• Tidak ada hasil yang ditemukan

makna simbol ing - Repository IAIN Bengkulu

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "makna simbol ing - Repository IAIN Bengkulu"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

Tesis ini membahas tentang tradisi selamatan masyarakat desa Karang Pulau kecamatan Putri Hijau yang merupakan bekas kampung nomaden yang masih mempercayai ingkung dansego wuduk sebagai makanan wajib dalam tradisi selamatan orang mati (tahlilan) itu. telah diturunkan dari generasi ke generasi. Pesan yang diturunkan dari simbol ingkung dan sego wuduk adalah masyarakat tetap menjaga dan melestarikan tradisi selamatan sebagai doa dan harapan untuk penyucian bagi yang telah meninggal.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Namun masyarakat desa Karang Pulau di Putri Hijau masih tetap menjaga dan melestarikan tradisi ingkung dan sego wuduk sebagai sajian utama upacara kematian (tahlilan). Makna Lambang Ingkung dan Sego Wuduk dalam Tradisi Selamat Kematian di Kecamatan Putri Hijau Kabupaten Bengkulu Utara.

Rumusan Masalah

Tujuan dan ManfaatPenelitian

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan dan bahan kajian di bidang antropologi, sosiologi agama dan semiologi, serta menjadi bahan perbandingan atau referensi untuk penelitian selanjutnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang makna simbol ingkung dan sego wuduk secara nyata dan kasat mata.

Definisi Konsep

Dari judul penelitian berikut yaitu “Makna Simbol Ingkung dan Sego Wuduk dalam Tradisi Maut Maut di Kecamatan Putri Hijau. Ingkung dan sego wuduk merupakan masakan yang terkenal di kalangan masyarakat Jawa.

Sistematika Penulisan

Penyederhanaan ini telah menyebabkan kekeliruan laten di mana teologi terjebak dalam lingkungan abstrak dan transenden, orientasinya pada realitas Tuhan yang transenden, tetapi tidak tanggap terhadap Tuhan yang historis dan imanen.

Tinjauan Pustaka 1.Teori Makna

  • Makna denotatif dan konotatif Louis Hjelmslev (1899-1965)
  • Simbol Dalam Berbagai Pandangan
  • Mitos dalam nuansa Teologi
  • Tradisi dan kebudayaan

Roland Barthes adalah seorang filsuf dari Perancis yang lahir pada tanggal 12 November 1915 di Cherbourg, Perancis. Salah satu tokoh semiologi adalah Roland Barthes yang merupakan tokoh semiologi strukturalis dengan mengembangkan pemikiran Ferdinand de Saussure. Analisis semiologis yang digunakan Roland Bathes lebih menekankan pada teori mitos dan sosial budayanya 60. Analisis semiologis Roland Barthes menggunakan dan mengembangkan teori Ferdinand de Saussure untuk menganalisis suatu tanda dan mencari hubungan antara penanda dan petanda.

Analisis kedua ini digunakan Roland Barthes untuk melengkapi analisis pertama dan analisis ini lebih pada konsep mitos. Pemikiran Roland Barthes tentang mitos ini dicatat pada tahun 1872 oleh Noondy Press dalam sebuah buku berjudul Mythologies di bagian "Myth Today". Selain mendapatkan makna denotatif, tanda yang ditransfer juga harus mendapatkan makna konotatif yang juga dimiliki oleh tanda tersebut. Sehingga semiologi Roland Barthes dalam perkembangannya lebih menekankan perhatiannya pada makna konotatif dan makna denotatif yang ada pada sebuah tanda.

ﱢﺞَﺤْﻟاَو ِم ْﻮﱠﺼﻟا حوﺮﻟا)

Hasil Penelitian Terdahulu

Namun berbeda dengan penelitian ini, kami akan mendalami makna ingkung food service dan sego wuduk dari perspektif semiotika dan nuansa teologis. Dalam penelitian ini, makna makanan ingkung dan sego wuduk akan digali dari perspektif semiotika dan nuansa teologis. Dalam penelitian ini, makna makanan ingkung dan sego wuduk akan digali dari perspektif semiotika dan nuansa teologis.

Sementara itu, penelitian ini akan menganalisis makna simbol ingkung dan sego wuduk serta nuansa teologisnya.

Kerangka Berpikir

6.Abdul Karim dalam jurnal berjudul: Makna Ritual Kematian dalam Islam Jawa, Tradisi Masyarakat Nelayan Rawa Pening, Kabupaten Semarang, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang. Dalam penelitian yang dilakukan untuk membahas fokus pemaknaan ritual dengan bentuk ritual yang berbeda, dibahas mengenai asal usul ritual kematian. Sedangkan yang akan menjadi fokus penelitian tentang makna simbol ingkung dan sego wuduk adalah bagian makanan yang disajikan dalam ritual kematian selamatan.

