
Konsep rechtsstaat diperkenalkan pada abad ke-19 oleh Freidrich Julius Stahl. Konsep ini mengedepankan unsur-unsur negara hukum (rechtsstaat) yang melibatkan:
a. Perlindungan hak-hak asasi manusia;
b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak tersebut;
c. Pemerintahan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan;
d. Penyelesaian perselisihan melalui peradilan administrasi.
Secara bersamaan, pada periode yang hampir sama, muncul pula konsep negara hukum (rule of law) yang diusung oleh A.V. Dicey, lahir dalam kerangka sistem hukum Anglo-Saxon. Dicey menyajikan unsur-unsur rule of law sebagai berikut: a. Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law), dengan ketiadaan kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrary power), yang berarti seseorang hanya dapat dihukum jika melanggar hukum. b. Kedudukan yang sama di hadapan hukum (equality before the law), yang berlaku baik untuk orang biasa maupun pejabat. c. Jaminan hak-hak manusia oleh undang-undang (atau dalam beberapa negara oleh undang-undang dasar) dan keputusan-keputusan pengadilan.
Konsep Socialist Legality muncul di bagian Timur Eropa, yang pertama kali diperkenalkan oleh negara sosialis Rusia. Socialist legality merupakan suatu ide yang dianut oleh negara-negara komunis/sosialis, yang nampaknya bertujuan untuk menyeimbangkan konsep rule of law yang berasal dari negara-negara Anglo-Saxon. Inti dari socialist legality berbeda dengan konsep Barat, karena menempatkan hukum di bawah naungan sosialisme.
Hukum dipandang sebagai alat untuk mencapai sosialisme, di mana hak perseorangan dapat diarahkan ke prinsip-prinsip sosialisme, walaupun tetap diakui bahwa hak-hak tersebut seharusnya mendapat perlindungan. Hal ini sejalan dengan pandangan Jaroszynky yang dikutip oleh Seno Adji. Dalam kerangka socialist legality, terdapat jaminan konstitusional terkait propaganda anti agama, yang mencerminkan ciri khas negara komunis/sosialis yang didasari oleh doktrin komunis yang menganggap agama sebagai sesuatu yang merugikan bagi masyarakat. Seperti yang diketahui, paham komunis mengajarkan sikap yang menentang keberadaan Tuhan. Oleh karena itu, konsep socialist legality sulit untuk dianggap sebagai konsep negara hukum yang bersifat universal. Namun, dapat dipahami bahwa konsep ini mungkin dinilai sesuai dengan doktrin komunisme/sosialisme oleh negara-negara yang menganut paham tersebut. Dibandingkan dengan konsep Barat yang bertujuan untuk melindungi martabat individu dari tindakan sewenang-wenang pemerintah, dalam socialist legality, yang utama adalah implementasi sosialisme itu sendiri.
Konsep negara hukum yang diperkenalkan oleh Julius Stahl dapat disatukan dengan konsep negara hukum yang dikembangkan oleh A.V. Dicey. Penggabungan ide-ide dari kedua tokoh tersebut dapat membentuk suatu konsep negara hukum yang relevan untuk era saat ini. Proses pengembangan konsep negara hukum ini dilakukan oleh The International Commission of Jurists, yang memberikan penjelasan mendalam terkait konsep negara hukum.
Landasan utama dari konsep negara hukum menurut The International Commission of Jurists
adalah prinsip peradilan yang tidak memihak. Prinsip ini dianggap sebagai hal yang esensial pada era sekarang, terutama dalam konteks negara demokrasi. Konsep negara hukum menurut pandangan The International Commission of Jurists dapat disimpulkan dalam tiga prinsip kunci, yaitu:
a) Hukum sebagai kedaulatan tertinggi, menunjukkan kewajiban negara untuk tunduk pada hukum;
b) Penyelenggara negara harus menghormati hak-hak individu setiap manusia;
c) Negara memiliki sistem peradilan yang bersandar pada prinsip kemerdekaan dan keadilan tanpa memihak (Asshiddiqie, 2010: 2).
Utrecht menyampaikan konsep negara hukum dengan membaginya menjadi dua, yaitu negara hukum formil (klasik) dan negara hukum materiil (modern). Dalam konsep negara hukum formil, Utrecht menyatakan bahwa hukum bersifat formal dan sempit, terbatas pada aturan perundang-undangan yang tertulis. Sementara itu, negara hukum materiil bersifat lebih luas dan menekankan pentingnya keadilan (Asshiddiqie, 2010: 2).
