• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Metode Penelitian"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN INTERNATIONAL COMITTE OF RED CROSS (ICRC) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN ANAK PADA KONFLIK BERSENJATA

DI YAMAN TAHUN 2015-2017 Nia Annisa Cerellia Clorinda Saputri1

Abstract: Yemen is one of the countries affected by the Arab Spring incident in 2011. Besides poverty, corruption and weak law enforcement are also the cause of the rebellion against the Government of Yemen In 2015 to 2017 Saudi Arabia blocked the State of Yemen from the start of land, sea and air, by reason of preventing the shipment of firearms towards Houthi. As a result, the supply of food, medicines, and fuels has become blocked, making the humanitarian crisis even worse. This has an impact on the situation and condition of children in Yemen who are victims of the conflict. Protection, their basic living rights are violated, suffer from hunger, malnutrition, drop out of school and even become orphaned.

Susceptible to all kinds of dangers, making them have difficulty returning home, because of trauma and stigmatization. The role of the ICRC in efforts to protect children in armed conflict in Yemen in 2015-2017. This research was conducted using qualitative methods. The framework of thinking used is the concept of international organizations. The role of the ICRC was formed through the specificity and scope of this organization. In international relations the ICRC is considered an independent actor as an initiator and facilitator. From this analysis it was found that there are two main roles of the ICRC which serve as guidelines for the ICRC in carrying out its mission to help protect children who are victims of conflict in the country of Yemen. as the initiator is the ICRC targeting the parties to the conflict in this case the Houthi rebel group and the Yemeni government with the socialization and application of international humanitarian law in the country. So by targeting the ICRC program to the warring parties. the role of the ICRC as a facilitator as an effort to reduce the number of child victims in the Yemen conflict with a protection program providing humanitarian assistance to children in the country in the form of psychological assistance, reunification of family relationships, a health program in which the ICRC facilitates several hospitals in Yemen with labor medical and drugs as an effort to help victims of injured children. Sanitation and water programs are ICRC's efforts to provide adequate water to children as a form of prevention for other diseases.

Keywords: Role, ICRC, Humanitarian Law, Yemen.

Pendahuluan

Arab Spring adalah gelombang revolusi unjuk rasa dan protes yang terjadi di wilayah Timur Tengah. Sejak 18 Desember 2010, telah terjadi revolusi di Tunisia dan Mesir, perang saudara di Libya, pemberontakan sipil di Bahrain, Suriah, dan Yaman, protes besar di Aljazair, Irak, Yordania, Maroko, Oman dan protes kecil di Kuwait, Lebanon, Mauritania, Arab Saudi, Sudan, dan Sahara Barat. Kerusuhan di perbatasan Israel pada Mei 2011 juga terinspirasi oleh kebangkitan dunia Arab (Sidik Jatmika, The Arab Spring 2010).

Yaman salah satu negara di Timur Tengah yang memiliki letak Strategis secara geografis, berbatasan darat dengan wilayah Arab Saudi. Dibawah pemerintahan presiden Ali Abdullah Saleh, Yaman merupakan salah satu negera yang terkena imbas dari peristiwa Arab Spring pada tahun 2011. Selain itu kemiskinan, korupsi dan

1Mahasiswa Program S1 Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UniversitasMulawarman. E-mail : [email protected]

eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Vol. 8 No. 3, 2020 ISSN: 2477-2623

(2)

lemahnya penegakan hukum juga menjadi penyebab timbulnya pemberontakan melawan Pemerintah Yaman (United Nations, 2004).

Pada tahun 2011 kelompok Zaydi dari Islam Syiah bernama AL Houthi melakukan unjuk rasa anti pemerintah. Dengan tujuan untuk mengambil alih pemerintahan dan kemudian menjalankannya sesuai ideologi mereka yaitu Syiah. Di tahun 2014 unjuk rasa berubah menjadi pemberontakan terhadap pemerintah dan menyebabkan konflik terjadi, hal ini berimbas kepada legitimasi pemerintah yang membuat kredibilitas pemerintahan yang ada semakin memburuk. Presiden Abdurrabu Mansyur Hadi sebagai presiden Yaman sempat mengundurkan diri pada 23 Januari 2015 setelah AL Houthi mengkudeta presiden dengan cara mengepung istana kepresidenan dan berhasil menguasai ibu kota Sana’a (ICRC, Annual Report 2012).

Pada tanggal 24 Februari 2015 Presiden Hadi melarikan diri dengan pergi ke Riyadh, Arab Saudi dan meminta bantuan kepada Arab Saudi untuk mengembalikan kekuasaannya di pemerintahan Yaman. Konflik berimbas pada keikutsertaan Arab Saudi dalam menangani konflik. Intervensi militer Arab Saudi ditandai dengan adanya “ Operation Decisive Storm” yang bertujuan untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Yaman (Marina Petrova, 2019).

Setelah mendapatkan intevensi militer dari Arab Saudi presiden Hadi kembali ke Yaman tepatnya ke kota Aden dan menarik kemundurannya sebagai presiden dan menyatakan bahwa Aden adalah Ibu Kota sah pemerintahan Yaman. Sejak pada saat itu juga pemerintah Yaman di bawah presiden Abdurrabu Mansyur Hadi menyatakan memerangi Houthi (DavidAndrew, 2019).

