MAKALAH
MANAJEMEN PROYEK
“KLAIM DAN PERSELISIHAN”
DOSEN PEMBIMBING : Jhon Asik, S.ST.,M.T.
Di Susun oleh Kelompok 5:
Prasetya Agussandi Saleh 41121080 Risky Amalia 41121082 Taufik Hidayat 41121083 Vemas Febrian Matipa 41121084 Wahyulianti 41121085 Zakinah Akier 41121086
KELAS 1C D4 PBG
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG JURUSAN TEKNIK SIPIL
PERANCANGAN BANGUNAN GEDUNG
2021/2022
Kata Pengantar
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Klaim dan Perselisihan" dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen Konstruksi. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang hal-hal yang biasanya terjadi dalam pengadaan kontrak dan perselisihan yang ada dalam suatu proyek bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Jhon Asik S.ST.,M.T. selaku dosen Mata Kuliah Manajemen Proyek. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Makassar, 24 Maret 2022
Penulis
DAFTAR ISI
SAMPUL...1
KATA PENGANTAR...2
DAFTAR ISI...3
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...4
1.2 Rumusan Masalah...5
1.3 Tujuan Penulisan... 5
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Perselisihan 2.1.1 Pengertian Perselisihan ... 6
2.1.2 Karakteristik Perselisihan...7
2.1.3 Faktor – Faktor Penyebab terjadinya Perselisihan...8
2.1.4 Penyelesaian Perselisihan... 9
2.2 Klaim 2.2.1 Bentuk dan Faktor Klaim ... 11
2.2.2 Pengajuan Klaim...11
2.2.3 Metode Penyelesaian Klaim...13
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan... 15
DAFTAR PUSTAKA... 16
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konstruksi dimaksud adalah kegiatan jasa konstruksi yang meliputi : Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengawasan pekerjaan konstruksi. Undang-undangan tentang Jasa Konstruksi No.18 tahun 1999 dalam Ketentuan Umum menyebutkan bahwa Jasa Konstruksi adalah jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi.
Sedangkan pengertian pekerjaan konstruksi adalah seluruh atau sebagaian rangkaian kegiatan perencanaan dan / atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain(UUJK,1999).
Elemen yang paling penting dalam suatu proses kerjasama antara berbagi pihak untuk mewujudkan suatu tujan tertentu yang telah disepakati bersama adalah kontrak. Dalam proyek konstruksi, kontrak merupakan dokumen yang harus dipatuhi dan dilaksanakan bersama antara pihak yang telah sepakat untuk saling terikat. Tahap awal yang harus dipahami lebih dahulu adalah dasar-dasar pengertian kontrak serta konsep kontrak konstruksi. Dasar-dasar pengertian mengenai kontrak dalam kontrak pekerjaan konstruksi mencakup pengetahuan mengenai hal-hal yang berkaian dengan Proses pembentuk kontrak, Proses dan prosuder pelaksanaan, Pelanggaran kontrak, Analisis kerugian akibat pelanggaran kontrak, Hubungan kontraktual.
Hasil penelitian Diekmann dan Girard (1995),memperlihatkan bahwa untuk mengenali atau memprediksi suatu faktor-faktor potensial perselisihan pada pekerjaan konstruksi dapat dilihat dari beberapa katagori yang membedakan karakteristik proyek, yaitu dari aspek orang/pihak yang terlibat (people aspects), aspek prosesnya (process aspects), dan aspek proyek (project aspects). Sebagian factor, yang mempengaruhi terjadinya perselisihan, dari masing-masing aspek itu adalah, kompetensi personal yang terlibat, sistem prosedur pekerjaan yang dipakai dan besar kecilnya kompleksitas proyek Bagi para pihak mengidentifikasi
1.2 Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Karakteristik Perselisihan ?
2. Bagaimana terjadinya suatu Perselisihan ? 3. Bagaimana Penyelesaian Perselisihan ? 4. Bagaimana terjadinya Perselisihan?
5. Bagaimana Metode Penyelesaian Klaim ? 1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang Perselisihan dan Klaim.
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang Karakteristik Perselisihan.