Dalam perspektif lain, D. Mutiara's menyatakan pandangan terkait konsep negara hukum. Baginya, negara hukum adalah negara yang menjadikan undang-undang atau hukum sebagai dasar untuk mengatur struktur negara, termasuk kekuasaan dan instrumen-instrumen negara. Kehendak rakyat tidak dapat dilaksanakan melalui tindakan yang melanggar hukum, dan setiap individu diharapkan tunduk pada hukum. Dengan demikian, negara hukum menekankan bahwa hukum atau undang-undang mengatur negara, bukan sebaliknya. Prinsip negara hukum memberikan jaminan kepada rakyat melalui hukum atau undang-undang (Fajar, 2016: 6). Konsep negara hukum yang diajukan oleh para ahli hukum mencerminkan keragaman yang signifikan. Varian dalam konsep negara hukum ini tidak dapat dilepaskan dari latar belakang pemikir dan pengembang konsep tersebut. Perkembangan konsep negara hukum juga dipengaruhi oleh berbagai pandangan. Dengan merujuk pada konsep-konsep negara hukum yang telah disampaikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa negara hukum adalah suatu entitas di mana hukum menjadi dasar penyelenggaraan negara. Hukum yang dimaksud tidak hanya terbatas pada peraturan perundang-undangan tertulis, melainkan juga mencakup hukum dengan cakupan yang lebih luas.
Berdasarkan konsep-konsep negara hukum yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat diasumsikan bahwa negara hukum mengusung impian akan terwujudnya ketertiban dan keadilan. Ketertiban dan keadilan dianggap sebagai tujuan utama dari berdirinya negara hukum. Negara hukum diharapkan mampu menyediakan ketertiban dan keadilan bagi seluruh rakyat. Untuk mencapai tujuan tersebut, negara harus memfasilitasi dan menyelenggarakan kehidupan yang tertib dan adil bagi masyarakatnya.
B. konsep Negara Demokrasi Di Era Modern
Dari perspektif etimologi, demokrasi berasal dari kata Yunani "demos" yang berarti rakyat, dan "cratein" yang berarti memerintah. Oleh karena itu, secara harfiah, demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan oleh rakyat. Menurut Tafsir R. Kranenburg dalam bukunya "Inleiding in de vergelijkende staatsrechtwetenschap," demokrasi terbentuk dari dua kata Yunani tersebut dan memiliki makna sebagai cara memerintah oleh rakyat.
Dalam kamus Dictionary Websters, demokrasi didefinisikan sebagai pemerintahan oleh rakyat, di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau melalui wakil-wakil yang dipilih di bawah sistem pemilihan umum yang bebas. Secara umum, demokrasi sering diartikan sebagai "pemerintahan oleh rakyat, untuk rakyat, dan dari rakyat." Dalam sistem demokrasi, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. A. Hoogerwerf memberikan definisi demokrasi sebagai "cara pembentukan kebijaksanaan yang ada selama anggota-anggota suatu kelompok memiliki kemungkinan untuk mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung isi, proses, dan dampak dari kebijaksanaan tersebut."
Menurut Dahlan Thaib, demokrasi dapat diartikan sebagai suatu sistem pemerintahan di mana kekuasaan untuk memerintah berasal dari mereka yang diperintah. Dalam konteks ini, demokrasi juga dapat diartikan sebagai pola pemerintahan yang melibatkan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan oleh wakil-wakil yang diberi wewenang, sehingga legitimasi pemerintah berasal dari kemauan rakyat yang memilih dan mengontrolnya.
Konsep demokrasi telah ada sejak zaman Yunani Kuno dan terus berkembang pesat pada abad ke-17 dan ke-18 hingga saat ini. John Locke, seorang filosof terkemuka asal Inggris pada abad ke-17, membedakan tiga jenis kekuasaan, yaitu legislatif, eksekutif, dan federatif. Selanjutnya, Montesquieu (1689-1755) dari Prancis mengemukakan pandangannya dengan membagi kekuasaan menjadi legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta menempatkan setiap kekuasaan tersebut di bawah kewenangan lembaga yang berbeda. Dengan pendekatan seperti ini, lembaga-lembaga pemerintahan saling mengawasi satu sama lain, sehingga penindasan terhadap rakyat dapat dihindari dengan batasan minimal. Fungsi kenegaraan jauh lebih kompleks daripada hanya tiga jenis kekuasaan yang diusulkan oleh Montesquieu. Hal ini akhirnya menghasilkan berbagai konsep demokrasi, seperti Demokrasi Liberal, Demokrasi Konstitusional, Demokrasi Proletar, Demokrasi Pancasila, dan sebagainya. Setiap konsep demokrasi ini mengklaim sebagai konsep yang paling ideal. Meskipun masing- masing konsep tersebut menghasilkan bentuk yang berbeda dalam praktiknya, tetapi sebenarnya ada aspek-aspek universal yang menjadi ciri umum untuk menyatakan bahwa sebuah negara menganut paham demokrasi, seperti tercermin dalam konsep "Trias Politica".
