• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah prinsip-prinsip Etika Administrasi Negara

N/A
N/A
Najmi Azzahra

Academic year: 2024

Membagikan "Makalah prinsip-prinsip Etika Administrasi Negara"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

ETIKA ADMINISTRASI NEGARA

“PRINSIP-PRINSIP ETIKA ADMINISTRASI NEGARA”

Dosen Pengampu : Sinta Westika Putri S.Ap., M.A.P.

Disusun Oleh :

Najmi Azzahra ( 22042039 )

PRODI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2024

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena nikmat dan hidayah-Nya sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan makalah tentang "Prinsip-prinsip Etika dalam Administrasi Negara". Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada junjungan alam yakni Nabi Muhammad SAW. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Birokrasi dan Governansi Publik Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang. Terimakasih penulis ucapkan kepada dosen pengampu Ibu Sinta Westia Putri S.Ap., M.A.P., yang telah membimbing kami, sehingga tersusun makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini pasti jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan akan sangat dibutuhkan untuk peyempurna dari makalah ini.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah tentang "Prinsip-prinsip Etika dalam Administrasi Negara" ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang dan berharap agar makalah ini pembaca dapat menjadikan sumber bacaan dan pengetahuan serta praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Padang, 11 September 2024

Penulis

(3)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

I. Latar belakang ... 1

II. Rumusan Masalah ... 1

III. Tujuan ... 1

BAB II ... 2

PEMBAHASAN ... 2

1. Etika Administrasi Negara ... 2

2. Prinsip-prinsip Etika Administrasi Negara... 3

BAB III ... 9

PENUTUP ... 9

Kesimpulan ... 9

DAFTAR PUSTAKA ... 10

(4)

1

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar belakang

Etika merupakan elemen penting yang menentukan keberhasilan pelaksanaan kegiatan organisasi dan pelaku administrasi publik. Pentingnya penerapan etika administrasi publik dalam birokrasi pemerintahan Indonesia didasarkan pada permasalahan etika yang terjadi, seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Saat ini, etika kerap menjadi konsep yang sering “menjadi nomor dua” dalam pemerintahan.

Etika seolah menjadi sesuatu yang tidak penting dan tidak menarik untuk menjadi wacana di ranah birokrasi pemerintahan. Akibatnya, fenomena penyalahgunaan wewenang merajalela, tidak hanya di pemerintah pusat, bahkan merambah ke daerah.

Birokrasi pelayanan publik memiliki prinsip yang nyata dan jelas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan publik sendiri juga telah di atur di Undang-Undang No. 25 Tahun 2009. Dalam memberikan pelayanan publik yang baik kepada masyarakat, pegawai negeri atau birokrat melakukan kegiatan yang dikenal sebagai administrasi publik. Dalam menjalankan tugasnya, para birokrat dituntut untuk mengikuti prinsip-prinsip etika administrasi pub lik yang telah ditetapkan.

Administrasi publik adalah bidang yang bertanggung jawab untuk mengelola dan mengatur pelayanan publik dan tugas-tugas pemerintah untuk kepentingan masyarakat. Sebagai bagian dari tugasnya, administrasi publik juga memegang tanggung jawab untuk memastikan integritas dan transparansi dalam tindakan-tindakan pemerintah, termasuk dalam hal pemberantasan gratifikasi di lingkungan birokrasi publik.

II. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Etika Administrasi Negara?

2. Apa saja yang termasuk dalam prinsip-prinsip Etika Administrasi Negara?

III. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Etika Administrasi Negara.

2. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk dalam prinsip-prinsip Etika Administrasi Negara.

(5)

2

BAB II PEMBAHASAN

1. Etika Administrasi Negara

Etika adalah seperangkat nilai sebagai pedoman, acuan, pedoman apa yang harus dilakukan dalam melaksanakan tugasnya, tetapi juga berfungsi sebagai standar untuk menilai apakah sifat, perilaku, tindakan dalam pelaksanaan tugas dianggap baik atau buruk. Oleh karena itu, dalam etika, ada sesuatu yang bernilai yang dapat memberikan penilaian bahwa sesuatu itu dikatakan baik atau buruk.

Mengutip Bertens (1977) dalam Jimmi Arief Saud Pasaroan etika administrasi adalah seperangkat nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan Darwin (1999) mengartikan etika adalah prinsip-prinsip moral yang disepakati bersama oleh suatu kesatuan masyarakat, yang menuntun perilaku individu dalam berhubungan dengan individu lain dalam masyarakat.