Pada Maret 2015 hingga Desember 2017 Arab Saudi memblokade Negara Yaman dari mulai darat, laut,dan udara, dengan alasan mencegah pengiriman senjata api menuju Houthi. Akibatnya, pasokan makanan, obat-obatan, dan bahan bakar pun menjadi terhalang hingga menimbulkan krisis kemanusiaan semakin buruk (Dina al- shibeeb, 2019).

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui peran International Comittee Of Red Cross (ICRC) dalam upaya memberikan perlindungan pada anak-anak korban konflik Yaman.

KerangkaTeori

Konsep Organisasi Internasional

Menurut J. Craig Barker , menyatakan bahwa organisasi internasional (khusus organisasi internasional antar negara) dianggap sebagai international legal personality (subjek hukum internasional) karena memiliki kemampuan untuk menjadi bagian dalam perjanjian internasional, mengadakan konferensi internasional, menerima dan mengerjakan misi diplomatik dan menyatakan protes terhadap negara serta menegaskan klaim internasional (J. Craig Barker, 2000).

Mochtar Kusuma Atmaja dan Etty R. Agoes berpendat bahwa ICRC diakui sebagai organisasi internasional yang memiliki kedudukan sebagai subjek hukum internasional walaupun dengan ruang lingkup yang terbatas dan memiliki keunikan dalam hukum internasional (Mochtar Kusuma, 2003).

ICRC termasuk dalam kategori International Non-government Organization (INGO), atau organisasi non-pemerintah, merupakan organisasi yang terstruktur dan beroperasi secara internasional serta tidak memiliki hubungan resmi dengan pemerintah suatu Negara (Umar S Bakry, 2004).

(3)

Sementara fungsi dari organisasi internasional menurut A. Leroy Bennet adalah:

1. Menyediakan hal-hal yang dibutuhkan bagi kerjasama yang dilakukan antar negara dengan tujuan menghasilkan keuntungan yang besar bagi seluruh bangsa.

2. Memperbanyak saluran komunikasi antar pemerintahan, sehingga ketika masalah muncul ke permukaan, ide-ide dapat bersatu (A. Leroy Bennet, 2004).

Dalam menjalankan fungsi organisasi internasional tersebut, menurut Andre Pariera aktivitas organisasi internasional akan menampilkan sejumlah peranannya sebagai inisiator, fasilitator, mediator, rekonsiliator dan determinator. Inisiator menunjukkan peran Organisasi Internasional dalam memprakasai kerja sama serta mengajukan suatu masalah maupun fenomena pada komunitas internasional untuk mencari solusi terhadap hal tersebut. Bentuk kerja sama ini bisa dilakukan dengan negara, organisasi, masyarakat ataupun komunitas, dan individu. Peran sebagai fasilitator adalah upaya untuk menyediakan fasilitas yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan organisasi.Dalam konteks sebagai mediator atau rekosiliator, organisasi Internasional memiliki peran sebagai penengah dalam upaya menyelesaikan suatu masalah atau konflik antar anggotanya. Untuk peran sebagai determinator adalah upaya untuk memberi dan mengambil keputusan pada suatu masalah (Andre Pariera, 1999).

Dalam konteks penelitian ini terdapat dua peran yang relevan dengan peran ICRC dalam menjawab rumusan masalah pada skripsi ini, yaitu ICRC sebagai inisiator, dan fasilitator. Peran inisiator mengacu pada upaya organisasi internasional untuk mengajukan suatu masalah kepada masyarakat internasional agar mendapatkan solusi.

Peran fasilitator adalah upaya organisasi internasional untuk menyediakan fasilitas yang dibutuhkan dalam menangani suatu masalah.

Peranan organisasi internasional menurut Clive Archer dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu sebagai instrumen, sebagai arena, dan sebagai aktor independen.

Organisasi internasional sebagai instrumen artinya digunakan untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan politik luar negerinya. Suatu instrumen menunjukkan tujuannya apabila memperlihatkan kegunaannya dalam periode tertentu. Sebagai arena berarti organisasi internasional digunakan sebagai tempat bertemu anggota-anggotanya untuk membicarakan dan membahas masalah-masalah yang dihadapi. Organisasi internasional menyediakan tempat atau forum pertemuan bagi para anggota untuk berdiskusi, berdebat, dan bekerja sama. Sedangkan, sebagai aktor independen, organisasi internasional dapat membuat keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau paksaan dari luar organisasi (Archer, Clive, 2001).

Konsep organisasi internasional dalam penelitian ini berguna untuk menganalisis bagaimana ICRC melakukan atau menjalankan perannya. Melalui konsep ini juga dapat diketahui klasifikasi ICRC sebagai INGO atau organisasi non- pemerintah. ICRC berperan menjadi aktor yang independen dalam konflik Yaman sebagai inisiator, dan fasilitator (Situmorang, 1999).

Metode Penelitian

Dalam penelitian, penulis menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan fakta-fakta Peran International Comittee Of Red Cross (ICRC) Dalam Upaya Perlindungan Anak Pada Konflik Bersenjata di Yaman, Dalam melakukan penelitian Hubungan Internasional harus dilihat dari permasalahan yang ada

(4)

kemudian dikaitkan dengan teori atau konsep yang ada dalam teori Hubungan Internasional.

