MAKNA SIMBOLIK ABBURITTA RIBALLA PANGNGADAKKANG DI DESA BIRINGALA, KECAMATAN BAROMBONG, GOWA.
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Agama (S. Ag) Pada Jurursan Aqidah Dan Filsafat Islam
Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat UIN Alauddin Makassar
Oleh:
NUR ISDA WANTI 30100118082
JURUSAN AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM USHULUDDIN FILSAFAT DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2020
ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nur Isda Wanti
NIM : 30100118082
Tempat/Tgl. Lahir : Bone, 27 Agustus 1999 Jur/Prodi/Konsentrasi : Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas/Program : Ushuluddin Dan Filsafat
Alamat : Jln. H. M. Yasin Limpo, Samata, Gowa
Judul : Makna Simbolik Abburitta Riballa Pangngadakkang Di Desa Biringala, Kecamatan Barombong, Gowa.
Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.
Makassar, 09 Juli 2022 Penyusun,
Nur Isda Wanti NIM: 30100118082
iii
iiii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. Tuhan semesta alam yang telah mencurahkan rahmat, hidayah serta inayahnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Makna Simbolik Abburitta Riballa Pangngadakkang di Desa Biringala, Kecamatan Barombong, Gowa”. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita, pemimpin kita, Nabi kita ialah Muhammad saw, Beserta kerabat, sahabat dan para pengikutnya. Yang telah menjadi suri tauladan bagi umat manusia sehingga tunduk terhadap ajaran yang dibawahnya.
Skripsi ini disusun dengan maksud untuk memenuhi syarat sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan sarjana Agama (S. Ag) jurusa Aqidah dan Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Dalam penyusunan skripsi ini, tidaklah mudah. Banyak kendala yang dialami oleh peneliti namun menjadi hikmah bahwa segala sesuatu yang terlihat mudah akan terasa sulit saat kita menjalaninya. Namun Alhamdulillah, berkat bimbingan, dukungan, dorongan serta motivasi dari beberapa pihak sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini sebagaimana semestinya.
Teristimewa dan terutama penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada kedua orang tua penulis ayahanda Jumadi dan ibunda Hj. Syamsinar yang senantiasa memberi harapan, semangat, perhatian, kasih sayang dan doa tulus tanpa pamrih. Dan saudara-saudaraku tercinta yang senantiasa mendukung dan
ivi
memberikan semangat hingga akhir studi ini. Dan seluruh keluarga besar atas segala pengorbanan, dukungan dan doa restu yang telah diberikan demi keberhasilan penulis dalam menuntut ilmu. Semoga apa yang telah mereka berikan kepada penulis menjadi ibadah dan cahaya penerang kehidupan di dunia dan akhirat. Selesainya skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dan support berbagi pihak, karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada:
1. Prof. Dr. Hamdan Juhannis M.A., Ph. D, selaku Rector Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar beserta wakil rector I, II, III dan IV atas segala Fasilitas yang telah diberikan di kampus peradaban tercinta.
2. Dr. Muhsin, M.Th.I. selaku dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, serta wakil dekan I Dr. Hj. Rahmi Damis, M.Ag., wakil dekan II Dr. Hj Darmawati H, M.Hi., dan wakil dekan III Dr. Abdullah Thalib, S.Ag., M.Ag. yang juga selaku dosen Aqidah dan Filsafat Islam atas segala fasilitas yang telah diberikan pada perkuliahan.
3. Dr. Muhaemin, M.Th.I., M.Ed. dan Bapak Muh. Abdi Goncing, M.Phil., selaku ketua jurusan dan sekretaris jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar yang telah banyak membantu serta memudahkan pengurusan penulis.
4. Dr. Andi Nurbaethy, MA., dan bapak Mujahiduddin, S. Ag, M. Hum., M.A., Ph. D selaku dosen pembimbing I dan II yang telah meluangkan waktu, serta memberikan bimbingan, arahan, motivasi serta semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
vi
5. Dr. Abdullah, M.Ag., dan Ibu Dr. Astrid Veranita Indah, M.Phil. yang merupakan dosen penguji I dan II yang telah memberikan saran serta masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
6. Dra. Akilah Mahmud, M.Pd., yang merupakan dosen pembimbing akademik atas bantuan dan dukungannya kepada penulis.
7. Para Bapak/ibu dosen serta seluruh karyawan fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik UIN Alauddin Makassar yang telah memberikan pelayanan yang berguna dalam penyelesaian stu pada fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik UIN Alauddin Makassar
8. Sahabat, teman-teman, beserta para senior prodi Aqidah dan Filsafat Islam terkhusus pada Angkatan 2018 kelas AFI 3 yang selalu hadir dan mengulurkan tangan untuk menarik penulis dari jurang keputusasaan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman KKN Kecamatan Cendana, desa Pundilemo, yang selama 45 hari serumah tetapi sampai dengan saat ini selalu hadir dan mengulurkan tangan untuk selalu menarik penulis agar kiranya bisa sampai dititik ini.
10. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada. Prahara Dwi Islamianto Novarendi Indartono karena telah begitu baik dan simpatik. Saya berhasil mengatasi semua tantangan ini hanya karenamu dan sekarang saya memiliki harapan untuk masa depan yang lebih baik.
11. Kepada pemerintah dan masyarakat desa Biringala kecamatan barombong gowa yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melalukan penelitian
vii
di desa tersebut serta memberikan informasi yang dibutuhkan oleh penulis dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
12. Dan kepada seluruh pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam skripsi ini, dengan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih, semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian semua.
Penulis menyadari bahwa penyususan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dan masih memiliki banyak kekurangan, maka dari itu penulis berharap kepada kepada para pembaca untuk memberikan saran serta masukan untuk kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca. Itu saja yang dapat disampaikan oleh penulis dan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga menjadi lading pahala bagi penulis dan menjadi ilmu yang diberkati Allah swt, dan bermanfaat bagi semuanya.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakotuh.
Samata-Gowa, 20 Juni 2022 Penulis,
Nur Isda Wanti
30100118082
viii DAFTAR ISI
SAMPUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI………ii
PENGESAHAN SKRIPSI……….iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
ABSTRAK ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ... 4
C. Rumusan Masalah ... 6
D. Kajian Pustaka ... 6
E. Tujuan dan Kegunaan Peneliti ... 8
BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 9
A. Tradisi dan Kebudayaan ... 9
B. Pengertian Semiotika menurut Charles Sanders Peirce ... 13
C. Pengertian Makna Simbolik ………18
D. Pengertian Abburitta Riballa Pangngadakkang ... 21
BAB III METODE PENELITIAN ... 24
A. Jenis dan Lokasi Penelitian ... 24
B. Pendekatan Penelitian ... 25
C. Sumber data ... 26
D. Metode Pengumpulan Data ... 26
viiii
E. Instrument Penelitian………28
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 29
G. Pengujian dan Keabsahan Data ... 30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 31
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 31
B. Sejarah Munculnya Abburitta Riballa Pangngadakkang ... 36
C. Prosesi Tahap Persiapan Abburitta Riballa Pangngadakkang ... 40
D. Makna Simbolik Alat dan Sesajian dalam Ritual Abburitta Riballa Pangngadakkang ... 48
E. Pandangan Masyarakat Terhadap Ritual Abburitta Riballa Pangngadakkang ... 56
BAB V PENUTUP ... 59
A. Kesimpulan ... 59
B. Implikasi Penelitian ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 62
LAMPIRAN……….65
RIWAYAT HIDUP……….72
ixi
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Translitersi Arab-Latin 1. Konsonan
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat dilihat di bawah ini:
HURUF
ARAB NAMA HURUF LATIN NAMA
ا Alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan
ﺏ Ba B Be
ﺕ Ta T Te
ث ṡa ṡ Es (dengan titik diatas)
ج Jim Je Je
ح ḥa ḥ Ha (dengan titik dibawah)
خ Kha Kh Ka dan ha
د Dal D De
ذ Żal Ż zet (dengan titik diatas)
ر Ra R Er
ز Zai Z Zet
س Sin S Es
ش Syin Sy es dan ye
ص ṣad ṣ es (dengan titik dibawah)
ض ḍad ḍ de (dengan titik dibawah)
ط ṭa ṭ te (dengan titik dibawah)
xi
ظ ẓa ẓ
Zet (dengan titik dibawah)
ع ‘ain ‘ Apostrof terbalik
غ Gain G Ge
ف Fa F Ef
ق Qaf Q Qi
ك Kaf K Ka
ل Lam L El
م Mim M Em
ن Nun N En
و Wau W We
ھ Ha H Ha
ء Hamzah ‘ Apostrof
ي Ya Y Ye
Hamzah (ء) yang terletak diawal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apapun. Jika ia terletak ditengah atau diakhir, maka ditulis dengan tanda (’).
2. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vocal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong.
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut:
Tanda Nama Huruf Latin Nama
َ ا fatḥah A A
َ ا Kasrah I I
xii
ا ḍammah U U
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:
Tanda Nama Huruf Latin Nama
َ اْي fatḥah dan ya Ai a dan i وْا َ fatḥah dan wau Au a dan u Contoh:
ف يْك: kaifa ل وْھ: haula 3. Maddah
Maddah atau vocal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Contoh:
ﺕ ام َ: māta Harakat dan Huruf
Nama
Huruf dan Tanda
Nama ...
ا َ/...
َ َ ى
fatḥah dan alif atau ya
Ā a dan garis di atas یا َ Kasrah dan
ya
Ī i dan garis di atas
وا َ ḍammah dan wau
Ū u dan garis di atas
xiii ىم ر َ: ramā
ل يْق َ: qīla ﺕ وْم ي َ: yamūtu 4. Ta marbūṭah
Transliterasinya untuk ta marbūṭah ada dua, yaitu ta marbūṭah yang hidup atau mendapat harakat fatḥah, kasrah, dan ḍammah, transliterasinya adalah [t].
Sedangkan ta marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah [h].
Kalau pada kata yang berakhir dengan ta marbūṭah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta marbūṭah itu ditransliterasikan dengan ha [h].
Contoh:
: rauḍah al-aṭfāl
َ لاة ض و ْر لا فط
ة ل ض اف لاة ن يْد م لا: al-ma ة م كْح لا: al- ḥikmah 5. Syaddah (Tasydīd)
Transliterasi Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda tasydīd (َ َ ), dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.
Contoh:
Rabbanā
َ َ
َان ب َّر:
: najjainā
َان يْجَّن َ
قُّح لا: al- ḥaqq
xiiii جُّح لا: al- ḥaj
َ َ م ع ن: Nu’’ima
َ َ‘وٌّد ع: aduwwun
Jika huruf ى ber-tasydīd diakhir sebuah kata dan didahului oleh huruf Kasrah (یا َ,), maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah (ī).
Contoh:
ع ل ى َ َ : Alī (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly)
‘ى ب ر ع : Arabī (Bukan ‘Arabiyy atau ‘araby) 6. Kata Sandang
Kata sandangdalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf لا (aliflamma‘rifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiah maupun huruf
qamariah. Katasandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya.
Katasandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-).
Contoh:
س مْش لا: al-syamsu bukan (asy-syamsu) ة ل ز ل ْزلا: al- zalzalah
ة ف س لْف لا: al- falsafah
َ د لاب لا: al- bilādu
xivi 7. Hamzah
Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya berlaku bagi hamzah yang terletak ditengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak diawal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arabia berupa alif.
Contoh:
ن و ْر م أت َ: ta’murūna ء وْن لا: al-nau’
َ َ:ءٌيْش: syai’un ﺕ رْم أ: umirtu
8. Penelitian Kata Arab yang Lazimdigunakan dalam Bahasa Indonesia Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari pembendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi diatas. Misalnya kata Al-Qur’an (dari al-Qur’ān), Sunnah,
khusus dan umum. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka mereka harus ditransliterasi secara utuh.
Contoh:
FīẒilāl al-Qur’ān
Al-Sunnah qabl al-tadwīn
Al-‘Ibārāt bi‘umūm al-lafẓ lā bi khuṣūṣ al-sabab
xvi 9. Lafẓ al-Jalālah ( اللهَ )
Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jar dan huruf lainnya atau berkedudukan sebagai muḍāfilaih (frasanominal), ditransliterasi tanpa huruf hamzah.
Contoh:
َ الل ان يْد َ َ dīnullāh َ اللَاَاب َbillāh
Adapun ta marbūṭah diakhir kata yang disandarkan kepada lafẓ al jalālah, ditransliterasi denganhuruf [t].
Contoh:
َ اللاة م ح ْر يْف مْھ َ: humfīraḥmatillāh 10. Huruf Kapital
Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf capital (AllCaps), xiii dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf capital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD).
Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf capital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR).
Contoh:
Wa mā Muḥammadun illā rasūl
xvii
Inna awwala baitin wuḍi‘a linnāsi lallażībi Bakkata mubārakan Syahru Ramaḍān al-lażī unzila fih al-Qur’ān
Naṣīr al-Dīnal-Ṭūsī Abū Naṣr al-Farābī
Al-Gazālī
Al-Munqiż min al-Ḍalāl
Jika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abū (bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi.
Contohnya:
Abū al-Walīd Muḥammad ibnu Rusyd, ditulis menjadi: Ibnu Rusyd, Abū al- Walīd Muḥammad (bukan: Rusyd, Abū al-Walīd Muḥammad Ibnu)
Naṣr Ḥāmid Abū Zaid, ditulis menjadi: Abū Zaid, Naṣr Ḥāmid (bukan: Zaid, Naṣr Ḥāmid Abū)
xviii ABSTRAK Nama : Nur Isda Wanti
NIM : 30100118082
Prodi : Aqidah Dan Filsafat Islam
Judul : Makna Simbolik Abburitta Riballa Pangngadakkang di Desa Biringala, Kecamatan Barombong, Gowa.
Skripsi ini berjudul “Makna Simbolik Abburitta Riballa Pangngadakkang di Desa Biringala, Kecamatan Barombong, Gowa” memiliki empat rumusan masalah diantaranya: 1) Bagaimana sejarah munculnya tradisi Abburitta Riballa Pangngadakkang? 2)Bagaimana tahap persiapan Abburitta Riballa Pangngadakkang? 3)Apa makna-makna simbolis yang terdapat dalam upacara Abburitta Riballa Pangngadakkang? 4)Bagaimana pandangan masyarakat terhadap tradisi Abburitta Riballa Pangngadakkang?
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini yaitu penelitian lapangan yang sifatnya kualitatif dengan pendekatan semiotika. Adapun sumber data penelitian terdiri dari data primer yang diperoleh langsung dengan melakukan wawancara bersama tokoh-tokoh adat dan masyarakat setempat, dan data sekunder yang diperoleh dari telaah kepustakaan. Selanjutnya metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode wawancara, metode observasi dan metode dokumentasi. Adapun instrument penelitian terdiri dari, instrument wawancara, taperecorder atau handphone, dan buku dan alat tulis.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa: Pertama, ritual abburitta riballa pangngadakkang dilatarbelakangi karena masyarakat terdahulu belum mengenal yang namanya undangan tertulis, dengan begitu dalam keadaan itu muncul ide dari berbagai kalangan terutama para pemuka adat dan pemuka masyarakat pada waktu itu untuk mencari penjelasan, dan di Kabupaten Gowa tepatnya di Desa Biringala terlalu menjunjung tinggi nilai-nilai siri’ na pace. Maka Proses tahap persiapan abburitta riballa pangngadakkang ini diadakan agar kiranya bisa menjaga keharmonisan bagi bermasyarakat. Selain itu tradisi ini berfungsi sebagai suatu kaedah utama bagi seluruh tingkah laku manusia dalam hubungan sosial agar kiranya bisa saling menghargai dan menghormati. Kedua, prosesi pelaksanaan pembangunan 1 batang bambu dengan panjang 375 cm diadakan di depan rumah tuan rumah kemudian dilakukan kegiatan mengunjungi rumah yang akan diburittai. Dengan beberapa persiapan seperti alat dan bahan yang menjadi syarat dari pelaksanaan ritual tersebut. Ketiga, tanda dan makna alat dan bahan serta sesajian yang disediakan dari ritual abburitta riballa pangngadakkang akan memberikan berbagai macam manfaat positif bagi masyarakat setempat, dan pula sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur bahwasanya ritual yang terdahulu masih dilestarikan sampai saat ini. Keempat, Masyarakat setempat menganggap tradisi ARP tidak bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan mereka memahami tradisi ini sebagai bentuk ketaatan kepada Allah swt, sebagai anjuran dalam surah An-Nisa 4/:86.
