MAKALAH MANAJEMEN KESULITAN BELAJAR
ANAK TUNAGRAHITA
Dosen Pengampu:
Prof.Dr.H.Mulyadi,M.Pd.I
Disusun Oleh : Kelompok 3
Siti Wardania 210401110220 Verona Feisya A 210401110244
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2024
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kami panjatkan puja dan puji syukur kehadiratnya atas limpahan rahmat yang telah diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Kesulitan Belajar Terhadap Anak Tunagrahita “
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas pada mata kuliah kesulitan belajar,, dalam penulisan makalah ini kami selaku penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak- pihak yang telah berpartisipasi selama proses penulisan makalah, terutama kepada Prof.Dr.H.Mulyadi,M.Pd.I selaku dosen pada mata kuliah manajemen sumber daya manusia yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini, serta teman-teman yang ikut andil dalam proses penulisan makalah baik secara langsung maupun tidak.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan yang ada, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini dikemudian hari.
Malang, 27 April 2024
Kelompok
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………
DAFTAR ISI……….
BAB I ( PENDAHULUAN )
1.1 Latar Belakang…….………
1.2 Rumusan Masalah………..
1.3 Tujuan….………..
BAB II ( PEMBAHASAN )
2.1 Pengertian Anak Tunagrahita ………
2.2 Klasifikasi Anak Tunagrahita……..………
2.3 Karakteristik Anak Tunagrahita………
2.4 Identifikasi dan Bimbingan Anak Tunagrahita………
BAB III ( PENUTUP )
3.1 Kesimpulan………
DAFTAR PUSTAKA ………
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan intelektual, yang sering kali disebut sebagai anak tunagrahita, merupakan kondisi yang memengaruhi perkembangan intelektual, adaptasi sosial, dan kemampuan belajar individu sejak usia dini. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), anak-anak dengan gangguan intelektual mencapai sekitar 1-3% dari populasi global, yang menunjukkan bahwa ini adalah masalah kesehatan yang signifikan secara global.
Diagnosis dan penanganan anak tunagrahita memerlukan pemahaman mendalam tentang karakteristik mereka, mulai dari tingkat keparahan hingga kebutuhan pendukung yang spesifik. Sebagai contoh, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th edition (DSM-5) memberikan klasifikasi dan kriteria diagnostik yang diperlukan untuk mengidentifikasi anak tunagrahita.
Namun, meskipun adanya panduan diagnosis, masih terdapat tantangan dalam mengenali dan memberikan bimbingan yang tepat bagi anak tunagrahita. Hal ini meliputi kesulitan dalam memahami kebutuhan individu mereka serta strategi pendekatan yang efektif dalam mendukung perkembangan mereka.Oleh karena itu, studi yang mendalam tentang karakteristik, identifikasi, dan bimbingan anak tunagrahita menjadi penting dalam upaya meningkatkan kualitas hidup mereka serta menyediakan dukungan yang sesuai bagi mereka dan keluarga mereka. Dalam konteks ini, penelitian ini bertujuan untuk menjelajahi berbagai aspek terkait anak tunagrahita, mulai dari klasifikasi hingga strategi bimbingan, sebagai langkah untuk meningkatkan pemahaman dan pendekatan dalam menangani kondisi ini.
Dengan memperdalam pemahaman kita tentang anak tunagrahita, diharapkan kita dapat lebih efektif dalam menyediakan lingkungan yang inklusif, pendidikan yang sesuai, dan dukungan yang memadai bagi mereka untuk mengembangkan potensi mereka secara maksimal.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik anak tunagrahita berdasarkan klasifikasinya?
Apa saja tantangan utama yang dihadapi oleh anak tunagrahita dalam aspek konseptual, sosial, dan praktis?
2. Bagaimana proses identifikasi anak tunagrahita dilakukan, dan apa tujuannya?
3. Apa saja strategi bimbingan yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas hidup anak tunagrahita dalam hal pembelajaran dan adaptasi sosial?
1.3 Tujuan
1. Mengidentifikasi dan menjelaskan karakteristik anak tunagrahita berdasarkan klasifikasi yang ada.
2. Menganalisis tantangan utama yang dihadapi oleh anak tunagrahita dalam aspek konseptual, sosial, dan praktis.
3. Menjelaskan proses identifikasi anak tunagrahita serta tujuan dari proses tersebut.
4. Menyusun strategi bimbingan yang sesuai untuk meningkatkan kualitas hidup anak tunagrahita, terutama dalam hal pembelajaran dan adaptasi sosial.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Anak Tunagrahita
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5 edition menjelaskan bahwasannya gangguan intelektual adalah gangguan dengan onset (saat yang paling bermakna untuk menyatakan bahwa seseorang mengalami gangguan) selama periode perkembangan yang mencakup : 1) Defisit fungsi intelektual meliputi penalaran, perencanaam, pemikiran abstrak, penilaian, pemecahan masalah, belajar akademik dan pengalaman, serta pemahaman praktis melalui asesmen klinis, individu, dan test standar intelegensi. 2) Defisit fungsi adaptif baik pada lingkup konseptual, sosial, dan praktis yang menyebabkan kegagalan memenuhi perkembangan dan sosiokultural untuk kemandirian pribadi dan tanggung jawab sosial.
Hallahan dan Kauffman (2006) menjelaskan tunagrahita memiliki keterbatasan yang signifikan dalam berfungsi, baik secara intelektual maupun perilaku adaptif yang muncul sebelum usia 18 tahun dan teerwujud melalui kemampuan adaptif konseptual, kemampuan sosial dan kemampuan praktikal.
2.2 Klasifikasi Anak Tunagrahita
Soemantri dan Efendi (2006) memaparkan klasifikasi tunagrahita, yakni :
1. Anak tunagrahita ringan yang memiliki IQ berkisar 68- 52 (menurut skala Binet) atau IQ antara 69 – 55 (menurut skala Weschler) dapat dilihat dari tanda – tandanya antara lain :
a. Masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana.
b. Dapat dididik menjadi tenaga kerja semi-skill seperti laundry, pertanian, peternakan, bekerja di pabrik jika dibimbing dengan baik.
c. Tidak mampu melakukan adaptasi sosial secara mandiri.
d. Secara fisik, anak tunagrahita ringan tampak seperti anak normal, sehingga sulit dibedakan secara fisik antara anak normal dengan anak tunagrahita ringan.
e. Anak tunagrahita ringan masih mampu bersekolah bersama anak dengan kesulitan belajar, dengan pelayanan di kelas khusus dan guru dari pendidikan luar biasa.
f. Masih dapat dididik pada masa dewasanya nanti.
g. Usia mental yang bisa mereka capai setara dengan anak usia 8 hingga 10 tahun 9 bulan.
h. Biasanya mampu mengembangkan keterampilan komunikasi dan sosialnya.
i. Pada usia 6 hingga 21 tahun, mereka masih bisa mempelajari keterampilan akademik hinggga pada akhir usia remaja. Pada umumnya sulit mengikuti pendidikan lanjutan dan memerlukan pendidikan khusus.(Khairunisa Rani et al., 2018)
2. Anak tunagrahita sedang memilli 10 antara 51-36 (menunat Skala Binet) atau 10 antara 54-49 (menurut Skala Wechsler) dapat dilihat dari tanda-tandanya antara lain:
a. Sulit bahkan ada beberapa yang tidak dapat belajar Sulmbaca, menulis dan berhitung. Namun masih dapat menulis dasar seperti nama dan lainnya.
b. Biasanya antara usia 1 hingga usia 5 tahun dapat berbicara atau bisa belajar berkomunikasi, memiliki kesadaran sosial yang buruk, perkembangan motor yang tidak terlalu baik.
c. Pada akhir usia remaja dapat menyelesaikan pendidikan apabila diajarkan secara khusus.
d. Masih dan dapat dididik ma mengelola dirinya sendiri seperti mandi, makan minum, berpakaian, mengerjakan pekerjaan rumah dasar seperti menyapu, membersihkan rumah, dan melindungi diri sendiri dari bahaya seperti berjalan di jalan raya dan lainnya.
e. Masih dapat bekerja di tempat terlindung yang aksesibel dan akomodatif
f. Dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan pengawasan secara konsisten oleh orang dewasa.
3. Tunagrahita berat disebut Idiot yang memiliki IQ antara 32- 20 (menurut Skala Binet) atau IQ antara 39-25 (menurut Skala Wechsler), dapat dilihat dari tanda-tandanya antara lain:
a. Tidak dapat belajar membaca, menulis dan berhitung.
b. Tidak dapat dididik mengurus dirinya sendiri, sehingga ia memerlukan bantuan total dari orang lain yang mengasuh seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan lainnya.
c. Membutuhkan perlindungan dari bahaya seumur hidup dan tergantung pada keluarga atau pengasuhnya.
Rochyach (2012) menjelaskan tipe khusus tunagrahita diantaranya adalah :
1) Down syndrome adalah suatu kelainan genetik yang terjadi ketika bayi yang dikandung memiliki tambahan kromosom 21. baik salınan penuh atau hanya sebagian, yang terbentuk saat perkembangan sel telur, sperma, atau embrio. Mereka mempunyai tiga kromosom 21 dimana orang normal hanya mempunyai dua saja.
Kelebihan kromosom ini akan mengubah keseimbangan genetik tubuh dan mengakibatkan perubahan karakteristik fisik dan kemampuan intelektual, serta gangguan dalam fungsi fisiologi tubuh. Karakteristik fisiknya memiliki raut muka menyerupai orang mongol dengan mata sipit dan miring, lidah tebal, telinga kecil, kulit kasar, susunan gigi kurang baik.
2) Kretin atau cebol: memperlihatkan ciri-ciri, seperti badan gemuk dan pendek, kaki dan tangan pendek dan bengkok, kulit kering, tebal, dan keriput, rambut kering, lidah dan bibir, kelopak mata, telapak tangan dan kaki tebal, pertumbuhan gigi terlambat.
3) Hidrosefalus: memiliki ciri-ciri kepala besar, wajah kecil, penglihatan dan pendengaran tidak sempurna, serta mata terkadang menyipit.
4) Microcephal: memiliki ukuran kepala yang kecil.
5) Macrocephal: memiliki ukuran kepala yang besar dari ukuran normal.
2.3 Karakteristik Anak Tunagrahita 1. Kemampuan Konseptual
Pada tunagrahita kemampuan konseptual tergantung pada kategori apakah masuk dalam ringan, sedang dan berat. Secara umum pada tunagrahita biasanya kesulitan dalam mempelajari hal hal baru, konsep abstrak atau yang berkaitan dengan kemampuan analisis,penalaran, perencanaan, dan pemecahan masalah kompleks. Misal pada tunagrahita ringan pada kegiatan akademik membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan tugas yang diberikan pada semua materi pelajaran. Pada tunagralota kesulitan dalam mengarahkan diri mereka sendiri seperti memutuskan pilihan, menyelesaikan masalah, mengikuti jadwal dan lainnya, terkadang juga mudah lupa terhadap apa yang dipelajari. Pada beberapa tunagrahita terkadang apemiliki kendala dalanisan atau tertulis damag disampaikan baik secara lis yang dipikiridis dan kesul dalam mengekspresikan apa yang dipikirkan. Dalam belajar dhembaca dan menulis juga membutuhkan waktu dan latilan Anak tunagrahita membutuhkan informasi yang sederhana, jelas, terstruktur, bertahap dan operasional konkret
2. Kemampuan sosial
Pada aspek kemampuan sosial, anak tunagrahita membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri maupun berkomunikasi dengan orang lain untuk membangun hubungan karena keterbatasannya dalam menerima dan mengekspresikan informasi.
Sehingga perlu untuk dilatih bagaimana cara bersosialisasi dasar dengan cara misal mengenalkan diri, menyapa, memberikan respon dasar dalam berhubungan dengan orang lain. Apabila kemampuan sosial tidak dilatih maka anak akan sulit mengembangkan kemampuan interpersonal, menjadi kurang mandiri dan bertanggung jawab, berpengaruh pada self-esteem, mempercayai semua yang dikatakan oleh orang lain sehingga akan mudah ditipu atau dibohongi, kesulitan mengikuti aturan atau lainnya. Sehingga memberikan pemahaman dan pembekalan dasar akan kemampuan sosial sejak dini melalui media yang sederhana, jelas, ada contoh konkret, bertahap, diulang ulang dan melalui praktek atau metode lainnya yang sesuai dengan kebutuhan akan sangat membantu anak mengembangkan kemampuan sosialnya.
3. Kemampuan praktis
Kemampuan praktikal pada anak tunagrahita tergantung pada kondisi anak, semakin berat dan apabila ada kendala pada kondisi lain misal masalah kesehatan atau masalah fisik maka akan semakin membutuhkan bantuan dari orang lain, seperti aktivitas personal dan instrumental. Misalnya anak tunagrahita ringan dan sedang pada aktivitas pribadi sehari-hari akan mengalami hambatan atau kesulitan apabila tidak dilatih atau diajarkan sejak dini. Misalnya seperti bagaimana cara makan dan mencuci peralatan makan, mandi, mencuci pakaian. Aktivitas instrumental keseharian seperti menyiapkan makanan, minum obat, dan melakukan kegiatan membersihkan rumah.
Perlu juga mengajarkan keterampilan kerja, mengasah kemampuan komunikasi, motorik halus dan kasar dan keterampilan lainnya pada tunagrahita sesuai dengan kondisi keahlian dan potensi yang dimiliki, misalnya membuat gantungan kunci, atau kreasi kreasi lainnya sebagai bekal keterampilan kerja.
Keterampilan bina diri atau merawat diri serta menjaga lingkungan yang aman juga perlu untuk dilatih dengan konsisten agar dapat mandiri pada tunagrahita ringan dan sedang, pada tunagrahita berat biasanya akan tergantung pada orang tua atau pengasuh untuk mengurus diri sendiri.
2.4 Identifikasi dan Bimbingan Anak Tunagrahita
Identifikasi Tunagrahita adalah proses penilaian yang dilakukan untuk mengidentifikasi individu yang mungkin mengalami keterbatasan intelektual atau kekurangan dalam fungsi kognitifnya. Tujuan dari identifikasi ini adalah untuk menentukan kebutuhan individu tersebut dalam hal pendidikan, perawatan, dan dukungan yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhannya.
Menurut Mulyadi (2022) identifikasi tunagrahita dapat di lakuakan dengan berikut in : 1. Berikan keterangan nama siswa, kertas, usia dan nama guru/orang tua/petugas yang
melakukan melakukan identifikasi.
2. Berikan tanda ceklis dan keterangan pada pada kolom sesuai dengan indikator yang nampak pada anak titik dalam memberikan tanda ceklis dilakukan dengan pertimbangan dan melakukan cek apakah gejala ini konsisten dalam setiap situasi baik di rumah di sekolah dan masyarakat serta adakah kondisi kebutuhan khusus lainnya.
3. Untuk melengkapi dapat menggunakan metode lain serta observasi, misalnya wawancara, dokumen yang ada, memberikan penugasan pada anak sesuai dengan pernyataan yang ada, dan lain sesuai kebutuhan.
4. Identifikasi tidak bertujuan untuk mendiagnosa atau melabel anak namun untuk mengetahui tindakan selanjutnya yang diperlukan terkait kondisi anak misalnya apakah memerlukan pengalihtanganan (referal) pada petugas profesional lain sesuai dengan kebutuhan, apakah bertujuan untuk penjaringan, klasifikasi, perencanaan pembelajaran atau pemantauan kemajuan belajar serta kondisi anak.
5. Uraikan kesimpulan tentang kondisi anak, apakah ada indikasi kebutuhan khusus dan langkah selanjutnya yang dapat dilakukan.
Menurut Mulyadi (2022) Bimbingan Anak Tunagrahita dapat di lakukan dengan berikut
1. Pencegahan Dini: Melibatkan upaya-upaya untuk mencegah kondisi yang dapat mengakibatkan tunagrahita sejak dini. Ini mencakup berbagai aspek seperti edukasi kesehatan masyarakat, perawatan yang baik selama persalinan, imunisasi, nutrisi yang tepat, dan pencegahan sekunder seperti diagnosis dan pengobatan dini.