Hasil dan Pembahasan

Upaya yang dapat dilakukan International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam Situasi Konflik Perang Bersenjata, diantaranya adalah sebagai berikut:

Perlindungan bagi Korban Sipil dalam Konflik-Konflik yang Terjadi

Penduduk sipil sering kali mengungsi secara besar-besaran, kadang-kadang sebagai sasaran langsung sehingga mengalami pembantaian massal, penyanderaan, kekerasan seksual, pelecehan seksual, pengusiran, pemindahan secara paksa, penjarahan, dan penutupan akses ke air, makanan, dan perawatan, kesehatan. Pada situasi semacam ini, komite senantiasa hadir di wilayah-wilayah yang penduduk sipilnya berada dalam keadaan bahaya dan mengadakan dialog dengan semua pihak yang terlibat dalam permusuhan.

Perlindungan Bagi Anak

ICRC bertindak secara tidak memihak dalam membantu korban perang dan korban situasi kekerasan, kebutuhan-kebutuhan seorang anak akan bebeda secara mendasar dari kebutuhan perempuan, lelaki dewasa, ataupun orang lanjut usia. Anak sering menjadi saksi mata atas kekejaman yang dilakukan terhadap orang tua, ataupun anggota keluarga lainnya, mereka terluka atau bahkan bisa terbunuh, ditahan, atau dipisahkan dari keluarga, dan dalam keadaan tercabut dilingkungan sendiri, anak yang berhasil meloloskan diripun tidak memiliki masa depannya maupun masa depan orang- orang yang mereka cintai.

Keempat konvensi Jenewa dan dua protokol tambahannya sangat mementingkan upaya perlindungan anak, melalui ketentuan-ketentuan yang melindungi penduduk sipil secara keseluruhan yang berfokus pada anak-anak. International Committee of the Red Cross (ICRC) terlibat dalam perundingan perjanjian-perjanjian internasional lain, menyangkut perlindungan anak, terutama Konvensi 1989 Tentang Hak-hak Anak beserta protokol opsionalnya tahun 2000 tentang keterlibatan anak dalam konflik bersenjata dan Statuta Roma 1998 Tentang International Criminal Court (Cut N.C. Al-Buchari,2017).

Konvensi dan Protokol Internasional Tentang Anak

Peraturan internasional tentang anak merupakan bagian dari hukum humaniter internasional. Selain mengembangkan peraturan hukum humaniter dalam Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan I dan II, ICRC juga turut serta sebagai expert dalam pembuatan draf dari berbagai konvensi dan protokol internasional menyangkut perlindungan anak (Alain Aeschlimann, 2020). Peraturan selanjutnya adalah Rome Statute of The International Criminal Court, 1998. Karena kontribusi besar ICRC dalam setiap konferensi internasional membawa perkembangan yang baik pada perkembangan hukum internasional yang berlaku untuk perlindungan anak dalam konflik bersenjata.

Peran ICRC Di Yaman

Menurut data dari PBB, perlindungan terhadap warga sipil dan anak-anak masih sangat memprihatinkan, dikarenakan 11,4 juta warga sipil memerlukan bantuan perlindungan termasuk 7,3 juta anak-anak. Sebanyak 20,4 juta orang atau hampir 80%

penduduk negeri tersebut memerlukan bantuan untuk memperoleh akses kebersihan dan

(5)

air minum yang aman. Sedikitnya 12,3 juta orang yaitu hampir separuh penduduk Yaman menghadapi kondisi rawan pangan, jumlah itu merupakan kenaikan 15,7%

sejak konflik meningkat pada 2015. Sementara itu, 15,2 juta orang memerlukan bantuan untuk memperoleh perawatan kesehatan dasar, 1,5 juta perempuan dan anak- anak memerlukan layanan gizi dan 2,9 juta anak memerlukan akses darurat pendidikan (Widia Anggrayni, 2017).

ICRC Sebagai Inisiator

Dalam hal ini konflik bersenjata yang terjadi di negara Yaman merupakan konflik bersenjata non-internasional karena pihak-pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata tersebut antara Pemerintah negara Yaman dengan pihak pemberontak yakni kelompok Houthi. Negara Yaman merupakan salah satu negara pihak dalam Hukum Humaniter Internasional (International Committee of The Red Cross, 2020).

Haryomataram membagi hukum humaniter menjadi dua aturan-aturan pokok, yaitu : 1. Hukum yang mengatur mengenai cara dan alat yang boleh dipakai untuk

berperang (Hukum Den Haag/The Hague Laws).

2. Hukum yang mengatur mengenai perlindungan terhadap kombatan dan penduduk sipil dari akibat perang (Hukum Jenewa/The Jeneva Laws) (Arlina Permanasari, 1999).

Adapun bentuk-bentuk perlindungan internasional bagi anak-anak dalam situasi konflik bersenjata meliputi adanya kewajiban bagi Negara-negara pihak perang dalam hal ini kelompok Houthi dan pemerintahan Yaman menjamin adanya perlindungan dan perawatan bagi anak-anak yang terkena akibat sengketa konflik bersenjata, menjamin pelaksanaan ibadah dan pendidikan mereka yang dipercayakan kepada lingkungan dengan tradisi dan budaya yang sama, tidak membiarkan anak-anak pada nasibnya sendiri atau terpisah dari keluarganya, mendapatkan penghormatan khusus dan harus dilindungi dari setiap bentuk serangan. Tindakan-tindakan perlindungan ini harus didasarkan pada kepentingan terbaik bagi anak. Negara-negara pihak juga harus memberikan bantuan yang layak untuk menjamin pemenuhan hak-hak dasar anak dalam tahapan tumbuh kembangnya.

