TUGAS LINGKUNGAN TAMBANG
“Case / Kasus yang Terjadi Akibat Kegiatan Pertambangan (Dampak Langsung & Dampak Tidak Langsung)”
Disusun Oleh : Maya Gustina BP/NIM: 2024/24137132
Dosen Pengampu : Riam Marlina A, S.T., M.T.
NIP: 198509272023212039
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK PERTAMBANGAN DEPARTEMENT TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2024
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam (SDA) berupa bahan galian yang melimpah, diantaranya emas, perak, tembaga, minyak, gas bumi, batubara dan lain- lainya. Belakangan ini banyak kegiatan pemanfaatan SDA yang bertentangan dengan asas lingkungan seperti kegiatan pertambangan illegal dengan melakukan usaha pertambangan tanpa didasari dengan kaidah pertambangan yang baik (good mining practice). Sehingga menimbulkan dampak yang merusak dan dapat mengancam kelestarian lingkungan, yaitu terdiri dari dampak langsung dan dampak tidak langsung. Untuk mengoptimalkan upaya pemberantasan kegiatan penambangan illegal dan menciptakan keadilan bagi masyarakat, maka dapat dilakukan upaya hukum, antara lain dengan memberikan sanksi pidana kepada pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan penambangan ilegal, sesuai dengan ketentuan yang ada dalam peraturan perundang- undangan.
Kata Kunci: Pertambangan, Dampak Langsung, Dampak Tidak Langsung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia, ruang lingkup kehidupan merupakan suatu yang tidak pernah lepas dengan keseharian dalam melakukan suatu kegiatan.
Lingkungan hidup merupakan suatu habitat atau suatu tempat bagi suatu organisme untuk berkumpul dalam bumi. Manusia sebagai makhluk sosial yang diberikan kemampuan berpikir menggunakan akal diberikan tanggung jawab untuk mengelola kehidupan dengan sebaik-baiknya. Namun pengelolaan lingkungan hidup yang terjadi saat ini sudah menuai krisis yang berkepanjangan (Aningsih, 2021).
Sustainable Development Goals yang digaungkan oleh Indonesia menekankan agar tetap terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berarti tercipta keseimbangan antara ekonomi serta lingkungan. Hal ini juga berarti bahwa eksploitasi sumber daya secara berlebihan atau pembangunan dengan dampak negatif mulai dikurangi. Kerusakan lingkungan dapat terjadi akibat adanya tindakan yang menimbulkan perubahan langsung ataupun tidak langsung baik dari sifat fisik atau hayati sehingga lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan (Debby Pattimahu et al., 2021).
Sumber Daya Alam (SDA) secara umum terbagi atas SDA yang dapat diperbaharui dan dan SDA yang tidak dapat diperbaharui. Dari sudut pemakaian SDA yang tidak dapat diperbaharui harus dikelola secara bijaksana agar dapat dipertahankan keberlanjutannya. Hasil yang diperoleh dari pemanfaatan SDA harus dikelola menurut kaidah-kaidah kelestarian SDA (Salim, 2006).
Belakangan ini banyak kegiatan pemanfaatan SDA yang bertentangan dengan asas lingkungan seperti kegiatan pertambangan illegal dengan melakukan usaha pertambangan tanpa didasari dengan kaidah pertambangan yang baik (good mining practice). Sehingga menimbulkan dampak yang merusak dan dapat mengancam kelestarian lingkungan.
Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan usaha yang kompleks dan sangat rumit, sarat resiko, merupakan kegiatan jangka panjang, melibatkan teknologi tinggi, padat modal dan aturan regulasi yang dikeluarkan beberapa sektor. Selain itu, karakteristik mendasar industri pertambangan adalah membuka lahan dan mengubah bentang alam sehingga mempunyai potensi merubah tatanan ekosistem suatu wilayah baik dari segi biologi, geologi dan fisik maupun tatanan sosio ekonomi dan budaya masyarakat (Ade Riany Diem et al., 2016).
Aktifitas dari suatu kegiatan usaha pertambangan pada hakekatnya tidak boleh menjadi penyebab “kerugian” bagi pihak-pihak tertentu atau kelompok mayoritas (masyarakat umum). Demikian pula alam yang menjadi sumber penyedia bahan tambang (sumber daya alam) tidak boleh terganggu karena akan menghilangkan keseimbangan ekosistem, ekologi yang berakibat pada kerusakan alam/ lingkungan hidup (damage of environment). Terganggunya aspek kehidupan masyarakat, jika dilihat dari sisi Hak Asasi Manusia (HAM), sebagaimana diatur dalam Undnag-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yakni terutama yang berkaitan dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, tentulah sangat bersentuhan dengan dampak dari pertambangan tersebut. Karena hak asasi manusia meliputi aspek-aspek hak untuk hidup dan berkehidupan yang baik, aman dan sehat yang merupakan hak atas lingkungan hidup yang baik yang sehat yang diatur didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Pemahaman yang proporsional terhadap pertambangan sangat diperlukan mengingat pemahaman yang negatif dapat menghambat sektor pertambangan. Teknik penambangan yang baik (good mining practice) sudah harus dilakukan sejak eksplorasi, konstruksi, eksploitasi, pengolahan/pemurnian, pengangkutan sampai dengan tahap pasca operasi (mining closure) sehingga dapat meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi. Cara pandang yang proporsional dapat mengantarkan pada pengelolaan bahan tambang yang menguntungkan saat ini berupa nilai tambah ekonomi dan kesejahteraan serta jangka panjang juga tidak
merugikan generasi masa depan.
B. Kajian Teori
Pertambangan adalah kegiatan, teknologi, dan bisnis yang berkaitan dengan industri pertambangan mulai dari prospeksi, eksplorasi, evaluasi, penambangan, pengolahan, pemurnian, pengangkutan, sampai pemasaran.
Usaha pertambangan merupakan kegiatan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam tambang (bahan galian) yang terdapat dibumi Indonesia (Salim, 2006). Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2012, pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas). Objek dari usaha pertambangan adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable), dimana dalam pengelolaan dan pemanfaatannya dibutuhkan pendekatan manajemen yang ditangani secara holistik dan integratif dengan memperhatikan empat aspek pokok yaitu, aspek pertumbuhan (growth), aspek pemerataan (equity), aspek lingkungan (environment), dan aspek konservasi (conservation).
1. Dampak Aktivitas Pertambangan
Dampak penambangan merupakan perubahan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan usaha eksploitasi baik perubahan sosial, ekonomi, budaya, kesehatan maupun lingkungan alam.
a. Dampak Langsung
Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan eksploitasi sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, dimana didalam kegiatan penambangan dapat berdampak pada rusaknya ekosistem.
Ekosistem yang rusak diartikan suatu eosistem yang tidak dapat lagi menjalankan fungsinya secara optimal, seperti perlindungan tanah, tata air, pengatur cuaca, dan fungs lainnya dalam mengatur perlindungan alam lingkungan. Mekanisasi peralatan dan teknologi pertambangan telah menyebabkan skala pertambangan semakin besar dan ekstraksi batubara kadar rendahpun menjadi ekonomis sehingga semakin luas dan
dalam lapisan bumi yang harus digali. Ini menyebabkan kegiatan tambang menimbulkan dampak terhadap lingkungan seperti sebagai berikut : (Raden dkk, 2010: Purwanto, 2015)
1) Perubahan Bentang Lahan.
Kegiatan pertambangan, sebagai contoh pertambangan batubara dimulai dengan pembukaan tanah pucuk dan tanah penutup serta pembongkaran batubara yang berpotensi terhadap perubahan bentang alam. Lubang-lubang tambang yang dihasilkan dari kegatan pertambangan ini harus ditutup melalui kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan. Penutupan lubang tambang secara keseluruhan sangat sulit untuk dipenuhi mengingat kekurangan tanah penutup akibat deposit batubara yang terangkat keluar dari lubang tambang jauh lebih besar dibandingkan tanah penutup yang ada. Walaupun di dalam dokumen AMDAL yang dimiliki oleh setiap perusahaan pertabangan batubara, ditekankan bahwa lubang tambang yang dihasilkan harus ditutup melalui kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan, namun pada kenyataannnya perusahaan pertambangan batubara sebagian meninggalkan lubang-lubang tambang yang besar (Hakim I, 2014).
2) Penurunan Tingkat Kesuburan Tanah.
Dampak penurunan kesuburan tanah oleh aktivitas pertambangan sebagai contoh pertambangan batubara terjadi pada kegiatan pengupasan tanah pucuk (top soil) dan tanah penutup (sub soil/overburden). Pengupasan tanah pucuk dan tanah penutup akan merubah sifat-sifat tanah terutama sifat fisik tanah dimana susunan tanah yang terbentuk secara alamiah dengan lapisan-lapisan yang tertata rapi dari lapisan atas ke lapisan bawah akan terganggu dan terbongkar akibat pengupasan tanah tersebut. Tanah yang telah dikupas, selanjutnya akan ditranslokasi pada tempat yang telah ditentukan di mana tanah pucuk dipisahkan dengan tanah penutup, Setelah proses pembongkaran deposit batubara, maka tanah pucuk
dan tanah penutup dikembalikan ke lubang tambang dengan cara backfilling. Waktu pengembalian tanah ke lubang tambang membutuhkan waktu yang lebih lama tergantung pada kecepatan proses penambangan berlangsung. Tanah pucuk dan tanah penutup yang telah ditimbun atau telah dikembalikan ke lubang tambang, sangat rentan terhadap perubahan kesuburan tanah terutama kesuburan kimia dan biologi akibat tanah tersebut telah rusak karena dibongkar untuk mengambil deposit batubara yang ada di bawahnya.
Curah hujan yang tinggi, akan memberikan pengaruh yang besar terhadap kandungan unsur hara yang terdapat di dalamnya, sebab akan terjadi pencucian unsur hara, sehingga tanah dapat kekurangan unsur hara yang dibutuhkan tamanan pada saat dilakukan revegetasi tanaman.
3) Terjadinya Ancaman Terhadap Keanekargaman Hayati (Biodiversity).
Pembukaan lahan untuk penambangan menyebabkan terjadinya degradasi vegetasi akibat kegatan pembukaan lahan, terganggunya keanekaragaman hayati terutama flora dan fauna.
4) Penurunan Kualitas perairan.
Kegiatan penambangan sebagai contoh pertambangan batubara memberikan kontribusi tertinggi dalam menurunkan kualitas air yaitu air sungai menjadi keruh dan menjadi penyebab banjir. Kegiatan pembukaan dan pembersihan lahan tambang serta aktivitas lainnya mempercepat aliran permukaan yang membawa bahan-bahan pencemar masuk ke badan air serta sumur-sumur penduduk pada saat terjadi hujan lebat. Raden, dkk (2010) menyatakan bahwa parameter pH, kandungan besi, mangan, TSS dan TDS berada diatas baku mutu lingkungan pada semua titik pengamatan pada lokasi dekat penambangan dan pengolahan salah satu perusahaan batubara di Kutai. Tingginya kandungan bahan pencemaran air diakibatkan oleh aktivitas penambangan dan
pengolahan batubara (proses pencucia batubara) dimana material bahan pencemar terbawa oleh air limpasan permukaan (surface run- off) ke bagian yang lebih rendah dan masuk ke badan air.
5) Penurunan Kualitas Udara
Penurunan kualitas udara disebabkan oleh pembongkaran batubara dan mobilitas pengangkutan batubara dan peralatan dari dalam dan keluar lokasi penambangan. Tingginya kadar SO2, partikulat (PM10 and PM2.5), NOxes, 03, benzene and H2S telah meningkatkan kejadian penyakit pernafasan. Pembakaran spontan batubara melepaskan senyawa beracun termasuk karbon monoksida, karbondioksida, methana, benzene, toluene, xylene, sulphur, arsenik, merkuri dan timbal.
6) Pencemaran lingkungan akibat limbah-limbah yang dihasilkan oleh aktivitas penambangan. Limbah pertambangan biasanya tercemar asam sulfat dan senyawa besi yang dapat mengalir keluar daerah pertambangan. Air yang mengandung kedua senyawa ini akan menjadi asam. Limbah pertambangan yang bersifat asam bisa menyebabkan korosi dan melarutkan logam-logam berat sehingga air yang dicemari bersifat racun dan dapat memusnahkan kehidupan akuatik. Di kutai, limbah tambang masuk ke lahan pertanian yang mengganggu kegiatan pertanian penduduk setempat.
Dampak pertambangan batubara tidak hanya muncul ketika kegiatan penambangan tetapi juga pasca operasi tambang. Industri pertambangan pada pascaoperasi akan meninggalkan lubang tambang dan air asam tambang (acid ine drainage). Lubang-lubang bekas penambangan batubara berpotensi menimbulkan dampak lingkungan berkaitan kualitas dan kuantitas air. Air lubang tambang mengandung berbagai logam berat yang dapat merembes ke sistem air tanah dan dapat mencemari air tanah. Lebih lanjut, Marganingrum dan Noviardi (2010) menyatakan bahwa lahan bekas tambang batubara mampu mencemari air sungai.
b. Dampak Tidak Langsung 1) Dampak Sosial
Keberadaan perusahaan tambang di tengah-tengah masyarakat merupakan wujud dan partisipasi dalam peningkatan dan pengembangan pembangunan masyarakat. Perusahaan dan masyarakat yang bermukim di sekitarya merupakan dua komponen yang saling mempengaruhi.
Dimana perusahaan memerlukan masyarakat sekitar dalam pengembangan perusahaan itu sendiri begitupun sebaliknya, masyarakat memerlukan perusahaan tersebut dalam peningkatan perekonomian masyarakat serta pengembangan daerah akibat keberadaan perusahaan tersebut. Oleh karena itu, aktivitas perusahaan tidak dapat dipungkiri memiliki dampak sosial terhadap masyarakat sekitarnya.
Adapun dampak sosial yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan batubara diantaranya :
a) Adanya konflik yang terjadi antara masyarakat dengan perusahaan karena masalah pembebasan lahan, pencemaran air dan udara, adanya kecemburuan sosial antara penduduk lokal dengan warga pendatang. Lebih lanjut, Purwanto (2015) menyatakan konflik di masyarakat muncul dalam bentuk unjuk rasa karena terganggunya ruas jalan oleh truk pengangkut batubara, rusaknya jalan, terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Konflik dimasyarakat sebagian besar juga dipicu oleh masalah limbah yang keberadannya mengganggu sumber air minum, rendahnya jumlah tenaga kerja lokal yang diterima di perusahaan serta masalah ganti rugi lahan masyarakat (Raden dkk, 2010) b) Terjadinya perubahan pola pikir masyarakat. adanya kegiatan
pertambangan merubah pola pikir masyarakat didalam mencari uang guna memenuhi kebutuhan hidup. Adanya kompensasi uang penggantian lahan, rusanya lahan pertanian, serta adanya
kesempatan bekerja di pertambangan mendorong masyarakat untuk beralih mata pencarian dari profesi petani ke profesi lain.
Hal ini tidak lepas dari hubungan masyarakat dengan perusahaan tersebut, begitu juga sebaliknya. Keberadaan perusahaan juga sangat berpengarh besar terhadap kondisi perubahan sosial yang dulunya masyarakat sangat tergantung dengan alam demi pemenuhan kebutuhan hidup, sekarang masyarakat justru beralih ketergantung pada perusahaan yang berada di tengah-tengah masyarakat itu sendiri. Hal ini disebabkan kebutuhan masyarakat yang semakin hari semakin menanjak dan pemenuhan penghasilan hidup semakin bertambah. kondisi masyarakat yang dulunya swasembada pangan, kini pemenuhan kebutuhan ekonominva digantikan oleh hasil-hasil dari produksi tambang yang lebih banyak menghasilkan uang
c) Struktur sosial di masyarakat juga mengalami perubahan karena masyarakat sekitar pertambangan termotivasi untuk mampu menyesuaikan perubahan struktur sosial yang disebabkan banyaknya masyarakat pendatang yang menjadi karyawan di perusahaan pertambangan batubara maupun masyarakat pendatang berusaha di sekitaar perusahaan batubara. Aprianto dan Rika (2012) menyatakan terdapat tiga jenis pendatang yang melakukan migrasi masuk baik secara permanen ataupun nonpermanen. Jenis yang pertama adalah jenis migrasi yang paling banyak terjadi dimana kebanyakan pendatang melakukan migrasi sirkuler (ulang-alik), dimana kebanyakan dari pendatang tersebut adalah pekerja di pertambangan. Jenis yang kedua adalah warga yang menetap di sekitar lokasi pertambangan dan kemudian mendirikan usaha, dikarenakan mereka tidak memiliki keahlian untuk bekerja di sektor pertambangan sehingga hanya menangkap peluang usaha yang ada seperti mendirikan bengkel, ataupun warung. Kemudian jenis yang ketiga adalah para
pendatang yang berasal dari luar daerah dan bekerja di perusahaan pertambangan sehingga tinggal menetap di sekitar lokasi pertambangan dengan menyewa rumah milik warga sekitar lokasi pertambangan. Pengaruh negatif struktur sosial masyarakat di sekitar perusahaan pertambangan yang mungkin bisa terjadi adalah perilaku dan atau kebiasaan yang bersifat negatif seperti perjudian, kebiasaan minum-minuman keras dan pola hidup konsumtif para karyawan yang bisa mendorong perubahan masyarakat lokal menjadi lebih konsumtif dan bila hal tersebut tidak didukung oleh perubahan kemampuan daya beli masyarakat lokal akan menyebabkan kecemburuan sosial yang pada akhirnya bisa menyebabkan ketidak harmonisan (Basuki, 2007).
d) Kehadiran perusahaan juga mempengaruhi perilaku gotong royong terutama partisipasi masyarakat dalam mengikuti kegiatan kerja bakti dan kegiatan keagamaan. Suprihatin (2014) menyatakan, sebelum hadirnya pertambangan batubara, warga sangat antusias dalam mengikuti segala kegiatan gotong royong.
Frekuensi kegiatan gotong royong masyarakat pun lebih intensif dan terkoordinir dengan baik serta mash dilakukan secara tradisional dengan peralatan serta kondisi yang sederhana.
Setelah pertambangan batubara hadir dan beroperasi, perilaku masyarakat dalam bergotong royong lebih berorientasi pada materi atau sistem bayaran (upah). Serta lebih dominan memberi bantuan dalam bentuk finansial ketimbang bantuan tenaga. Selain itu, intensitas partisipasi masyarakat dalam kegiatan gotong royong pun mengalami penurunan karena faktor kesibukan kerja masing-masing warga yang kian bervariasi.
BAB II KASUS
A. Kasus Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin di Kabupaten Sintang Pertambangan emas tanpa izin yang berlangsung dan terus berkembang, seperti adanya aktivitas penambangan emas tanpa izin di wilayah Kecamatan Sintang Kabupaten Sintang.
Menurut Kabid pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan DLH Kab. Sintang, penambangan yang dilakukan secara liar juga memberikan dampak negatif terhadap lingkungan seperti perubahan rona awal pada lingkungan, pencemaran terhadap air akibat merkuri, perubahan fungsi dan bentuk lahan, konflik serta kesehatan dan keselatamatan masyarakat. Kemudian Bapak Syamsu selaku ketua RT dan Tokoh Masyarakat menambahkan Selain mengganggu lingkungan, penambang ilegal juga berpengaruh pada aktivitas masyarakat disekitar tambang, dimana penambangan emas tersebut juga menyebabkan kebisingan akibat suara dari alat tambang yang mana kegiatan ini kebanyakan dekat dengan permukiman masyarakat, dan di sungai ini juga masyarakat kebanyakan masih menggunakan air untuk kebutuhan mandi, mencuci dan lain sebagainya.
Dampak lain dari pertambangan emas yang dirasakan masyarakat yaitu bencana banjir yang sering terjadi, masyarakat menganggap pertambangan emas yang dilakukan secara liar menjadi salah satu pemicu bencana banjir karena terjadi pendangkalan akibat sedimentasi pada sungai dan kerusakan alam dihulu, sehingga saat curah hujan tinggi sungai tidak mampu menampung lagi.
B. Kasus Aktivitas Pertambangan Batubara di Sungai Batang Manggilang Pencemaran air menunjukkan adanya ketidaksesuaian dalam sifat air dengan keadaan yang seharusnya, diluar dari kemurnian air tersebut melainkan akibat dari masuk atau dimasukkannya suatu komponen lain ke dalam air sehingga fungsinya tidak berjalan secara normal. Salah satu kasus yang terjadi ialah kondisi air di sekitar pertambangan batubara pada Sungai Batang Manggilang menunjukkan warna, bau lumpur, rasa, suhu, kekeruhan dimana
keseluruhannya tidak ada yang memenuhi syarat dari air yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari - hari akibat tercemar oleh kegiatan penambangan batu bara yang mempengaruhi pH, zat yang tersuspensi, serta zat besi yang juga tidak memenuhi syarat dari peraturan yang ada di Indonesia yaitu peraturan Kementerian Kesehatan No.492/MENKES/PER/IV/2010.