Dalam ruang lingkup pelayanan publik, etika administrasi publik diartikan sebagai filosofi dan standar profesi (kode etik) atau aturan perilaku yang benar yang harus dipatuhi oleh penyelenggara layanan publik atau administrasi publik.13 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa etika administrasi publik adalah aturan atau standar manajemen, arahan moral bagi anggota organisasi atau pekerjaan manajemen;

Aturan atau standar manajemen yang menjadi pedoman moral bagi penyelenggara negara dalam menjalankan tugasnya melayani masyarakat. Aturan atau standar dalam etika administrasi negara berkaitan dengan personel, persediaan, keuangan, administrasi, dan hubungan masyarakat.

Pentingnya etika administrasi publik tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, alasan kepentingan umum yang harus dipenuhi oleh pemerintah karena pemerintah memiliki tanggung jawab dalam memberikan pelayanan. Pemerintah diharapkan dapat menjalankan tugasnya secara profesional dan harus mengambil keputusan politik yang tepat tentang siapa mendapat apa, berapa banyak, di mana, kapan, dan sebagainya. Kenyataan menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki pedoman atau kode etik moral yang memadai. Anggapan bahwa semua aparatur pemerintah adalah mereka yang telah teruji dan selalu membela kepentingan publik atau masyarakat, tidak selalu benar. Banyak kasus membuktikan bahwa kepentingan pribadi, keluarga, kelompok, partai, bahkan struktur yang lebih tinggi mendikte perilaku seorang birokrat atau aparatur pemerintah. Birokrat dalam hal ini tidak memiliki “kemandirian” dalam tindakan etis, atau dengan kata lain tidak ada “otonomi etis”.

(6)

3 Alasan kedua lebih kepada lingkungan di dalam birokrasi yang memberikan pelayanan itu sendiri.

Alasan ketiga menyangkut karakteristik masyarakat yang terkadang begitu variatif sehingga memerlukan perlakuan khusus. Mempekerjakan pegawai negeri dengan menggunakan prinsip “kesesuaian antara orang dan pekerjaannya” merupakan prinsip yang perlu dipertanyakan secara etis karena prinsip itu akan mengakibatkan ketidakadilan, di mana calon yang dipekerjakan hanya berasal dari daerah yang relatif lebih maju. Alasan keempat adalah kesempatan untuk mengambil tindakan terhadap etika pelayanan publik yang berlaku. Pelayanan publik tidak sesederhana yang dibayangkan, atau dengan kata lain, kompleksitasnya menyangkut nilai pelayanan itu sendiri dan cara penyampaian pelayanan publik itu sendiri. Kompleksitas dan fondasi ini mendorong penyedia layanan publik untuk mengambil langkah-langkah profesional berdasarkan "kebijaksanaan". Dan kebebasan ini seringkali menggiring aparat pemerintah untuk bertindak tidak sesuai dengan kode etik atau pedoman perilaku yang ada.

2. Prinsip-prinsip Etika Administrasi Negara

Aparat birokrasi memiliki kewajiban lebih etis dalam kaitannya dengan perilakunya daripada swasta. Demikian pula, aparat birokrasi tingkat tinggi di lembaga pemerintah memiliki kewajiban etis lebih dari yang lain. Implikasi lebih lanjut dari pendapat tersebut adalah bahwa setiap aparat birokrasi wajib memiliki sikap mental dan perilaku yang mencerminkan keunggulan akhlak, keutamaan, dan berbagai prinsip etika yang bersumber dari keutamaan moral, khususnya keadilan. Tanpa prinsip-prinsip etika tersebut, aparat birokrasi tidak mungkin mampu memelihara kehidupan suatu bangsa dan menciptakan masyarakat yang damai dan sejahtera. Bahkan sebaliknya, kehidupan orang bisa saja terjerumus ke dalam kecemasan dan kesengsaraan. Oleh karena itu, setiap aparat birokrasi wajib memahami prinsip-prinsip etika yang bersumber dari berbagai kebajikan moral, kemudian memelihara diri agar benar-benar menghayati prinsip prinsip etika tersebut, dan terakhir menerapkannya semaksimal mungkin dalam tindakannya.