3. Untuk mengetahui dan memahami tentang Karakteristik Penyelesaian Perselisihan.
4. Untuk mengetahui dan memahami tentang Metode Penyelesaian Klaim.
BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Perselisihan
2.1.1 Pengertian Perselisihan
Faktor potensial terjadinya suatu masalah dapat diartikan juga sebagai faktor yang mungkin dapat menyebabkan suatu masalah itu terjadi. Potensial ini diartikan sebagai peluang kemungkinan yang bisa mengarah menjadi lebih tinggi atau berkualitatif menuju rendah. Dalam skala kualitatif diantaranya kita mengenal dari sangat rendah hingga menjadi sangat tinggi. Pengertian perselisihan (Dispute) menurut Logawa, 1997, adalah diskusi antara dua pihak yang saling bertentangan dan tidak berakhir. Hal ini bisa terjadi karena adanya perbedaan interpretasi atas suatu masalah yang belum diatur dalam perjanjian. Dari sumber lain disebutkan (Shahab, 1996: 6), arti perselisihan berdasar klasifikasinya dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
(1) perbedaan pendapat (dis-agreement/difference), (2) persengketaan (argumen/dispute) dan
(3) pertentangan (fight).
Perbedaan ketiga definisi tersebut diatas tercermin dalam permasalahan yang timbul dan cara penyelesaiannya. Jadi pengertian faktor-faktor potensial terjadinya perselisihan kontrak adalah faktor-faktor apa saja yang mungkin dapat menyebabkan terjadinya perselisihan kontrak diantara partisipan kontrak.
Untuk memprediksi yang memungkinkan mempengaruhi timbulnya perselisihan adalah sangat banyak dan komplek. Ibarat suatu perangkat peralatan, maka variabel-variabel penyebab itu bisa datang dari sistemnya, orang yang menjalankan atau dari alatnya sendiri.
Masing-masing bagian ini mempunyai sub bagian yang sifatnya merupakan faktor konstruk sebagai pembentuk. Konstruk itulah secara lebih mendalam bisa diuraikan menjadi variabel- variabel pembentuk yang jumlahnya sangat banyak.
Berdasarkan hasil penelitian Diekmann and Girard, 1995 dan Molenaar, Washington and Diekmann, 2000, menyatakan bahwa karakteristik suatu proyek bisa dilihat dari aspek pihak/orangnya, aspek proyek, dan aspek proses, maka kecenderungan terjadinya perselisihan dapat diprediksi dari faktor-faktor yang tercakup dalam karakteristik tersebut diatas. Faktor- faktor perselisihan berdasar aspek orang/pihakyang terlibat adalah: kemampuan manajemen,
efektifitas struktur organisasi, pengalaman proyek, keahlian tenaga kerja dan karyawan, kompensasi tenaga kerja, dan sub kontraktor/supplier spesialis.
2.1.2 Karakteristik Perselisihan
Karakteristik dikaitkan dengan sifat atau pola terjadinya sengketa kontrak konstruksi.
Sengketa biasanya terjadi karena adanya wanprestasi atau perbuatan melanggar hukum.
Wanprestasi terjadi karena dalam pelaksanaan prestasi tidak tepat waktu (niet tijdig) dan melaksanakan prestasi tidak sepatutnya. Karekteristik sengketa wanprestasi tidak melaksanakan prestasi tepat waktu berarti “penyedia jasa konstruksi tidak menepati pelaksanaan pemenuhan prestasi sesuai dengan waktu yang ditentukan”.Akibatnya penyedia jasa konstruksi dapat dapat dianggap melakukan wanprestasi, yang mewajibkan dia membayar ganti rugi (schade vergoeding). Dengan lewatnya tenggang waktu yang ditentukan dalam pelaksanaan, penyedia jasa konstruksi sudah dianggap lalai atau berada dalam keadaan lalai yang disebut juga “in mora”, atau dengan istilah yang paling umum disebut “versuim”.
Versuim/lalai artinya penyedia jasa konstruksi tidak tepat waktu/niet tijdig melaksanakan perjanjian atau kontrak jasa konstruksi. Karekteristik terjadinya sengketa jasa konstruksi karena penyedia jasa konstruksi tidak sepatutnya memenuhi prestasi (niet behoorlijk nakoming). Dalam keadaan penyedia jasa konstruksi tidak sepatutnya melaksanakan pemenuhan kontrak jasa konstruksi, menyebabkan pengguna jasa konstruksi tidak perlu lagi melakukan tegoran kelalaian. Dengan demikian, penyedia jasa konstruksi, tanpa tegoran kelalaian telah berada dalam keadaan lalai (in gebrekke steling).
