• Tidak ada hasil yang ditemukan

Media Komunikasi Massa yang Ampuh

N/A
N/A
Abhirama nur ahnaf

Academic year: 2024

Membagikan " Media Komunikasi Massa yang Ampuh"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Film merupakan salah satu media komunikasi massa, dapat dikatakan sebagai media massa karena film merupakan bagian dari media massa yang kegunaannya dipergunakan sebagai proses penyebaran informasi kepada khalayak. Film sering kali dijadikan sebagai media untuk menggambarkan realita sosial yang ada di suatu tempat atau kejadian yang terjadi di masyarakat sehingga film dapat membentuk sebuah pemaknaan tertentu.

Dengan adanya film, seseorang dapat menikmati isi karya sastra, maka film memberikan peranan penting dalam berkembangnya suatu karya sastra. Film juga diangap sebagai media komunikasi yang ampuh terhadap massa yang menjadi sasarannya dikarenakan dengan gambar dan suara film dapat menceritakan banyak hal dalam durasi yang singkat.

Menurut Schmäzle & Meshi dalam (Mazaid, 2022) mengatakan sebuah film dapat menjadi media penyebar komunikasi yang baik serta dapat menyampaikan pesan yang terkandung didalamnya melalui representasi gambar yang baik, penggunaan audio yang mendukung, peran para pemain yang dapat meniru tindakan karakter dengan baik, serta didukung oleh alur narasi yang menarik, akibatnya membuat penasaran para penontonnya. Melalui film, secara tidak langsung masyarakat disuguhkan tontonan yang sifatnya “memaksa” agar penonton ikut merasakan realita kehidupan yang ada di filmnya.

Di samping itu film menjadi media komunikasi dimana pesan tersirat pada isi cerita sebuah film akan sampai kepada komunikannya dan menghasilkan sebuah efek. Menurut Madhona & Yenny, (2022), dari sebuah film penonton tidak hanya terhibur tetapi juga dapat mengetahui bagaimana sesuatu yang terjadi dapat dipelajari dari banyak emosi yang ditayangkan, mengenal berbagai budaya didalam masyarakat serta menyerap beberapa informasi yang terkandung di dalamnya.

(2)

Pada sebuah film menurut Tokosh & Chen memiliki ideologi dan gagasan serta pesan yang ingin ditunjukan oleh pembuat film kepada masyarakat luas (Mazaid, 2022). Film sudah mampu sebagai pengamalan nilai, disamping itu film merupakan hasil buah pikir manusia yang disajikan secara visual melalui simbol-simbol maupun dialog yang mengkritik pihak tertentu dengan memotret realita bahkan mencerminkan kehidupan pribadi yang ada dalam seluruh lapisan masyarakat sehingga diharapkan pola pikir masyarakat dapat berubah.

Dunia perfilman banyak mengangkat isu mengenai kekerasan seksual sebagai topik utamanya. Kehadiran perempuan pada film banyak menggambarkan keberadaan perempuan menghadapi problematika dunia patriarki yaitu ditandai dengan adanya pelecehan seksual, diskriminasi, dan ketidakberdayaan dan perlakuan yang di dominasi oleh laki-laki. Menurut Septiani dalam (Salsabila 2022), perempuan dalam film juga diperlihatkan sebagai korban pelecehan seksual dan kekerasan seksual oleh laki-laki.

Pada umumnya, kekerasan berkaitan dengan fisik dan non fisik yang dapat menimbulkan efek secara langsung maupun tidak langsung yang tanpa disadari oleh seorang korban.

Korban kekerasan seksual cenderung tidak menyadari dirinya mengalami kekerasan dikarenakan kekerasan seksual pada umumnya menyerang mental korban.

Isu kekerasan seksual merupakan salah satu isu sosial yang kerap terjadi di lingkungan terdekat. Kekerasan seksual merupakan tindakan kejahatan terhadap kesusilaan yang merendahkan martabat manusia. Gubert mengatakan terdapat tiga bentuk kekerasan seksual yaitu, 1) permintaan secara verbal (verbal request) berupa ancaman, permintaan hubungan seksual, meminta hubungan seksual berulang kali, 2) ucapan secara verbal yang diarahkan langsung terhadap korban, humor dan komentar-komentar tentang korban mengenai seksual, 3) tindakan-tindakan yang dilakukan secara non verbal seperti pelecehan seksual, agresi yang dapat menyebabkan kekerasan dan menyentuh bagian seksual (Mannika, 2018). Kekerasan seksual merupakan tindakan yang menyakiti korban secara seksual dimana terdapat faktor yang mendorong pelaku kekerasan seksual yaitu

(3)

adanya pengaruh lingkungan yang tidak baik, kemiskinan, peran keluarga tidak berfungsi sebagaimana harusnya, minimnya pemahaman masyarakat mengenai hukum, serta stigma pemikiran sempit bahwa hukum negara berharga mahal sehingga lebih memilih untuk tidak melaporkan kekerasan seksual kepada pihak yang berwajib (Astri Anindya, 2020)

Kekerasan seksual dapat terjadi di tempat umum seperti di transportasi umum, di lingkungan pendidikan, lingkungan rumah, bahkan di pertemuan sosial. Banyak cara yang dapat terjadi kekerasan seksual seperti interaksi tatap muka, melalui media sosial, email dan lainnya (Mazaid, 2022). Kasus kekerasan seksual selalu meningkat jumlahnya dan korban banyak dialami oleh perempuan dengan berbagai kasus-kasus yang baru di setiap tahunnya. Pada tahun 2023, berdasarkan data dari SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) terdapat 10.041 jumlah kasus korban dan pelaku kekerasan seksual. Berdasarkan data yang diinput sejak tanggal 1 Januari 2023 hingga saat ini tercatat sekitar 8.980 kasus, sedangkan pada tahun 2022 mengalami kenaikan yang melonjak yaitu terdapat 25.052 kasus kekerasan terhadap perempuan. Komisi Nasional Perempuan melaporkan bahwa menerima sejumlah 17 kasus per hari pada tahun 2022, tercatat terdapat 713 kasus kekerasan mantan pacar (KMP), 622 kasus kekerasan terhadap istri (KTI), dan 442 kasus kekerasan dalam pacarana (KDP). (SIMFONI-PPA, 2023)