Dari sudut pandang lain, demokrasi sebagai suatu gagasan politik dianggap sebagai paham yang universal, dan dalam konsep tersebut terdapat beberapa elemen kunci, yaitu:
a. Penyelenggara kekuasaan berasal dari rakyat;
b. Setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang telah diambil atau yang akan diambilnya;
c. Diwujudkan baik secara langsung maupun tidak langsung;
d. Terdapat rotasi kekuasaan dari satu individu atau kelompok ke individu atau kelompok lainnya; dalam demokrasi, peluang terjadinya rotasi kekuasaan harus ada dan dilakukan secara teratur dan damai;
e. Adanya proses pemilu dalam negara demokratis, di mana pemilu dilakukan secara teratur untuk menjamin hak politik rakyat dalam memilih dan dipilih;
dan
f. Adanya kebebasan sebagai Hak Asasi Manusia (HAM), yang memungkinkan setiap warga masyarakat untuk menikmati hak-hak dasarnya secara bebas, seperti hak untuk menyatakan pendapat, berkumpul, berserikat, dan lain sebagainya.
Dari rumusan tersebut, dapat dipahami bahwa suatu negara yang menganut sistem demokrasi memiliki beberapa karakteristik pokok yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Pertama, demokrasi merupakan sistem pemerintahan di mana orang-orang yang memegang kekuasaan atas nama demokrasi memiliki kewenangan untuk membuat dan menegakkan hukum. Kedua, kekuasaan untuk mengatur dalam bentuk aturan hukum tersebut diperoleh dan dipertahankan melalui pemilihan umum yang bebas dan diikuti oleh sebagian besar warga negara dewasa dari suatu negara.
Berdasarkan tiga ciri-ciri umum tersebut, suatu negara yang menganut demokrasi dapat dipahami melalui tiga konsep utama, yaitu hakekat, proses, dan tujuan dari demokrasi.
Dengan demikian, demokrasi dapat diartikan sebagai sistem pemerintahan yang terbentuk melalui pemilihan umum untuk mengatur kehidupan bersama dengan berlandaskan aturan hukum yang mendukung kepentingan rakyat banyak. Oleh karena itu, rumusan singkat yang menyatakan demokrasi sebagai "pemerintahan oleh rakyat, untuk rakyat, dan dari rakyat"
sesuai dengan hakikat demokrasi.
2.1 Konsep Negara Hukum Demokratis A. Negara Hukum Demokratis
Perbincangan mengenai demokrasi terus berlanjut, dengan banyak negara di seluruh dunia mendeklarasikan diri sebagai negara demokrasi. Pertanyaannya, apa yang dimaksud dengan demokrasi? Bagaimana suatu negara dapat disebut sebagai negara demokrasi, dan apa karakteristik utamanya?
Secara prinsip, demokrasi mengandung konsep kedaulatan rakyat. Dalam terminologi yang dikemukakan oleh Abraham Lincoln (1809-1865), Presiden Amerika Serikat ke-16, demokrasi diartikan sebagai kekuasaan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pesan yang terkandung di sini adalah bahwa demokrasi adalah bentuk kekuasaan yang berada bersama rakyat. Dalam konteks demokrasi, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Namun, demokrasi seperti ini dapat dianggap sebagai model demokrasi yang ideal.
Kendati demikian, penerapan demokrasi di negara-negara yang mengklaim sebagai negara demokrasi dapat bervariasi. Perbedaan ini dipengaruhi oleh konsep yang berbeda antara kaum individualis dan kolektivis. Kelompok liberal dan individualis berpandangan bahwa demokrasi bersifat individual dan otonom, sedangkan kelompok kolektivis dan komunis melihat demokrasi sebagai konsep kolektif dan total (Asshiddiqie, 2005 (b): 241-242).