2. Bimbingan pada Anak: Menekankan pada pemahaman khusus tentang tunagrahita. Ini mencakup:
a. Mengkaji Faktor Penyebab: Memahami penyebab kondisi anak.
b. Identifikasi dan Pendampingan: Mengidentifikasi kondisi anak dan memberikan bantuan yang diperlukan, menggunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan mereka.
c. Perawatan Konsisten : Memberikan perawatan yang konsisten dan menciptakan lingkungan yang aman.
d. Sosialisasi: Mendorong anak untuk berinteraksi dengan kelompok atau teman sebaya.
e. Komunikasi yang Efektif : Menggunakan bahasa yang sederhana, jelas, dan konkret dalam berinteraksi dengan anak.
f. Penempatan di Kelas: Menempatkan anak di depan kelas atau dekat dengan teman sebaya yang memiliki kemampuan serupa.
g. Program Khusus : Menyediakan program khusus dan materi pelajaran yang sesuai dengan usia mental anak.
h. Penggunaan Alat Peraga : Menggunakan alat peraga untuk membantu pemahaman anak terhadap konsep yang abstrak.
i. Pendekatan Pembelajaran yang Tepat : Menggunakan pendekatan yang bertahap, sederhana, dan memperhatikan pengulangan untuk memudahkan pemahaman anak.
3. Strategi Belajar Anak Tunagrahita
Menekankan pada strategi pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu anak, antara lain:
a. Pertimbangan Khusus : Memperhatikan karakteristik individu dan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif.
b. Bantuan dan Petunjuk: Memudahkan bantuan dari guru atau teman sebaya yang dibutuhkan.
c. Strategi Kelompok : Menggunakan strategi kelompok yang memungkinkan interaksi positif antara anak tunagrahita dan anak normal.
d. Penggunaan Media Pembelajaran : Menggunakan media pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan keterampilan motorik dan adaptasi lingkungan.
e. Program Bina Diri : Mengajarkan anak untuk merawat diri sendiri, berkomunikasi, dan beradaptasi dengan lingkungan sesuai kemampuan mereka.
f. Belajar dalam Lingkungan Santai : Mendorong belajar dalam suasana yang santai namun tegas, dengan memberikan petunjuk secara singkat dan sederhana.
g. Dukungan Sosial : Menekankan pentingnya dukungan dari orang tua, guru, dan teman sebaya dalam memberikan perawatan dan pendidikan yang optimal bagi anak tunagrahita.
3.1 Kesimpulan
Anak tunagrahita adalah individu yang mengalami gangguan intelektual yang mempengaruhi perkembangan intelektual, adaptasi sosial, dan kemampuan belajar mereka sejak usia dini. Gangguan ini dapat memiliki tingkat keparahan yang berbeda- beda, mulai dari ringan hingga berat, dengan berbagai karakteristik dan klasifikasi yang mempengaruhi kemampuan konseptual, sosial, dan praktis mereka.
Proses identifikasi anak tunagrahita sangat penting untuk menentukan kebutuhan individu tersebut dalam hal pendidikan, perawatan, dan dukungan yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhannya. Bimbingan anak tunagrahita melibatkan berbagai strategi, termasuk pencegahan dini, pendampingan, perawatan konsisten, sosialisasi, komunikasi yang efektif, penempatan di kelas yang sesuai, penggunaan alat peraga, pendekatan pembelajaran yang tepat, dan dukungan sosial.
Dengan penerapan strategi pembelajaran yang disesuaikan dan dukungan yang memadai dari lingkungan sekitarnya, diharapkan anak tunagrahita dapat mengembangkan potensi mereka secara maksimal dan meningkatkan kualitas hidup mereka dalam hal pembelajaran dan adaptasi sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Khairunisa Rani, Rafikayati, A., & Jauhari, M. N. (2018). Keterlibatan Orangtua Dalam Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal Abadimas Adi Buana, 2(1), 55–64.
https://doi.org/10.36456/abadimas.v2.i1.a1636
Kauffman, JM, Hallahan, DP, Pullen, PC, & Badar, J. (2018). Pendidikan khusus: Apa itu dan mengapa kita membutuhkannya . Routledge.
Mulyadi, M., & Rahma, U. (2022). Diagnosis kesulitasn belajar dan bimbingan anak berkebutuhan khusus.
Retno, D. (2016). Strategi pengembangan perilaku adaptif anak tunagrahita melalui model pembelajaran langsung. JPK (Jurnal Pendidikan Khusus), 12(1), 51-66.
Utomo, P. (2021). Pola pembelajaran dalam layanan bimbingan dan konseling terhadap siswa berkebutuhan khusus (tunagrahita) di sekolah luar biasa. Jambura Guidance and
Counseling Journal, 2(2), 62-73.