Kedua karakteristik adanya wanprestasi tersebut terdapat perbedaan, antara wanprestasi karena tidak tepat waktu dengan wanprestasi karena tidak sepatutnya. Pada wanprestasi karena keterlambatan waktu pelaksanaan prestasi, baru ada setelah lebih dulu melalui proses pernyataan kelalaian (in gebrekke steling). Dalam pelaksanaan prestasi yang tidak sepatutnya, penyedia jasa konstruksi sudah dianggap wanprestasi, tanpa in gebrekke steling. Teguran tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 KUH Perdata dinyatakan bahwa :
“Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”.
Terjadinya sengketa dalam kontrak konstruksi, karena ketidakterlaksananya atau tidak
dilaksanakan kontrak tersebut, baik tidak sesuai dengan tepat waktu yang ditentukan, maupun memenuhi pelaksanaan kontrak yang tidak sepatutnya. Ketidakterlaksananya kontrak konstruksi dengan berbagai bentuk atau karakter yang dapat menimbulkan terjadinya sengketa antara lain : keterlambatan, ketidakcocokan, dan kegagalan. Dalam Pasal 98 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi dinyatakan bahwa “penyedia jasa yang tidakmemenuhi kewajiban untuk mengganti atau memperbaiki kegagalan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda administrative, penghentian sementarakegiatan layanan Jasa Konstruksi, pencantuman dalam daftar hitam, pembekuan izin dan/atau pencabutan izin. Pasal 63 menyatakan bahwa
“penyedia jasa wajib mengganti atau memperbaiki Kegagalan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) yang disebabkan kesalahan penyedia jasa. Dalam Pasal 60 dinyatakan bahwa “ dalam hal penyelenggaraan jasa konstruksi tidak memenuhi standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pengguna jasa dan/atau penyedia jasa dapat menjadi pihak yang bertanggung jawab terhadap kegagalan bangunan. Kegagalan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh penilai ahli. Penilai ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
Menteri harus menetapkan penilai ahli dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya laporan mengenai terjadinya kegagalan bangunan.
Dalam Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 29 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dinyatakan bahwa : “kegagalan bangunan merupakan keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja, dan/atau keselamatan umum sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/ atau pengguna jasa setelah penyerahan dinyatakan akhir pekerjaan konstruksi”. Kegagalan bangunan tersebut dapat menimbulkan sengketa jasa konstruksi. Di sisi lain, terjadinya sengketa dalam jasa konstruksi adalah kegagalan pekerjaankonstruksi.
Dalam Pasal 31 dinyatakan “kegagalan pekerjaan konstruksi adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan sebagai akibat kesalahan pengguna jasa atau penyedia jasa”.
2.1.3 Faktor – Faktor terjadinya Perselisihan
Faktor - faktor perselisihan berdasar aspek proyek adalah dampak lingkungan, kebutuhan fasilitas kerja, keterpencilan lokasi proyek, sumber daya proyek, batas-batas
proyek, kompleksitas proyek, proyek pionir, dan luasan proyek. Sedangkan faktor-faktor berdasarkan aspek proses persiapan dan pelaksanaan yaitu: tipe kontrak, penjadualan, perencanaan dana, definisi skop pekerjaan, persiapan desain, pembagian kewajiban yang realistis, prosedur pelaksanaan, kelengkapan spesifikasi pekerjaan, dan garansi dan asuransi pekerjaan.
2.1.4 Penyelesaian Perselisihan
Perselisihan kontrak konstruksi merupakan sengketa perdata, karena berkaitan dengan kontrak. Karakteristik penyelesaian perkara atau sengketa jasa konstruksi dapat diselesaikan melalui pengadilan dan di luar pengadilan. Upaya penyelesaian sengketa jasa konstruksi di luar pengadilan dinyatakan dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa “upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan negara melalui arbitrase, atau alternatif penyelesaian sengketa”.
Dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 dikatakan bahwa “arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”. Definsi ini hampir sama dengan definsi yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dikatakan bahwa
“arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulisoleh para pihak yang bersengketa”. Sedangkan perjanjian arbitrase menurut Pasal 1 angka 3 dinyatakan bahwa
“perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa”.
Alternatif penyelesaian sengketa menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 adalah “lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Pengertian alternative penyelesaian sengketa yang terdapat dalam pasal tersebut hampir sama dengan pengertian alternatif penyelesaian sengketa yang terdapat dalam Pasal 60 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999.
Dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi diatur tentang penyelesaian sengketa kontrak kerja konstruksi. Sengketa yang terjadi dalam kontrak kerja konstruksi diselesaikan dengan prinsip dasar musyawarah untuk mencapai kemufakatan.
Dalam hal musyawarah para pihak tidak dapat mencapai suatu kemufakatan, para pihak
menempuh tahapan upaya penyelesaian sengketa yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi. Dalam hal upaya penyelesaian sengketa tidak tercantum dalam kontrak kerja konstruksi para pihak yang bersengketa membuat suatu persetujuan tertulis mengenai tata cara penyelesaian sengketa yang akan dipilih. Tahapan upaya penyelesaian sengketa meliputi mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. Selain upaya penyelesaian sengketa para pihak dapat membentuk dewan sengketa. Dalam hal upaya penyelesaian sengketa dilakukan dengan membentuk dewan sengketa , pemilihan keanggotaan dewan sengketa dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalitas dan tidak menjadi bagian dari salah satu pihak. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian sengketa diatur dalam peraturan pemerintah, yaitu, Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Dalam Pasal 49 Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dikatakan bahwa “penyelesaian sengketa dalam penyelenggaraan jasa konstruksi di luar pengadilan dapat dilakukan dengan cara: melalui pihak ketiga yaitu:
mediasi (yang ditunjuk oleh para pihak atau oleh lembaga arbitrase dan lembaga alternatif penyelesaian sengketa); atau konsiliasi; atau arbitrase melalui lembaga arbitrase atau arbitrase Ad Hoc. Penyelesaian sengketa secara mediasi atau konsiliasi dapat dibantu penilai ahli untuk memberikan pertimbangan profesional aspek tertentu sesuai kebutuhan.
Penyelesaian sengketa dengan menggunakan jasa mediasi dilakukan dengan bantuan satu orang mediator. Mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditunjuk berdasarkan kesepakatan para pihak yang bersengketa. Mediator tersebut harus mempunyai sertifikat keahlian yang ditetapkan oleh Lembaga. Apabila diperlukan, mediator dapat minta bantuan penilai ahli. Mediator bertindak sebagai fasilitator yaitu hanya membimbing para pihak yang bersengketa untuk mengatur pertemuan dan mencapai suatu kesepakatan. Kesepakatan dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis.
Penyelesaian sengketa dengan menggunakan jasa konsiliasi dilakukan dengan bantuan seorang konsiliator. Konsiliator sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditunjuk berdasarkan kesepakatan para pihak yang bersengketa. Konsiliator tersebut harus mempunyai sertifikat keahlian yang ditetapkan oleh lembaga. Konsiliator menyusun dan merumuskan upaya penyelesaian untuk ditawarkan kepada para pihak. Jika rumusan tersebut disetujui oleh para pihak, maka solusi yang dibuat konsiliator menjadi rumusan pemecahan masalah. Rumusan pemecahan masalah dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis. Kesepakatan tertulis dalam penyelesaian sengketa melalui alternative penyelesaian sengketa yang ditandatangani oleh kedua belah pihak bersifat final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan iktikad
2.2 Klaim
2.2.1 Bentuk Dan Faktor Klaim
Bentuk klaim yang diajukan oleh kontraktor kepada pemilik bangunan pada umumnya adalah klaim biaya dan atau waktu . Klaim biaya pada pekerjaan konstruksi terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung . Klaim waktu dapat dilihat dari jadwal proyek yang seringkali menggunakan teknik Critical Path Method .