Dengan demikian, secara substansial, negara demokrasi adalah negara di mana kedaulatannya berada di tangan rakyat. Setiap negara memiliki klaim untuk disebut sebagai negara demokrasi, bahkan dalam konteks pemerintahan monarki, dimana klaim ini didasarkan pada argumen bahwa kekuasaan yang dimiliki oleh monarki berasal dari rakyat, dan monarki bertanggung jawab kepada rakyat. Namun, jika suatu negara dengan pemerintahan monarki tidak memiliki kedaulatan yang berasal dari rakyat, maka negara tersebut tidak dapat dianggap sebagai negara demokrasi. Dengan demikian, negara demokrasi dapat eksis baik pada negara yang kedaulatannya berasal dari rakyat maupun pada negara yang kedaulatannya dipegang oleh rakyat.
Negara demokrasi sebenarnya tidak terkait dengan bentuk negara, bentuk pemerintahan, atau sistem pemerintahan. Sebaliknya, negara demokrasi mencerminkan suasana atau iklim kehidupan politik dalam suatu negara. Dengan kata lain, suatu negara dianggap demokratis ketika atmosfer demokrasi hidup dan berkembang di dalamnya. Penting untuk dicatat bahwa demokrasi dapat berkembang dalam berbagai bentuk negara, termasuk negara kesatuan atau negara serikat. Selain itu, demokrasi juga dapat tumbuh dan berkembang di negara dengan bentuk monarki konstitusional. Fleksibilitas demokrasi juga tercermin dalam kemampuannya untuk berkembang dalam berbagai sistem pemerintahan, termasuk presidensial, parlementer, atau sistem pemerintahan lainnya.
Ciri demokrasi yang dapat hidup dan berkembang dalam berbagai bentuk negara, pemerintahan, dan sistem, memungkinkan setiap negara untuk menyatakan dirinya sebagai negara demokrasi selama karakteristik demokrasi terwujud di dalamnya. Robert Dahl, seperti yang diungkapkan dalam Schmitter dan Karl (1992), mengidentifikasi tujuh kriteria untuk mengenali suatu negara sebagai negara demokrasi. Pertama, kontrol atas kebijakan pemerintah berada di tangan para pemimpin yang terpilih secara konstitusional. Kedua, para pemimpin tersebut dipilih melalui pemilu yang diselenggarakan secara berkala, jujur, dan tanpa paksaan. Ketiga, semua orang dewasa memiliki hak untuk memilih dalam pemilu, sementara keempat, semua orang dewasa juga memiliki hak untuk dipilih dalam pemilu.
Kelima, masyarakat memiliki hak untuk mengekspresikan aspirasinya tanpa takut ancaman hukuman. Keenam, masyarakat memiliki hak untuk mengakses sumber-sumber informasi alternatif di luar pemerintah yang dilindungi oleh hukum. Terakhir, ketujuh, masyarakat memiliki hak untuk berkumpul dan berserikat secara bebas.
Dalam suatu perspektif lain, negara demokrasi dapat dikelompokkan sebagai salah satu dari beberapa tipe negara yang berbeda, termasuk negara hukum, negara kekuasaan, dan negara kesejahteraan. Negara hukum atau rechtsstaat adalah negara di mana kedaulatan tertinggi berada di tangan hukum. Hukum dianggap sebagai komandan utama dan harus ditegakkan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat. Hukum yang dimaksud di sini adalah hukum yang berasal dari masyarakat negara tersebut.
Dalam upaya mewujudkan negara hukum, penting diakui bahwa peran sistem demokrasi menjadi sangat urgen. Hubungan antara negara hukum dan demokrasi tidak dapat dipisahkan. Demokrasi tanpa pengaturan hukum akan kehilangan bentuk dan arah, sementara hukum tanpa demokrasi akan kehilangan makna. Jimly Asshiddiqie menegaskan bahwa teori
tentang negara hukum, baik rule of law maupun rechtsstaat, pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari teori tentang demokrasi. Keduanya harus dianggap sebagai dua sisi dari mata uang yang sama. Oleh karena itu, negara hukum demokratis, yang juga dikenal sebagai democratische rechtsstaat, sebenarnya merupakan konstitusi dalam arti ideal.
Dalam konteks modern, hukum dan demokrasi menjadi suatu keharusan dalam penyelenggaraan negara. Demokrasi dianggap erat kaitannya dengan konsep kedaulatan rakyat yang menekankan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Dengan demikian, sinergi antara hukum dan demokrasi bertujuan membentuk suatu pemerintahan yang didasarkan pada kehendak bersama dan untuk menjalankan kepentingan rakyat secara keseluruhan.