Berbagai prinsip etika dalam penyelenggaraan pemerintahan menurut (Widiaswari, 2022) adalah:

a. Tanggung Jawab

Prinsip etika ini menyangkut keinginan aparat birokrasi untuk memikul kewajiban dengan penuh tanggung jawab, dan ikatan yang kuat untuk melaksanakan semua tugas dan pekerjaan secara memuaskan.

Aparatur birokrasi harus memiliki keinginan yang besar untuk menjalankan fungsinya secara efektif, utuh, dan paling memuaskan. Akuntabilitas ditujukan kepada masyarakat, lembaga, dan atasan langsungnya.

Kecenderungan untuk melepaskan tanggung jawab atau kesediaan untuk melemparkan tanggung jawab kepada orang lain, atau kebiasaan mengusulkan "hanya mengikuti perintah" harus dihilangkan dari setiap aparat birokrasi yang baik. Setiap aparat birokrasi harus siap memikul tanggung jawab atas apa yang

(7)

4 dilakukannya. Mereka tidak boleh terjebak dengan alasan hanya mengikuti instruksi atau melaksanakan kebijakan pemerintah.

b. Dedikasi

Pengabdian adalah keinginan yang keras untuk melaksanakan tugas-tugas pekerjaan dengan segenap tenaga (pikiran dan otot atau mental dan fisik), segenap semangat yang menggebu-gebu, dan penuh dengan perhatian yang tidak mementingkan diri sendiri yang bersifat pribadi seperti ingin dipromosikan atau digabung. Setiap aparat birokrasi dalam pelaksanaan tugasnya harus selalu dan terus menerus menunjukkan keterlibatan diri (involvement of self) dan penuh semangat. Kecenderungan untuk bekerja setengah hati atau asal-asalan seharusnya tidak ada dalam diri aparat birokrasi yang baik. Pengabdian ini diarahkan pada jabatan, keahlian, dan profesinya.

c. Loyal

Asas etik ini adalah kesadaran seorang pejabat untuk taat secara ikhlas terhadap tujuan bangsa, konstitusi negara, peraturan perundang-undangan, lembaga, tugas jabatan, dan atasan demi tercapainya cita- cita bersama. Pelaksanaan tugas rangkap jabatan, pertimbangan untung rugi, atau bahkan dengan kebiasaan sabotase tidak boleh diketahui oleh aparat birokrasi manapun. Jika seorang aparat birokrasi tidak mampu menjalankan tugasnya secara penuh, tidak mau terikat oleh instansinya, atau tidak sesuai dengan kebijaksanaan atasannya, maka tindakan etisnya adalah mengundurkan diri dari jabatannya.

d. Kepekaan

Prinsip etika ini mencerminkan kemauan dan kemampuan aparat birokrasi untuk memperhatikan dan mewaspadai perkembangan baru, perubahan keadaan, dan kebutuhan yang muncul dalam kehidupan masyarakat dari waktu ke waktu dengan upaya terbaik untuk meresponnya. Sikap acuh tak acuh, selama tugas-tugas rutin telah selesai, atau tidak mau susah payah diperbarui, juga harus disingkirkan dari diri sendiri.

e. Kesetaraan

Salah satu kebajikan utama dari badan-badan pemerintah yang ditujukan untuk melayani semua orang dan melayani kebaikan bersama adalah perlakuan yang adil. Perlakuan yang adil biasanya dapat diwujudkan dengan memberikan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi atau pilih kasih kepada semua pihak. Maka kesetaraan dalam perlakuan, pelayanan, dan pengabdian harus diberikan oleh setiap aparat birokrasi kepada publik tanpa memandang sanak saudara, ikatan politik, asal keturunan, atau status sosial.

Diskriminasi perlakuan yang sewenang-wenang atau pribadi tidak boleh dilakukan oleh aparat birokrasi yang adil.

(8)

5 f. Keadilan

Kesetaraan perlakuan semua pihak sebagai prinsip etika tidak selalu mencapai keadilan dan kewajaran. Isu dan kebutuhan di masyarakat sangat beragam sehingga memerlukan perlakuan yang berbeda asalkan didasarkan pada pertimbangan yang adil atau alasan yang tepat. Jadi, sehubungan dengan kelompok tertentu dan untuk situasi tertentu perlu diperlakukan sama. Tetapi terhadap kelompok lain dan dalam kondisi khusus yang berbeda mungkin diperlukan perlakuan yang tidak setara. Untuk itu yang harus diperhatikan adalah kepatutan. Asas kepatutan mengacu pada suatu hal yang sesuai dengan pertimbangan moral atau etika yang berlaku dalam kehidupan Masyarakat.