Pada tanggal 16 Juli 1970, negara Yaman sudah meratifikasi Konvensi Jenewa 1949 dan pada tanggal 17 April 1990 juga sudah meratifikasi Protokol Tambahan I &

II Konvensi Jenewa. Negara Yaman juga sudah meratifikasi Konvensi Hak Anak pada tanggal 1 Mei 1991 dan Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata pada tanggal 2 Maret 2007.

Berdasarkan Pasal 38 Konvensi Hak Anak 1989 mewajibkan Negara Yaman untuk memberikan perlindungan kepada anak dalam keadaan darurat seperti konflik bersenjata di Yaman, Negara Yaman juga harus mengambil langkah-langkah yang tepat untuk melindungi anak-anak dari serangan berbahaya saat konflik serta tidak melibatkan anak-anak dalam peperangan Yaman tersebut. Dengan demikian negara Yaman memiliki kewajiban-kewajiban dalam Hukum Humaniter Internasional yang harus dijalankan (Archer, Clive, 2001).

Salah satu pendekatan yang digunakan ICRC untuk mencegah bertambahnya korban anak adalah melalui penyebaran dan promosi hukum humaniter internasional kepada angkatan bersenjata pemerintah maupun kelompok bersenjata. ICRC juga berusaha mengadakan dialog dengan kelompok bersenjata yakni pihak Houthi dan pemerintah Yaman untuk menegakan prinsip hukum humaniter dan kemanusiaan (Barstad, hal 146).

(6)

Prinsip-prinisp hukum humaniter internasional haruslah dipahami oleh angkatan bersenjata pemerintah seperti tentara dan polisi. Karena sebagai pasukan negara mereka berkewajiban untuk menjaga kestabilan dan menciptakan situasi kondusif bagi masyarakat. Non-Kombatan akan sepenuhnya bergantung pada perlindungan dari kombatan, terutama pasukan pemerintah.

Peran ICRC dalam pengembangan hukum humaniter pada dasarnya adalah memantau perubahan sifat konflik bersenjata, termasuk diantaranya adalah mengatur konsultasi dengan maksud untuk memastikan kemungkinan mencapai kesepakatan tentang aturan baru dan mempersiapkan rancangan teks untuk diserahkan kepada konferensi diplomatik. ICRC juga telah menyusun sebuah laporan tentang aturan-aturan HHI (Hukum Humaniter Internasional) yang berasal dari Hukum Kebiasaan dan dapat berlaku dalam konflik bersenjata internasional maupun non-internasional yang sekarang disebut sebagai Studi Hukum Humaniter Internasional Kebiasaan (Study on Customary International Humanitarian Law).

ICRC juga ikut andil menyediakan program koordinasi, tentang arah strategis dan dukungan finansial untuk melindungi warga sipil dan hak-hak mereka, termasuk inisiatif untuk memastikan bahwa perawatan dan perlindungan yang diberikan sesuai dengan program Disarmament, Demobilization, and Reintegration (DDR).

Perlindungan keamanan kemanusiaan dalam situasi konflik merupakan salah satu problematika yang membutuhkan penyelesaian melalui beberapa tahapan. Salah satunya yakni menciptakan keamanan negara.

ICRC Sebagai Fasilisator

Tindakan perlindungan yang dilakukan oleh ICRC adalah program kemanusiaan yang diperuntukkan bagi seluruh korban perang yaitu golongan penduduk sipil, diantaranya mengirimkan dan mendistribusikan bahan-bahan sembako, selimut dan alat-alat kebersihan, serta keperluan alat-alat rumah tangga yang utama kepada 84.200 keluarga termasuk 26.000 anak yang ada di dalam keluarga tersebut.

Memindahkan orang-orang disabilitas terutama anak-anak, perempuan, dan lansia, yang ada di zona merah konflik untuk sementara waktu ke kota Taiz yang merupakan salah satu basecamp ICRC yang aman di Yaman. (Novita Wijayanti Agnes, 2017).

Program Perlindungan

Program perlindungan ICRC dalam hal ini adalah pemulihan hubungan keluarga yang merupakan bagian dari pendekatan perlindungan (protection). Saat terjadinya konflik tak jarang anak-anak harus terpisah selama bertahun- tahun, merupakan hal utama bgai ICRC untuk mengembalikan mereka kepada keluarga masing-masing.

Karena perlindungan terbaik bagi mereka adalah dalam lindungan orang tua dan keluarga mereka, misalnya memastikan bahwa orang terluka dan sakit dapat menerima perawatan yang memadai termasuk dukungan psikologis. Mereka juga mengunjungi tahanan dan membantu memulihkan kontak antara kerabat yang dipisahkan dengan cara menyebarkan informasi anggota keluarga di berbagai media, seperti koran, radio atau televisi di Yaman.

ICRC mengunjungi 9.000 anak-anak yang ada di wilayah Yaman dan mengadakan rekreasi massal untuk merehabilitasi mereka dari keadaan dimana anak- anak tersebut dirampas kebebasan dan hak kemerdekaannya. Mengirimkan sepuluh truk penghancur beton dan baja khusus ke daerah Aden dan Dhamar untuk membersihkan area pertempuran dari sisa-sisa senjata yang digunakan dalam serangan militer tersebut.

(7)

Mendukung dan memfasilitasi anak-anak yang menjadi pengungsi, pencari suaka, dan migran untuk menemukan keluarga mereka selama berada di pusat rehabilitasi. Fasilitas tersebut berupa disediakannya 1.800 panggilan dan pesan melalui telepon dalam berbagai bentuk akses. Serta melakukan kerjasama dengan 10 media cetak lokal dan lebih dari 100 chanel TV dan radio di tingkat lokal, regional, dan internasional untuk melakukan penyiaran berita terkait kondisi anak-anak di Yaman.

Penyiaran ini juga mempersuasif kampanye perlindungan anak.

Program Kesehatan

ICRC bekerja sama dengan UNICEF dan beberapa donatur memberikan dana bantuan sebesar 600 milyar rupiah dengan mandat utama untuk pemenuhan rehabilitasi, kesehatan, pasokan makanan bergizi dan peningkatan nutrisi anak-anak, pembangunan sekolah-sekolah, dan pembangunan ruang bermain anak, dan pembelian mainanmainan untuk hiburan anak. Selain itu, melakukan dan menyediakan screening, tes laboratorium, pemberian vitamin dan suplemen, serta vaksinasi untuk anak-anak yang terkena serangan radiasi kimia. Serta menggalakkan dan melakukan kampanye Back To School untuk mengajarkan dan memberi pelatihan dukungan psikologi (PSS) kepada anak-anak.

ICRC hadir di Pusat Pengobatan Kolera utama di Rumah Sakit Al Thawra, Hodeida. CTC ini berkapasitas 120 tempat tidur dan merupakan pusat utama yang mencakup pengobatan penyelamatan jiwa di Provinsi Hodedia. Dengan rata-rata lebih dari 320 pasien parah yang diobati setiap harinya, melalui jalan darat dari Amman terdapat satu truk dengan 9 ton klorin. Selain itu ada dua pesawat carter yang mendarat di bandara Sana’a pada 4 Juni 2017 membawa 34 ton bantuan termasuk persiaan medis untuk pengobatan kolera. dengan menyediakan cairan infus (Yaman perang di masa kolera, 2020).

Sejak konflik terjadi di Yaman pada tahun 2015 yang menyebabkan kekurangan bantuan medis dan perlengkapan bedah. Untuk mengatasi hal tersebut ICRC berkoordinasi dengan YRCS (Yemeni Red Crescent Society) melakukan berbagai upaya diantaranya adalah mendukung 62 rumah sakit di 15 provinsi, 44 fasilitas kesehatan melalui 282 sumbangan medis dan perlengkapan bedah yang memungkinkan para tenaga medis untuk mengobati yang terluka di medan perang untuk membantu memastikan adanya perawatan kesehatan terhadap masyarakat sipil di setiap daerah, di tengah kurangnya pasokan kesehatan pada waktu perang.

ICRC juga mendukung 18 pusat utama kesehatan di kota Saada, Amran, Sana’a, Al-Baida, Abyan dan Al-Dhale yang bermanfaat bagi 300.000 orang dengan adanya ketersediaan obat-obatan yang lengkap. Serta mendukung dua rumah sakit di daerah pusat konflik khususnya di kota Al-Jamhouria dan Al-Mansoura dengan adanya staf medis yang bekerja secara intensif dan persediaan obat-obatan. Tercatat dalam laporan ICRC pada tahun 2015, bantuan medis tersebut berhasil mengobati lebih dari 26.000 korban terluka dan melakukan lebih dari 14.900 operasi bagi seluruh penduduk Yaman yang terluka termasuk anak-anak.

Pada tahun 2016 ICRC memberikan bantuan obat-obatan, fasilitas kesehatan lainnya, serta dana untuk korban perang serta penyakit-penyakit lain salah satunya adalah Kolera di Rumah Sakit Al-Mansoura. Dapat diketahui bahwa terdapat 3.000 pasien di rumah sakit tersebut yang mengalami luka-luka akibat perang serta wabah penyakit lainnya (Icrc Annual Report, 2016).

(8)

Selain memberikan bantuan medis dan mendukung beberapa rumah sakit di Yaman, ICRC juga menyelenggarakan kursus atau latihan Trauma Ruang Darurat di 3 rumah sakit di Sana’a, Hadramawt dan Amran untuk total 60 tenaga medis profesional.

Serta melakukan 12 sesi pelatihan bantuan pertolongan pertama kepada 278 pada tahun 2015 dan memberikan 13 sesi pelatihan kepada 242 angkatan bersenjata dan tenaga medis pada tahun 2016. ICRC perlu melakukan upaya tersebut karena dengan menguasai kemampuan pertolongan pertama dapat mengurangi jumlah korban jiwa ketika konflik berlangsung (Jurnal eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2018).

Program Sanitasi dan Air

ICRC melakukan pelayanan sanitasi, mendirikan tempat-tempat pelayanan kesehatan dan klinik pemeriksaan gratis, serta mendukung 52 Rumah Sakit dan 16 fasilitas kesehatan publik dengan melengkapi tenaga medis dan alat-alat kesehatan. Di daerah perkotaan, ICRC merenovasi fasilitas penting seperti rumah sakit dan menyumbangkan suku cadang dan barang habis pakai kepada perusahaan air setempat;

ini membantu mengatasi atau mencegah gangguan pada pasokan air untuk lebih dari 3,1 juta orang. Bypass yang dipasang ICRC, misalnya, memungkinkan pendistribusian air yang berkelanjutan kepada penduduk ketika stasiun pompa di Hodeida mogok. Di Taiz, sumbangan bahan bakar untuk sumur dan perbaikan saluran transmisi yang rusak menyediakan akses air bagi orang-orang di daerah yang sebagian dikepung. Di daerah pedesaan, akses ke air dipulihkan untuk sekitar 134.000 orang, lebih dari yang direncanakan, setelah ICRC merenovasi sistem pasokan air.

Hambatan-hambatan dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Anak pada Saat Konflik Bersenjata di Yaman

Dalam hal imi perlindungan terhadap anak-anak di Yaman sudah mulai terwujud sedikit demi sedikit baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, peningkatan gizi, menyediakan air, pasokan kebersihan dan sehat serta memberikan info rmasi untuk membantu anak-anak Yaman agar menghindari resiko ranjau darat yang tidak meledak.

Namun, dengan banyaknya bantuan yang telah diberikan untuk anak-anak Yaman yang menjadi korban konflik bersenjata, bentuk perlindungan yang telah diberikan masih belum memadai. Sehingga pada tahun 2017 masih terdapat 10 (sepuluh juta) anak memerlukan bantuan kemanusiaan seperti lebih dari 300 (tiga ratus ribu) anak di Yaman menderita kelaparan, 500 (lima ratus ribu) anak Yaman terancam kekurangan gizi, lebih dua juta anak di Yaman putus sekolah akibat pertempuran tersebut.

Dikarenakan terdapat beberapa hambatan yang menjadi kendala ICRC dalam hal memberikan perlindungan kepada anak-anak Yaman.

Hambatan tersebut disebabkan karena pihak yang bertikai yaitu kelompok pemberontak Al Houthi dan Pemerintah Yaman kurang memperhatikan keselamatan dan perlindungan terhadap anak-anak yang terkena dampak akibat dari peperangan Yaman, hal tersebut disebabkan karena tidak melaksanakan dan mengabaikan prinsip pembedaan dalam aturan Hukum Humaniter Internasional. Sangat penting bagi kelompok bersenjata maupun angkatan bersenjata pemerintah untuk menerima ICRC dan cara kerja organisasi ini. Sehingga pembangunan hubungan antara ICRC dan para kombatan secara berkala dapat terjadi dan terus berkembang agar menjadi kuat. Setelah hubungan dirasa kuat ICRC akan mulai bernegosiasi dan membuat rekomendasi tentang bagaimana kelompok bersenjata dan angkatan bersenjata ini seharusnya bersikap terhadap masyarakat.

(9)

Semenjak tahun 2017, pelabuhan Yaman terbesar di Hudaidah diblokade oleh koalisi Arab Saudi. Sebelum perang berlangsung, 70% perdagangan Yaman masuk dan keluar lewat Hudaidah. membutuhkan waktu 1 minggu untuk melakukan bongkar muat didua pelabuhan di Aden dan Mukalla. Lamanya proses yang mencapai satu minggu ini berdampak kepada barang menjadi langkah dan mahal. (Yemen - port situation, 2020).

Meski pemerintah berhasil mengamankan Kota Aden, Pemberontak Houti masih berkuasa di wilayah Utara.. Saudi tak hanya melancarkan serangan militer, tapi juga memblokade barang-barang penting agar tak ada suplai ke Yaman. Alasannya untuk menekan pemberontak Houti, tapi yang terdampak justru meluas ke masyarakat sipil. Bahan pokok langka dan air bersih kesulitan didapat akibat blokade Saudi (blokade-saudi, 2020).

Pada bulan Februari 2016, terdapat laporan bahwa pesawat Saudi membom dan menghancurkan waduk yang menampung air minum untuk 30.000 warga Yaman, kira- kira 5.000 meter kubik air. Karena Perang Saudara Yaman tahun 2015, 80% dari populasi negara itu berjuang untuk mengakses air minum dan mandi. Pemboman telah memaksa banyak warga Yaman untuk meninggalkan rumah mereka di daerah lain, dan sumur-sumur di daerah itu mengalami kerusakan. Selain itu, infrastruktur air itu sendiri telah ditargetkan oleh pesawat tempur. Misalnya, pada tanggal 8 Januari 2016, sebuah pabrik desalinasi utama di kota Mokha dihancurkan oleh bom Saudi, yang menyebabkan gangguan pasokan air bukan dari Mokha dan juga pada Ta'iz. Oleh karenanya penyebaran wabah kolera semakin meningkat dari tahun ke tahun, tentu hal ini membuat Yaman disorot sebagai negara dengan kasus wabah kolera tertinggi di dunia.

Salah satu efek konflik di Yaman yang paling terlihat adalah kehancuran infrastruktur. Secara strategis, para pihak dapat secara langsung menargetkan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi atau infrastruktur lingkungan (air, energi, limbah, dan sanitasi). Selain itu, kerusakan infrastruktur menyebabkan masalah dengan pembangunan ekonomi dan manusia serta kemungkinan akan meningkatkan biaya produksi dan menghalangi investasi. Infrastruktur transportasi yang rusak tidak hanya memperlambat pergerakan barang, tetapi juga bantuan makanan yang sangat penting.

Ditambah penargetan dan persenjataan infrastruktur air dan sanitasi sangat memprihatinkan karena terkait langsung dengan penyakit menular dan produksi makanan.

Pertempuran yang intens di Sa'ada mengakibatkan penghancuran klinik kesehatan ICRC yaitu Maran sehingga membuat tim medis harus bersembunyi di dalam rumah sakit. Sementara itu akses ke layanan kesehatan semakin memburuk di provinsi Hodeida dan Hajjah, akibtanya sebagian besar pengungsi internal melarikan diri. Selain akses yang terbatas ke fasilitas kesehatan ada kekurangan pasokan dan peralatan medis yang parah dan sistem kesehatan Yaman sangat tergantung pada organisasi internasional yang ada di Yaman, namun persediaan yang disediakan oleh organisasi internasional tersebut tidak mencukupi untuk semua korban perang. Sejak krisis di Yaman meningkat pada bulan Maret, fasilitas kesehatan telah dilanda bom dan pekerja kesehatan dan kemanusiaan semakin menjadi sasaran. Hampir 23% dari fasilitas kesehatan di Yaman tidak lagi berfungsi dikarenakan perang, hal ini membuat pasien petugas kesehatan dan pasien datang takut ke rumah sakit.

Organisasi ini menjalankan programnya bukan hanya untuk angkatan bersenjata pemerintah tetapi juga pada kelompok bersenjata dan korban konflik bersenjata.

Dengan sikap netral dan rahasia ICRC mampu membaur diri pada pihak-pihak yang

(10)

berkonflik tanpa harus dicurigai. Dalam menjalankan perannya untuk berdialog, ICRC sangat mengandalkan sifat kerahasiaan dan kenetralan tersebut agar terus tercipta hubungan baik dan meningkatkan kepercayaan mereka terhadap ICRC (Steven R.

Ratner, 2020).

Kesimpulan

Dalam konflik bersenjata, perang bukanlah tempat untuk anak-anak. Karena pada saat terjadinya perang, anak-anak yang tidak bersalah dan tidak terlibat dalam peperangan tersebut seringkali menjadi korban kekerasan, ancaman, pembunuhan, hukuman penjara dan penyiksaan. Perang merusak serta menghilangkan hak-hak yang seharusnya didapatkan oleh anak-anak yaitu, hak untuk hidup, hak untuk bersama keluarga dan masyarakat, hak untuk memperoleh kesehatan yang layak, hak untuk mengembangkan kepribadian, dan hak untuk dijaga dan dilindungi.

Secara internasional, perlindungan terhadap anak-anak dalam situasi konflik bersenjata didasarkan pada aturan-aturan didalam Hukum Humaniter Internasional. Lebih spesifik, perlindungan tersebut diatur dalam Konvensi Jenewa IV tahun 1949 mengenai Perlindungan Penduduk Sipil Pada Waktu Perang dan Protokol Tambahan Tambahan I tahun 1977 pada KonvensiKonvensi Jenewa yang Berhubungan dengan Perlindungan Korban-Korban Pertikaian-Pertikaian Bersenjata Internasional, serta aturan internasional lain yang sejajar dengan keduanya, yaitu Konvensi Hak Anak tahun 1989.

Dalam sistem internasional ICRC berperan sebagai aktor independen mengedepankan kegiatannya dalam bantuan kemanusiaan yang tidak mampu dilakukan oleh negara-negara yang sedang mengalami konflik. Sehingga dengan mengedepankan perannya sebagai aktor independen ICRC mampu membantu melindungi korban konflik terutama anak-anak.

Salah satu efek konflik di Yaman yang paling terlihat adalah kehancuran infrastruktur. Secara strategis, para pihak dapat secara langsung menargetkan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi atau infrastruktur lingkungan (air, energi, limbah, dan sanitasi). Selain itu, kerusakan infrastruktur menyebabkan masalah dengan pembangunan ekonomi dan manusia serta kemungkinan akan meningkatkan biaya produksi dan menghalangi investasi. Infrastruktur transportasi yang rusak tidak hanya memperlambat pergerakan barang, tetapi juga bantuan makanan yang sangat penting. Ditambah penargetan dan persenjataan infrastruktur air dan sanitasi sangat memprihatinkan karena terkait langsung dengan penyakit menular dan produksi makanan.

Peran ICRC dalam melindungi anak-anak pada konflik Yaman sebagai inisiator dan fasilisator dapat dilihat dalam program kerja yang ICRC jalankan, program pertama adalah pengembangan dan promosi hukum humaniter internasional, mencakup program penyebaran hukum humaniter. ICRC telah lama di kenal sebagai pengembang hukum humaniter internasional serta berperan aktif dalam pengembangan standar internasional lain tentang anak sebagai ahli. Selain itu seperti yang telah di bahas bahwa negara yang telah meratifikasi peraturan internasional ini wajib untuk menerapkannya. ICRC berhak untuk mengawasi berjalannya aturan internasional tersebut serta melakukan tindakan yang diperlukan dalam bantuan kemanusiaan. Di antaranya adalah mengedukasi angkatan bersenjata pemerintah, berdialog dengan kelompok bersenjata dan mengajarkan masyarakat pentingnya hukum humaniter internasional dan prinsip-prinsip kemanusiaan.