Secara garis besarnya, klaim dari kontraktor kepada pemilik bangunan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
1) Keterlambatan pekerjaan yang disebabkan oleh pemilik bangunan. Keterlambatan ini disebut compensable delay yang terjadi karena alasan keterlambatan tidak tertulis dalam kontrak, sehingga pemilik bangunan harus memberikan tambahan waktu atau uang pada kontraktor.
2) Perubahan jadwal yang diperintahkan oleh pemilik bangunan. Perubahan jadwal ini bisa berupa percepatan pekerjaan atau penundaan pekerjaan.
3) Perubahan atau modifikasi isi kontrak yang bersifat informal yang berasal dari perencana atau pemilik bangunan.
4) Perbedaan kondisi lapangan, yang disebabkan karena perubahan kondisi di lapangan yang tidak diramalkan terjadi, misalnya kondisi fisikdi bawah permukaan tanah.
5) Perubahan kondisi cuaca di luar musim yang terdokumentasi dan menyebabkan pekerjaan tidak dapat diselesaikan.
6) Kegagalan dalam membuat kesepakatan harga akibat perubahan order pekerjaan.
7) Konflik dalam perancangan dan spesifikasi produk yang sudah tidak diproduksi lagi.
8) Kontrak yang tersendat-sendat, perubahan penting, pekerjaan di luar lingkup kontrak, penggunaan proyek sebelum penyerahan total, dankegagalan pembayaran dari pihak pemilikbangunan.
2.2.2 Pengajuan Klaim
Jika kontraktor ingin mengajukan klaim maka beberapa tahapan yang harus diperhatikan adalah persiapan pengajuan klaim, metode analisis klaim, dan penyebab kegagalan klaim.
a. Persiapan pengajuan klaim :
Klaim yang diajukan harus logis dan memenuhipersyaratan sebagai berikut
1) Pada bagian awal ditetapkan secara detail,pihak-pihak yang terkait, tanggal terjadinya peristiwa dan informasi yang sesuai.
2) Penjelasan peristiwa penyebab klaim dan akibatnya
3) Analisa fakta-fakta yang terjadi di lapangan yang menjadi dasar klaim, disertai dengan referensi dan pasal-pasal yang tercantum dalam kontrak
4) Perhitungan dampak biaya berdasarkan rincian biaya aktual langsung dan tidak langsung
5. Penentuan klaim yang menuntut tambahan waktu berdasarkan analisis lintasan waktu kritis dan non kritis
b. Metode analisis klaim:
Pihak yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan klaim dan memberikan keputusan akhir harus secara jelas dicantumkan dalam kontrak. Pemilik bangunan harus mengecek dan memutuskan apakah konsultan desain juga bertanggung jawab atas peristiwa penyebab klaim tersebut, misalnya hal - hal yang berhubungan dengan kecurangan, dan ketidaksempurnaan desain, yang disebabkan oleh konsultan desain tersebut. Analisis yang digunakan adalah submodel notice requirements, submodel yang sesuai dengan pengajuan klaim, dan metode perhitungan biaya dan waktu yang diklaim. Submodel notice requirement menetapkan suatu kondisi dimana kontraktor akan kehilangan haknya jika terjadi hal-hal sebagai berikut:
1) Engineer tidak memberitahukan secara formal peristiwa penyebab klaim
2) Kontraktor tidak mengajukan pemberitahuan yang disertai durasi terjadinya peristiwa
3) Kontraktor tidak merinci biaya dan waktu yang diklaim
4) Pemilik bangunan memiliki prasangka di balik pemberitahuan tersebut Submodel yang sesuai dengan pegajuan klaim meliputi perubahan order yang dilakukan secara lisan , perbedaan kondisi lapangan, ketidak sempurnaan spesifikasi , dan konflik interpretasi . Metode perhitungan biaya dan waktu yang di klaim dapat menggunakan beberapa metode kuantitatif antara lain Critical Path Method ,Productivity-loss estimation , Simulation technique, dan Estimating cost items.
c. Penyebab kegagalan, klaim:
Ada kalanya klaim yang sudah disiapkan mengalami kegagalan, karena : 1) Permohonan pengajuan klaim terlambat
2) Kontraktor tidak megikuti prosedur kontrak 3) Kurang akuratnya rekaman data yang dibutuhkan 4) Klaim yang diajukan tidak mempunyai dasar yang kuat
5) Informasi yang dibutuhkan untuk menguji kebenaran klaim tidak tersedia.