Seorang aparatur pemerintah yang beretika maka ia akan melakukan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, nilai-nilai akuntabilitas dan profesionalisme akan selalu dijaga oleh mereka. Sementara kepercayaan masyarakat terhadap aparatur pemerintah semakin menurun akibat tindakan aparatur pemerintah yang tidak mencerminkan rasa kepedulian dan kepekaan terhadap aspirasi masyarakat, aparatur pemerintah yang baik akan selalu berusaha meningkatkan kinerjanya. Dalam beberapa kasus, studi ini menemukan adanya komitmen yang baik dari beberapa aparatur pemerintah, baik di pusat maupun daerah, untuk menghilangkan budaya korupsi, menanamkan profesionalisme, transparansi, dan akuntabilitas.

Korupsi dapat terjadi kapan saja dan di mana saja selama pertemuan niat dan kesempatan, seperti yang telah ditunjukkan sebelumnya. Korupsi, kolusi, dan nepotisme di Indonesia terjadi pada tingkat birokrasi di tingkat tinggi, menengah, dan rendah. Oleh karena itu, untuk mencegah atau menangani korupsi, pemerintah harus berusaha untuk tidak mempertemukan niat dan peluang korupsi. Salah satu upaya untuk mencegah ketidakadilan keduanya adalah dengan menjunjung tinggi etika birokrasi dalam birokrasi. Nilai- nilai etika birokrasi sebagaimana diuraikan di atas, jika benar-benar sudah menjadi “norma” yang harus diikuti dan dipatuhi bagi birokrasi publik dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, maka akan mampu mencegah terjadinya korupsi di tubuh birokrasi publik meskipun ada tidak ada lembaga pengawas sebagaimana tersebut di atas. Namun, etika birokrasi saja tidak cukup untuk memastikan perilaku korupsi tidak dilakukan di birokrasi. Yang terpenting adalah kembali ke kepribadian masing-masing aktor (manusia). Dengan kata lain, pengendalian intern berupa keyakinan dan agama yang melekat pada diri manusia.

Adapun berbagai prinsip etika dalam administrasi pemerintahan menurut (Marbela, 2023) adalah:

1. Tanggung jawab

Prinsip etika ini menyangkut keinginan aparatur birokrasi untuk mengemban kewajiban dengan penuh tanggung jawab, dan ikatan yang kuat untuk melaksanakan semua tugas dan pekerjaan dengan

(9)

6 memuaskan. Aparatur birokrasi harus memiliki keinginan yang besar untuk melaksanakan fungsinya secara efektif, penuh, dan paling memuaskan. Akuntabilitas ditujukan kepada orang-orang, lembaga-lembaga, dan atasan langsung mereka. Kecenderungan untuk melepaskan tanggung jawab atau kemauan untuk melemparkan tanggung jawab kepada orang lain, atau kebiasaan mengusulkan "hanya mengikuti perintah"

harus dihilangkan dari setiap aparatur birokrasi yang baik. Setiap aparatur birokrasi harus siap untuk mengemban tanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Mereka tidak boleh terpaku pada alasan bahwa mereka hanya mengikuti instruksi atau melaksanakan kebijakan pemerintah.

2. Dedikasi

Pengabdian merupakan hasrat yang kuat untuk melaksanakan tugas-tugas pekerjaan dengan segenap tenaga (pikiran dan otot atau mental dan fisik), segenap semangat yang menggebu-gebu, dan penuh dengan kepentingan pribadi tanpa pamrih seperti ingin naik jabatan atau digabung. Setiap aparatur birokrasi dalam pelaksanaan tugasnya harus selalu dan terus menerus memperlihatkan keterlibatan diri (involvement of self) dan penuh semangat.

3. Loyalitas

Prinsip etika ini merupakan kesadaran pegawai untuk taat secara tulus ikhlas kepada tujuan bangsa, konstitusi negara, peraturan perundang-undangan, instansi, tugas jabatan dan atasan demi tercapainya cita- cita bersama. Pelaksanaan tugas jabatan rangkap, pertimbangan untung rugi atau bahkan dengan kebiasaan sabotase tidak boleh dikenal dalam setiap aparatur birokrasi yang baik. Jika suatu aparatur birokrasi tidak mampu melaksanakan tugasnya secara maksimal, tidak mungkin bersedia terikat dengan agensinya atau tidak sesuai dengan kebijaksanaan atasannya, tindakan etisnya adalah mengundurkan diri dari jabatan.