Sedekah khas dari dahulu hingga kini untuk keselamatan kematian ialah ingkung dan sego wuduk.

Jenis dan Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini digunakan untuk menyelidiki pesan dan makna tersembunyi dalam Ingkug dan sego wuduk. Dengan hal tersebut peneliti ingin mengetahui pesan sosial budaya Jawa tentang “ingkung dan sego wuduk” sebagai simbol di dalamnya. Gambaran sosial budaya Jawa akan ditelaah dalam simbol-simbol tradisi penyembuhan ingkung dan sego wuduk yang terbagi menjadi dua makna.

Landasan penelitian untuk mengkaji makna sosial budaya Jawa yang terkandung dalam “ingkung dan sego wuduk”, menggunakan metode analisis semiotik Roland Barthes, yang dalam teori semiotiknya Roland Barthes menggali makna dengan pendekatan budaya, dimana Barthes memberi makna pada sebuah tanda. berdasarkan budaya yang melatarbelakangi munculnya makna tersebut.

Tempat dan Waktu Penelitian

Makna pertama berupa makna denotatif atau makna yang sebenarnya ada, sedangkan makna konotatif berupa makna yang bersumber dari asumsi masyarakat.

Obyek dan Subyek Penelitian

Sumber Data

Sumber data primer berisi pendapat masyarakat desa Karang Pulau Putri Hijau yang mengetahui, mengalami dan mengikuti ritual kematian (tahlilan). Sehingga narasumber yang dapat dikonsultasikan antara lain tokoh masyarakat dan tokoh agama, pengurus (modin), pembuat masakan, tua dan muda yang terlibat langsung dalam perayaan kematian (tahlilan) yang masih menggunakan masakan ingkung dan sego wuduk sebagai jenis sedekah wajib. Sumber data sekunder berisi referensi atau referensi yang mendukung penelitian ini, seperti data monografi desa Karang Pulau, buku-buku yang membahas simbol, merupakan buku referensi penting untuk analisis kurban ingkung dan sego wuduk dalam penyelamatan dari kematian (tahlilan), sebagai serta sumber lain bahwa tradisi Islam Jawa, khususnya dalam ritual penyelamatan.

Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi partisifatif

Menurut Jalaludin Rakhmat dalam buku Metode Penelitian Komunikasi, observasi adalah kegiatan kita yang paling penting dan merupakan teknik penelitian ilmiah yang penting. Pengamatan ini biasa digunakan dalam penelitian metode deskriptif dan menggambarkannya secara deskriptif 152, ini adalah pengamatan langsung perayaan kematian dengan ingkung dan sego wuduk yang dipraktikkan di desa Karang Pulau kecamatan Putri Hijau.

Teknik Analisis Data

Desa Karang Pulau merupakan desa yang berada di pinggiran kecamatan Putri Hijau dengan luas kurang lebih ± 98.350. Desa Karang Pulau adalah sebuah desa di daerah pinggiran kota, secara alami mengembangkan dan memajukan pendidikan dan bekerja di sini. Berikut tabel masyarakat desa Karang Pulau yang masih belajar baik di desa Karang Pulau maupun di luar desa Karang Pulau sebagai berikut:157.

Setelah mengetahui sejarah desa Karang Pulau seperti yang telah dipaparkan di atas, maka perlu diketahui mengapa peneliti memilih lokasi desa ini sebagai tempat penelitian karena desa Karang Pulau merupakan desa paling ujung kecamatan Putri Hijau yang masih membawa keluar tradisi merayakan kematian (tahlilan) menggunakan ingkung dan sego wuduk, yang diyakini sebagai mangkuk simbol penyucian bagi orang yang telah meninggal.

Tabel 4.2 Batas Wilayah 2. Kondisi Kependudukan
Tabel 4.2 Batas Wilayah 2. Kondisi Kependudukan

Data Informan

Pak Wandi Ismoko adalah seorang kepala desa yang berusia 45 tahun. Beliau adalah seorang kepala desa yang aktif melakukan hajatan adat, namun Pak Wandi Ismoko sering mengikuti acara adat kemeriahan di seluruh desa. Dan dia mengerti arti simbol tradisional. Ibu Ngatini adalah seorang ibu rumah tangga berusia 48 tahun, memiliki dua anak laki-laki. Agus Sarno adalah seorang pemuda berusia 45 tahun. Dia adalah seorang pemuda yang aktif dalam pertunjukan tradisi penebusan, tetapi Agus Sarno sering mengikuti tradisi penebusan yang bernuansa Islam dan memilikinya.

Ferdinand adalah pemuda berusia 40 tahun yang aktif dalam kegiatan kepemudaan, namun Ferdinand sering mengikuti tradisi selamatan yang bernuansa islami dan sedikit demi sedikit mulai meninggalkan selamatan dengan sistem kejawen.

Tradisi Kebudayaan Di Desa Karang Pulau

Kapan dimulainya upacara kematian dengan menggunakan ingkung dan sego wuduk di desa Karang Pulau. Sampai saat ini masyarakat banyak menggunakan ingkung dan sego wuduk sebagai sedekah dalam ritual kematian (tahlilan). Nur Hidayat mengatakan ingkung dan sego wuduk memiliki makna filosofis, artinya orang yang kembali kepada Allah harus suci.

Hal tersebut diyakini masyarakat dan merupakan simbol perayaan desa Karang Pulau bahwa ingkung dan sego wuduk merupakan simbol pensucian hidangan bagi yang telah meninggal.

Analisis ingkung dan sego wuduk Dalam Tradisi Selamatan Kematian (Tahlilan) Prespektif Semiologi Roland Barthes

  • Analisis Pertama
  • Analisis Kedua

Ingkung dan sego wuduk, arti + bentuk konsumen tidak kritis (hukum campuran) Alasan dan pentingnya konsumen kritis. Analisis pertama ingkung dan sego wuduk dalam tradisi selamatan kematian (tahlilan), pada tahap pertama ini menganalisis tanda, penanda dan petanda. Makna yang terkandung dalam ingkung dan sego wuduk disini adalah dalam ritual kematian.

Seperti orang-orang yang menghadiri upacara keselamatan dari kematian (tahlilan), mereka mendapat berkat dari ingkung dan sego wuduk.

Analisisa nuansa Teologi terhadap Ingkung dan Sego Wuduk

Mereka percaya karena makanan orang mati, ingkung dan sego wuduk kehilangan makna ingkung dan sego wuduk yang sebenarnya, yaitu sebagai hidangan tradisional. Kehidupan arwah di kerajaan barzah tidak bisa lagi hanya beramal saleh, sehingga keluarga untuk penyucian dosa meminta ampun dengan tawasul, bersedekah dengan simbol ingkung dan sego wuduk. Kehadiran ingkung dan sego wuduk dalam sedekah kematian merupakan upaya berpikir dan bertindak bagaimana manusia biasa dapat memperkenalkan diri kepada Tuhannya dalam teologi antropologi.

Maka dengan bersedekah ingkung dan sego wuduk Sifatraja'. berharap) kepada Allah agar berkenan membersihkan dosa dan kesalahan si mati, insyaAllah tidak ada satu makhluk pun yang mampu menghalang kehendak-Nya.

PENUTUP

Implikasi

Berdasarkan hasil uraian pada bab-bab sebelumnya, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada implikasi selanjutnya. 1. Tentunya penelitian ini masih memiliki kekurangan dan kelemahan dimana penelitian hanya dilakukan di kecamatan Putri Hijau sebagai tujuan desa Karang Pulau. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan ukuran informan yang tingkat kecerdasannya berbeda akan mempengaruhi keakuratan jawaban yang disampaikan. Diharapkan ini menjadi pembuka penelitian serupa tentang simbol tradisional kearifan lokal Kearifan lokal dalam budaya yang sarat dengan simbol linguistik dan material simbolik selama ini.

Simbol itu sudah ada sejak nenek moyang tidak mengerti artinya.. Kalau ditanya tentangnya, rata-rata jawabannya adalah; itu dari nenek moyang, itu dari sana, itu diwariskan dari generasi ke generasi, itu tradisi, katanya, dll.

Saran

Andi Prastowo, Qualitative Research Methods, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012 Azwar Saifuddin, Research Methods, Yogyakarta: Student Libraries, 2001. Aart van Zoest, "Interpretation and Semiotics", Panuti Sudjiman og Aart van Zoest (et.al), Serbaserbi Semiotics, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996. Darori Amin, Syncritism in Javanese Society, i Darori Amin (Ed), Islam and Javanese Culture, Yogyakarta, Gama Media 2002.

Marcel Danesi, Pesan, tanda dan makna, (terjemahan) Evi Setyarini dan Lusi Lian Piantari, Yogyakarta: Jalasutra, 2012.

Gambar

Tabel 4.2 Batas Wilayah 2. Kondisi Kependudukan

Referensi

Dokumen terkait

Program Keluarga Harapan adalah suatu program penanggulangan kemiskinan yang memberikan bantuan tunai kepada Keluarga Sangat Miskin (KSM), yaitu program pemerintah