Dengan kemajuan zaman yang pesat dan peningkatan tuntutan kebutuhan masyarakat, peran negara menjadi sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan warganya. Konsep negara hukum formil mulai ditinggalkan dan digantikan oleh konsep negara hukum dalam arti materiil, yang sering disebut sebagai welfare state atau bestuurszorg (negara kesejahteraan). Mengingat peran yang semakin luas, pemerintah sebagai pelaksana negara diberikan kewenangan untuk campur tangan (staatsbemoeienis) di berbagai aspek kehidupan. Setiap campur tangan pemerintah ini seharusnya didasarkan pada peraturan perundang-undangan sebagai manifestasi dari asas legalitas, yang menjadi pondasi utama negara hukum.
Istilah "negara hukum" dalam literatur memiliki beragam makna, tergantung pada ideologi dan sistem politik suatu negara serta konteks waktu dan tempat yang berbeda. Tahir Azhary menyimpulkan bahwa istilah negara hukum adalah suatu genus begrip. Jimly Asshidiqie juga mengaitkan ide mengenai negara hukum dengan konsep rechtsstaat dan the rule of law. Selain itu, dalam literatur negara hukum dalam konteks Islam, dikenal istilah konsep nomocracy yang merujuk pada pengaturan negara berdasarkan hukum atau norma (nomos).
Menurut Deliar Noer, demokrasi sebagai dasar hidup berbangsa dan bernegara berarti bahwa pada tingkat paling mendasar, rakyat memiliki peran dalam menentukan kebijakan yang memengaruhi kehidupan mereka, termasuk dalam menilai kebijakan negara, karena kebijakan tersebut memengaruhi kehidupan rakyat.
Robert Dahl mengidentifikasi enam elemen penting dalam urgensi demokrasi dalam negara hukum, yaitu keberadaan pejabat yang dipilih, pemilu yang bebas, adil, dan berkala, kebebasan berpendapat, akses kepada sumber informasi alternatif, otonomisasi asosiatif, dan hak kewarganegaraan yang inklusif. Secara umum, ini dapat diartikan sebagai sikap pemerintah yang responsif terhadap preferensi atau kepentingan warganya secara terus menerus.Korelasi yang jelas terlihat antara negara hukum yang berbasis konstitusi dengan kedaulatan rakyat yang diimplementasikan melalui sistem demokrasi. Dalam korelasi ini, partisipasi rakyat dianggap sebagai faktor yang sangat penting.
Larry Diamond menyampaikan lima alasan utama mengapa pemerintahan mengimplementasikan demokrasi.
Pertama, demokrasi memberikan ruang partisipasi luas dan otonom bagi setiap individu, memungkinkan kebebasan untuk terlibat langsung dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Partisipasi yang egaliter dan efektif dianggap mendorong pembangunan politik yang lebih baik.
Kedua, demokrasi berkaitan dengan pengawasan politik, yang lebih efektif jika dilakukan oleh mereka di dalam dan di luar struktur kekuasaan, menciptakan pengawasan yang luas.
Ketiga, demokrasi memfasilitasi sirkulasi elite yang kompetitif dan berkala, dengan pemilu atau pemilihan sebagai bentuk suksesi formal kekuasaan.
Keempat, demokrasi menyediakan mekanisme pengelolaan dan penyelesaian konflik yang efektif, menghindari konflik tanpa aturan.
Kelima, demokrasi membantu menjaga kepentingan dan hak milik warganya, dengan kebebasan bertanggungjawab sebagai kunci dalam membangun demokratisasi.
3.1 Prinsip - Prinsip Negara Hukum Dan Demokrasi Di Indonesia Pasca Reformasi Pasca Reformasi, Undang-Undang Dasar 1945, sebagai konstitusi tertulis Indonesia, secara eksplisit menegaskan beberapa prinsip dasar. Salah satu prinsip yang mendapat penegasan dalam UUD 1945 Amandemen adalah prinsip negara hukum, sebagaimana diungkapkan dalam Pasal 1 Ayat (3) yang menyatakan bahwa "Negara Indonesia adalah negara hukum."
Sejarah perjuangan Negara Indonesia melibatkan proses yang sangat panjang, dimulai dengan pembentukan Falsafah Negara. Pada Sidang I (29 Mei-1 Juni Tahun 1945) dan Sidang II (10 Juni-17 Juli Tahun 1945), Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) merumuskan Falsafah (dasar) bagi berdirinya Negara Indonesia, yang akhirnya ditetapkan sebagai Pancasila. Pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, yang menjadi tonggak baru dalam lahirnya Negara Indonesia. Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945 menetapkan Undang-Undang Dasar 1945. Kedua peristiwa sejarah ini menunjukkan bahwa berdirinya Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara yang berdaulat tidak terlepas dari Pancasila dan UUD 1945.