4. Sensitivitas

Prinsip etika ini mencerminkan kemauan dan kemampuan aparat birokrasi untuk memperhatikan dan sigap terhadap perkembangan baru, perubahan keadaan, dan kebutuhan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat dari waktu ke waktu dengan upaya terbaik untuk menanggapinya. Sikap tidak peduli, selama tugas rutin telah selesai, atau keengganan untuk memperbarui dengan susah payah, juga harus dihilangkan dari diri sendiri.

5. Kesetaraan

Salah satu keutamaan utama lembaga pemerintahan yang bertujuan melayani semua orang dan melayani kepentingan umum adalah perlakuan yang adil. Perlakuan yang adil biasanya dapat diwujudkan dengan memperlakukan semua orang secara setara tanpa diskriminasi atau pilih kasih. Maka persamaan perlakuan, pelayanan, dan pengabdian harus diberikan oleh setiap aparatur birokrasi kepada masyarakat,

(10)

7 tanpa memandang hubungan keluarga, ikatan politik, asal usul genetik, atau kedudukan sosial. Perlakuan yang sewenang-wenang atau bersifat pribadi tidak boleh dilakukan oleh aparatur birokrasi yang adil.

6. Ekuitas

Persamaan perlakuan kepada setiap orang sebagai asas etika tidak selalu mewujudkan keadilan dan kewajaran. Begitu beragamnya persoalan dan kebutuhan dalam masyarakat yang menuntut perlakuan yang berbeda-beda asalkan didasarkan pada pertimbangan yang adil atau akal sehat. Dengan demikian, terhadap suatu kelompok tertentu dan untuk situasi tertentu perlu diperlakukan sama. Namun terhadap kelompok lain dan dalam kondisi khusus yang berbeda mungkin perlu diperlakukan secara tidak sama, karena alasan yang dianggap wajar. Asas kewajaran mengacu pada suatu hal yang wajar menurut pertimbangan moral atau etika yang berlaku bagi kehidupan masyarakat (Gie, 1988: 71-74)

Berdasarkan hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) terhadap putusan tindak pidana korupsi, dapat diketahui bahwa tindak pidana korupsi paling banyak dilakukan oleh pelaku Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sepanjang enam bulan pertama tahun 2016, sebanyak 134 PNS telah divonis bersalah oleh pengadilan atas kasus korupsi. Jumlah tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014 lalu, jumlah PNS yang terjerat di dalamnya mencapai 101 orang. Sementara pada tahun 2015, jumlahnya mencapai 104 orang. Sejak tahun 2012 hingga tahun 2016, total PNS yang terjerat kasus korupsi mencapai 448 orang. Kondisi tersebut di atas menjadi permasalahan yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah, karena jika dibiarkan maka pemerintah akan kehilangan sumber daya yang ada.

Upaya pencegahan korupsi yang dilakukan aparatur negara tidak hanya dengan menegakkan hukum, tetapi juga menanamkan pentingnya penerapan etika publik oleh aparatur negara. Dengan ditumbuhkannya etika publik, maka aparatur negara akan terbangun kesadarannya untuk memberikan pelayanan publik yang terbaik bagi masyarakat, termasuk menghindari perilaku menyimpang, seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Aparatur pemerintah yang beretika akan melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, dan nilai-nilai akuntabilitas serta profesionalisme akan senantiasa dipegang teguh oleh mereka. Sementara itu, kepercayaan masyarakat terhadap aparatur pemerintah semakin menurun akibat tindakan aparatur pemerintah yang tidak mencerminkan rasa kepedulian dan kepekaan terhadap aspirasi masyarakat; aparatur pemerintah yang baik akan senantiasa berusaha meningkatkan kinerjanya. Dalam beberapa hal, penelitian ini menemukan adanya komitmen yang baik dari sebagian aparatur pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk menghilangkan budaya korupsi, serta menanamkan profesionalisme, transparansi, dan akuntabilitas.

(11)

8 Etika Birokrasi: Sebagai Upaya Pencegahan Korupsi

Korupsi dapat terjadi kapan saja dan di mana saja dalam pertemuan berbagai keinginan dan kesempatan, sebagaimana telah diutarakan sebelumnya. Korupsi, kolusi, dan nepotisme di Indonesia terjadi pada birokrasi tingkat atas, menengah, dan bawah. Oleh karena itu, untuk mencegah atau menanggulangi korupsi, pemerintah harus berupaya agar tidak mempertemukan keinginan dan peluang terjadinya korupsi.