Implikasi dari hasil penelitian bahwa ritual abburitta riballa pangngadakkang bukan hanya sekedar mengingat tau riolo. Selain itu, banyak hal positif yang dapat kita petik seperti tolong-menolong, gotong royong, sikap saling menghargai dan menghormati, serta pelajaran bahwa manusia sosial yang tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Karya ilmiah ini merupakan penelitian kualitatif yang berbasis lapangan.
Informasi primer akan terambil dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi.
Karya ini fokus kepada makna yang ada dibalik simbol-simbol yang digunakan dalam tradisi Abburitta Riballa Pangngadakkang (selanjutnya saya singkat ARP) di Desa Biringala, Kecamatan Barombong, Gowa.
Di Desa Biringala terdapat berbagai macam tradisi yang dianut oleh masyarakat setempat, diantaranya yaitu tradisi Abburitta Riballa Panngadakkang.
ARP ialah proses awal yang wajib dilakukan oleh masyarakat Biringala yang akan melaksanakan pernikahan atau perkawinan. Proses ini dilakukan pada waktu baik yang sudah ditetapkan untuk membangun dasar tenda pengantin. Proses pembangunan tenda ini dipimpin oleh panrita (guru penyelenggara) yang sudah dipercayakan oleh tuan rumah. Tujuan dari tradisi ini, sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan kepada tetangga dan keluarga. ARP sudah menjadi kebiasaan masyarakat karena prosesi ini dilakukan dari generasi kegenerasi.
ARP sudah menjadi tradisi yang telah tertanam kuat dalam masyarakat Desa Biringala, Kecamatan Barombong, Kabupaten Gowa. Salah satu sebab tradisi ini masih dilakukan adalah adanya nilai saling menghargai dalam tradisi tersebut. Hal ini sejalan dengan spirit surat An-Nisa/4:86
Terkait dengan penjelasan sebelumnya, ada ayat yang bisa mengemukakan bahwasanya setiap umat Allah swt semestinya saling menghormati dan saling menghargai, seperti pada QS. an-Nisa/4:86.
بي ِس َح ٍء ۡ ي ش ِّل َ ُ ك ٰ َ
لَ َع َ نا َ
ك َ ه للَّٱ َّ
ن ِإ ٓۗٓ
ا َ هو ُّ
د ُر ۡو َ أ ٓ
ا َه ۡ
ن ِم َن َس ۡح َ أِب ْ
او ُّي َح َ ف ٖةَّي ِح َ
ت ِب م ُ تي ِّي ُح ا َ
ذِإ َو ا
٨٦
Terjemahnya:
Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (penghormatan itu yang sepadan dengannya. Sungguh Allah memperhitungkan segala sesuatu.1
Abburitta merupakan salah satu ritual yang berpusat pada masyarakat di Desa Biringala Kec. Barombong, Kab Gowa. ARP ini dilaksanakan berdasarkan kebiasaan masyarakat sebelum melakukan berbagai kegiatan pernikahan, khitanan dan sebagainnya. Abburitta dilakukan untuk memberitahukan tentang hari pernikahan atau pesta yang akan digelar terhadap keluarga dan tetangga. Pesan atau makna yang akan di sampaikan seperti, dengan siapa akan menikah, asalnya dari mana, latar belakang keluarganya dan pekerjaannya. Semua ini akan disampaikan oleh paburitta kepada keluarga, dan tetangga. Abburitta akan dilakukan oleh 2-10 ibu-ibu yang disebut dengan paburitta dan satu anak laki-laki yang disebut pagadu.
Para ibu-ibu ini akan berpakaian adat, seperti memakai baju bodo dengan lipa’
sabbe (sarung sutra) dan anak lelaki yang disebut pagadu memakai baju putih dan sarung putih serta songkok putih pula.2
Prosesi ARP, dilaksanakan berdasarkan kebiasaan-kebiasaan masyarakat Desa Biringala dengan menyediakan sesaji berbagai macam alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan. Seperti halnya bambu, gula merah, beras, daun sirih, tapu rikba (beras yang terbang saat dibersihkan), lombok biji, dan batang bira, adapula dalam bentuk sesajian makanan seperti, kue tradisonal yang sudah disiapkan. Kemudian akan dibangunkan 1 batang bambu dengan panjang 375 cm
1Kementerian Agama, RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta Timur: Edisi Penyempurnaan, 2019), h. 123.
2Zulkifli Mappasomba, “Abburitta Dan Ammuntuli:Cara Terhormat Suku Makassar Dalam Mengundang Tamu”, https://etnis.id/featured/abburitta-dan-ammuntuli-cara-terhormat-suku- makassar-dalam-mengundang-tamu/ 2019
3
di depan rumah yang akan melalukan resepsi dengan persiapan alat dan bahan yang dibutuhkan seperti halnya gula merah, beras, dan kue tradisional yang disiapakan, yang dimana bambu tersebut sudah diikatkan daun siri. Setelah proses pembangunan bambu tersebut maka tuan rumah mulai menggerakan paburitta yang akan ke rumah para tetangga yang akan diundang. Paburitta ini akan diberi makan dengan kue khas tradisional dan 1 dari semua paburitta akan diberikan bungkusan yang isinya tapu rikba, lombok biji dan batang bira. Kemudian diarahkan oleh tuan rumah untuk ke rumah tetangga atau kerabat dengan maksud bahwasanya tanda penghargaan dan diundang dengan hormat.
Semua bahan yang digunakan dalam ritual Abburitta Riballa Pangngadakkang, memiliki makna simbolik yang mendalam. Pemilihan bahan, baik sesajen makanan maupun pakaian, memiliki pertimbangan makna simbolik yang dengannya diharapkan agar makna-makna tersebut terwujud dalam kehidupan. Jadi penggunaan bahan-bahan tersebut tidak serampangan tanpa alasan tertentu.
Penelitian ini didorong oleh sekurang-kurangnya tiga faktor. Pertama, berdasarkan pembacaan literatur oleh peneliti, hampir semua literatur hanya fokus membahas tentang tahap persiapan. kelangkaan karya ilmiah yang membahas masalah makna yang terkandung dalam simbol-simbol tradisi ARP, penulis terdorong melakukan penelitian tentang makna simbol dalam tradisi ARP. Alasan kedua, berdasar pengamatan sepintas oleh peneliti, masyarakat yang sering terlibat dalam tradisi ARP percaya bahwa tradisi tersebut hanya sebagai tahapan persiapan dalam menjalani resepsi. Diantara mereka masih kurang memahami makna simbolik serta pesan yang terkandung dalam alat, bahan dan sesajian dalam tradisi Abburitta Riballa Pangngadakkang sehingga peneliti menganggap perlu untuk mengkaji lebih dalam makna simbolik dari pelaksanaan Akburitta Riballa
Pangngadakkang. Ketiga, peneliti memiliki rasa ingin tahu yang lebih lanjut tentang kenapa masyarakat Biringala masih mempertahankan tradisi ARP, mengunjungi beberapa rumah tentangga dengan memakai baju adat, padahal ada cara lain mengundang seperti halnya undangan tertulis.
Dari permasalahan tersebut, maka peneliti mengangkat judul “Makna Simbolik Abburitta Riballa Pangngadakkang. di Desa Biringala, Kecamatan Barombong, Gowa.”
B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Penelitian 1. Fokus penelitian
Fokus penelitian ini yaitu tahap persiapan terhadap kegiatan abburita ri balla pangngadakkang, serta bagaimana makna simbolik abburitta ri balla pangngadakkang.
2. Deskripsi fokus
Fokus penelitian ini menjelaskan bagaimana prosesi kegiatan abburitta riballa pangngadakkang, juga bagaimana makna simbolik abburitta riballa pangngadakkang. Maka dari itu, terlebih dahulu peneliti mengartikan kata-kata dari judul yang dianggap penting dari penelitian ini:
a. Makna ialah kata penghubung atau arti dari kata yang menjelaskan sesuatu hal yang terletak padu dengan satuan kebahasaan yang menjadi penandanya.3
3Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kamus versi online/daring (dalam jaringan) https://kbbi.web.id/makna.
5
b. Simbolik adalah lambang yang berawal dari perlambangan, seperti lukisan-lukisan. Simbolik itu sendiri merupakan bentuk lahiriyah yang mengandung maksud.4
c. Abburitta berasal dari Bahasa sehari-hari orang makassar yang berarti sector yang memberitahukan atau mengundang tetangga dan saudaraa untuk hadir di pernikahan atau pesta.5
d. Balla (Rumah), pangngadakkang adalah suatu kebiasaan yang sudah melembaga dalam masyarakat Gowa yang disebut juga adat. Agama sebagai suatu system, nampakya punya arti yang sangat penting bagi kehidupan individu maupun masyarakat, hal ini dapat dilihat dari system upacara pangngadakkang yang masyarakat lakukan. Sebab mereka menganggap bahwa melaksanakan upacara tradisional berarti menjagi kestabilan dan keharmonisan bagi kehidupan bermasyarakat, selain itu berfungsi sebagai suatu kaedah utama bagi seluruh tingkah laku manusia dalam hubungan sosial. Sebagai muslim, sikap istiqamah dalam hidup ini harus dimiliki karena ajaran adat (pangngadakkang) dengan begitu penamakan dari tambahan rumah tersebut adalah bentuk cara menghormati, disebut sebagai rumah adat (pangngadakkang) atau dibahasakan seperti rumah orang yang kita hargai atau kita hotmati.
4Laksmi Kusuma Wardani, “Fungsi, Makna Dan Simbol (Sebuah Kajian Teoritik)”
http://repository.petra.ac.id/17181/ /2010
5Vlomaya (Komunitas Vlogger Kompasiana Pemerhati Budaya), “Pabburitta, Cara Mengundang Orang Makassar” https://www.kompasiana.com/vlomaya official/59fac8bbf33a2d453a38c432/pabburitta-cara-mengundang-orang-makassar/ 02 November 2017.
Panggadakkang yang mengandung sarak sesuai dengan nilai konsep Islam yang mengatur etika.6
C. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah ditulis oleh penulis, dengan judul
“Makna Simbolik Abburitta Riballa Pangngadakkang, di Desa Biringala, Kecamatan Barombong, Gowa”, maka peneliti mengangkat rumusan masalah sebegai berikut:
1. Bagaimana sejarah munculnya tradisi Abburitta Riballa Pangngadakkang?
2. Bagaimana tahap persiapan Abburitta Riballa Pangngadakkang?
3. Apa makna-makna simbolis yang terdapat dalam upacara Abburitta Riballa Pangngadakkang?
4. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap tradisi Abburitta Riballa Pangngadakkang?
D. Kajian Pustaka
Berdasarkan pelacakan literature yang terkait tema penelitian, penulis belum menemukan karya yang membahas makna simbolik-filosofis ARP. Sehingga tidak berlebihan kalau penulis mengklaim bahwa karya ini merupakan yang pertama dan berpotensi menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya. Adapun kajian Pustaka yang digunakan oleh peneliti ini diantaranya:
Pertama, Dr. Mukhlis Paeni, Dkk. 1990 Tata Kelakuan di lingkungan Pergaulan Keluarga Dan Masyarakat Makassar buku cet, Jakarta 1990. Buku ini membahas tentang tata kelakuan dalam area sosial, dan terdapat pembahasan
6Rusli Malli, Dkk, “Pemahaman Masyarakat Gowa Tentang Nilai-Nilai Pendidikan Islam Yang Terintegrasi Dalam Sarak Sebagai Unsur Pangngadakkang Di Kabupaten Gowa.
https://docplayer.info/196307643-Pemahaman-masyarakat-gowa-tentang-nilai-nilai-pendidikan- islam-yang-terintegrasi-dalam-sarak-sebagai-unsur-pangngadakkang-di-kabupaten-
gowa.html/2019.
7
angngiori/annulung yang merupakan bagian dari proses pernikahan khitanan yaitu akburitta. Disini dijelaskan bahwa kegiatan angngiori merupakan salah satu kegiatan dalam arena sosial yang telah melembaga dalam masyarakat. Bukan saja dalam masyarakat Parangbanoa melaikan meliputi seluruh masyarakat di Indonesia.7
Kedua, skripsi oleh Masniati, dengan judul “Makna Simbolik Dalam Sistem Pernikahan Masyarakat Desa Tompong Patu Kabupaten Bone” 2018. Penulis membahas tentang bahwasanya manusia menciptakan pesan simbolik dalam situasi tertentu yang pada dasarnya ditujukan untuk manusia agar bisa melakukan komunikasi. Kemudian dalam komunikasi yang dilakukan maka akan dilihat pesan- pesan yang bersifat simbolis. 8
Ketiga, skripsi oleh Nuraeni, yang berjudul “Integrasi Syariat Islam Terhadap Tradisi Pernikahan Masyarakat Di Desa Bontosunggu, Kec. Bontonompo Selatan, Kab. Gowa” 2015. Peneliti membahas tentang unsur kebudayaan yang dengan diterimanya Islam dan dijadikannya sara’ (syariat) Islam sebagai salah satu unsur dari pangngadakkang. Yang dimana salah satu unsur pangngadakkang adalah sara’.
Budaya lokal pernikahan yang masih terwariskan itu menjadi adat turun temurun.9 Dari ketiga referensi di atas, ada informasi yang bisa dimanfaatkan dalam penelitian penulis. Namun, penelitian saya memiliki perbedaan dari ketiganya, yaitu fokus penilitian yang berbeda dan pendekatan yang penulis akan gunakan.
7Mukhlis Paeni, Dkk, Tata Kelakuan Di Lingkungan Pergaulan Keluarga dan Masyarakat Makassar (Jakarta: t.p ,1990, h. 89.
8Masniati, “Makna Simbolik Dalam Pernikahan Masyarakat Desa Tompong Patu Kabupaten Bone” Skripsi (Makassar: Fak. Keguruan dan Ilmu Pendidikan, UNISMUH Makassar 2018).
9Nuaren “Integrasi Syariat Islam Terhadap Tradisi Pernikahan Masyarakat Di Desa Bontosunggu Kec. Bontonompo Selatan Kab. Gowa”. Skripsi (Samata: Fak. Adab dan Humaniora UIN Alauddin, 2015).
E. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini ialah:
a. Untuk mengetahui bagaimana tahap persiapan Abburitta Riballa Pangngadakkang.
b. Untuk mengetahui bagaimana makna-makna simbolik yang terdapat dalam upacara Abburitta Riballa Pangngadakkang.
2. Kegunaan penelitian a. Teoritis
1) Penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan akan makna simbolik abburitta riballa pangngadakkang.
2) Penelitian ini dilakukan agar dapat menambah khazanah keilmuan terkait tentang Abburitta Riballa Pangngadakkang yang sampaikan sekarang masih di lestariakan.
b. Praktis
1) Penelitian ini dilakukan untuk memberikan pemahaman terkait persoalan tentang filsafat yang menimbulkan pertanyaan dikalangan umat manusia.
2) Untuk memberikan informasi terkait dengan makna simbolik supaya tidak salah salah dalam memaknai.
9 BAB II
TINJAUAN TEORITIS A. Tradisi dan Kebudayaan
1. Pengertian tradisi
Tradisi adalah suatu informasi yang diteruskan dari generasi ke genarasi baik secara tertulis maupun secara lisan, karena tanpa adanya suatu tradisi maka segala sesuatu yang akan dilakukan manusia akan punah. Dalam pengertian tradisi adalah adat istiadat atau kebiasaan yang turun temurun yang masih dijalankan dalam masyarakat, kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dalam masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta dipatuhi masyarakat. Tradisi dalam Bahasa arab A’datun: sesuatu yang terulang-ulang.10
Adat/kebiasaan adalah setiap perbuatan dan tindakan yang diambil secara berulang dalam bentuk yang sama sehingga akan menjadi suatu kebiasaan, seperti, berpakaian, dan yang lainnya. Perbuatan yang telah mandarah daging akan menjadi kebiasaan-kebiasaan dan itu akan menjadi adat.11
Tradisi merupakan suatu gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu yang lama. Tradisi yang telah membudaya akan menjadi sumber dalam berakhlak dan berbudi pekerti. Hal paling mendasar adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi. Selain itu, tradisi juga dapat
10 Zuhairi Misrawi, Menggugat Tradisi Pergulatan Pemikiran Anak Muda NU Dalam Nurhalis Madjid Kata Pengantar, h.151
11 Indo Santalia, Akhlak Tasawuf (Makassar; Alauddin University Press,2011), h. 30-31.
diartikan sebagai kebiasaan bersama dalam bermasyarakat, yang secara otomatis akan memperngaruhi aksi dan reaksi dalam kehidupan sehari-hari.12
Istilah budaya menurut Koentjaraningrat kata tersebut berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk plural (jamak) dari buddhi yang berarti akal budi atau akal, sehingga kebudayaan dapat diartikan dengan hal- hal yang bersangkutan dengan akal dan budi.13
Antropologi Sir Edward B. Taylor dari inggris sebagaimana dikemukakan oleh Hans J. Daeng, mendefinisikan budaya sebagai the complex whole of ideal and thing produced by men in their historical experience (atau keseluruhan inde barang yang dihasilkan oleh manusia dengan pengalaman sejarah). Selanjutnya, Antropologi Ruth Benedict menyebut budaya adalah ‘as pattern of thinking and doing that runs through activities of people and distinguished them from all other peoples (pola piker dan tindakan orang yang tercermin melalui aktifitasnya dan yang membedekannya dari orang lain). 14 Definisi budaya yang dikemukakan tersebut di atas menggambarkan suatu jalinan dan cakupan kebudayaan yang sangat luas dan kompleks sebagaimana yang telah disinggung bahwa budaya berarti adat istiadat, tabiat asli, atau kebiasaan suatu masyarakat.15
12 Zuhairi Misrawi, Menggugat Tradisi Pergulatan Pemikiran Anak Muda NU Dalam
Nurhalis Madjid Kata Pengantar. (Cet 1: Jakarta:PT Kompas Media Nusantara,2004) h. 17
13 Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas Dan Pembangunan (Cet. XXIII. Jakarta: PT Gramedia Pustaka 2008) h. 9
14 Hans J. Daeng, Manusia, Kebudayaan Dan Lingkungan : Tinjauan Antropologi
(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2008) h. 48
15 Depateman Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta: Balai Pustaka, 2002) h. 168
11
Pendekatan kebudayaan adalah pendekatan yang melihat realitas masyarakat dari sudut pandang mentalitas orang: nilai yang diacu individu atau bersama:
menyatu nilai bersama yang merekatkan bangsa majemuk dengan keikhlasan
“saling hormati” menghormati.16
2. Pengertian budaya
Kebudayaan(cultuur)dalam bahasa Belanda dan (culture)dalam Bahasa inggris, berasal dari perkataan latin “colere” ysng berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengolah tanah dan tradisi. Dari segi arti ini berkembanglah arti culture sebagai segala daya dan aktifitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Dalam bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari Bahasa sansekerta
“Buddhayah” yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti akal, jadi budaya adalah
daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, dan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu.17Budaya atau kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia dengan budhinya berupa segenap sumber jiwa, yakni cipta, karsa, rada dan kebudayaan adalah hasil dari cipta karsa dan rasa tersebut.
Budaya atau kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia dengan budhinya berupa segenap sumber jiwa, yakni cipta, rasa dan karsa. Adapun kultur berasal dari kata latin colere, yang dapat berarti mengolah tanah, menghormati dan memelihara18. Ruang-ruang kebudayaan adalah ruang tempat mengacu nilai untuk
16 Mudji Sutrisno, Ranah-Ranah Kebudayaan (Yogyakarta: Penerbit Kanisius , 2009) h. 25
17 Djoko Widagdho, Ilmu Budaya Dasar (Jakarta:Bumi Aksara, 1994) h. 18
18 Djoko Widagdho, Ilmu Budaya Dasar, h. 27
hidup sehari-hari, kebudayaan adalah potensi yang ada ditiap orang mulai dari kemampuan kognitif, yaitu potensi untuk merangkum pengetahuan tentang realitas secara akal budi.19 Ruang lingkup konsep kebudayaan sangat bervariasi, dan setiap pembatasan arti yang diberikan akan sangat dipengaruhi oleh dasar pemikiran tentang azaz-azaz pembentukan masyarakat dan kebudayaan. Manusia dan kebudayaan merupakan satu kesatuan tidak terpisahkan, sementara itu pendukung kebudayaan adalah makhluk manusia itu sendiri. Sekalipun makhluk manusia akan mati, tetapi kebudayaan yang dimilikinya akan diwariskan pada keturunannya, demikian seterusnya.20
Di sini terlihat bahwa kebudayaan dalam suatu masyarakat merupakan system nilai tertentu yang dijadikan pedoman hidup oleh warga yang mendukung kebudayaan tersebut. karena dijadikan kerangka acuan dalam bertindak dan bertingkah laku maka kebudayaan cenderung menjadi tradisi dalam suatu masyarakat. Tradisi adalah sesuatu yang sulit berubah, karena sudah menyatu dalam kehidupan masyarakat pendukungnya. Bahkan menurut Prof. Dr. Kasmiran Wuryo, tradisi masyarakat merupakan bentuk norma yang terbentuk dari bawah, sehingga sulit untuk diketahui bentuk asalnya. Oleh karena itu, tampaknya tradisi sudah terbentuk sebagai norma yang dibakukan dalam kehidupan masyarakat. 21
19 Mudji Sutrisno, Ranah-Ranah Kebudayaan (Yogyakarta: Penerbit Kanisius , 2009) h. 43
20 Hari Purwanto, kebudayaan dan Lingkungan Dalam Perspektif Antropologi (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar (2010) h. 50-51
21 Jalaluddin, Psikologi Agama (Cet: 13 Jakarta: Rajawali Pers, 2010) h. 223-224
13
B. Pengertian Semiotika menurut Charles Sanders Peirce
Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata Yunani Semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya. Dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.
Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Contohnya, asap menandai adanya api. Tanda-tanda (sign) adalah basis atau dasar dari seluruh komunikasi.
Semiotika itu sendiri terbagi menjadi 2, ada alam bentuk teks dan ada dalam bentuk umum. Semiotika teks itu cabang semiotika, yang secara khusus mengkaji teks dalam berbagai bentuk dan tindakannya. Ia dibedakan dengan semiotika umum, yang mengkaji tanda secara umum dan lebih luas. Disebut sebagai semiotika teks karena memiliki unit analisis terkecilnya ialah teks itu sendiri. Sedangkan unit analisis terkecil semiotika umum adalah tanda.22
Oleh karena semiotika teks dan analisis teks merupakan cabang dari semiotika umum, maka berbagai prinsip dasar yang membentuk semiotika umum juga berlaku di dalamnya. Artinya, meskipun unit analisis terkecil semiotika teks adalah teks, akan tetapi terks tidak dapat dilepaskan dari tanda-tanda yang membentuknya. Implisit dalam definisi tersebut adalah sebuah relasi bahwa bila tanda merupakan bagian dati kehidupan sosial, maka tanda juga merupakan bagian dari aturan-aturan sosial yang berlaku. Ada system tanda (sign sys-tem) dan ada system sosial (sosial system), yang keduanya saling berkaitan.
22 Yasraf Amir Piliang, Semiotika Teks: Sebuah Pendekatan Analisis Teks. Mediator, Vol.
5. No. 2. 2004., H. 198
Analisis teks (textual analysis) adalah salah satu cabang dari semiotika teks, secara khusus mengkaji teks sebagai sebuah produk penggunaan bahasa berupa kumpulan atau kombinasi tanda-tanda, khususnya yang menyangkut system tanda(sintatik/paradigmatic), tingkatan tanda (denotasi/konotasi), relasi antartanda (metafora/metonim), muatan mitos, dan ideologi di baliknya. Oleh karena semiotika teks dan analisis teks merupakan cabang dari semiotic umum, maka berbagai prinsip dasar yang membentuk semiotika umum juga berlaku di dalamnya.
Artinya, meskipun unit analisis terkecil semiotika teks adalah teks, akan tetapi teks tidak dapat dilepaskan dari tanda-tanda yang membentuknya.23
Dalam analisis semiotiknya Pierce membagi tanda berdasarkan sifat ground menjadi tiga kelompok yakni qualisigns (kualifikasi), sinsigns (tanda), dan legisigns. Qualisigns adalah tanda-tanda yang merupakan tanda berdasarkan suatu sifat. Contoh, sifat merah merupakan qualisigns karena merupakan tanda pada bidang yang mungkin. Sinsigns adalah tanda yang merupakan tanda atas dasar tampilan yang dalam kenyataan. Semua pertanyaan individual yang tidak dilembagakan merupakan sinsigns, contoh sebuah jeritan bisa berarti kesakitan, keheranan atau kegembiraan. Legisigns adalah tanda-tanda yang merupakan tanda atas dasar suatu peraturan yang berlaku umum, sebuah konvensi, sebuah kode, contoh tanda lalu lintas adalah sebuah legisigns. Begitu juga dengan mengangguk, berjabat tangan dan sebagainya.24
23Yasraf Amir Piliang, Semiotika Teks: Sebuah Pendekatan Analisis Teks. Mediator, Vol.
5. No. 2. 2004. h. 190
24 Ni Wayan Sartini, Tinjauan Teoritik Tentang Semiotika, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas
Sastra, Universitas Airlangga,
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=tinjauan+teoritik+tentang+semiotik
&oq=tinjauan+teo
15
Sebuah tanda atau representamen menurut Charles S Pierce adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas.
Sesuatu yang pertama, pada gilirannya akan mengacu pada objek tertentu. Dengan demikian menurut pierce, sebuah tanda atau representamen memiliki relasi ‘triadik’
langsung dengan Interpretan dan objeknya. Apa yang dimaksud dengan proses
“semiosis” merupakan suatu proses yang memadukan entitas (berupa
representamen) dengan entitas lain yang disebut sebagai objek.25
Bagi Charles Sanders Pierce prinsip mendasar sifat representatife dan intreprentatif. Sifat representative tanda berari tanda merupakan sesuatu yang lain, sedangkan sifat interpretative adalah tanda tersebut memberikan peluang bagi interpretasi bergantung pada pemakai dan penerimanya. Semiotika memiliki tiga wilayah kajian:
1. Tanda itu sendiri. Studi tentang berbagi tanda yang berbeda, cara-cara tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna dan cara lain tanda terkait dengan manusia yang menggunakannya.
2. Sistem atau kode studi yang mencakup cara berbagai kode yang dikembangkan guna memenuhi kebutuhan masyarakat atay budaya.
3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda26
Teori semiotika Charles Sanders Pierce sering kali disebut “Grand Theory”
karena gagasannya bersifat menyeluruh, deskripsi sktruktur dari semua penandaan,
25 Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, Granit Jakarta,2004.
Hal.17.
26 John Fiske, Semiotika Komunikasi, (bandung, PT: Remaja Rosdakarya,2006), h.15
Peirce ingin mengindentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggabungkan Kembali komponen dalam struktur tunggal.27
Untuk tanda dan denotatumnya Pierce memfokuskan diri pada tiga aspek tabda yaitu ikonik, indeksinal, simbol. Ikonik adalah sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang serupa dengan bentuk objeknya yang dimana terlihat pada gambar dan lukisan. Indeks adalah sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang mengisyaratkan petandanya, sedangakan simbol adalah penanda yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang oleh kaidah secara kovensi telah lazim digunakan dalam masyarakat.28
Analisis semiotik Pierce terdiri dari tiga aspek yang penting sehingga sering disebut dengan segitiga makna. Model tanda yang dikemukakan Pierce adalah trikotomis atau triadic, dan tidak memiliki ciri-ciri structural sama sekali. Prinsip dasarnya bahwa tanda bersifat representatif yaitu adalah tanda sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain. Proses permaknaan tanda pada Pierce mengikuti hubungan antara tiga titik yaitu representamen (perwakilan) (X), object (tanda) (Y), intrerpretent (juru bahasa) (I) (X=Y). X adalah bagian tanda yang dapat dipersepsi secara fisik atau mental, yang merujuk pada sesuatu yang diwakili oleh Y kemudian I adalah bagian dari proses yang menafsirkan hubungan X dan Y.29 Charles Sanders
27 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, (Jakarta; Mitra Wacana Media, 2011), h.13
28 Ni Wayan Sartini, Tinjauan Teoritik Tentang Semiotika, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas
Sastra, Universitas Airlangga
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=tinjauan+teoritik+tentang+semiotik
&oq=tinjauan+teo
29 Ibid. h. 6
17
Pierce dikenal dengan model triadic dan konsep trikotominya yang terdiri dari atas berikut.
30
1. Tanda
Dalam kajian semiotik, tanda merupakan konsep utama yang dijadikan sebagai bahan analisis di mana di dalam tanda terdapat makna sebagai bentuk interpretasi pesan yang yang dimaksud. Secara sederhana, tanda cenderung berbentuk visual atau fisik yang ditangkap oleh manusia.
Menurut Pierce, tanda (representamen) ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu. Tanda akan selalu mengacu ke sesuatu yang lain, oleh Priece disebut obyek (denotatum). Mengacu berarti mewakili atau menggantikan. Tanda baru dapat berfungsi bila diinterperatikan dalam benak penerima tandaa melalui intepretant.
30https://www.google.com/search?q=model+triadic+charles+sanders+peirce&oq=&aqs=chr ome.0.69i59i450l8.2514542691j0j15&sourceid=chrome&ie=UTF-8
2. Acuan tanda atau objek
Objek merupakan konteks sosial yang dalam implementasinya dijadikan sebagai aspek pemaknaan atau atau yang dirujuk oleh tanda tersebut.
