• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Tatalaksana Pada Kista Iris Implantasi

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Manajemen Tatalaksana Pada Kista Iris Implantasi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

DEPATERMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT CICENDO

BANDUNG

Laporan Kasus : Manajemen Tatalaksana Pada Kista Iris Implantasi Penyaji : Ludwig Melino Tjokrovonco

Pembimbing : Dr. Irawati Irfani, dr., SpM(K)., MKes.

Telah Diperiksa dan Disetujui oleh Pembimbing Unit Pediatrik Oftalmologi dan Strabismus

Dr. Irawati Irfani, dr., SpM(K)., MKes.

Kamis, 16 Januari 2020

(2)

A Stepwise Therapy for Implantation Iris Cyst Ludwig Melino Tjokrovonco, Irawati Irfani

Pediatric Ophthalmology and Strabismus Division, Department of Ophthalmology Faculty of Medicine Universitas Padjadjaran

Cicendo National Eye Hospital, Bandung

Abstract

Introduction: Iris cyst, both primary and secondary, are a diagnostic and treatment challenge. Secondary cyst have a tendency to cause complications than primary cyst.

There is still controversy regarding the most appropriate treatment for iris cyst.

Purpose: To report treatment options for implantation iris cyst.

Case Illustration: A 5-year-old boy had a chief complaint of a redness in left eye one month before admission. He had a history of penetrating ocular trauma in the left eye one year before. Visual acuity was 1.0 on the right eye and 0.2 on the left eye. The patient had corneal scar and a cystic lesion on anterior chamber blocking visual axis . Anterior segment optical coherence tomography revealed a fluid filled cyst emanating from iris that were apposed to corneal endothelium and obscuring the pupil. The patient was diagnosed as implantation iris cyst and corneal scarring in his left eye.

Conclusion: Regarding the available theurapeutic modalities, a stepwise conservative approach favored by most clinicians. Intracystic alcohol irrigation can be the first choice of treatment for implantation iris cyst.

Keywords: iris cyst, intracystic alcohol irrigation, stepwise therapy

I. Pendahuluan

Tumor pada iris umumnya 79% merupakan massa yang solid dan 21% sisanya merupakan massa kistik. Kista iris sendiri menurut Shields tahun 1981 dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu primer dan sekunder. Kista iris primer berasal dari lapisan neuroepitelial baik lapisan epitel iris berpigmen maupun stroma iris sedangkan kista iris sekunder timbul akibat trauma, penggunaan obat topikal jangka panjang, metastasis tumor, dan parasit. Pada pasien usia tua umumnya pembesaran kista iris bersifat lambat bila dibandingkan dengan anak-anak.1,2 Umumnya kista iris primer jarang menimbulkan komplikasi dibandingkan kista sekunder. Kista iris sekunder berpotensi menimbulkan komplikasi seperti penurunan tajam penglihatan, dekompensasi kornea, glaukoma sekunder, uveitis, katarak komplikata, bahkan kebutaan. Oleh karena itu dibutuhkan tatalaksana yang tepat untuk mencegah timbulnya rekurensi. Pilihan tatalaksana untuk kista iris dapat berupa observasi, aspirasi jarum halus, aspirasi dan irigasi dengan alkohol, penggunaan agen mitotik, laser, sampai tindakan bedah agresif seperti

(3)

eksisi luas. Laporan kasus ini bertujuan untuk menunjukan bagaimana manajemen tatalaksana yang tepat untuk kista iris implantasi.1,3,4

II. Laporan Kasus

An. M usia 5 tahun datang ke poli Pediatrik Oftalmologi dan Strabismus PMN RS Mata Cicendo pada tanggal 12 Desember 2019 dengan keluhan mata kiri merah sejak 1 bulan terakhir disertai dengan penglihatan buram. Awalnya 1 tahun yang lalu mata kiri tertusuk pulpen namun tidak sampai menancap dan tidak mengeluarkan darah. Pasien diberi obat tetes mata yang dibeli sendiri di apotek dan tidak berobat ke dokter mata. Pasien baru datang berobat ke dokter mata di daerahnya 2 minggu yang lalu karena keluhan mata kiri merah kembali. Pasien kemudian diberikan salep mata kloramfenikol 1% 3x OS kemudian dirujuk ke RS Mata Cicendo. Pasien menyangkal adanya penggunaan obat tetes mata jangka panjang dan tidak memiliki riwayat keganasan di keluarga. Pasien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara dengan riwayat lahir spontan, cukup bulan dan berat badan lahir 3450 gram.

Pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan tajam penglihatan dasar dengan kartu Snellen mata kanan 1.0 dan mata kiri 0.2 tidak dapat dikoreksi kacamata. Pemeriksaan tekanan intraokular dengan tonometer non kontak didapatkan mata kanan 16mmHg dan mata kiri 12mmHg. Pemeriksaan segmen anterior mata kanan dalam batas normal sedangkan mata kiri didapatkan injeksi siliar minimal (+), sikatriks kornea (+), VH gr III f/s -/-, dan tampak massa kistik berukuran 8x6.8 mm di bagian medial iris dan menutupi pupil. Sebagian dinding kista menempel pada endotel kornea.

Kondisi lensa mata kiri sulit dinilai.

Gambar 1. Foto klinis segmen anterior mata kiri

(4)

Pemeriksaan segmen posterior mata kanan dalam batas normal dan mata kiri sulit dinilai. Pemeriksaan ultrasonografi mata kiri didapatkan segmen posterior dalam batas normal dengan panjang aksial bola mata 24.34 mm. Pemeriksaan optical coherence tomography (OCT) segmen anterior menunjukan kista

berukuran 6.8x1.8mm terletak pada sentral aksis visual dan sebagian dindingnya menempel pada endotel kornea. Pasien kemudian didiagnosis dengan kista iris implantasi OS dan sikatriks kornea OS.

Gambar 2. (A) gambaran OCT segmen anterior mata kiri; (B) USG mata kiri pasien.

III. Diskusi

Kista implantasi merupakan tipe terbanyak dari kista iris sekunder.

Patomekanisme terbentuknya kista ini adalah akibat masuknya sel epitel kornea atau konjungtiva ke dalam bilik mata depan akibat trauma. Sel epitel memiliki kemampuan yang tinggi untuk berproliferasi sehingga ketika menempel pada jaringan yang memiliki vaskularisasi tinggi seperti iris, epitel akan dengan mudah berproliferasi salah satunya menjadi kista. Penelitian oleh Behruzi dan Khodadoust menemukan sebanyak 49.1% kasus kista implantasi disebabkan karena luka tembus dan 51% sisanya disebabkan dari berbagai prosedur operasi seperti ekstraksi katarak ekstrakapsular, ekstraksi katarak intrakapsular, dll. Gupta et al juga melaporkan 8 dari 11 kasus kista iris sekunder didahului oleh trauma tembus pada mata. Pasien dengan usia yang lebih muda yaitu dibawah 12 tahun umumnya menunjukan gejala yang lebih berat dan tajam penglihatan yang lebih buruk. Kista iris implantasi rata-rata timbul 5 bulan setelah trauma, namun komplikasinya dapat terlihat sejak 2 minggu awal bahkan sampai 10 tahun kemudian. Pada laporan kasus ini, pasien baru mengeluhkan adanya keluhan pada mata 1 tahun paska trauma.5,6

(5)

Secara histologi, dinding kista implantasi disusun oleh lapisan konsentris epitel gepeng berlapis dan dibagi lagi menjadi tipe mutiara, serous, dan atipikal. Kista mutiara memiliki konsistensi padat dengan dinding putih keabuan dan melekat pada stroma iris tanpa terhubung dengan luka masuknya. Kista tipe serous merupakan kista translusen yang berisi cairan bening dan melekat dengan luka masuk serta memiliki kecenderungan cepat membesar. Kista tipe atipikal berisi cairan keruh yang berasal dari sel epitel yang berdeskuamasi yang kemudian mengendap dalam waktu yang lama. Pada pasien ini ditemukan kista tipe serous yang berisi cairan bening dan melekat pada luka masuk.4,5,7

Ultrasonografi biomikroskopi (UBM) merupakan pemeriksaan penunjang terbaik untuk melihat morfologi kista iris. Pemeriksaan penunjang lain juga dapat dilakukan seperti ultrasonografi B-scan, optical coherence tomography segmen anterior (AS-OCT), dan aspirasi jarum halus untuk menyingkirkan diferensial diagnosis lainnya. Studi oleh Bianciotto dkk menyebutkan bahwa UBM memberikan gambaran seluruh batas tumor, resolusi tepi posterior tumor, dan resolusi gambar yang lebih baik dibandingkan AS-OCT. Pada pasien hanya dilakukan pemeriksaan AS-OCT dikarenakan UBM sedang mengalami gangguan teknis. Sesuai dengan studi Bianciotto dkk, hasil AS-OCT pasien tidak dapat menunjukan batas tepi posterior dari kista. Hal ini disebabkan karena daya tembus cahaya pada alat AS-OCT sangat ditentukan oleh ada tidaknya pigmen pada dinding kista dan kekeruhannya.8,9

Penatalaksanaan kista iris sangat bervariasi namun disarankan untuk mengikuti strategi stepwise, yaitu dengan mengutamakan tindakan yang paling tidak invasif.