Pancasila, yang bermakna Lima (5) Sila, terdiri dari:
1) Ketuhanan Yang Maha Esa.
2) Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
3) Persatuan Indonesia.
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan.
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam negara modern, pelaksanaan kekuasaan negara didasarkan pada hukum dasar (droit constitutionil). Undang-Undang Dasar atau verfassung, seperti yang dijelaskan oleh Carl Schmit, dianggap sebagai keputusan politik yang paling tinggi. Oleh karena itu, konstitusi memiliki supremasi atau kedudukan tertinggi dalam suatu negara. Supremasi konstitusi merujuk pada posisi di mana konstitusi menduduki peringkat tertinggi dalam sistem hukum suatu negara. Menurut A. Hamid S. Attamimi dalam disertasinya, konstitusi atau Undang-Undang Dasar memiliki pentingnya sebagai panduan dan batasan, serta memberikan petunjuk mengenai bagaimana kekuasaan negara seharusnya dijalankan.
Apabila kita mempertimbangkan pandangan Carl Schmit dan A. Hamid S. Attamimi, dapat dianalisis bahwa dalam konteks Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945, UUD tersebut berperan sebagai hukum dasar (droit constitutionil) dengan kedudukan tertinggi (supreme) dalam penyelenggaraan kekuasaan di Negara Indonesia. UUD Tahun 1945 berfungsi sebagai batasan terhadap kekuasaan dalam pelaksanaan negara di Indonesia.
Penting untuk dicatat bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara Pancasila dan UUD Tahun 1945. Pembentukan UUD Tahun 1945 didasari oleh lahirnya Pancasila sebagai falsafah (ideologi) Negara Indonesia. Nilai-nilai fundamental Pancasila tercermin dalam Pembukaan UUD Tahun 1945, terutama pada Alinea Keempat. Dalam alinea tersebut, dijelaskan bahwa pembentukan Pemerintah Negara Indonesia bertujuan melindungi seluruh bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. UUD Tahun 1945 membentuk dasar negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan prinsip-prinsip Pancasila sebagai landasan utamanya.
BAB III
A. KESIMPULAN
konsep negara hukum telah mengalami perkembangan dalam sejarah peradaban manusia dengan variasi dalam ciri dan karakter di berbagai negara. Berbagai model seperti rechtsstaat, rule of law, nomokrasi Islam, dan konsep negara hukum Pancasila mencerminkan pengaruh situasi sejarah, falsafah, faham filsafat, dan ideologi politik suatu negara. Konsep negara hukum Timur Eropa, Socialist Legality, menonjolkan peran hukum dalam mencapai tujuan sosialis, mengambil peran yang berbeda dibandingkan konsep Barat yang lebih fokus pada perlindungan hak individu.
Penggabungan ide dari tokoh Barat seperti Julius Stahl dan A.V. Dicey, yang kemudian diteruskan oleh The International Commission of Jurists, memberikan landasan konsep negara hukum yang relevan untuk era saat ini, terutama dengan penekanan pada
prinsip peradilan yang tidak memihak. Dalam konteks demokrasi, terdapat berbagai konsep demokrasi yang berkembang dari zaman Yunani Kuno hingga saat ini, dan negara hukum demokratis menjadi bentuk yang diharapkan untuk menciptakan keadilan dan ketertiban dengan kekuasaan yang berasal dari rakyat. Di Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan negara hukum demokratis yang mewujudkan kekuasaan yang berpihak pada rakyat dengan nilai-nilai Pancasila sebagai panduan utama.
DAFTAR PUSTAKA
Kana hilips, A.(2008)NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI. https://ptun- jakarta.go.id/wp-content/uploads/file/berita/daftar_artikel/Negara%20Hukum%20Dan
%20Demokrasi.pdf.
Suhartini.(2019). DEMOKRASI DAN NEGARA HUKUM (dalam Konteks Demokrasi dan
Negara Hukum Indonesia). https://ptun-jakarta.go.id/wp-
content/uploads/file/berita/daftar_artikel/Negara%20Hukum%20Dan
%20Demokrasi.pdf.
Diniyanto , Dani Muhtada Ayon.(2018) DASAR-DASAR ILMU NEGARA. Semarang, Jawa Tengah. BPFH UNNES (Badan Penerbit Fakultas Hukum)