Sejak zaman Yunani Kuno istilah konstitusi telah dikenal, konstitusi pada zaman Yunani Kuno didefinisikan sebagai arti materil karena konstitusi itu belum diletakkan dalam suatu naskah yang tertulis. Ini dapat dibuktikan dari paham Aristoteles, seorang filsuf terkenal yang membedakan antara politea dan nomoi.
Politea diartikan sebagai konstitusi dan nomoi diartikan sebagai undang-undang biasa. Politea mengandung kekuasaan yang lebih tinggi daripada nomoi,
karena politea mempunyai kekuasaan membentuk sedangkan pada nomoi kekuasaan itu tidak ada,karena ia hanya merupakan materi yang harus dibentuk agar supaya tidak bercerai-cerai.
Prof. Dr. Marwan Mas, S.H., M.H dalam bukunya Hukum Konstitusi dan Kelembagaan Negara membagi kedalam dua definisi konstitusi, secara sempit dan secara luas. Secara sempit, konstitusi adalah keseluruhan peraturan hukum yang berlaku pada suatu negara, mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah. Sedang dalam definisi luas, konstitusi adalah piagam dasar atau dokumen mengenai hukum dasar suatu negara. Misalnya, Piagam Madinah atau Madinah Charter, yang kali ini saya akan mencoba sedikit menulisnya.
Madinah adalah bukti besar peradaban Islam, jejak-jejak kepemimpinan Nabi Muhammad sang pemimpin religio-politik tersimpan disini. Memilki visi kedepan, membangun fondasi persatuan, menjaga harmonisasi diantara para penduduknya dan menjadi contoh bagi peradaban modern, Piagam Madinah adalah salahsatu jejak-jejak yang tersimpan itu.
Piagam Madinah atau Madinah Charter sering diperbincangkan banyak kalangan, baik kalangan Muslim maupun non Muslim. Piagam Madinah membuktikan kepada dunia, bahwa Islam adalah sebagai agama perdamaian dan persaudaraan.
Piagam Madinah yang memuat kesepakatan diantara kabilah-kabilah di Madinah yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW telah mampu menjadi common platform dari kemajemukan atau heterogenitas masyarakat Madinah.
Secara tidak langsung ini adalah upaya untuk membangun toleransi diantara ummat beragama, Nabi hendak menunjukkan bahwa toleransi perlu dibangun baik dalam internal agama maupun eksternal agama.
Menurut KH Said Aqil Siradj Piagam Madinah memuat sebuah pesan yang sangat berharga bagi pengembangan konstitusi yang demokratis.
Piagam Madinah secara eksplisit sangat mengakomodasi kelompok-kelompok lainnya.
Mereka yang terlibat dalam piagam tersebut mempunyai komitmen untuk hidup bersama dengan damai dan saling bahu membahu dalam membangun Madinah sebagai kota yang berperadaban dan berkeadaban.
Jubair Situmorang dalam bukunya Politik Ketatanegaraan Dalam Islam memuat prinsip- prinsip ketatangeraan dan pemerintahan yang termaktub dalam Piagam Madinah yang dikemukakan oleh Munawir Syadzli, prinsip-prinsip tersebut terdiri atas:
Prinsip Kebangsaan
Prinsip Persatuan dan Persaudaraan
Prinsip Persamaan
Prinsip Kebebasan
Prinsip Hubungan antar pemeluk agama
Prinsip Pertahanan dan keamanan
Prinsip Kerukunan sesama warga
Prinsip Tolong-menolong
Prinsip Pembelaan masayarakat lemah
Prinsip Perdamaian
Prinsip Musyawarah
Prinsip Keadilan
Prinsip Supremasi hukum
Prinsip Kepemimpinan
Dan Prinsip Penegakkan kebenaran dan pemberantasan kezaliman
Piagam Madinah yang terdiri dari 47 pasal telah menegaskan sebagai sebuah
konstitusi yang membawa visi Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin, bahwa relasi kehidupan perlu dibangun terlepas dari suku, agama, ras, dan perbedaan yang lainnya.
Madinah telah menjadi saksi historis, bagaimana membangun nation-state yang menjunjung tinggi al musawah atau egaliterianisme, dengan batasan warga negaranya mematuhi dan melaksanakan hak dan kewajiban yang berlaku.
Dalam hal ini, Madinah Charter telah menjadi pijakan konstitusional yang kuat.
Bahkan beberapa ahli menyebut bahwa Piagam Madinah menjadi role model bagi kontitusi modern
https://www.kompasiana.com/faiz26796/5cc30ede3ba7f7083d2656d4/piagam- madinah-konstitusi-modern-yang-dibuat-nabi-muhammad-saw?page=2