Harapan dari strategi ini adalah mampu mengeliminasi kista dengan komplikasi tindakan yang minimal dan efektif mencegah timbulnya rekurensi. Pada umumnya kista iris primer bersifat asimptomatik dan berukuran tetap sehingga cukup dilakukan observasi. Tindakan intervensi hanya dilakukan pada kasus kista sekunder atau kista primer yang menimbulkan komplikasi. Tindakan intervensi dapat berupa aspirasi jarum halus, aspirasi dan injeksi dengan alkohol, penggunaan agen mitotik, laser, dan tindakan bedah.5,7,10

(6)

Tindakan aspirasi jarum halus tunggal pada kebanyakan kasus belum mampu menyebabkan regresi yang permanen sehingga tindakan ini mulai dialihkan menjadi tindakan diagnostik dibandingkan sebagai terapi definitif. Saat ini tindakan aspirasi sering dikombinasi dengan modalitas terapi lain seperti penggunaan alkohol dan agen mitotik seperti mitomycin-C dan 5-fluorouracil.

Alkohol akan menyebabkan efek toksik terhadap dinding epitel kista yang ditandai dengan timbulnya warna putih. Behrouzi dan Khodadoust melaporkan pertama kali penggunaan irigasi etanol intrakistik pada 99 mata. Mereka mendapatkan 78 kista mengecil dalam waktu 1 hari. Total 93 mata berespon setelah tindakan pertama, 3 mata setelah pengulangan tindakan kedua, 2 mata berespon setelah pengulangan ketiga, dan hanya 1 mata yang tidak berespon sama sekali.5,6,11

Shields C dkk melakukan sedikit modifikasi pada teknik alkohol sklerosis yang dilakukan Behrouzi dan Khodadoust. Ujung jarum langsung menembus dinding kista melalui kornea, bukan pada posisi 2 mm posterior dari limbus untuk mencegah sentuhan pada lensa dan struktur mata lainnya. Mayoritas prosedur dilakukan dengan perlindungan viskoelastik untuk melindungi kornea. Total dari 16 pasien tidak ditemukan komplikasi yang behubungan dengan penggunaan jarum maupun alkohol terhadap lensa. Empat pasien menunjukan adanya edema kornea transien paska tindakan yang responsif terhadap terapi kortikosteroid topikal. Komplikasi lain seperti katarak, nekrosis jaringan, epithelial downgrowth, dan efek toksik ke segmen posterior juga tidak ditemukan pada studi ini.6,11,12 Tindakan irigasi alkohol dapat dilakukan menggunakan jarum 27 atau 30 gauge. Pada kasus kista iris multipel sebelum dilakukan tindakan aspirasi, kista

dihubungkan satu sama lain dengan menusukkan ujung jarum pada dinding antar kista yang berdekatan. Setelah cairan kista dialirkan keluar dan kantung kista mengecil, dengan tanpa mengubah posisi jarum, tabung syringe diganti dengan yang berisi larutan absolut etanol dengan jumlah yang sama dengan cairan kista yang keluar. Etanol diirigasi secara perlahan ke dalam kista sampai kista kembali mengembang. Etanol didiamkan di dalam kista selama kurang lebih 1-2 menit sampai dinding kista berubah warna menjadi putih. Tindakan tersebut dilakukan

(7)

berulang sebanyak 2-3x dan kemudian etanol diaspirasi kembali dan jarum dicabut.6,11

Setelah tindakan pasien ditatalaksana dengan tetes mata siklopegik 3-4x/hari selama 5 hari dan tetes mata steroid untuk mengontrol peradangan pada bilik mata depan. Umumnya kista akan kolaps setelah 2-4 minggu. Tindakan ini memiliki risiko komplikasi epithelial downgrowth difusa bila ujung jarum tidak sengaja menyentuh dinding kista saat aspirasi atau irigasi alkohol dalam jumlah yang terlalu banyak yang dapat menyebabkan kebocoran ke bilik mata depan.

Epithelial downgrowth tipe difusa berisiko menyebabkan kebutaan. Heba dkk

melaporkan 1 kasus kegagalan kista iris yang ditatalaksana dengan irigasi alkohol sebanyak 3x. Pada kasus tersebut akhirnya dilakukan tindakan eksisi luas dan keratoplasti tektonik. Pada laporan kasus ini dipertimbangkan tindakan irigasi alkohol menjadi pilihan pertama mengingat tindakan ini kurang invasif dan memiliki angka kesuksesan yang tinggi.6,11,14

Studi oleh Kawaguchi dkk menunjukan hasil yang baik dengan penggunaan mitomycin-C selama 5 menit sedangkan Lai dan Haller melaporkan 5-fluorouracil

dapat menjadi alternatif terapi untuk kista yang rekuren atau resisten terhadap modalitas terapi lain. Tindakan laser baik laser fotokoagulasi dan laser Nd:YAG sering menunjukan hasil yang kurang efektif. Kista sekunder umumnya tidak berpigmen sehingga laser argon fotokoagulasi tidak akan menghancurkan seluruh sel epitel. Laser Nd:YAG berisiko menyebabkan penyebaran sel epitel di dalam kista ke bilik mata depan dan bertransformasi menjadi epithelial downgrowth tipe difusa yang lebih berbahaya. Gupta dkk menyebutkan bahwa meskipun terapi laser bersifat non-invasif namun angka rekurensinya tinggi.5,7,9

Tindakan bedah merupakan alternatif terakhir apabila tindakan non invasif lainnya gagal. Teknik bedah yang dipilih berdasarkan luas daerah yang terlibat dengan kista iris tersebut. Tindakan bedah memiliki keuntungan yaitu mampu mengambil jaringan yang dapat digunakan untuk pemeriksaan histopatologi dan sitopatologi. Teknik bedah dapat berupa eksisi komplit kista disertai kuretase kornea, iridektomi sektoral, krioterapi adjuvant bahkan disertai dengan

(8)

transplantasi kornea bila dilakukan reseksi yang cukup luas melibatkan kornea.13,14

IV. Kesimpulan

Kista iris implantasi memerlukan tatalaksana yang tepat untuk menghindari timbulnya komplikasi. Pilihan tatalaksana dengan strategi stepwise menjadi yang utama. Tindakan aspirasi dan irigasi dengan alkohol dapat menjadi pilihan utama untuk kasus kista iris implantasi, mengingat tindakan ini minimal invasif dan memiliki tingkat kesuksesan yang tinggi.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

1. Agranat JS, Yonekawa Y. Pediatric free-floating anterior chamber cyst of the iris pigment epithelium. Am J Opthalmic Clin Trials 2018; 1(3): 1-3.

2. Shields CL, Kancherla S, Pate J, et al. Clinical survey of 3,680 iris tumors based on patient age at presentation. Ophthalmol. 2012;119:407-14.

3. Zargar S, Prendiville KJ, Martinez E. Iris pigment epithelial cysts in a newborn.

GMS Ophthalmology cases. 2016; 6: 2193-6.

4. Shields CL, Shields PW, Manalac J, et al. Review of cystic and solid tumors of the iris. Oman J Ophthalmol. 2013;6:159-64.

5. Georgalas I, Petrou P, Papaconstantinou D, et al. Iris cysts: a comprehensive review on diagnosis and treatment. Surv Ophthalmol 2018;63:347-64.

6. Behrouzi Z, Khodadoust A. Epithelial iris cyst treatment with intracystic ethanol irrigation. Ophthalmology. 2003;110:1601-5.

7. Shields JA, Shields CL. Cyst of the iris pigment epithelium. What is new and interesting? The 2016 Jose Rizal International Medal Lecture. Asia Pac J Ophthalmol. 2017;6:64-9.

8. Bianciotto C, Shields CL, Guzman JM, et al. Assestment of anterior segment tumors with ultrasound biomicroscopy versus anterior segment optical coherence tomography. Ophthalmology. 2011;118:1297-1302.

9. Venkateswaran N, Ching SST, Fischer W, et al. The diagnostic and theurapeutic challenges of posttraumatic iris implantation cysts: illustrative case presentations and a review of the literature. Ophthalmol. 2015;3:375-86.

10. Shanbhag SS, Ramappa M, Chaurasia S, et al. Surgical management of acquired implantation iris cyst: indications, surgical challenges, and outcomes.

Br J Ophthalmol. 2018;0:1-5.

11. Shields CL, Arepalli S, Lally EB, et al. Iris stromal cyst management with absolute alcohol induced sclerosis in 16 patients. JAMA ophthalmol.

2014;132:703-8.

12. Hong ES, Burden JH, Alward WLM. Intralesional ethanol for unresectable epithelial inclusion cyst. JAMA Ophthalmol. 2013;131(2): 262-3.

13. Phillip SS, John DR, Ninan F, et al. Surgical management of post traumatic iris cyst. Open Ophthalmol J. 2015;9:164-6.

14. Saraiji HA, Viestenz A, Hasenfus A, et al. Block excision and tectonic corneoscleral graft for recurrent cystic epithelial downgrowth despite alcohol injection: clinopathologic report. JCRS Online case reports. 2016;5:5-8.

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan: Kista tiroglosus paling sering ditemukan pada kelompok usia 6-11 tahun, jenis kelamin laki-laki, dengan letak kista suprahiod dan subhiod, serta tindakan