Salah satu upaya untuk mencegah terjadinya ketidakadilan keduanya adalah dengan menegakkan etika birokrasi dalam birokrasi. Sebagaimana diuraikan di atas, jika nilai-nilai etika birokrasi benar-benar telah menjadi “norma” yang harus diikuti dan dipatuhi oleh birokrasi publik dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, maka akan mampu mencegah terjadinya korupsi dalam tubuh birokrasi publik meskipun tidak ada lembaga pengawas sebagaimana disebutkan di atas. Namun, etika birokrasi saja tidak cukup untuk menjamin tidak terjadinya perilaku korupsi dalam birokrasi. Yang terpenting adalah kembali kepada kepribadian masing-masing pelaku (manusia). Dengan kata lain, pengendalian internal berupa keimanan dan agama yang melekat pada diri pribadi manusia.

(12)

9

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Prinsip-prinsip etika administrasi publik dapat menjadi landasan moral yang dimiliki oleh semua pihak dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi. Penghapusan gratifikasi dalam birokrasi publik dapat dilakukan secara efektif dan efisien melalui kerjasama dan saling mendukung.

Pemerintah pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia diadakan bukan untuk melayani diri sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat dan menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya untuk mencapai tujuan bersama Administrasi negara (birokrasi publik) sebagai lembaga negara yang mengemban misi pemenuhan kepentingan publik, bertanggung jawab kepada publik yang dilayaninya. Ada tiga hal penting yang menyangkut pertanggungjawaban penyelenggaraan negara kepada publik yaitu akuntabilitas, responsibilitas, dan daya tanggap.

Namun pada kenyataannya, hanya sedikit pejabat pemerintah yang kurang akuntabel dalam menjalankan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya. Akibatnya, birokrasi publik di era reformasi banyak disorot publik dan mendapat kritik. Fokusnya lebih pada praktik-praktik jahat (mal-administration) etika administrasi publik dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Bentuk maladministrasi dapat berupa korupsi, kolusi, nepotisme, inefisiensi, dan ketidakprofesionalan. Bentuk maladministrasi pada umumnya lebih berkaitan dengan perilaku individu yang menduduki suatu jabatan. Untuk mengatasi masalah ini, selain menegakkan hukum, pemerintah juga harus membudayakan dan menerapkan etika administrasi publik bagi aparat birokrasi.

(13)

10

DAFTAR PUSTAKA

Marbela, S. (2023). Pentingnya Prinsip Etika Administrasi Publik Dalam Upaya Pemberantasan Gratifikasi Di Lingkungan Birokrasi Publik. SANGER: Journal Social, Administration and Government Review, 1(1), 28–42.

Wahyuli, Y. H. (2021). Etika Administrasi Publik dalam Penyelenggaraan Tata Kelola di Indonesia Public Administration Ethics in The Administration Of Governance in Indonesia. Spirit Publik: Jurnal Administrasi Publik, 16(2), 182–189.

Widiaswari, R. R. (2022). Etika Administrasi Publik dalam Penyelenggaraan Tata Kelola di Indonesia. Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan Dan Kemasyarakatan, 16(2), 600.

https://doi.org/10.35931/aq.v16i2.922

Referensi

Dokumen terkait

Kode Etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam kantor akuntan publik (KAP) atau Jaringan KAP, baik yang

Kode etik menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam kantor akuntan publik (KAP) atau jaringan KAP, baik yang merupakan

Kode Etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam kantor akuntan publik (KAP) atau Jaringan KAP, baik yang

Etika profesi sagatlah dibutuhkan dalam berbegai bidang khususnya bidang teknologi inormasi.kode etik sagat dibutuhkan dalam bidang teknologi informasi karena kode etik

Kode etik profesi Polri yang selanjutnya disebut kode etik profesi Polri adalah norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis

 Etika dan kode etik profesi kesehatan Etika dan kode etik profesi kesehatan  Etika Kesehatan dan etika klinis Etika Kesehatan dan etika klinis..  Etika KB dan etika penelitian

Dalam kode etik itu bisa menjadi sarana untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi kerena bagaimanapun juga organisasi hanya dapat meraih

Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa