• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KESEHATAN LAHAN KERING KEPULAUAN KEJADIAN PENYAKIT HIV/AIDS DI KOTA KUPANG

N/A
N/A
Marcellya Fena Fanisa Faot

Academic year: 2023

Membagikan "MAKALAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KESEHATAN LAHAN KERING KEPULAUAN KEJADIAN PENYAKIT HIV/AIDS DI KOTA KUPANG"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

PERENCANAAN PEMBANGUNAN KESEHATAN LAHAN KERING KEPULAUAN KEJADIAN PENYAKIT HIV/AIDS DI KOTA KUPANG

KELOMPOK 13:

1. ALOYS MENO 2007010054

2. ALBERTHO RUDIN LOPSAU 2007010149 3. DINI LIDYA KRISTIANI MAFEFA 2107010013 4. ERLINA RUMILYAH T. BAIFETO 2007010217 5. MARCELLYA FENA FANISA FAOT 2007010094

PROGARAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG

2023

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena atas penyertaan dan perlindungan- Nya penyusun dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah berupa makalah berjudul Kejadian Penyakit

HIV/AIDS.

Makalah berjudul Kejadian Penyakit HIV/AIDS di Kota Kupang, NTT disusun guna memenuhi penilaian tugas dari dosen Dr. Muntasir, S.Si.Apt.,M.Si, pada mata kuliah Perencanaan Pembangunan Kesehatan Lahan Kering Kepulauan di Universitas Nusa Cendana.

Selain itu, penyusun juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan pembaca tentang Penyakit HIV/AIDS di Kota Kupang, NTT.

Penyusun mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dosen Dr. Muntasir, S.Si.Apt.,M.Si yang telah memberikan tugas ini. Penyusun juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan

saran yang membangun akan penyusun terima demi kesempurnaan makalah ini.

Kupang, 16 Oktober 2023

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...2

DAFTAR ISI...3

BAB I...4

PENDAHULUAN...4

1.2 Latar Belakang...4

1.2 Rumusan Masalah...5

1.3 Tujuan Penulisan...5

1.4 Manfaat Penulisan...5

BAB II...6

PEMBAHASAN...6

2.1 Budaya Lahan Kering Kepulauan...6

2.2 Kajian Teori Penyakit HIV/AIDS...7

2.3 Analisis Situasi, Rapid Survey, dan Need Assesment...7

2.3.1 Analisis Situasi...7

2.3.2 Rapid Survey (Survei Cepat)...8

2.3.3 Need Assessment (Penilaian Kebutuhan)...9

2.4 Hasil Analisis Situasi Penyakit HIV/AIDS di Kota Kupang...9

2.5 Teori Fishbone dan Kaitannya dengan Perencanaan...11

2.6 Teori Blum dan Kajian Blum Kejadian HIV/AIDS di Kota Kupang...12

2.7 Teori Metode Prioritas Masalah (USG, CARL dan MCUA)...14

2.8 Teori Metode Alternatif Prioritas Masalah (Bryant, PEARL Dan Reinke)...18

BAB III...24

PENUTUP...24

3.1 Kesimpulan...24

DAFTAR PUSTAKA...25

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang dapat melemahkan kemampuan tubuh melawan infeksi dan penyakit. Virus. Di dalam tubuh, HIV secara spesifik menghancurkan sel CD4 (sel T). Sel CD4 adalah bagian dari sistem imun yang spesifik bertugas melawan infeksi. Infeksi HIV menyebabkan jumlah sel CD4 turun sangat drastis sehingga sistem imun tubuh Anda tidak kuat untuk melawan infeksi. Akibatnya, jumlah viral load HIV (jumlah virus HIV dalam darah) menjadi tinggi.

Itu artinya sistem kekebalan tubuh sudah gagal bekerja melawan HIV dengan baik.

Sementara itu, AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome dan dianggap sebagai tahap akhir dari infeksi HIV jangka panjang. AIDS adalah sekumpulan gejala yang muncul ketika infeksi HIV sudah dalam stadium sangat parah. Pengidap HIV bisa dikatakan sudah terkena AIDS apabila jumlah sel CD4 dalam tubuhnya turun hingga kurang dari 200 sel per 1 ml atau 1 cc darah. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa perbedaan paling utama antara keduanya adalah AIDS merupakan penyakit kronis sebagai wujud dari infeksi HIV yang melemahkan daya tahan tubuh. Orang dengan HIV dan AIDS memiliki sistem imun yang sangat lemah sehingga sangat rentan terhadap risiko infeksi oportunis yang muncul bersamaan dengan infeksi HIV, seperti tuberkulosis, dan pneumonia.

Di Indonesia, penduduk yang mengidap HIV/AID sekitar 170.000 sampai 210.000 dari 220 juta penduduk. Perkiraan prevalensi keseluruhan adalah 0,1% di seluruh negeri, dengan pengecualian Provinsi Papua, di mana angka epidemik diperkirakan mencapai 2,4%, dan cara penularan utamanya adalah melalui hubungan seksual tanpa menggunakan pelindung. Jumlah kasus kematian akibat AIDS di Indonesia diperkirakan mencapai 5.500 jiwa. Epidemi tersebut terutama terkonsentrasi di kalangan pengguna obat terlarang melalui jarum suntik dan pasangan intimnya, orang yang berkecimpung dalam kegiatan prostitusi dan pelanggan mereka, dan pria yang melakukan hubungan seksual dengan sesama pria. Sejak 30 Juni 2007,

(5)

42% dari kasus AIDS yang dilaporkan ditularkan melalui hubungan heteroseksual dan 53%

melalui penggunaan obat terlarang.

Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), menghadapi tantangan yang cukup besar dalam menangani epidemi HIV/AIDS. Jumlah orang yang terinfeksi virus di kota ini terus meningkat selama bertahun-tahun. Situasi di Kota Kupang merupakan bagian dari tren yang lebih besar di NTT, dimana jumlah kasus HIV/AIDS terus meningkat. Dari tahun 2002 hingga 2015, jumlah kasus di kota ini mencapai 1.905 kasus, dan pada Agustus 2022 meningkat menjadi 2.117 kasus. Kota kupang juga memiliki jumlah kasus tertinggi di NTT pada tahun 2021, dengan 132 kasus yang dilaporkan.

Menurut data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), hingga Januari 2023, terdapat 1.934 pengidap HIV/AIDS di Kota Kupang. Pada bulan Desember 2022, Sekretaris Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Kota Kupang, Yoseph Rera Beka, melaporkan bahwa 1.181 laki-laki dan 724 perempuan tertular virus di kota tersebut. Oleh karena itu, dibuthkan suatu referensi yang khusus untuk membahas kejadian penyakit HIV/AIDS di Kota Kupang.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana analisis situasi, penentuan prioritas masalah dan solusi bagi kejadian HIV/AIDS di Kota Kupang ?

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk dijadikan sarana edukasi bagi pembaca berkaitan dengan kejadian HIV/AIDS di Kota Kupang

1.4 Manfaat Penulisan

Menambah pengetahuan pembaca tentang analisis kejadian HIV/AIDS di Kota Kupang

(6)

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Budaya Lahan Kering Kepulauan

Kata budaya itu sendiri adalah suatu bahasa yang berasal dari dua bahasa yakni sansekerta, dan Inggris. Menurut bahasa sansekerta kata budaya berarti buddhayah yang artinya bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Sedangkan menurut bahasa Inggris budaya dikenal dengan kata culture yang berasal dari bahasa latin yaitu colere yang memiliki arti yaitu mengolah atau mengerjakan. Istilah culture juga digunakan dalam bahasa Indonesia dengan kata serapan yaitu kultur. Budaya berkaitan dengan budi dan akal manusia. Budaya merupakan pola atau cara hidup yang berkembang oleh sekelompok orang, kemudian diturunkan pada generasi selanjutnya.

Lahan kering adalah lahan dengan ketersediaan air terbatas, kondisi tanah yang kurang subur (minim unsur hara), dan memiliki tekstur tanah berpasir dengan suhu sangat tinggi dan kelembaban rendah. Lahan kering terjadi akibat dari rendahnya surah hujan sehingga ketersediaan airnya sangat terbatas. Lahan kering terdapat pada daerah dengan kondisi antisiklon yang permanen, seperti daerah yang terdapat pada antisiklon tropisme. Pada daerah ini biasanya ditandai dengan adanya perputaran angin yang berlawanan arah jarum jam di utara garis katulistiwa dan perpuataran angin searah jarum jam di selatan garis katulistiwa.

Ciri-ciri lahan kering kepulauan yitu terdiri atas pulau besar dan kecil yang menerima tingkat kekeringan yang berbedabeda bergantung pada posisi geografiknya terhadap terhadap angin monsun Barat yang basah dan angin monsun tenggara yang kering. Tingkat kekeringan yang tidak merata, di dalam wilayah yang secara umum berada pada nisban P/Epot 0,05–0,65 terdapat wilayah-wilayah kantong dengan nisban P/Epot yang lebih rendah (lahan lebih basah). Masyarakat melakukan adaptasi menyeluruh dalam menjalani penghidupan (livelihoods) untuk memungkinkan mereka bertahan menghadapi berbagai tingkat kekeringan. Lahan Kering Kepulauan mempunyai masalah, tetapi sekaligus juga potensi.

(7)

2.2 Kajian Teori Penyakit HIV/AIDS

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menginfeksi sel darah putih dan dapat menyebabkan penurunan kekebalan tubuh manusia. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala yang timbul karena adanya penurunan kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV (Kemenkes RI, 2020). Secara struktural morfologinya, virus HIV sangat kecil sama halnya dengan virus-virus lain, bentuk virus HIV terdiri atas sebuah silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar melebar dan pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA atau Ribonucleic Acis.

Bedanya virus HIV dengan virus lain, HIV dapat dapat memproduksi selnya sendiri dalam cairan darah manusia, yaitu pada sel darah putih. Sel-sel darah putih yang biasanya dapat melawan virus, lain halnya dengan virus HIV. Virus ini justru dapat memproduksi sel sendiri untuk merusak sel darah putih. Sebelum virus HIV berubah menjadi AIDS, akibat menurunnya kekebalan tubuh maka orang tersebut sangat mudah terkena berbagai penyakit infeksi (Infodatin HIV/AIDS, 2014) HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia.

Cairan yang Berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan ASI. Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara yaitu melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan HIV, melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukan, melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian, melalui transplantasi organ pengidap HIV, penularan dari ibu ke anak dan melalui hubungan seksual. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki- laki. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tidak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.

2.3 Analisis Situasi, Rapid Survey, dan Need Assesment 2.3.1 Analisis Situasi

Analisis situasi merupakan tahap pengumpulan data yang ditempuh peneliti sebelum merancang dan merencanakan program. Analisis situasi bertujuan untuk mengumpulkan informasi mencakup jenis dan bentuk kegiatan, pihak atau publik yang terlibat, tindakan dan strategi yang akan diambil, taktik, serta anggaran biaya yang diperlukan dalam melaksanakan program. Pada umumnya, proses analisis situasi terdiri

(8)

dari analisis situasi internal dan analisis situasi eksternal. Analisis situasi internal merupakan tinjauan ulang secara menyeluruh terhadap persepsi dan tindakan organisasi. Jenis dari analisis situasi internal adalah hubungan personal (personal contact), informasi kunci (key informan), Internet, badan pengawas (advisory board), ombudsman, dan penelitian lapangan (field research). Analisis situasi eksternal merupakan tinjauan ulang secara sistematis latar belakang masalah yang berada di luar organisasi. Jenis dari analisis situasi eksternal mencakup data sekunder (studi pustaka), survei, pengamatan, dan analisis isi.

2.3.2 Rapid Survey (Survei Cepat)

Survei cepat adalah salah satu metode survei yang dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang suatu masalah dalam jangka waktu yang relatif pendek , dengan biaya yang murah dan hasil yang optimal. Dari namanya sebagai suatu survei yang cepat maka kecepatan waktu yang dimaksud ini adalah hanya selama 3-4 minggu , mulai dari tahap persiapannya sampai keluarnya laporan hasil survei. Survei cepat dilakukan pada saat hendak menggambarkan karakteristik kasus atau melihat sebuah gejala serta penyebab sebuah fenomena. Informasi yang didapat bisa berupa informasi tentang cakupan atau prevalensi suatu kejadian, bisa juga informasi mengenai hubungan antar variabel. Adapun ciri-ciri dari survei cepat, yaitu:

a. Digunakan untuk mengukurkejadian yang sering terjadi dimasyarakat

b. Pengambilan sampel secara klaster dua tahap, dimana untuk tiap kabupaten diambil sebanyak 30 klaster dan masing-masing klaster diambil sebanyak 7 sampai dengan 10 responden saja

c. Jumlah pertanyaan cukup 20 -30 pertanyaan saja dan bersifat sederhana

d. Rancangan sampel, memasukkan data, pengolahan dan analisis data dilakukan dengan bantuan komputer

e. Waktu sejak pelaksanaan sampai pelaporan bisa dilaksanakan secara singkat

f. Analisis data, penyajian data dan hasil survei disajikan dengan memakai teknik statistik yang sederhana dengan tetap memperhatikan kaidah statistik yang berlaku

(9)

2.3.3 Need Assessment (Penilaian Kebutuhan)

Penilaian kebutuhan adalah proses sistematis untuk menentukan dan menangani kebutuhan, atau "kesenjangan" antara kondisi saat ini dan kondisi yang diinginkan atau

"keinginan". Perbedaan antara kondisi saat ini dan kondisi yang diinginkan harus diukur untuk mengidentifikasi kebutuhan secara tepat. Need Assessment sendiri memilliki tujuan, yaitu:

a.

Memastikan bahwa program penyelesaian masalah memang merupakan salah satu solusi untuk memperbaiki masalah atau meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kelompok sasaran.

b.

Memastikan bahwa sasaran baik individu maupun lembaga benar-benar sasaran yang tepat.

c.

Memastikan bahwa pengetahuan dan keterampilan yang menjadi pembelajaran selama program penyelesaian masalah benar-benar sesuai dengan elemen-elemen yang dituntut dari suatu capaian tertentu.

2.4 Hasil Analisis Situasi Penyakit HIV/AIDS di Kota Kupang

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menginfeksi sel darah putih dan dapat menyebabkan penurunan kekebalan tubuh manusia. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala yang timbul karena adanya penurunan kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV (Kemenkes RI, 2020). Secara struktural morfologinya, virus HIV sangat kecil sama halnya dengan virus-virus lain, bentuk virus HIV terdiri atas sebuah silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar melebar dan pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA atau Ribonucleic Acis.

Bedanya virus HIV dengan virus lain, HIV dapat dapat memproduksi selnya sendiri dalam cairan darah manusia, yaitu pada sel darah putih. Sel-sel darah putih yang biasanya dapat melawan virus, lain halnya dengan virus HIV. Virus ini justru dapat memproduksi sel sendiri untuk merusak sel darah putih. Sebelum virus HIV berubah menjadi AIDS, akibat menurunnya kekebalan tubuh maka orang tersebut sangat mudah terkena berbagai penyakit infeksi (Infodatin HIV/AIDS, 2014) HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang Berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan ASI. Penularan HIV dapat

(10)

terjadi melalui berbagai cara yaitu melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan HIV, melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukan, melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian, melalui transplantasi organ pengidap HIV, penularan dari ibu ke anak dan melalui hubungan seksual. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki- laki.

Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tidak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.

Menurut data WHO, tercatat 39 juta orang mengidap penykit HIV/AIDS dengan jumlah kematian 630 ribu jiwa di seluruh dunia pada tahun 2022. Dari jumlah itu, mayoritas berasal dari wilayah Afrika, yakni 25,6 juta kasus. Wilayah Asia Tenggara dan Amerika Serikat menempati urutan berikutnya dengan jumlah kasus HIV masing-masing sebanyak 3,8 juta kasus. Kemudian diikuti wilayah Eropa dengan 2,8 juta kasus. Berikutnya kawasan Pasifik Barat mempunyai 1,9 juta kasus HIV. Terakhir, kawasan Mediterania Timur tercatat memiliki kasus HIV sebanyak 430 ribu kasus. Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, pada 2021 pengidap HIV paling banyak perempuan mencapai 19,7 juta orang dibandingkan laki-laki yang sebanyak 16,9 juta orang.

Sementara berdasarkan kelompok usia, kasus HIV global pada kelompok usia 15 tahun ke atas sebanyak 36,7 juta kasus. Adapun pada kelompok usia anak-anak 15 tahun ke bawah hanya 1,7 juta kasus.

Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), menghadapi tantangan yang cukup besar dalam menangani epidemi HIV/AIDS. Jumlah orang yang terinfeksi virus di kota ini terus meningkat selama bertahun-tahun. Situasi di Kota Kupang merupakan bagian dari tren yang lebih besar di NTT, dimana jumlah kasus HIV/AIDS terus meningkat. Dari tahun 2002 hingga 2015, jumlah kasus di kota ini mencapai 1.905 kasus, dan pada Agustus 2022 meningkat menjadi 2.117 kasus. Kota kupang juga memiliki jumlah kasus tertinggi di NTT pada tahun 2021, dengan 132 kasus yang dilaporkan.

Menurut data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), hingga Januari 2023, terdapat 1.934 pengidap HIV/AIDS di Kota Kupang. Pada bulan Desember 2022, Sekretaris Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Kota Kupang, Yoseph Rera Beka, melaporkan bahwa 1.181 laki- laki dan 724 perempuan tertular virus. Kelompok usia produktif (15-49 tahun) terbanyak terinveksi HIV/AIDS, yakni sebanyak 641 kasus. Anak-anak usia di bawah 1 tahun sebanyak 8

(11)

orang yang terpapar dari orangtua. Sementara kelompok usia lebih dari 50 tahun 58 orang. Jika dalam pemeriksaan yang bersangkutan dinyatakan positif HIV, orang dengan status baru ini perlu pendampingan agar mereka bisa menerima kenyataan itu dan bersedia mendapatkan layanan medis. Mereka yang menolak melakukan pengobatan dan terapi medis, serta lebih memilih pengobatan tradisional, usia harapan hidup lebih pendek ketimbang terapi medis dengan mengonsumsi ARV.

Dari sisi risiko, hubungan heteroseksual menempati urutan tertinggi kasus, yakni 743 orang, dan homoseksual sebanyak 122 kasus. Sesuai jenis pekerjaan, kelompok ibu rumah tangga menempati urutan tertinggi, yakni 214 kasus, petani 177 kasus, karyawan swasta 148, pelajar dan mahasiswa sebanyak 44 kasus, pekerja seks komersial 16 kasus, dan mantan pekerja migran sebanyak 4 kasus.

Menurut HL. Bloom, derajat kesehatan dipengaruhi oleh 4 faktor diantaranya perilaku hidup, pelayanan kesehatan, genetik, dan lingkungan. (Alexander, 2016). Kejadian HIV/AIDS, dipengaruhi oleh perilaku seperti free sex, Lelaki Suka Lelaki (LSL) dan narkoba. Pelayanan kesehatan seperti ketersediaan sarana prasarana, peranan petugas kesehatan. Kondisi lingkungan seperti pengaruh teman sejawad, peran keluarga, peran masyarakat, kebijakan pemerintah.

Genetik dapat dipengaruhi oleh hal seperti pemberian Air Susu Ibu dan persalinan normal.

Seseorang yang terinfeksi HIV/AIDS dipengaruhi oleh lingkungan yakni lingkungan keberadaan seseorang ditengah-tengah kelompok berisiko HIV, perilaku berisiko dalam hal ini cara penularan HIV dapat melalui hubungan seks vaginal berisiko, anal seks berisiko, bergantian peralatan suntik, transfusi darah, dan transmisi ibu ke anak.

2.5 Teori Fishbone dan Kaitannya dengan Perencanaan

Diagram tulang ikan merupakan salah satu metode untuk menganalisa penyebab dari sebuah masalah. Fungsi dasar diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ CauseandEffect (Sebab dan Akibat)/ Ishikawa adalah untuk mengidentifikasi dan mengorganisasi penyebab-penyebab yang mungkin timbul dari suatu efek spesifik dan kemudian memisahkan akar penyebabnya. Fishbone Diagram sendiri banyak digunakan untuk membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah dan membantu menemukan ide-ide untuk solusi suatu masalah. Dalam membuat diagram ini, yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi masalah, mengidentifikasi faktor-

(12)

faktor utama masalah, menemukan kemungkinan penyebab dari setiap faktor dan melakukan Analisa hasil diagram yang sudah dibuat.

Diagram Fishbone pada kejadian HIV/AIDS

2.6 Teori Blum dan Kajian Blum Kejadian HIV/AIDS di Kota Kupang

Menurut HL. Bloom, derajat kesehatan dipengaruhi oleh 4 faktor diantaranya perilaku hidup, pelayanan kesehatan, genetik, dan lingkungan. (Alexander, 2016). Kejadian HIV/AIDS, dipengaruhi oleh perilaku seperti free sex, Lelaki Suka Lelaki (LSL) dan narkoba.

Pelayanan kesehatan seperti ketersediaan sarana prasarana, peranan petugas kesehatan. Kondisi lingkungan seperti pengaruh teman sejawad, peran keluarga, peran masyarakat, kebijakan pemerintah. Genetik dapat dipengaruhi oleh hal seperti pemberian Air Susu Ibu dan persalinan normal. Seseorang yang terinfeksi HIV/AIDS dipengaruhi oleh lingkungan yakni lingkungan keberadaan seseorang ditengah-tengah kelompok berisiko HIV, perilaku berisiko dalam hal ini cara penularan HIV dapat melalui hubungan seks vaginal berisiko, anal seks berisiko, bergantian peralatan suntik, transfusi darah, dan transmisi ibu ke anak. Uraian faktor-faktor tersebut adalah:

1. Gaya hidup

(13)

Faktor gaya hidup yang menyebabkan resiko tertular HIV: praktik seksual tidak aman, penggunaan jarum suntik bersama dan narkotika, pasangan seksual berganti-ganti atau banyak pasangan seksual, pencegahan, menggunakan jarum suntik bergantian dan edukasi

(14)

2. Lingkungan

Pengaruh lingkungan terhadap kejadian HIV/AIDS : kemiskinan dan ketidaksetaraan ekonomi, akses terhadap layanan kesehatan, sosial dan budaya, pendidikan dan kesadaran, ketersediaan narkotika, dan seks bebas

3. Keturunan atau genetik

Beberapa aspek pengaruh genetik terhadap kejadian HIV/AIDS : Susceptibility (rentan terhadap infeksi, respon imunologi, Progression of the Disease (progresivitas penyakit), respon terhadap pengobatan, penularan dan reservoir HIV.

4. Pelayanan kesehatan

a. Tes, Diagnosa, dan Penyaringan:

Pelayanan kesehatan menyediakan tes HIV untuk mendeteksi infeksi. Tes dini, diagnosa tepat, dan penyaringan yang efektif memungkinkan identifikasi kasus HIV lebih awal, sehingga memungkinkan intervensi yang lebih cepat.

b. Akses ke Perawatan dan Pengobatan:

Pelayanan kesehatan memberikan akses ke perawatan medis yang diperlukan bagi individu yang terinfeksi HIV. Ini termasuk resep dan administrasi obat anti- retroviral (ARV) untuk mengendalikan replikasi virus dan memperlambat progresi penyakit.

c. Konseling dan Edukasi:

Pelayanan kesehatan menyediakan konseling dan edukasi kepada individu terkait HIV/AIDS, termasuk praktik seksual yang aman, penggunaan kondom, dan pencegahan penularan kepada orang lain.

d. Pencegahan Penularan Vertikal:

Pelayanan kesehatan membantu dalam pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi selama persalinan, melalui terapi antiretroviral (ART) untuk ibu hamil, persalinan yang aman, dan memberikan ASI pengganti jika diperlukan.

e. Konseling dan Dukungan Psikososial:

(15)

Pelayanan kesehatan memberikan dukungan psikososial dan konseling bagi individu yang hidup dengan HIV/AIDS untuk membantu mereka mengatasi stres, stigma, dan masalah emosional yang terkait dengan kondisi mereka.

(16)

Teori Blum untuk Kejadian HIV/AIDS di Kota Kupang Masalah

Kesehatan

Pelayanan

Kesehatan Lingkungan Perilaku Kependudukan Meningkatnya

masalah penyakit HIV/AIDS

Petugas kesehatan kurang memberikan informasi mengenai penyakit HIV/AIDS

1. kemiskinan dan

ketidaksetaraan ekonomi 2. akses terhadap

layanan kesehatan 3. sosial dan

budaya

4. pendidikan dan kesadaran 5. ketersediaan

narkotika 6. seks bebas

1. praktik

seksual tidak aman

2. penggunaan jarum suntik bersama dan narkotika 3. pasangan

seksual berganti-ganti atau banyak pasangan seksual 4. pencegahan,

menggunakan jarum suntik bergantian 5. edukasi

Penderita cenderung mengalami stigma negatif

2.7 Teori Metode Prioritas Masalah (USG, CARL dan MCUA) Dalam menentuakan prioritas masalah terdapat beberapa metode:

a. Metode USG

USG adalah salah satu alat untuk menyusun urutan prioritas isu yang harus diselesaikan.

Caranya dengan menentukan tingkat urgensi, keseriusan dan perkembangan isu dengan menentukan skala nilai 1-5 atau 1-10. Dalam tahapan perencanaan kesehatan kita akan mendapati suatu tahapan yaitu tahapan menentukan prioritas masalah. Dalam metode USG sendiri terdiri atas tiga komponen, yaitu Urgency (seberapa serius isu/masalah),

(17)

Seriousness (seberapa serius isu/masalah), dan Growth (seberapa isu/masalah akan berkembang).

Masalah U S G Total

Meningkatnya masalah penyakit HIV/AIDS 2 2 2 6 Petugas kesehatan kurang memberikan

informasi mengenai penyakit HIV/AIDS

2 1 1 4

Akibat lingkungan 3 2 3 8

Akibat perilaku 2 2 3 7

Penderita cenderung mengalami stigma negatif

1 1 1 3

b. Metode CARL

Metode CARL merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan untuk menentukan prioritas masalah jika data yang tersedia adalah data kualitatif. Metode ini dilakukan dengan menentukan skor atas kriteria tertentu, seperti kemampuan (capability), kemudahan (accessibility), kesiapan (readiness), serta pengungkit (leverage).

a. Capability merupakan ketersediaan sumber daya yang ada, misalnya adalah dana.

b. Accessbility menunjukkan kemudahan bila prioritas tersebut dilakukan.

c. Readiness menunjukkan kesiapan dari tenaga kerja yang ada, seperti keahlian atau kemampuan dan motivasi.

d. Leverage menunjukkan dampak yang diberikan bila prioritas permasalah ini dilakukan dan diatasi.

Masalah yang ada lalu diidentifikasi dan dibuat tabel kriteria CARL untuk diisi nilainya.

Nilai yang diisi memiliki angka minimum 1 hingga yang tertinggi adalah 10. Setelah seluruh kriteria permasalahan diisi maka nilai akan dikalikan untuk menentukan prioritas apa yang harus dilakukan terlebih dahulu. Semakin tinggi nilai yang didapatkan menunjukkan prioritas.

(18)

Masalah

Program HIV/AIDS C A R L Total Prioritas

MS-1 5 4 5 5 500 1

MS-2 5 4 4 5 400 2

MS-3 3 2 3 2 36 9

MS-4 4 4 4 5 320 3

MS-5 2 4 1 2 16 13

MS-6 1 3 3 2 18 12

MS-7 3 1 3 3 27 11

MS-8 4 4 2 4 138 6

MS-9 3 2 4 4 96 7

MS-10 1 4 2 3 24 10

MS-11 5 3 3 4 180 4

MS-12 4 4 2 5 160 5

MS-13 3 2 4 3 72 8

MS-14 3 1 3 1 9 14

Keterangan masalah :

 MS-1 : Kurangnya kesadaran tentang penularan HIV

 MS-2 : Perilaku seksual yang berisiko

 MS-3 : Stigma dan dikriminasi membuat orang takut melakukan pengobatan

 MS-4 : Akses terbatas ke fasilitas perawatan kesehatan

 MS-5 : Migrasi

 MS-6 : Ketidaksetaraan sosialekonomi

 MS-7 : Kurangnya edukasi seksual

 MS-8 : Kurangnya penyuluhan terkait penularan HIV/AIDS

 MS-9 : Sumber daya pencegahan yang tidak efisien

 MS-10 : Kurangnya akses terhadap terapi ART yang terjangkau

 MS-11 : Infrastruktur perawatan kesehatan yang buruk di beberapa daerah

(19)

 MS-12 : Penggunaan alat kontrasepsi yang rendah

 MS-13 : Pasokan obat – obatan yang tidak konsisten

 MS-14 : Sarana prasarana penyuluhan terbatas

c. Metode MCUA

Metode MCUA secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam pemecahan masalahm setelah masalah diidentifikasi barulah menetapkan prioritas masalah. Masalah dengan prioritas tinggi akan mendapat alokasi sumber daya tinggi. Definisi metode MCUA yakni:

a. MCUA adalah suatu teknik atau metode yang digunakan untuk membantu tim dalam mengambil keputusan atas beberapa alternatif

b. Alternatif dapat berupa masalah pada langkah penentuan prioritas masalah atau pemecahan masalah pada langkah penetapan prioritas pemecahan masalah

c. Kriteria adalah batasan yang digunakan untuk menyaring alternatif masalah sesuai kebutuhan

Keterangan skor :

5 = Sangat besar 2 = Kecil 4 = Besar 1 = Sangat kecil 3 = Sedang

Setelah dilakukannya penetapan prioritas masalah dengan menggunakan metode MCUA, maka didapatkan prioritas masalahnya yaitu penggunaan alat kontrasepsi yang rendah. Selain itu juga ada beberapa masalah yang masih memiliki nilai tinggi untuk

(20)

dijadikan prioritas masalah yaitu kurangnya edukasi seksual dan kurangnya penyuluhan terkait penularan HIV/AIDS.

(21)

2.8 Teori Metode Alternatif Prioritas Masalah (Bryant, PEARL Dan Reinke) a. Metode Bryant

Acuan pemberian nilai yaitu untuk masalah dengan magnitude tinggi diberi nilai 4 atau 5. Bila magnitude-nya rendah, diberi nilai 2 atau 1. Demikian juga dengan severity, vulnerability, dan public concern. Namun untuk cost, bila biaya mahal, diberi skor rendah.

Dengan memakai tabel, dapat ditetapkan masalah mana yang mendapat prioritas, dengan cara mengalikan skor masing-masing kriteria.

Bobot masalah : M x S x V x C x CC Masalah Magnitude Severity Vulnerabilit

y Cost Community

Concern Total Peringkat

MS-1 4 2 3 3 4 288 6

MS-2 5 3 2 3 3 270 7

MS-3 4 3 2 3 2 144 9

MS-4 3 2 2 3 3 108 10

MS-5 3 2 3 3 2 108 10

MS-6 4 3 2 3 3 216 8

MS-7 4 3 4 4 3 576 2

MS-8 3 4 4 4 2 384 4

MS-9 3 3 3 4 3 324 5

MS-10 2 3 2 3 1 36 11

MS-11 4 3 3 3 4 432 3

MS-12 5 4 4 3 3 720 1

MS-13 4 3 2 3 2 144 9

MS-14 3 2 4 4 3 288 6

Keterangan masalah :

 MS-1 : Kurangnya kesadaran tentang penularan HIV.

 MS-2 : Perilaku seksual yang berisiko.

 MS-3 : Stigma dan dikriminasi membuat orang takut melakukan pengobatan

 MS-4 : Akses terbatas ke fasilitas perawatan kesehatan

 MS-5 : Migrasi

 MS-6 : Ketidaksetaraan sosialekonomi

(22)

 MS-7 : Kurangnya edukasi seksual

 MS-8 : Kurangnya penyuluhan terkait penularan HIV/AIDS

 MS-9 : Sumber daya pencegahan yang tidak efisien

 MS-10 : Kurangnya akses terhadap terapi ART yang terjangkau

 MS-11 : Infrastruktur perawatan kesehatan yang buruk di beberapa daerah

 MS-12 : Penggunaan alat kontrasepsi yang rendah

 MS-13 : Pasokan obat – obatan yang tidak konsisten

 MS-14 : Sarana prasarana penyuluhan terbatas.

Dari tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi prioritas masalahnya ialah penggunaan alat krontrasepsi yang rendah sebagai urutan pertama, kemudian diurutan kedua yaitu kurangnya edukasi socsial dan diurutan ketiga yakni infrastruktur perawatan kesehatan yang buruk di beberapa daerah.

b. Metode PEARL

Penggunaan metoda Hanlon dalam penetapan prioritas pemecahan masalah menggunakan 4 kriteria, yaitu:

1. Kelompok kriteria A yaitu besarnya masalah (magnitude)

2. Kelompok kriteria B yaitu Tingkat kegawatan masalah (emergency/seriousness) 3. Kelompok kriteria C yaitu kemudahan penanggulangan masalah (causability)

4. Kelompok kriteria D yaitu dapat atau tidaknya program dilaksanakan menggunakan istilah PEARL faktor

(23)

Masalah Program HIV/AIDS

A B C D

Total Prioritas

P E A R L

MS-1 5 5 5 1 1 1 1 1 125 1

MS-2 3 2 4 1 1 1 1 1 24 9

MS-3 4 3 4 1 1 1 1 1 48 5

MS-4 4 5 3 1 1 1 1 1 60 4

MS-5 2 3 5 0 1 0 0 0 0 -

MS-6 2 3 4 0 1 1 0 1 0 -

MS-7 5 3 3 1 1 1 1 1 45 6

MS-8 3 3 4 1 1 1 1 1 36 7

MS-9 5 3 4 1 0 1 0 1 0 -

MS-10 1 1 3 1 0 0 1 0 0 -

MS-11 5 5 4 1 1 1 1 1 100 2

MS-12 4 5 4 1 1 1 1 1 80 3

MS-13 3 2 3 1 1 1 1 1 18 10

MS-14 3 3 3 1 1 1 1 1 27 8

Keterangan masalah :

 MS-1 : Kurangnya kesadaran tentang penularan HIV.

 MS-2 : Perilaku seksual yang berisiko.

 MS-3 : Stigma dan dikriminasi membuat orang takut melakukan pengobatan

 MS-4 : Akses terbatas ke fasilitas perawatan kesehatan

 MS-5 : Migrasi

 MS-6 : Ketidaksetaraan sosialekonomi

 MS-7 : Kurangnya edukasi seksual

 MS-8 : Kurangnya penyuluhan terkait penularan HIV/AIDS

 MS-9 : Sumber daya pencegahan yang tidak efisien

 MS-10 : Kurangnya akses terhadap terapi ART yang terjangkau

 MS-11 : Infrastruktur perawatan kesehatan yang buruk di beberapa daerah

(24)

 MS-12 : Penggunaan alat kontrasepsi yang rendah

 MS-13 : Pasokan obat – obatan yang tidak konsisten

 MS-14 : Sarana prasarana penyuluhan terbatas.

Berdasarkan tabel diatas, maka alternatif pemecahan prioritas masalahnya dengan melihat peringkat diatas adalah kurangnya kesadaran tentang penularan HIV.

c. Metode Reinke

Metode Reinke merupakan metode dengan mempergunakan skor. Nilai skor berkisar 1-5 atas serangkaian kriteria:

M = Magnitude of the problem yaitu besarnya masalah yang dapat dilihat dari % atau jumlah/kelompok yang terkena masalah, keterlibatan masyarakat serta kepentingan instansi terkait.

I = Importancy atau kegawatan masalah yaitu tingginya angkamorbiditas dan mortalitas serta kecenderunagn dari waktu ke waktu.

V =Vulnerability yaitu sensitif atau tidaknya pemecahan masalah dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Sensitifitas dapat diketahui dari perkiraan hasil (output) yang diperoleh dibandingkan dengan pengorbanan (input) yang dipergunakan.

C =Cost yaitu biaya atau dana yang dipergunakan untuk melaksanakan pemecahan masalah.

Semakin besar biaya semakin kecil skornya

(25)

Keterangan masalah :

 MS-1 : Kurangnya kesadaran tentang penularan HIV.

 MS-2 : Perilaku seksual yang berisiko.

 MS-3 : Stigma dan dikriminasi membuat orang takut melakukan pengobatan

 MS-4 : Akses terbatas ke fasilitas perawatan kesehatan

 MS-5 : Migrasi

 MS-6 : Ketidaksetaraan sosialekonomi

 MS-7 : Kurangnya edukasi seksual

 MS-8 : Kurangnya penyuluhan terkait penularan HIV/AIDS

 MS-9 : Sumber daya pencegahan yang tidak efisien

 MS-10 : Kurangnya akses terhadap terapi ART yang terjangkau

 MS-11 : Infrastruktur perawatan kesehatan yang buruk di beberapa daerah

(26)

 MS-12 : Penggunaan alat kontrasepsi yang rendah

 MS-13 : Pasokan obat – obatan yang tidak konsisten

 MS-14 : Sarana prasarana penyuluhan terbatas.

Berdasarkan tabel diatas, maka alternatif pemecahan prioritas masalahnya dengan melihat peringkat diatas adalah kurangnya edukasi seksual dan kurangnya penyuluhan terkait penularan HIV/AIDS.

(27)

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang dapat melemahkan kemampuan tubuh melawan infeksi dan penyakit.

Sementara itu, AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome dan dianggap sebagai tahap akhir dari infeksi HIV jangka panjang. AIDS adalah sekumpulan gejala yang muncul ketika infeksi HIV sudah dalam stadium sangat parah. Pengidap HIV bisa dikatakan sudah terkena AIDS apabila jumlah sel CD4 dalam tubuhnya turun hingga kurang dari 200 sel per 1 ml atau 1 cc darah.

Masalah yang penulis masukan untuk penentuan prioritas masalah dan program terdapat 14 masalah. Dengan banyaknya masalah terkait kejadian HIV/AIDS maka diperluan suatu upaya pencegahan untuk meminimalisir kejadian HIV/AIDS di Kota Kupang. Sehingga pada akhir makalah kelompok menyimpulkan upaya penyelesaian masalah yang dapat dilakukan yaitu memberikan edukasi melalui penyuluhan mengenai HIV/AIDS

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Widya Citra. September 2023.Jangan Lagi Salah Kaprah! Ini 7 Perbedaan Utama Antara HIV dan AIDS. HelloSehat.com.

Wikipedia. September 2023. HIV/AIDS di Indonesia

Kornelis. November 2022. Kompas.id. 5.367 ODHA di NTT Rutin Mengonsumsi ARV

Referensi

Dokumen terkait

Penderita HIV dapat terlihat seperti orang yang sehat Konsumsi obat antiretroviral ARV dapat mencegah penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak.. Gejala awal infeksi HIV sama dengan gejala