Film “Like and Share” merupakan sebuah film genre drama dewasa yang rilis pada tahun 2022. Film Like and Share menceritakan kisah dua orang remaja bernama Lisa dan Sarah memiliki ketertarikan untuk mengeksplorasi dunia remajanya. Film Like and Share distrudarai oleh Gina S. Noer dan sukses meraih beberapa nominasi dan penghargaan Best Picture dan Grand Prix Award Osaka Asian Film Festival (OAFF) di Jepang. Film like and Share dibintangi oleh sejumlah aktor dan aktris tanah air diantaranya adalah Arawinda Kirana, Aurora Ribero, Jerome Kurnia, Aulia Sarah, Unique Priscilla, hingga Kevin Julio. Film karya Gina S Noer ini juga mengangkat tema kekerasan seksual

(4)

terhadap perempuan didalamnya. Mengangkat salah satu tema mengenai kekerasan seksual, Film Like and Share menampilkan kekerasan seksual memiliki beberapa macam jenis yang dapat ditemui. Salah satunya adalah kekerasan seksual yang dikenal dengan istilah revenge porn. Tindakan revenge porn merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual pada sebuah hubungan asmara. Revenge porn adalah konten seksual berupa foto atau video milik pribadi yang disebarkan ke internet tanpa persetujuan yang dilakukan oleh mantan pasangan ataupun pasangan.

Salah satu korban kekerasan seksual yang diangkat dalam film Like and Share merupakan seorang pelajar menengah keatas bernama Sarah yang dijebak dan dipaksa untuk berbuat seksual oleh pacarnya. Dapat dilihat bagaimana sang pelaku kekerasan seksual dalam film Like and Share memaksa untuk mengambil foto atau video pada korban dan membagikannya ke media sosial untuk mendapat kepuasan seksual ataupun sebagai bentuk ancaman. Sarah tidak menyadari bahwa dirinya merupakan korban pemerkosaan, ia juga tidak mendapat perlindungan aman bahkan dari orang-orang terdekatnya. Sarah pada akhirnya memberanikan diri untuk mengadukannya pada pengadilan namun sayang Sarah malah disudutkan oleh pihak pelaku yang juga menggandeng seorang pengacara. Hal ini membuat Sarah tidak mendapat keadilan sebagai korban kekerasan seksual.

Film Like and Share menyoroti bentuk kekerasan seksual dalam sebuah hubungan yang masih banyak terabaikan oleh korban dan pelakunya. Korban revenge porn dapat terjadi dalam hubungan pacaran juga merupakan pelecehan siber berorientasi pada gender yang dapat berakibat fatal dalam internet. Diantara banyaknya kasus kekerasan pada perempuan, kekerasan dalam hubungan menduduki posisi pertama termasuk terhadap pasangan yang belum terikat pernikahan. Diketahui sebanyak perempuan usia 13-24 tahun rentan menjadi korban (Rahman, 2020). Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan perempuan dalam sebuah hubungan, salah satunya korban tidak menyadari bahwa dirinya sedang terjerat dalam bentuk kekerasan karena dianggap

(5)

sebagai hal biasa sekaligus bentuk rasa sayang terhadap pasangan. Pada kasus kekerasan dalam pacaran yaitu perempuan yang menjadi korban cenderung kurang percaya diri dan sangat mencintai pasangannya (Kemenppa, 2018).

Kasus seperti revenge porn sering dijumpai di berbagai lini masa media sosial.

Banyaknya kasus revenge porn korbannya dialami oleh perempuan sedangkan pelaku bisa saja datang dari orang terdekat seperti pacar, teman, rekan kerja, tetangga, dan sebagainya. Terkadang pengguna internet hanya dapat menyaksikan serta menghakimi orang yang ada di balik konten revenge porn tanpa mengetahui realita sebenarnya. Dari kebanyakan korban revenge porn adalah perempuan bahkan pada perdebatan publik mengenai revenge porn lebih banyak terjadi untuk menyalahkan korban sehingga perempuan tidak mendapatkan ruang aman karena perilaku pelaku yang menyalahkan korban dengan berasumsi apa yang terjadi diakibatkan oleh tindakannya sendiri. Kasus revenge porn merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual dimana terdapat bentuk kekerasan seksual lainnya yang ditampilkan pada film Like and Share.

Pemilih memilih film Like and Share untuk dianalisis dengan mempresentasikan kekerasan seksual terhadap perempuan yang terkandung dalm film tersebut. Selain itu keunikan film ini bukan cuma menceritakan sebatas isu berat yang masih tabu oleh masyarakat akan kekerasan seksual namun juga meenyoroti persoalan remaja kompleks sekaligus triggering. Cerita remaja yang ingin mengeksplorasi dunianya serta adanya konflik klasik remaja dengan orang tua yang tidak saling terbuka. Film Like and Share dapat dikatakan sebagai film yang berani menampilkan adegan sensual namun terselip rasa emosional di setiap adegannya. Film Like and Share mendapatkan beberapa penghargaan diantaranya kategori Best Picture and Grand Prix award di Osaka Asia Film Festival 2023, dan 11 nominasi Piala Maya 2023 untuk kategori nominasi film cerita panjang, nominasi penyutradaraan, nominasi aktris utama, nominasi aktris pendukung, nominasi penulisan skenario asli, nominasi tata kamera, nominasi tata artistik, dan lain sebagainya.