2.2.3 Metode Penyelesaian Klaim
Klaim yang terjadi dapat diselesaikan dengan beberapa metode yang disepakati bersama dan dicantumkan dalam kontrak, antara lain :
1) Engineering Judgement, di mana konsultan desain yang ditunjuk pemilik bangunan bertanggung jawab untuk mengambil keputusan akhir penyelesaian klaim dan mengikat semua pihak .
2) Negosiasi, di mana pihak yang berselisih mencari penyelesaian tanpa campur tangan pihak lain. .
3) Mediasi, di mana pihak yang berselisih menggunakan mediator yang bersifat netral dan keputusannya bersifat tidak mengikat .
4) Arbitrasi, di mana pihak yang berselisih menunjuk arbitrator dari badan arbitrase dan keputusannya bersifat mengikat .
5) Litigasi, di mana perselisihan dibawa ke pengadilan dan masing-masing pihak diwakili pengacaranya .
6) Mini-trial, di mana pihak yang berselisih diwakili oleh masing-masing manajer proyek dan adanya pihak ketiga sebagai penasehat. .
7) Dispute review board, di mana masing-masing pihak yang berselisih memilih satu perwakilan untuk menunjuk pihak ketiga dan keputusannya bersifat tidak mengikat.
Untuk mengendalikan resiko dan menghindari klaim, dapat dilakukan beberapa cara, yaitu :
1) Pihak yang terkait mempelajari kontrak sebaikbaiknya 2) Asuransi
3) Memeriksa program kerja pelaksanaan konstruksi sebelum masa penawaran 4) Memilih tim konstruksi yang kompeten
5) Menerapkan sistim informasi manajemen untuk mengenali permasalahan yang potensial.
BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Perselisihan kontrak konstruksi merupakan sengketa perdata, karena berkaitan dengan kontrak. Karakteristik penyelesaian perkara atau sengketa jasa konstruksi dapat diselesaikan melalui pengadilan dan di luar pengadilan. Upaya penyelesaian sengketa jasa konstruksi di luar pengadilan dinyatakan dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa “upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan negara melalui arbitrase, atau alternatif penyelesaian sengketa”.
Bentuk klaim yang diajukan oleh kontraktor kepada pemilik bangunan pada umumnya adalah klaim biaya dan atau waktu . Klaim biaya pada pekerjaan konstruksi terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung .
Jika kontraktor ingin mengajukan klaim maka beberapa tahapan yang harus diperhatikan adalah persiapan pengajuan klaim, metode analisis klaim, dan penyebab kegagalan klaim.
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, Herry Pintardi, Eillen C. Tunardih, and Imelda Soetiono. "Studi Tentang Pengajuan Klaim Konstruksi dari Kontraktor ke Pemilik Bangunan." Civil Engineering Dimension 7.2 (2005): 90-96.
Rostiyanti, Susy Fatena, and Seng Hansen. "Perspektif Pemilik Proyek Terhadap Permasalahan dalam Manajemen Klaim Konstruksi." Jurnal Spektran 5.2 (2017)
Purba, Roby. Studi Tentang Klaim Konstruksi dari Kontraktor ke Owner. Diss. UAJY, 2009.
Ilma, Dede Amar Udi, et al. "State of the art perselisihan kontrak konstruksi di Indonesia." INERSIA: lNformasi dan Ekspose hasil Riset teknik SIpil dan Arsitektur 16.2 (2020): 158-170.
Tunardih, Eillen Catherine, and Imelda Soetiono. Studi tentang pengajuan klaim konstruksi dari kontraktor ke owner. Diss. Petra Christian University, 2003.
WIBOWO, ALBERT. Faktor-faktor Penyebab Klaim dan Metode Penyelesaian Sengketa Akibat Klaim. Diss. UAJY, 2010.
Taurano, Galih Adya, and Sarwono Hardjomuljadi. "Analisis faktor penyebab klaim pada proyek konstruksi yang menggunakan FIDIC conditions of contract for plant and design build." Konstruksia 5.1 (2013).