• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” (Qs. An-Nissa: 145)1 1 Kementrian Agama RI, al-Qur‟ān dan Terjemahannya (Bandung: STGMA, 2019), hlm

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” (Qs. An-Nissa: 145)1 1 Kementrian Agama RI, al-Qur‟ān dan Terjemahannya (Bandung: STGMA, 2019), hlm"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

Pendahuluan

Latar Belakang Masalah

Bahkan dalam interaksi sosial, al-Quran sebagai kitab suci tidak pernah terlepas dari konteks sosial. Nabi sendirilah yang mentafsirkan bacaan al-Quran secara intipati majaz, kinayah, fi’liyah dan takririyah.

Rumusan Masalah

Karena menipu Rasul sama dengan menipu Allah, orang-orang munafik menipu Allah dengan menipu Rasul-Nya. Pola pikir orang-orang munafik dalam ayat ini menunjukkan perilaku buruk yang sengaja mereka lakukan untuk menghambat pertumbuhan Islam.

Tujuan dan mamfaat

Selanjutnya, Allah menjelaskan perilaku orang-orang munafik dalam Surat An-Nissa ayat 142, yang selalu menggunakan tipu muslihat untuk menghambat penyebaran Islam. Tujuan dari apa yang telah dipaparkan adalah untuk mendorong umat Islam agar lebih giat mempelajari ayat-ayat Al-Qur'an, khususnya Qs.

Telaah Pustaka

Kajian ini juga memfokuskan kepada bagaimana kedua-dua jurubahasa itu melihat dan berfikir tentang ayat 1-3 daripada Spm. Berdasarkan perspektif Tafsir Al-Maraghi, tajuk tesis ini ialah sifat munafik sebagaimana yang digambarkan dalam al-Quran.

Table  1.1 Telaah Pustaka  NO  Nama skripi dan
Table 1.1 Telaah Pustaka NO Nama skripi dan

Kerangka Teori

22 Harland Widiananda, ―The Denial of Hypocrites in the Qur'an (Student Thesis, UIN Alauddin Makassar Undergraduate Program, 2017), p. Tafsir al-Misbah; Messages, Impressions, and Harmony of the Qur'an, dat uit 15 delen bestaat (Jakarta: Lentera Hati, 2000).

Metodelogi Penelitian

Biografi dan Intelektual Tokoh

Biografi Quraish Shihab

Ia menyatakan bahwa keberadaan Al-Qur'an dalam wahyunya tidak bergantung pada teks yang ada. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2003), hlm. Quraish Shihab, Tafsir Pesan al-Misbah, Kesan, dan Kerukunan Al-Qur'ān Vol 1 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm., 8.

Quraish Shihab menyadari bahwa lokasi dan waktu mufassir selalu mempengaruhi bagaimana Al-Qur'an ditulis. Quraish Shihab tidak mau dianggap bahwa Al-Qur'an hanyalah pedoman sekaligus. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan, dan Kerukunan Al-Qur'ān, vol 11 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal.

Hamka membaca Alquran dan belajar dasar-dasar agama dari ayahnya sejak usia dini. Perkembangan Tafsir Tertulis Al-Qur'an di Indonesia Era Reformasi dalam "Jurnal Sastra Keagamaan Kementerian Agama".

Pemikiran Quraish Shihab

Tentang Tafsir Al-Misbāh

Tujuan utama penulisan Tafsir al-Misbah adalah untuk menunjukkan kewajiban moral seorang cendekiawan atau intelektual Muslim untuk membantu orang lain memahami kitab sucinya, Al-Qur'an. Dalam konteks pengenalan ayat-ayat al-Qur’an, Tafsir al-Misbah mencoba membahas setiap surat dari segi tujuan atau tema utamanya. Metode tahlīli (analisis), yaitu suatu jenis tafsir yang bertujuan untuk mengungkap isi Al-Qur'an dari berbagai aspeknya, digunakan oleh Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah ini.

Quraish Shihab memulai pembahasan dengan satu, dua atau lebih ayat Al-Qur'an, yang semuanya mengacu pada tujuan yang sama. Ayat-ayat yang menyusun Al-Qur'an pada hakekatnya adalah tanda-tanda atau simbol-simbol yang tampak. Tafsir al-Misbah, sebaliknya, lebih cenderung ditulis dengan gaya sastra budaya dan sosial (al-adabi al-ijtima'i), yaitu gaya interpretatif yang berusaha memahami teks-teks al-Qur'an.

Al-Qur'an akan merasai kekurangan mereka jika tidak mendapat petunjuk dalam ayat ini.

Biografi Buya Hamka

Di Sumatera, Thawalib Jembatan Besi memperkenalkan sistem klasik baru pada tahun 1916. 69 Namun, bangku, meja, kapur tulis dan papan tulis tidak termasuk dalam penerapan awal sistem klasikal. Pada tahun 1927, Hamka memulai karirnya sebagai ustadz di Perkebunan Medan dan ustadz di Padang Panjang. Dua buku yang ditulisnya, Perkembangan Tasawuf dari Zaman ke Zaman dan Mengembalikan Tasawuf ke Dasarnya, digabungkan dalam buku ini.