3. Pengguna Tanda (interpretant)
Konsep permikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya kesuatu makna tertentu atau makna yang adan dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. 31
C. Pengertian Makna Simbolik
Berbicara tentang makna dan simbol, maka keduanya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Pada hakekatnya pengetahuan manusia adalah pengetahuan simbolis. Di dalam abburitta riballa pangngadakkang ada berbagai macam variasi. Pertama terdapat pada pembangunan satu batang bambu. Yang kedua terdapat suguhan penyediaan sesajian diantaranya: umba-umba(onde-onde), kolapisi (kue lapis), cucur dan kue sirikaya. Yang ketiga terdapat pada bungkusan putih yang berisi, Lombok biji, tapu rikba (beras yang terbang saat dibersihkan, dan batang bira).
Dari berbagai simbol tindakan dan sesaji abbruitta riballa pangngadakkang, demikian memang tampak bahwa masyarakat desa biringala memiliki harapan untuk menyambung silaturahmi.
31 Nawiroh Vera, Semiotika dalam Riset Komunikasi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2015),h.22
19
1. Makna
Kata makna dalam Kamus Besar Bahasa Inonesia (KBBI) adalah arti dan maksud. Makna ialah arti atau maksud pada suatu kata32. Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantic dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan.
Pengertian dari makna sangatlah beragam. Makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistic.33
Ada 5 macam makna, yaitu:
a. Makna Emotif
Makna emotif adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara atau sikap pembicara mengenai sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan34.
b. Makna denotatif
Makna denotatif suatu kata adalah makna yang biasa kita temukan dalam kamus. Makna denotasi bersifat langsung, yaitu makna khusus yang terdapat dalam sebuah tanda, dan pula intinya dapat disebut sebagai gambaran suatu petanda.
c. Makna konotatif
Makna konotatif adalah makna denotatif ditambah dengan segala gambaran, ingatan, dan perasaan yang ditimbulkan oleh suatu kata.
Kata konotasi sendiri berasal dari Bahasa Latin connotare, “menjadi
32 Mifta annisa kurniati, “Makna Symbol Dalam Tradisi Lelang Tembak di Desa Seri Dalam Kabupaten Ogan Ilir” Skripsi (UIN Raden Fatah Palembang, 2020), h. 24.
33 Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta; Rineka Ciptu,1994) h. 286
34 Mansoer Pateda, Sematik Leksikal (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h. 101
tanda” dan mengarah kepada makna-makna cultural yang
terpisah/berbeda dengan kata (dan bentuk-bentuk lain dari komunikasi).35
d. Makna Kognitif
Makna kognitif adalah makna yang ditunjukkan oleh acuannya, makna unsur Bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, objek atau gagasan, dan dapat dijelaskan berdasarkan analisis komponennya.36
e. Makna Referensial
Referen merupakan hubungan antara unsur-unsur linguistic berupa kata-kata, kalimat dan dunia pengalaman nonlinguistik. Referen atau acuan dapat diartikan berupa benda, peristiwa, proses, atau kenyataan. Referen adalah sesuatu yang ditunjuk oleh suatu lambang. 37
2. Makna Simbolik
Makna adalah hubungan antara lambang benda dengan acuannya.
Makna merupakan bentuk responsi dan stimulus yang diperoleh dalam sesuatu sesuai dengan objeknya. Ujaran manusia itu mengandung makna yang utuh.
Sedangkan symbol adalah sesuatu yang biasanya merupakan tanda yang terlihat yang menggantikan gagasan atau objek. Simbol sering diartikan secara terbatas
35 Mansoer Pateda, Sematik Leksikal (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h. 103
36 Mansoer Pateda, Sematik Leksikal (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h. 109
37 Mansoer Pateda, Sematik Leksikal (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h. 125
21
sebagai tanda konvensional, sesuatu yang dibangun oleh masyarakat atau individu dengan arti tertentu yang kurang lebih standar dan disepakati atau dipakai anggota masyarakat itu sendiri.
Dalam berbagai pengertian, “simbol” diartikan sebagai berikut:
a. Simbol adalah sesuatu yang biasanya merupakan tanda yang terlihat yang menggantikan gagasan atau objek.
b. Simbol adalah kata, tanda atau isyarat, yang digunakan untuk mewakili sesuatu yang lain seperti arti, kualitas, abstraksi, gagasan, dan objek.
c. Simbol adalah apapun yang diberikan arti dengan persetujuan umum dan atau dengan kesepakatan atau kebiasaan.
d. Simbol sering diartikan secara terbatas sebagai tanda konvensional, sesuatu yang dibangun oleh masyarakat atau individu dengan arti tertentu yang kurang lebih standar dan disepakati38. Jadi, antara makna dan symbol sangat erat kaitannya untuk dipahami. Di dalam dunia ini hubungan keduanya tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
D. Pengertian Abburitta riballa Pangngadakkang
Abburitta riballa pangngadakkang atau mengunjungi rumah orang yang dihargai berasal dari dari dua kata yaitu mengunjungi, rumah dan orang yang dihargai/dihormati. Arti abburitta atau mengunjungi dalam kamu besar KBBI
38 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta,2009) h. 153- 154
adalah berkunjung: pergi, datang untuk menengok; lekas.39 Jadi kata abburitta atau mengunjungi adalah keadaan dimana seseorang mengunjungi atau berkunjung keorang-orang yang kita hargai. Sedangkan arti riballa pangngadakkang menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah Rumah yang dihargai, dimana suatu bentuk perwujudan dari kata Falsafat Makassar yaitu siri’ na pace. Manusia adalah bagian dari pangngadakkang, apabila seseorang manusia mendukung atau mengunjujung pangngadakkang maka manusia itu akan menjelma menjadi pribadi siri’, dimana ia memiliki tanggung jawab untuk mempertahankan pangngadakkang dan segala apa yang ada padanya, bila ia tidak mempertahankan pangngadakkang makai a dianggap sebagai tau tena siri’ na paccena (atau orang yang tidak mempunyai harga diri dan rasa malu).
Jika filsafat barat membedakan manusia dengan binatang dari otak atau akalnya, maka di Butta Gowa untuk membedakan sifat manusia dengan sifat binatang dengan siri’. Siri’ yang dimaksud di sini adalah kehormatan dan dan saling menghargai. Jika kehormatan/saling menghormati dan saling menghargai sudah hilang dalam diri seseorang manusia, maka manusia itu tidak ada bedanya dengan binatang.
Jadi, Abburitta riballa pangngadakkang itu semacam siri’ (kehormatan) yang harus dijaga bersama. Dalam kebersamaan itu muncul interaksi sosial yang melahirkan prinsip pacce. Pacce artinya perih, Pacce adalah perasaan perih yang muncul dari dalam hati seseorang karena melihat penderitaan orang lain, dimana
39 Desy Anwar, KBBI, “Maksud/Arti Kata Mengunjungi Menurut KBBI”, (Surabaya:
Amelia, 2003), h. 246
23
pacce pada ritual ini, apabila orang yang sudah diburitta ingin menolong tuan rumah denga membantu membelikan bahan-bahan dapur seperti, terigu, mentega, minyak dan lain-lain maka itu sebut dalam bagian Annulung. Pacce berfungsi sebagai penggalang persatuan, membina solidaritas, kebersamaan, rasa kemanusiaan dan lain-lain.
Abburitta riballa pangngadakkang sebagai bagian dari patturioloang (warisan dari leluhur) membuat masyarakat Biringala memiliki tanggung jawab menjaganya, tanggung jawab itu adalah amanah yang harus dijaga yang dimana didalamnya terdapat sifat siri’ na pacce, apabila tanggung jawab yang telah diamanahkan itu tidak dilaksanakan maka tentulah orang itu tidak memiliki siri’ na pacce, apabila seseorang tidak memiliki siri’ na pacce maka seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa ia dekat dengan sifat kebinatangan.