(6)

Berdasarkan beberapa data, fenomena dan uraian yang telah dijelaskan diatas, dalam hal ini peneliti tertarik bahwa kajian mengenai Representasi Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan Pada Film Like and Share penting untuk diteliti. Reprensentasi itu sendiri merupakan suatu proses produksi makna melalui bahasa. Kekerasan terhadap perempuan merupakan perbuatan pidana secara fisik ataupun psikologis untuk melecehkan, mempermalukan, dan menghancurkan hidup pada perempuan. Peneliti memahami bahwa film befungsi memberikan sebuah informasi sekaligus mengedukasi kepada khalayak karena film juga dapat membentuk sebuah pemaknaan tertentu. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan representasi kekerasan terhadap perempuan. Film erat kaitannya dengan tanda-tanda, sedangkan kajian mengenai tanda dan cara-cara tanda tersebut bekerja disebut semiotik atau semiologi (Rochman, 2017).

Peneliti menggunakan semiotika sebagai metode yang digunakan untuk penelitian guna meninjau tanda-tanda pada film yang berhubungan dengan adegan kekerasan seksual terhadap perempuan. Dengan dilakukan metode analisis semiotika dapat diketahui pesan apa yang hendak disampaikan melalui film tersebut agar dapat dijadikan pembelajaran masyarakat luas.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penguraian peneliti di latar belakang masalah, maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Kekerasan Seksual terhadap Perempuan direpresentasikan dalam film Like and Share?”

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian yaitu untuk mengetahui representasi kekerasan seksual terhadap perempuan dalam film Like and Share.

(7)

1.4 Manfaat Penelitian

Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat yang besar baik secara teoritis maupun praktis.

1.4.1 Manfaat Teoritis

Melalui peneltian ini, diharapkan dapat memberikan bahan masukan dan memberikan wawasan dalam mengembangkan kajian untuk mahasiswa di bidang Ilmu Komunikasi khususnya pada kajian semiotika Charles Sanders Pierce. Penulis juga berharap penelitian ini menjadi referensi tambahan bagi peneliti lainnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu jadi referensi untuk penelitian selanjutnya mengenai penggambaran kekerasan seksual terhadap perempuan melalui peran tokoh didalamnya. Penelitian ini juga diharapkan berguan untuk mengetahui dan memberikan pemahaman tentang reprentasi kekerasan perempuan dalam film Like and Share, karya Gina S. Noer.

(8)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1.Landasan Teori

2.1.1 Teori Representasi

Representasi dapat diartikan hasil dari suatu proses sosial mengenai suatu hal dalam realitas kehidupan yang mewakili simbol- simbol, gambar-gambar, dan segala sesuatu berhubungan dengan makna yang digambarkan melalui suatu media. Representasi merupakan bagian terpenting dari bagian proses pemaknaan yang diproduksi dan dipertukarkan antara anggota kelompok secara kultural. Eriyanto (2011) menyatakan bahwa konsep representasi dalam studi media massa termasuk film dapat dilihat beberapa aspek tergantung pada sifat kajiannya. Studi media melihat wacana berkembang di dalamnya dapat ditemukan dalam studi wacana kritis pemberitaan media memahami

‘representasi’ sebagai konsep yang merujuk pada seseorang, suatu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan. (Kartini, 2022).

Sementara representasi menurut Stuart Hall adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan menggunakan gambar, simbol dan bahasa. Kebudayaan memiliki konsep yang sangat luas serta terkait dengan ‘pengalaman berbagi’. Seseorang berasal bagian dari kebudayaan yang menghasilkan pengalaman, membagi kode-kode kebudayaan, berbicara dalam bahasa, dan saling berbagi konsep.

Representasi tidak hanya melibatkan bagaimana identitas budaya dikonstruksikan ke dalam sebuah teks tetapi juga dikonstruksikan dalam proses produksi dan persepsi masyarakat yang mengamali nilai-nilai budaya. Maka representasi menjelaskan tentang berbagai komponen yang berkaitan dengan bahasa, arti, tanda, dan lain sebagainya.

(9)

Representasi menghubungkan antara konsep dalam benak seseorang dengan menggunakan bahasa untuk mengartikan sebuah kejadian, sebuah benda, serta dunia dari obyek orang lain. Bahasa memiliki pengaruh besar dalam hal representasi karena dapat tersampaikan apa yang di dalam pikiran manusia membuat maknanya diketahui oleh lainnya. Pikiran dan bahasa merupakan dua komponen terpenting dan saling berkorelasi dalam sistem representasi. Menurut Stuart, sistem representasi tidak hanya terdiri dari konsep individual tetapi juga dilihat dari cara pengorganisasian, penyisipan, dan pengelompokan ide atau konsep serta berbagai persoalan hubungan (Hermayanthi, 2021).

Teori representasi menurut Stuart Hall dibagi dalam tiga teori pendekatan yaitu:

a. Pendekatan Reflektif yang menjelaskan bahwa makna yang diprosuksi oleh manusia melalui ide, media objek dan pengalaman-pengalaman di dalam masyarakat berfungsi seperti cermin yaitu merefleksikan arti yang sebenarnya.

b. Pendekatan Intensional, bahwa bahasa merupakan cara mengekspresikan untuk menyampaikan maksud pribadi serta memberikan makna unik pada setiap hasil karyanya. Bahasa didasarkan pada kode-kode yang telah menjadi konvensi di masyarakat serta digunakan oleh penutur dalam mengkomunikasikan makna dalam setiap hal yang berlaku khusus disebut unik.

c. Pendekatan Konstruksionis yaitu pendekatan menggunakan sistem bahasa untuk merepresentasikan pada konsep.

Pendekatan ini pembicara dan penulis memilih serta juga menetapkan pesan dalam karya (benda-benda) yang dibuatnya, tetapi pendekatan ini melihat bagaimana manusia meletakan makna dari hasil karya seninya.

(10)

Representasi bisa berbentuk kata-kata, kalimat, atau tulisan yang dapat dilihat dalam bentuk gambar bergerak atau film. Terdapat tiga aspek dalam representasi, pertama objek merupakan sesuatu yang direpresentasikan, kedua reprsentasi itu sendiri (tanda), ketiga suatu peraturan yang menghubungkan tanda dengan persoalan.

2.1.2 Gender dan Kekerasan

Gender secara etimologis berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin, sedangkan secara terminologis ‘gender’ dikemukakan oleh Elain Showalter didefinisikan sebagai pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial budaya (Marzuki, 2007, p. 68).

Gender merupakan konsep kultural untuk mengidentifikasikan perbedaan antara perempuan dengan laki-laki dilihat dari peran, perilaku, karakteristik, emosional, serta faktor-faktor non biologis lainnya. Gender dengan sex berbeda walaupun secara etimologis sama mengartikan sebagai jenis kelamin. Secara universal sex dikonotasikan pada aspek biologis, melainkan dengan gender memfokuskan pada aspek sosial, budaya, dan aspek non biologis.

Perbedaan gender laki-laki dengan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang dan terbentuk diakibatkan oleh beberapa sebab seperti kondisi sosial budaya, kondisi keagamaan, dan kondisi kenegaraan. Dengan proses tersebut perbedaan gender ini dianggap seolah kodrat Tuhan ataupun bersifat bilogis yang tidak dapat diubah lagi sehingga menyebabkan awal terjadinya ketidakadilan gender antara perempuan dengan laki-laki di tengah-tengah masyarakat. Masalah gender dalam teori sosial konflik yang dikemukakan oleh Marx dan Engels bahwa perbedaan dan ketimpangan gender tidak disebabkan oleh faktor biologis akan tetapi terdapatnya penindasan kelas yang berkuasa dalam hubungan produksi yang diimplementasikan dalam konsep

(11)

keluarga. Dengan demikian gender berkaitan dengan aturan sosial dari hasil kebudayaan yang dimotori oleh budaya patriarki yang berujung pada pembatasan hak, akses, partisipasi, kontrol dan penggunaan manfaat fasilitas sumberdaya dan informasi (Puspitawati, 2013).

Disamping faktor biologis berdasarkan kontruksi kehidupan sosial, perempuan dengan laki-laki disosialisai secara berbeda sejak awal perkembangan. Sejak dini perempuan disosialisai untuk bersikap lembut, halus, patuh, tidak agresif, dan pasif. Sebaliknya laki-laki sejak dini disosialisasi untuk bertindak lebih kuat, aktif, produktif, mandiri, dan lebih dominan. Tindakan marginalisasi dan subordinasi melahirkan perlakuan ketidakadilan gender terhadap perempuan seperti pengabaian hak terhadap suara-suara perempuan, streotipe negatif, hingga mengkerdilkan terhadap masalah kekerasan yang dialami oleh perempuan.

Kekerasan dan ketidakadilan terhadap perempuan telah lama mengakar dari peradaban masa lalu. Yanuarius You (2021) dalam bukunya ‘Patriarki, Ketidakadilan Gender, dan Kekerasan Atas Perempuan’ mengatakan bahwa, kekerasan domestik merupakan salah satu kekerasan paling umum terhadap perempuan yang berkaitan erat dengan langgengnya patriarki. Kekerasan domestik dapat terjadi berupa kekerasan fisik, psikologis, dan seksual yang digunakan terhadap anak perempuan dewasa oleh pasangan laki-lakinya.

2.1.3 Konsep Dasar Kekerasan Seksual a. Pengertian Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual didefinisikan sebagai perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, atau menyerang tubuh atau fungsi reproduksi seseorang, disebabkan adanya ketimpangan relasi kuasa dan gender yang berakibat penderitaan psikis dan fisik termasuk yang mengganggu Kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan

(12)

melaksanakan pendidikan dengan optimal (Kemdikbud, 2023). Hal yang dimaksud dengan ketimpangan relasi kuasa atau gender adalah sebuah keadaan dimana seseorang melakukan kejahatan kesusilaan dan pelecehan tidak muncul dengan sendirinya, melainkan berkembang melalui proses yang panjang akibat dari pengaruh lingkungan seperti lingkungan alam, aspek sosiologis, politik, ekonomi dan budaya.

Pelecehan seksual dan kekerasan seksual merupakan tindak kejahatan kesusilaan yang bukan saja masalah hukum nasional dalam suatu negara tetapi juga masalah hukum semua negara di dunia.

Menurut World Health Organization (WHO) kekerasan seksual merupakan perilaku yang dilarang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh tindakan seksual atau tindakan lain yang mengarah pada seksualitas seseorang dengan menggunakan paksaan tanpa memandang status hubungannya dengan korban. Jika ditelusuri secara seksama tingkat angka kekerasan dan pelecehan seksual ditujukan kepada perempuan (dewasa/anak). Perempuan sangat rentan menjadi korban kejahatan di bidang kesusilaan

Kekerasan seksual mengacu pada suatu perlakuan negatif seperti menindas, memaksa, menekan dan sebagainnya yang bersangkut dengan seksual, sehingga menyebabkan seseorang mengalami kerugian (Sumera, 2013). Dapat dikatakan sebagai korban kekerasan apabila seseorang mengalami penderitaan fisik, mengalami luka atau kekerasan psikologis, dan trauma emosional. Kekerasan seksual dapat terjadi di berbagai tempat seperti di lingkungan pendidikan, keluarga, atau di tempat-tempat umum sekalipun.

b. Jenis Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual menurut bentuknya terbagi dalam beberapa jenis. Sesuai data Komnas Perempuan mengidentifikasi 15 bentuk

(13)

kekerasan seksual berdasarkan dari temuan dan fakta kejadian adalah sebagai berikut:

a. Perkosaan adalah serangan seksual dalam bentuk pemaksaan hubungan berupa memasukkan kemaluan, anus, mulut korban, dan bisa juga serangan seksual dengan benda.

Serangan dilakukan dengan ancaman, penekanan pada psikologis, penyalahgunaan kekuasaan, bahkan mengambil kesempatan dari lingkungan yang penuh paksaan.

b. Intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan merupakan tindakan kekerasan seksual yang menyerang pada penderitaan psikis dan membuat rasa takut korban. Tindakan intimidasi seksual bisa disampaikan secara langsung maupun tidak langsung melalui pesan, telepon, surat, dan lain-lain.

c. Pelecehan seksual berupa sentuhan fisik maupun nonfisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban.

Pelecehan seksual juga berupa dengan sebutan berkonteks seksual, membuat lelucon dengan konteks seksual sehinnga mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya, dan memungkinkan terhadap masalah kesehatan dan keselamatan.

d. Eksploitasi seksual adalah tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau kepercayaan untuk tujuan kepuasaan seksualitas maupun keuntungan dalam memperoleh uang, sosial, politik, dan lainnya.

e. Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual yaitu tindakan merekrut, mengirim, atau menerima seseorang dengan ancaman kekerasan, penipuan, dan penyalahgunaan kekuasaan atas posisi rentan dengan tujuan prostitusi ataupun eksploitasi seksual lainnya.

(14)

f. Prostitusi paksa yaitu ancaman maupun kekerasan untuk menjadi pekerja seks, dimana perempuan tidak berdaya untuk melepaskan dirinya dari prostitusi.

g. Perbudakan seksual yaitu situasi dimana pelaku merasa dirinya ‘pemilik’ atas tubuh korban sehingga pelaku memaksa korban untuk melayani rumah tangga atau bentuk kekerasan seksual lain, serta berhubungan seksual dengan penyekapnya.

h. Pemakasaan perkawinan termasuk cerai gantung yaitu situasi dimana keadaan perempuan menikah karena terpaksa atau atas kehendak orang tuanya untuk menikah. Pemaksaan perkawinan termasuk jenis kekerasan seksual karena pemaksaan hubungan seksual yang tidak diingankan oleh korban perempuan.

i. Pemaksaan kehamilan yaitu tindakan dimana perempuan dipaksa dengan kekerasan maupun ancaman kekerasan untuk melanjutkan kehamilan yang tidak dia kehdendaki. Kondisi ini seperti perempuan mengalami korban perkosaan yang tidak diberikan pilihan lain kecuali melanjutkan kehamilan.

j. Pemaksaan arbosi adalah tindakan pelaku menekan, memaksa, dan mengancam korban perempuan untuk menggugurkan kandungan.

k. Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi tanpa persetujuan perempuan karena dianggap korban tidak mendapat informasi yang lengkap ataupun dianggap tidak cakap hukum untuk dapat memberikan persetujuan.

l. Penyiksaan seksual yaitu tindakan kekerasan menyerang pada organ seksual dan reproduksi perempuan yang dilakukan dengan sengaja yang berakibat rasa sakit, penderitaan hebat secara jasmani, rohani maupun seksual.

(15)

m. Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual adalah cara menghukum yang menimbulkan penderitaan, kesakitan, ketakutan atau rasa malu yang tidak biasa.

n. Pratiksi tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan yaitu motif adat budaya masyarakat bernuansa seksual yang menyebabkan cidera fisik dan psikologis perempuan. Salah satu contoh tindakan kekerasan tersebut adalah sunat perempuan.

o. Kontrol Seksual yaitu tindakan kekerasan lewat aturan diskriminatif bernuansa moralitas dan agama secara langsung maupun tidak langsung untuk memaksa perempuan menginternalisasi simbol-simbol tertentu yang tidak disetujuinya. Pemaksaan busana merupakan salah satu bentuk kontrol seksual.

c. Faktor Kekerasan Seksual

Penyebab tingkat kasus kekerasan seksual yang terjadi pada kaum perempuan disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Sutiawati dalam (Ridawati Sulaeman, 2022) berdasarkan dari penelitian terdahulu menunjukan bahwa beberapa faktor penyebab kekerasan berbasis gender terutama didalam rumah tangga yaitu rendahnya kesadaaran hukum, kuatnya budaya patriarki, dan kondisi ekonomi yang rendah atau kemiskinan. Budaya patriarki menjadi pemicu utama dibalik kasus diskriminasi dan kekerasan seksual. Terjadi subordinasi dan kesenjangan kekuasaan antara laki-laki dengan perempuan dalam budaya patriarki. Adanya hak-hak istimewa yang dimiliki oleh laki-laki dan kaum perempuan hanya bisa mengikuti tanpa diberikan kesempatan menyampaikan pendapat pribadinya maupun hak untuk menolak terhadap suatu keputusan.

(16)

Secara umum, kekerasan seksual dapat dipicu oleh beberapa faktor yang terbagi menjadi tiga faktor yaitu faktor internal, faktor eksternal, dan faktor kognitif.

1) Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam kepribadian seseorang seperti kecerdesan emosi, minat, motif, kurangnya pengetahuan dan keterampilan menghindar dari kekerasan seksual, penggunaan obat-obatan, dan usia.

2) Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari lingkungan sosial komunitas seperti hubungan orang tua yang mempengaruhi kontrol diri kepada anak-anaknya secara otoriter dan keras, faktor budaya yang berbeda dengan budaya lainnya, hukum yang lemah, serta kekerasan yang dapat dilihat melalui media.

3) Faktor kognitif berkaitan dengan kesadaran proses tumbuh seseorang menggunakan pikiran dan pengetahuannya untuk menggunakan kegiatan yang dicapai dengan cara dan strategi yang sudah dipikirkan secara tepat atau disebut dengan kemampuan intelektual individu.

d. Dampak Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual yang diterima oleh korban, sangat dimungkinkan korban mengalami gangguan emosional, depresi, cidera, kerugian psikologi, bahkan kematian. Kekerasan terhadap perempuan merupakan perbuatan yang membuat korbannya merasakan kesesengsaraan dan penderitaan secara fisik, mental, seksual, psikologi dan merendahkan martabat perempuan. Dampak kekerasan seksual yang dialami oleh korban bisa berupa dampak fisik, dampak psikologis, dan dampak sosial.

Dampak fisik dari tindak kekerasan seksual bisa mengakibatkan cedera parah pada tubuh bahkan pada reproduksi perempuan.

(17)

Masalah kehamilan dan reproduksi merupakan hal yang tidak diinginkan oleh korban sehingga korban terpaksa menerima kehamilannya dan merasa tekanan selama masa kehamilannya.

Kehamilan yang terjadi pada usia muda berdampak negatif pada kesehatan perempuan dan bayinya. Kehamilan pada korban memiliki resiko yang tinggi akibat ketidaksiapan organ reproduksi yang masih rentan untuk menerima kehamilan. Dampak fisik lainnya yang bisa terjadi berupa iritasi pada alat kelamin, luka, lebam, masalah reproduksi lainnya, dan penularan penyakit seksual.

Dampak psikologis dapat dikatakan sebagai jenis trauma pasca kejadia yang dialami korban. Dimana dampak ini sangat serius resikonya dalam mempengaruhi korban yang mengakibatkan perubahan pola pikir dan persepsi ke berbagai hal. Khususnya dampak tersebut korban berpikir berlebihan dari otak yang tanpa sengaja mengingat suatu kejadian berkaitan dengan kekerasan seksual yang pernah dialaminya, hal ini menyebabkan kecemasan, ketakutan, kestabilan emosi yang rentan, dan depresi. Begitu korban merasakan depresi tentunya kemungkinan terburuknya adalah keputusan untuk mengakhiri hidupnya. Namun kemungkinan kecilnya korban merasa tidak menerima dirinya lagi bahkan untuk menyakiti diri sendiri berupa selfharm.

2.1.4 Semiotika (Charles Sanders Pierce)

Kata semiotika secara etimologis diambil dari bahasa Yunani yaitu semion atau seme. Secara terminologis semiotika adalah ilmu yang mempelajari objek, peristiwa, dan kebudayaan menjadi suatu tanda.

Semiotika merupakan kajian keilmuan yang mengkaji atau menganalisis tanda dalam kehidupan manusia. Tanda itu sendiri merupakan suatu yang atas dasar konvensi sosial yang menunjuk adanya hal lain. Tanda-tanda tersebut memberikan suatu informasi yang sifatnya komunikatif. Tanda

(18)

dapat mewakilkan hal lain yang dapat dipikirkan dan dibayangkan.

Cabang ilmu ini berkembang dalam bidang bahasa kemudian menyebar pula dala, bidang seni rupa dan desain komunikasi visual (Tinarbuko dalam Sasmita: 2017:134).

Ilmu yang berhubungan dengan tanda ini baru mulai digunakan pada akhir abad ke-18. Ilmu yang mempelajari tanda dikenal dengan istilah semiotik atau semiotika muncul pada abad ke-19 oleh filsuf dengan aliran pragmatik asal Amerika bernama Charles Sanders Pierce (1839- 1914). Tokoh semiotika lainnya yang juga mengembangkan dan menggunakan semiotika sebagai sistem untuk mengaji suatu tanda yaitu Ferdinand De Saussure (1857-1913). Bagi Saussure semiotika terbagi menjadi dua aspek yang terdiri dari penanda (signifier) dengan pertanda (signified) dengan dasar kaidah yang disebut dengan signifikasi. Penanda merujuk pada bentuk suatu tanda, sedangkan pertanda adalah maknanya.

Penanda dan pertanda dapat dilihat dalam kehidupan kita tetapi tidak bersifat pribadi melainkan bersifat sosial yang didasari oleh kesepakatan sosial (Hoed dalam Yuwita: 2018: 44). Berbeda dengan Pierce bahwa tanda tidak hanya terbagi menjadi dua aspek saja akan tetapi memiliki tiga aspek yaitu tanda, objek dan interpretan yang kemudian disebut dengan konsep trikotomi.

Dalam lingkup semiotika menurut Pierce bahwa tanda mewakili sesuatu bagi seseorang. Tanda itu sendiri merupakan contoh dari keperetamaan, objeknya adalah keduaan dan penafsirnya unsur pengantara adalah contoh ketigaan. Ketigaan yang terdapat dalam konteks pembentukan tanda juga membangun semiotika yang tidak terbatas selama satu penafsiran membaca tanda sebagai tanda lainnya yang bisa ditangkap oleh penafsiran lainnya. Menurut Pierce tanda adalah

“something which stands to somebody for something in some respect or capacity”. Agar tanda dapat berfungsi disebut ground. Dalam hubungan triadik tandas selalu berkesinambungan dengan ground (denotatum),

(19)

object, dan interpretant. Tanda dapat dikatakan berfungsi jika diinterpretasikan dalam benak penerima tanda melalui interpretant.

Interpretant merupakan pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda yang tejadi berkat ground tentang sistem tanda dalam suatu masyarakat.

Gambar 1.1.4 Hubungan Segitiga Makna

Sumber: Olahan Data Peneliti

Gambar diatas menunjukkan bahwa dalam hubungan triadik, representament menentukkan interpretan dalam objek yang sama dan hubungan tersebut menghasilkan makna (proses penafsiran) yaitu interpretan. Pierce mengembangkan klasifikasinya tersebut berdasarkan tiga kategori universal yaitu kepertamaan (fitness) adalah keberadaan sebagaimana adanya yang mengacu kepada sesuatu yang lain dan merupakan kategori dari perasaan yang tidak tereflesikan semata-mata potensial, bebas, dan langsung. Setelah itu adalah kekeduaan (secondness) mencakup relasi pertama dengan yang kedua dan merupakakan fakta langsung yang muncul dari sebuah relasi yakni memuat fakta nyata, tindakan, dan waktu. Kemudian keketigaan (thirdness) menghubungkan yang kedua ke dalam hubungannya dengan yang ketiga, ia merupakan kategori mediasi, kebiasaan, ingatan, kontinuitas, sistesis, komunikasi (semiosis), representasi dan tanda-tanda.

Pierce mengembangkan analisis hubungan antara segitiga representament, object, dan interpretant membentuk trikotomi dasar

(20)

pembagian tanda. Pada trikotomi pertama Pierce membedakan tanda- tanda menjadi:

a. Qualisign yaitu representament yang merupakan tanda dari sebuah sifat, namun pada dasarnya belum menjadi tanda sebelum mewujud (emobidied). Misalnya hawa panas yang dirasakan pada tubuh di siang bolong, maka qualisign menunjukkan hanya pada “terasa” belum dapat mereprsentasikan dengan apapun.

b. Sinsign merupakan tanda berdasarkan bentuk atau rupanya secara aktual yang melibatkan sebuah atau beberapa qualisign.

Misal hawa panas yang dirasakan panas tadi diungkapkan dengan sepatah kata ‘panas’ maka kata tersebut dengan merupakan sinsign. Akibat dari hawa panas tersebut secara spontan membuat seseorang menggerakan tangannya untuk mengipas-ngipas juga termasuk sinsign.

c. Legisign merupakan tanda atas dasar suatu peraturan yang sudah menjadi kesepakatan.

Berdasarkan objeknya, Pierce membagi tanda atas ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol):

a. Ikon merupakan hubungan penanada dengan petanda yang bersifat kemiripan dengan sesuatu yang lain. Misalnya potret dan peta,

b. Indeks merupakan tanda yang menunjukan adanya hubungan alamiah yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang mengarahkan pada kenyataan. Misalnya asap adalah indeksnya dari api.

c. Simbol merupakan tanda yang hubungan alanuah antara tanda dan objeknya terbentuk melalui kiadah-kaidah tanpa adanya

(21)

kaitan langsung di antara tanda dengan objeknya. Misal mata berkedip, tangan melambai.

Berdasarkan interpretan, tanda (sign/representament) dibagi menjadi rheme, dicent sign atau decisign, dan argument:

a. Rhema merupakan tanda yang memungkinkan ditafisirkan menjadi beberapa makna yang berbeda. Misalnya mata merah pada seseorang bisa saja karena kurang tidur, sehabis menangis, bangun tidur, dan sebagainya.

b. Dicent sign merupakan tanda eksistensial faktual atau tanda yang sesuai kenyataan berifat informasi. Misalnya di tepi jalan terdapat rambu lalu lintas yang menyatakan sering terjadinya kecelakaan, hal tersebut disebabkan karena pada jalan tersebut sering terjadi kecelakaan.

c. Argument merupakan tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu.

(22)

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu ini menjadi acuan bagi penulis dalam melakukan penelitian sehinnga penulis dapat memperkaya pengetahuan secara teori yang digunakan dalam melakukan penelitian. Berikut merupakan penelitian terdahulu dari beberapa jurnal terkait dengan penelitan yang dilakukan oleh penulis antara lain:

No Judul Penelitian

Hasil Penelitian Perbedaan

Teori Metode

1 Bentuk Hasil penilitian Teori yang Penelitian ini Kekerasan menunjukkan mendukung menngunakan Pada bahwa pada pada penelitian analisis Perempuan Film Posesif ini adalah deskriptif Dalam terdapat bentuk semiotika dengan Berpacaran kekerasan pada Charles pendekatan Di Film perempuan Sanders Pierce kualitatif. Dalam

Posesif dalam untuk penelitian

(2020) berpacaran serta menganalisis peneliti adanya bias makna, tanda, mengamati gender yang objek, dan setiap adegan selalu interpretan kekerasan pada mencirikan pada setiap film dan

perempuan adegan menjelaskan

sebagai pihak kekerasan secara yang lemah dan yang mendalam bergantung pada ditampilkan tentang apa yang laki-laki. pada film terjadi.

Posesif Penelitian ini

(23)

menggunakan paradigma kritis 2 Analisis Hasil penelitian Semiotika Dalam

Semiotika menunjukkan Charles Penelitian ini Ketidaadilan terdapat makna Sanders Pierce menggunakan Gender simbol yang untuk pendekatan Terhadap memperlihatkan mengetahui kualitatif. Pada Perempuan bentuk-bentuk maknda dari pendekatan Dalam Film ketidakadilan bentuk-bentuk deskriptif

Marlina Si gender berupa ketidakadilan kualitatif ini Pembunuh subordinasi, gender yang dimana data Empat marginalisasi, terdapat dalam dianalisa dan Babak kekerasan, film Marlina diuraikan

(2018) streotipe dan Si Pembunuh mengenai scene beban kerja Empat Babak bentuk

ganda dalam ketidakadilan

Film Marlina Si gender yang

Pembunuh terdapat pada

Empat Babak perempuan

dalam film tersebut

3 Analisis Hasil analisis Semiotika Jenis penelitian Semiotika pada penelitian Charles yang digunakan Misogini ini yaitu adanya Sanders Pierce yaitu penelitian Pada Film unsur misogini dengan teori kualitatif untuk Brimstone dalam Film segitiga makna menganalisis

Brimstone disini atau triangle of dan

berupa tindakan meaning yang mendeskripsikan kekerasan fisik, terdiri melalui suatu peristiwa,

(24)

intimidasi, dan tiga elemen fenomena, pelecehan yaitu sign persepsi, dan seksual yang (tanda), objek pemikiran dilakukan (acuan tanda), manusia secara

terhadap dan individu maupun

perempuan, interpretant kelompok

serta (penggunaan

penggambaran tanda) yang peran pada menganalisis tokoh unrur misogini perempuan yang dalam Film digambarkan Brimstone secara negatif

yakni sebagai pelacur pada film tersebut

4 Analisis Hasil penelitian Semiotika Penelitian ini Semiotika ini menunjukkan John Fiske menggunakan John Fiske bahwa melalui tiga metode Mengenai representasi tahapan yaitu deskriptif Representasi kekerasan meliputi level kualitatif.

Pelecehan seksual pada realitas, level Kemudian Seksual Pada Film Penyalin representasi paradigma yang

Film Cahaya dan level digunakan pada

Penyalin menggunakan ideologi untuk penelitian ini Cahaya ideologi menyimpulkan adalah

(2022) patriarki dan dari paradigma kritis.

kelas sosial penggambaran kekerasan

(25)

seksual yang dilakukan pada film Penyalin Cahaya

5 Analisis Hasil penelitian Semiotika Penelitian ini Semiotika ini menunjukkan Charles menggunakan Pesan Moral bahwa pada film Sanders Pierce pendekatan post-

Kekerasan pendek ASA postivistik

Seksual Pada terdapat dengan metode

Film Pendek qualisign, kualitatif

Asa (2022) sinsign, dan legisign. Objek pada film ini berupa indeks.

Sedangkan interpretasi terdiri dari rhemes dan arguments yang menunjukkan bahwa korban pelecehan

seksual tidak seharusnya dikucilkan oleh masyarakat melainkan mendapa

dukungan agar

(26)

mendapat

keadilan yang tepat untuk korban.

Berdasarkan rujukan penelitian diatas yang telah dirangkum oleh penulis diatas, penulis akan melakukan penelitian yang serupa namun masih memuat perbedaan, dimana penelitian ini penulis menggunakan semiotika Charles Sanders Pierce. Sebagai bahan analisisnya penulis mengambil objek penelitian yang berbeda, penulis ingin melihat adegan setiap scene memiliki tanda yang mengandung kekerasan seksual terhadap perempuan yang ditampilkan pada film Like and Share.

2.3 Kerangka Berpikir

Gambar 1. 3 Kerangka Berpikir

Sumber: Olahan Data Peneliti

(27)

Berdasarkan kerangka berpikit diatas yang telah disusun dari penelitian yang akan dilakukan oleh penulis ingin meneliti kekerasan seksual terhadap perempuan pada film Like and Share menggunakan analisis semiotika Charles Sanders Pierce. Teori semiotika Charles Sanders Pierce membagi tanda menjadi tiga bagian yaitu tanda, objek, dan interpretant. Dari tiga bagian ini elemen visual dibagi lagi masing-masing menjadi tiga kualifikasi atau yang disebut dengan trikotomi. Tanda dibagi menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. Objek dibagi menjadi ikon, simbol, dan indeks. Dan interpretant dibagi menjadi rhema, decisign, dan argument. Setiap scene yang ada dalam film Like and Share akan dikaji satu persatu menggunakan teori semiotika Charles Sanders Pierce yang telah dijabarkan di landasan teori.

Gambar

Gambar 1.1.4  Hubungan Segitiga Makna
Gambar 1. 3  Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

  Keywords:  Pesan Sosial, Film  ABSTRAK 

Pentingnya media massa juga sebagai penyalur informasi, melalui penyajian yang selektif media komunikasi massa dapat melapo.t an berbagai perubahan lingkungan politik,

Perkembangan teknologi komunikasi membuat khalayak bisa memberikan respon secara langsung kepada media massa dengan komunikasi dua arah, seperti program acara

Keempat efek media massa berlangsung dalam waktu yang lama sehingga mempengaruhi sikap sikap adopsi inovasi, kontrol sosial sampai dengan perubahan kelembagaan.... Efek media

Perkembangan pesat komunikasi massa terjadi dalam teknologi informasi dan komunikasi, yang menyebabkan lahirnya media baru, baik media cetak maupun media elektronik.. •

Menurut Marshall McLuhan, media massa merupakan realitas tangan kedua (second hand reality). Artinya, bahwa realitas yang di- tampilkan media adalah realitas yang

Media massa, media sosial dan komunikasi interpersonal berpengaruh signifikan terhadap niat untuk menggunakan mobile banking,. media sosial dan komunikasi intepersonal

komunikasi meliputi hubungan media massa dengan institusi sosial lain yang ada dalam masyarakat, hubungan.. didalam institusi media termasuk proses produksi isi media dan