Hamka juga menggunakan buku ini sebagai salah satu alat yang digunakannya untuk mengungkapkan gagasannya tentang pendidikan Islam. Buku ini berisi tentang kepribadian dan tindakan ayahnya, Haji Abdul Karim Amrullah atau sering dipanggil Haji Rosul. Buku ini merupakan kritiknya terhadap adat dan mentalitas masyarakat yang dianggapnya tidak sesuai dengan perkembangan zaman.

Buku ini merupakan upaya untuk memaparkan secara detail sejarah umat Islam, mulai dari Islam awal, kemajuan dan kemunduran Islam pada Abad Pertengahan.

Pemikiran Buya Hamka

Artikel Lepas; Persatuan Islam, Bukti Akurat, Majalah Angkatan Darat, Majalah Al-Mahdi, Ruh Islam, Menara, Ortodoks dan Modernisme, Muhammadiyah di Minangkabau, Lembaga Fatwa, Tajdid dan Mujadid, dan lain-lain. 79. Meskipun dia bukan seorang pendidik profesional, dia mempertahankan pandangan pendidikan holistik sepanjang hidupnya, baik melalui tulisannya atau pengajaran langsung. Ketakutan dan kebencian memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pikiran dan mencegah perkembangannya, menyebabkan pikiran menjadi tidak seimbang.

Dia shalat dengan kunut ketika dia pergi ke masjid, yang menggunakan kunut untuk shalat subuh; Namun, ketika dia pergi ke Begitu pula dengan tujuan shalat; dia membacanya, dia membaca tujuan shalat, dan dia tidak membacanya ketika dia termasuk orang yang tidak membacanya. Karena akal dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, dia yang paling banyak menggunakan pikirannya akan lebih bahagia.

Dengan karya-karya sastranya, Hamka mengajak para pembaca untuk menjernihkan pikiran dan hati melalui tasawufnya.

Tentang Tafsir Al-Azhar

Dalam Tafsir al-Azhar, Hamka menggunakan metode tahlīli, yaitu mempelajari Alquran ayat demi ayat, huruf demi huruf, sesuai urutan Mushṣ assf Uŝmanī,90 menjelaskan. Salah satu metode penafsiran petunjuk Al-Qur'an yang relevan dengan kehidupan sehari-hari dikenal dengan penafsiran budaya masyarakat. Termasuk dalam gaya tafsir ini adalah pembahasan tentang bagaimana tuntunan Al-Qur'an dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah kemasyarakatan.

Petunjuk Al-Qur'an disajikan dengan bahasa yang nyaman dan mudah dipahami dalam upaya mengatasi permasalahan tersebut. Tafsir ini secara tipikal menghubungkan tafsir Al-Qur'an dengan kehidupan sosial dalam upaya meringankan persoalan umat dan menginspirasi mereka menuju kemajuan dan kebaikan. Jika Hamka menafsirkan ayat-ayat Alquran, dia akan mengambil setiap kesempatan yang didapatnya.

Hamka menyajikan pembahasan fikih dalam tafsir al-Azhar, namun menjelaskan makna ayat yang dimaknai untuk mendukung tujuan utamanya yaitu menyampaikan tuntunan al-Qur’an yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.

Munafik dalam Qs. al-Munāfiqūn ayat 1-3 Menurut Quraish

Deskripsi Ayat Qs. Al-Munafiqun Ayat 1-3

Tafsir Qs. Al-Munafiqun Ayat 1-3 Menurut Tafsir Al-Misbāh

Artinya: Ketika orang-orang munafik mendatangimu (Nabi Muhammad), mereka berkata: "Kami bersaksi bahwa kamu benar-benar utusan Allah." Allah mengetahui bahwa kamu benar-benar utusan-Nya. Di sisi lain, diharapkan dengan bersikap sarkastis dia akan menyadari apa yang sedang terjadi dan kemudian berusaha memperbaikinya. Dan Allah adalah saksi, yang berarti Dia tahu bahwa orang-orang munafik sebenarnya adalah orang-orang yang sering berbohong untuk membuktikan bahwa pengakuan Anda sebagai Rasul Allah benar antara lain.

Tidak peduli apa yang dikatakan lidah mereka, mereka tidak mengakui Anda sebagai seorang rasul di dalam hati mereka. Di sisi lain, bahkan jika apa yang mereka katakan itu benar, jika mereka mengatakan bahwa orang A tidak sakit padahal mereka tahu dia sakit, agama akan menganggap mereka pembohong. Abdullah bin Ubay, yang tersirat dalam ayat sebelumnya, dan orang-orang munafik lainnya biasa bersumpah bahwa mereka mengambil semua sumpah mereka.

Artinya, ada orang-orang munafik yang imannya pada awalnya menginspirasi mereka, tetapi lama kelamaan iman mereka memudar, akhirnya membawa mereka pada ketidakpercayaan.

Tafsir Qs. Al-Munafiqun Ayat 1-3 Menurut Tafsir Al-Azhar

Artinya: “Ketika orang-orang munafik mendatangimu, mereka berkata: “Kami mengakui bahwa kamu memang benar adalah Rasulullah.” Artinya, meskipun orang-orang munafik mengaku mengakui Nabi Muhammad, Rasulullah, atau tidak mengakuinya sama sekali. , Tuhan itu sama dengan Tuhan Bahkan, Tuhan menjelaskan lagi; "Dan Allah juga menjadi saksi bahwa orang-orang munafik itu memang pendusta" (akhir ayat 1).

Artinya: “Ketika orang-orang munafik itu datang, mereka berkata: “Kami menerima bahwa kamu memang utusan Allah.” Dan Allah mengetahui bahwa kamu memang utusan-Nya; dan Allah mengetahui bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta. Berbeda dengan orang-orang kafir yang telah menjelaskan bahwa mereka tidak beriman.

Harland Widiananda, “The Denial of Hypocrites in the Qur’an” (Penanganan Mahasiswa, Program Sarjana UIN Alauddin Makassar, 2017.

Analisis Data

Komparasi Penafsiran Qs. al-Munāfiqūn ayat 1-3 menurut Tafsir

Selanjutnya mengenai kata (دَهْشَن) nasyhad dalam tafsir al-Misbah digunakan untuk menyampaikan sesuatu yang pasti. Dalam tafsir al-Misbah seharusnya disisipkan kalimat “Allah mengetahui (bahwa) kamu adalah Rasul-Nya”, sehingga perkataan lain bahwa orang-orang munafik adalah pendusta tidak dipahami sebagaimana isi perkataan mereka tentang Rasulullah saw. . Muhammad adalah apa yang berbohong. Dalam ayat 2, Quraish Shihab berpendapat dalam penafsirannya terhadap al-Misbah bahwa kata (ْم ه) hum/berkata dalam kalimat (م هّنا) innahum.

Berbeza dengan tafsiran al-Azhar, pengakuan atau penyaksian yang mereka berikan adalah sama dengan sumpah, "kami bersaksi". Ash-syaikh Muhamad Nawawi Al-jawi, tafsir Al-Munir Marah labid, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2017. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peranan Wahyu dalam Kehidupan Bermasyarakat, Bandung: Mizan, 2003.

Muhammad Yunan Yusuf, Karakteristik Tafsir Al-Quran di Indonesia Abad 20, Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Budaya Ulumul Qur'an, Volume III, No.4, 1992.

Penutup

Kesimpulan

Hamka memulai Tafsir al-Azhar dengan Surah al-Mu'min karena ia khawatir ia mungkin tidak memiliki waktu untuk menganalisis tafsir ini sepenuhnya dalam hidupnya. Ditulis bersama Tafsir al-Bajan karya al-Siddieqy dan Tafsir al-Qur'anul Karim karya Halim Hasan.87 Tafsir komprehensif, tafsir umum ini muncul pertama kali pada tahun 1970. Contoh tafsir ini cukup menarik adalah Tafsir Sayyid Rashid Ridha al-Manar, yang didasarkan pada Tafsir ajaran gurunya Syekh Muhammad Abduh.

Tafsir al-Azhar dapat termasuk dalam gaya tafsir al-adab ijtima'i seperti tafsir as-Sya'rawi, yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat pada saat itu. , sehingga sesuai dengan pedoman yang ada. Menurut kitab tafsir al-Azhar, metode interpretasi sosiokultural itu sebenarnya ada dan digagas oleh Muhammad Abduh. Buku Tafsir al-Manar karya Rashid Ridha, murid Muhammad Abduh, menunjukkan metode penafsiran ini.99.

Meski tafsir al-Azhar digambarkan sebagai tren sosiokultural, namun tidak menutup kemungkinan untuk membahas topik lain yang biasanya tercakup dalam tafsir lain, seperti tasawuf, sains, filsafat, dan sebagainya. Tafsir Hamka terhadap Al-Azhar lebih banyak dipengaruhi oleh Tafsir Al-Manar Sayyid Ridha yang dikenal dengan gaya tafsirnya yang birra’yi. 101 Muhammad Yunan Yusuf, Karakteristik Tafsir Al-Quran di Indonesia Abad 20, (Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Budaya Ulumul Qur'an, Volume III, No.4, 1992), hlm.

Saran

Ismatulloh "Pandangan Ibnu Jarir al-Tabari tentang Al-Qur'an, Tafsir dan Ta'wil" dalam Journal of Phenomenon. Shalah Abd Fatah al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir Fi'zilal Al-Qur'an, Surakarta: Era Intermedia, 2001.

Gambar

Table  1.1 Telaah Pustaka  NO  Nama skripi dan

Referensi

Dokumen terkait

Pada saat itu tidak ada lagi alienasi, dan karena itu tidak ada lagi kekuatan yang bekerja di luar kendali mereka, melainkan untuk pertama kalinya manusia