C. Kasus Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Penambangan Pasir di Desa Keningar Daerah Kawasan Gunung Merapi
Kegiatan penambangan pasir di Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang menimbulkan dampak terhadap lingkungan yaitu dampak fisik dan dampak sosial ekonomi. Dampak fisik lingkungan yaitu adanya tebing- tebing bukit yang rawan longsor, kurangnya debit air permukaan/ mataair, rusaknya jalan, polusi udara.
Dampak sosial ekonomi penyerapan tenaga kerja karena sebagian masyarakat bekerja menjadi tenaga kerja di penambangan pasir, adanya pemasukan bagi pemilik tanah yang dijual atau disewakan untuk diambil pasirnya dengan harga tinggi, banyaknya pendatang yang ikut menambang sehingga dapat menimbulkan konflik. adanya ketakutan sebagian masyarakat karena penambangan pasir yang berpotensi longsor sehingga sewaktu-waktu bisa mengenai lahan dan pemukiman mereka, apalagi bila turun hujan.
D. Kasus Dampak Kegiatan Pertambangan Batubara Terhadap Kondisi Sosialekonomi Masyarakat Di Kelurahan Loa Ipuh Darat, Tenggarong, Kutai Kartanegara
Dampak kegiatan pertambangan batubara di Kelurahan Loa Ipuh Darat pada kondisi sosial adalah memicu timbulnya migrasi masuk, timbulnya kejadian konflik, merenggangnya hubungan kekerabatan, dan memicu timbulnya praktek prostitusi yang dilegalkan oleh pemerintah daerah. Pada kondisi ekonomi kegiatan pertambangan menimbulkan peluang usaha bagi warga masyarakat. Peningkatan ataupun penurunan tingkat pendapatan masyarakat bervariasi berdasarkan jenis pekerjaan warga, serta kesempatan kerja di sektor pertambangan, walaupun untuk warga lokal tergolong minim disebabkan rendahnya tingkat pendidikan dan ketrampilan warga lokal.
E. Kasus Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin di Kabupaten Kuantan Singingi
Kasus kerusakan lingkungan hidup yang terjadi di Kabupaten Kuantan Singingi pada saat ini adalah banyaknya kegiatan PETI yang mengakibatkan terjadi kerusakan lingkungan disekitarnya berupa pencemaran air dan tanah yang dikarenakan adanya galian-galian pada tanah dan sungai.
Kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini seperti tanah yang dulunya subur kini menjadi tandus akibat penggalian pertambangan yang berlebihan yang menyebabkan hilangkan kesuburan tanah. Selain itu terjadinya penurunan kualitas air dimana banyaknya air sungai yang tercemar merkuri (Hg) yang apabila dikonsumsi oleh masyarakat dapat mengganggu kesehatan dan sekaligus merupakan ancaman bagi keberlangsungan hidup manusia. Dampak terhadap manusia dan lingkungan yang paling parah adalah adanya sifat biomagnifikasi dimana logam-logam tersebut akan ikut berpindah dari tubuh predator awal sehingga terakumulasi dan terus bertambah didalam tubuh predator akhir misalnya dari ikan ke manusia.
Dampak dari kejahatan lingkungan berupa penambangan emas tanpa izin di Kabupaten Kuantan Singing memberi pengaruh negatif terhadap lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat setempat. Seperti tercemarnya sungai sebagai tempat bergantung hidup masyarakat yang mengandalkan mata pencaharian dari perikanan sungai dengan bekerja sebagai nelayan, sedangkan secara sosial berubahnya pola hidup masyarakat yang sebelumnya menjadikan sungai sebagai tempat berinteraksi pada saat mandi, cuci, dan kakus.
Hal ini dikarenakan terjadi pencemaran air berupa erosi maupun larutnya unsur - unsur logam berat (leaching) karena sistem penirisan yang tidak baik, pencemaran udara berupa debu dan kebisingan akibat suara mesin tambang serta perubahan kontur dan alur sungai. Sedangkan disisi lainnya berupa pendapatan pemerintah dari sektor pertambangan berkurang, terjadinya konflik sosial dan terganggunya sekor lain berupa sektor perikanan, irigasi persawahan dan lain- lain.
BAB III PENUTUP
Kekayaan sumberdaya merupakan salah satu aset pembangunan nasional.
Industri pertambangan dapat menjadi peran kunci mengkonversi kekayan alam yang belum dapat dimanfaatkan menjadi kekayaan yang dapat mensejahterakan rakyat dalam bentuk sekolah, pemukiman, pelabuhan, jalan, jaringan listrik dan sarana umum lainnya yang dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi. Dalam beberapa tahun terakhir, pertambangan telah memainkan peran yang cukup penting bagi perekonomian Indonesia. Sektor ini memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap penerimaan negara yang jumlahnya meningkat setiap tahun. Sementara itu, perannya sebagai sumber energi pembangkit juga semakin besar. Saat ini, sekitar 71% dari konsumsi batubara domestik diserap oleh pembangkit listrik, 17% untuk industri semen dan 10,1% untuk industri tekstil dan kertas.
Disisi lain, sebagaimana karaketristik mendasar industri pertambangan yang membuka lahan dan mengubah bentang alam, pertambangan batubara juga berpotensi merubah tatanan ekosistem suatu wilayah, baik dari segi biologi, geologi, dan fisik maupun tatanan sosial ekonomi masyarakat.
Dampak pertambangan tidak hanya muncul ketika terjadi kegiatan penambangan tetapi juga pasca operasi tambang. Ketika selesai beroperasi, perusahaan meninggalkan lubang-lubang besar dibekas areal pertambangan yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan jangka panjang.
Praktik pertambangan yang baik (good mining practice) dapat menekan dampak negatif dari kegiatan pertambangan dan mendukung kegiatan pertambangan yang berkelanjutan secara lingkungan, sosial dan ekonomi, sehingga dapat mencegah terjadinya dampak negatif langsung maupun tidak langsung dari aktivitas penambangan.
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, Nur., Frinaldi, Aldri., Rembrandt., Lanin, Dasman., Umar, Genius., &
Gusman, Mulya. (2023). Pertambangan Emas Tanpa Izin (Peti): Dampak Lingkungan, Sosial Dan Ekonomi Serta Peranan Hukum Lingkungan.
Jurnal Ilmiah Multidisiplin Nusantara, 1(3), 123-128.
https://doi.org/10.59435/jimnu.v1i3.57
Ade Riany Diem, D., Staff Editor Endang Kurniawan, M., Yuni Rosiati, S., Alamat Redaksi, S., Jend Yani Lorong Gotong Royong, J. A., & Palembang Sumatera Selatan, U. (2016). Pertambangan Batubara : Dampak Lingkungan, Sosial Dan Ekonomi. Jurnal Redoks, 1(1).
Https://Doi.Org/10.31851/Redoks.V1i1.2017
Suhendra, Arya., Kamarullah., & Nafsiatun. (2023). Penegakan Hukum Terhadap Pertambangan Emas Tanpa Izin (Peti) Sebagai Upaya Pengendalian Dampak Lingkungan Di Kecamatan Sintang Kabupaten Sintang.
EnviroScienteae, 19(3), 55-63. DOI: 10.20527/es.v19i3.17262 Yudhistira., Hidayat, Wahyu., & Hadiyarto, Agus. (2011). Kajian Dampak
Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Penambangan Pasir Di Desa Keningar Daerah Kawasan Gunung Merapi. Jurnal Ilmu Lingkungan, 9(2), 76-84. http://ejournal.undip.ac.id/index.php/ilmulingkungan
Apriyanto, Dedek., Harini, Rika. (2012). Dampak Kegiatan Pertambangan
Batubara Terhadap Kondisi Sosialekonomi Masyarakat Di Kelurahan Loa Ipuh Darat, Tenggarong, Kutai Kartanegara. Jurnal Bumi Indonesia.
https://www.neliti.com/publications/238189/dampak-kegiatan- pertambangan-batubara-terhadap-kondisi-sosialekonomi-masyarakat
Fitriyanti, Reno. (2016). Pertambangan Batubara: Dampak Lingkungan, Sosial, dan Ekonomi. Jurnal Redoks, 1(1), 34-40. DOI: 10.31851/redoks.v1i1.2017