24 BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis dan lokasi penelitian
a. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (field research) dan sifatnya kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati atau permasalahan yang sedang dihadapi. Ditempuh dengan Langkah-langkah pengumpulan, kalrifikasi dan analisis data atau pengolahan data, membuat kesimpulan dan laporan dengan tujuan utama untuk membuat atau menggambarkan tentang suatu keadaan secara objektif. Penelitian ini akan mendalami makna simbolik dan menggambarkan apa yang dilakukan terkait dengan abburitta ri balla pangngadakkang. Interprektif kualitatif berangkat dari upaya untuk mencari penjelasan tentang peristiwa-peristiwa sosial atau budaya yang didasarkan pada perspektif dan pengalaman orang yang diteliti40
Penelitian dengan menggunakan jenis penelitian inteprektif melihat kebenaran sebagai ssesuatu yang subjektif dan diciptakan oleh partisipan, dan peneliti sendirilah yang bertindak sebagai salah satu partisipan, tanpa ada peneliti diluar dari peneliti.
Berdasarkan dengan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kualitatif, hadirnya peneliti dilapangan amat penting dan diperlukan
40 Lawrence Newman, Metodologi Penelitian Sosial (Pendekatan Kualitatif Dan Kuantitatif) (Jakarta: Pt. Indeks 2013) h. 62
25
sebagaimana mestinya. Peneliti dianggap salah satu tokoh yang sangat penting yang secara langsung mempelajari, mengamati, mewawancarai, mengobservasi objek yang diteliti.41
b. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sulaewsi Selatan khususnya di daerah Gowa tepatnya di kecamatan Barombong, desa Biringala yang dijadikan fokus penelitian.
Adapun sumber informasi primer adalah parah tokoh masyarakat dan warga yang masih melestarikan ritual ini.
B. Pendekatan penelitian
Pendekatan penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan, menjelaskan, pemikiran dari peneliti. Pendekatan ini pula berfokus untuk mendalami secara mendalam tentang makna simbolik dari abburitta riballa pangngadakkang, kemudian penulis menggunakan metode atau pendekatan semiotika. Pendekatan semiotika merupakan sebuah pendekatan yang memiliki sistem sendiri, berupa sistem tanda (sign)42 yang digunakan untuk mengungkapkan makna yang sesungguhnya dan nilai yang terkandung dalam ritual Abburitta Riballa Pangngadakkang di Desa Biringala, Kecamatan Barombong, Gowa. Penulis berharap, dengan memakai pendekatan semiotika, penulis dapat mengungkapan berbagai makna simbolik dari semua alat dan bahan yang di gunakan dalam pelaksanaan sebuah ritual Abburitta riballa pangngadakkang.
41 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (cet III; Jakarta; UI press 1996) hal. 25
42 Ali Romdhoni, Semiotik Metodologi Penelitian, (Cet. I; Depok: t.p, 2016), h. 4
C. Sumber data
Sumber data dari wawancara atau lisan dan tulisan. Hal ini digunakan untuk mengumpulkan data dari Desa Biringala Kecamatan Barombong. Gowa. Sumber data ini di peroleh dari 2 kategori, yaitu:
a. Sumber data primer
Data yang dihasilkan langsung dengan melakukan wawancara terhadap warga desa. Jumlah informan ada 10 orang. Informan tersebut merupakan unsur penting atau tokoh masyaralat di Kawasan Desa Biringala, kecamatan Barombong.
Gowa.
b. Sumber data sekunder
Data sekunder adalah data tambahan yang bersumber dari buku, artikel, jurnal, skripsi, dan ensiklopedia, yang memiliki keterkaitan dengan tema yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini.
D. Metode pengumpulan data
Penelitian kualitatif ini adalah penelitian yang bersifat ulasan terhadap suatu kejadian. Dalam penelitain kualitatif, seorang peneliti akan memperoleh informasi dengan melakukan teknik pengumpulan data diantaranya:
1. Metode wawancara (interview)
Wawancara ialah suatu kegiatan dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan terhadap informan untuk memperoleh data yang akurat. Wawancara bermakna berhadapan langsung antara pewawancara dengan informan, dan kegiatannya dilakukan secara lisan. Metode ini dilakukan oleh peneliti
27
terhadap objek yang ingin ditanyakan, yang dimana peneliti mengunjungi rumah informan untuk diwawancarai dengan waktu yang kurang 20 menit/orang. Akan tetapi, Adapun informan yang hanya memberikan informasi tetapi tidak ingin didokumentasi.
2. Observasi Partisipasi itu sendiri dimana peneliti berbaur langsung pada masyarakat untuk mengetahui dan mengamati hal-hal yang terkait dengan makna simbolik abburitta riballa Pangngadakkang mulai dari tahap pelaksanaan sampai selesai.
Observasi ialah pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan.43 Metode ini digunakan supaya bisa mendapatkan gambaran secara umum terkait dengan budaya. Selain itu, metode ini merupakan cara yang baik untuk bisa beradaptasi dengan para masyarakat yang berkaitan dengan awal dari penelitian ini. Peneliti juga bisa melihat secara langsung pelaksanaan dari tradisi ini, dimana peneliti mencoba melihat dari segi pembangunan 1 batang bambu sampai dengan proses pengarahan paburitta. Proses ini dilaksanakan pada tanggal 13 Juli 2022.
3. Dokumentasi adalah salah satu cara pengumpulan data kualitatif dengan menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri
43Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana, 2009), h.. 115-116.
maupun orang lain.44 Pada penelitian ini metode dokumentasi yang digunakan adalah foto kegiatan, hasil wawancara dan observasi.
E. Instrument penelitian
Instrument penelitian itu sendiri ialah alat atau fasilitas yang di perlukan dalam penelitian untuk mengumpulakan data supaya pekerjaan akan lebih mudah dan hasilnya lebih baik lagi. Berikut alat-alat yang digunakan dalam melakukan penelitian:
a. Instrument wawancara, ialah pedoman peneliti dalam mewawancarai subjek penelitian. Tujuannya untuk mengetahui apa, mengapa dan bagaimana tentang tema yang menjadi fokus penelitian.
1) Bagaimana sejarah awal mula ARP?
2) Apa yang disediakan pada tradisi ini?
3) Apa makna dari bahan dan alat yang digunakan?
4) Bagaimana hubungan agama dengan tradisi tersebut?
5) Berapa cm dari 1 batang bambu yang digunakan?
b. Taperecorder atau handphone ialah alat yang diperlukan untuk merekam suara narasumber pada saat proses wawancara sedang berlangsung.
c. Buku dan alat tulis ialah alat yang diperlukan untuk mencatat semua informasi yang didapatkan dari informan, buku dan lainnya.
44Haris Herdiansyah, `Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Salemba Humanika,2010), h. 143`
29
d. Kamera merupakan alat yang diperlukan untuk bisa mengambil gambar pada saat proses penelitian dan juga di gunakan pada saat mengambil gambar buku yang terdapat informasi terkait dengan apa yang akan diteliti.
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengolahan Data
Pengolahan data ialah teknik atau metode yang dipakai dalam memberikan arti suatu data yang didapatkan dari penelitian ini dengan maksud tujuan dan rancangan. Jadi pengolahan data itu sendiri merupakan suatu teknik yang dibutuhkan oleh peneliti untuk memberi arti dari data yang didapatkan oleh peneliti.
Diantaranya melalui teknik sebagai berikut:
a) Reduksi data yaitu merangkum semua hal-hal yang akan dibutuhkan, menentukan hal-hal yang pokok dan fokus pada hal yang jauh lebih penting.
b) Display data yaitu teknik uang dimana peneliti memberikan gambaran dari sebuah infomasi kemudian menarik garis tengah untuk menarik kesimpulan serta mengambil tindakan berupa teks berita.
2. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan metode kualitatif seperti seleksi data dengan cara mengambil bagian- bagian penting, kemudian menyederhanakan bahan-bahan tersebut dan digabungkan dengan informasi atau yang dilakukan dengan cara wawancara.
Data yang sudah terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan semiotika yang digunakan dalam penelitian ini.