Sedangkan peran ICRC sebagai fasilisator dapat dilihat dari beberapa program yang telah dijalankan, yaitu program perlindungan dimana Program perlindungan ICRC dalam hal ini adalah pemulihan hubungan keluarga yang merupakan bagian dari pendekatan perlindungan (protection). Saat terjadinya konflik tak jarang anak-anak harus terpisah selama bertahun- tahun, merupakan hal utama bgai ICRC untuk mengembalikan mereka

(11)

kepada keluarga masing-masing. Karena perlindungan terbaik bagi mereka adalah dalam lindungan orang tua dan keluarga mereka. Kedua adalah program kesehatan, sejak konflik terjadi di Yaman pada tahun 2015 yang menyebabkan kekurangan bantuan medis dan perlengkapan bedah. Untuk mengatasi hal tersebut ICRC berkoordinasi dengan YRCS (Yemeni Red Crescent Society) melakukan berbagai upaya diantaranya adalah mendukung 62 rumah sakit di 15 provinsi, 44 fasilitas kesehatan melalui 282 sumbangan medis dan perlengkapan bedah yang memungkinkan para tenaga medis untuk mengobati yang terluka di medan perang untuk membantu memastikan adanya perawatan kesehatan terhadap masyarakat sipil di setiap daerah, di tengah kurangnya pasokan kesehatan pada waktu perang.

Ketiga adalah program sanitasi dan air ICRC melakukan pelayanan sanitasi, mendirikan tempat-tempat pelayanan kesehatan dan klinik pemeriksaan gratis, serta mendukung 52 Rumah Sakit dan 16 fasilitas kesehatan publik dengan melengkapi tenaga medis dan alat-alat kesehatan.

Dalam hal imi perlindungan terhadap anak-anak di Yaman sudah mulai terwujud sedikit demi sedikit baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, peningkatan gizi, menyediakan air, pasokan kebersihan dan sehat serta memberikan info rmasi untuk membantu anak-anak Yaman agar menghindari resiko ranjau darat yang tidak meledak.

Namun, dengan banyaknya bantuan yang telah diberikan untuk anak-anak Yaman yang menjadi korban konflik bersenjata, bentuk perlindungan yang telah diberikan masih belum memadai. Hambatan tersebut disebabkan karena pihak yang bertikai yaitu kelompok pemberontak Al Houthi dan Pemerintah Yaman kurang memperhatikan keselamatan dan perlindungan terhadap anak-anak yang terkena dampak akibat dari peperangan Yaman.

Dalam menjalankan perannya, ICRC berperan aktif dalam memberikan bantuan pertolongan kepada masyarakat Yaman dengan memberikan perlindungan dan bantuan kemanusiaan kepada korban sipil akibat konflik perang sesuai mandat dan kepercayaan yang telah diberikan oleh masyarakat internasional, dan ICRC juga memberikan pemahaman dan penyebaran pengetahuan Hukum Humaniter Internasional yang berlaku dalam konflik bersenjata di Yaman kepada pihak oposisi dan pemerintah mengenai perkembanganya guna memberi tindakan pencegahan agar konflik ini tidak terus meluas hingga mengakibatkan lebih banyak lagi korban yang berjatuhan terutama anak-anak.

Daftar Pustaka

A. Leroy Bennet, “International Organization,” dalam Sri Setianingsih Suwardi, Hukum Organisasi Internasional, UI Press, Jakarta, 2004. hal 5- 6.DavidAndrew,Understanding operation renewal of hope in yemen http://english.alarabiya.net/en/perspective/analysis/2015/04/22/Understanding- the-Saudi-led-operation-restore-hope-in-yemen.html diakses pada desember 2019.

Alain Aeschlimann, The ICRC says “no” to the recruitment of child soldiers, 06-02-

2007 Statement,

https://www.icrc.org/eng/resources/documents/statement/children-statement- 060207.htm. Diakses pada 4 maret 2020

Andre Pariera, ed. Perubahan Global dan Perkembangan Studi Hubungan Internasional. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999. hal 135.

Archer, Clive. “International Organization 3rd Edition”. London: Routledge 2001.. Hal.

68-79

Arlina Permanasari, dkk, 1999, Pengantar Hukum Humaniter, International Committee of The Red Cross, Jakarta, hlm. 9

(12)

Barstad, Preventing The Recruitment Of Child Soldiers,hal 146.

“blockade memperparah kelaparan di Yaman” https://tirto.id/blokade-saudi- memperparah-bencana-kelaparan-di-yaman-cAmC diakses pada 29 juni 2020.

Cut N.C. Al-Buchari, “Peran Komite Palang Merah Internasional Dalam Hukum Humaniter Internasional Berdasarkan Konvensi Jenewa 1949,” Jurnal Lex Crimen, Manado: Universitas Sam Ratulangi, 2017, hal. 88

Dina al-shibeeb your guide to ‘operation desicive storm, pada http://english.alarabiya.net/en/perspective/features/2015/03/26/allies-back-saudi- led-decisive-storm-op-in-yemen-with-fighter-jets-.html, diakses pada Desember 2019.

ICRC, Annual Report 2012, Annex 3:the ICRC operational approach to children, 35.

Https://www.icrc.org/eng/asets/files/annual-report/icrc-annual-report-2012.pdf.

Diakses pada 15 desember 2019.

Icrc Annual Report 2016, Mengutip dari https://www.icrc.org/data/files/annual-report- 2016/ICRC-2016- annual-report.pdf diakses pada 29 juni 2020

J. Craig Barker, International Law and Internantional Relations: Internantional Relations for the 21st Century, London: Continuum 2000. hal 25

Jurnal eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 6, Nomor 3,2018, hal 1164 International Committee of The Red Cross, Treaties, States Parties and Commentaries,

,https://ihldatabases.icrc.org/applic/ihl/ihl.nsf/vwTreatiesByCountrySelected.xsp

?xp_countrySelected=YE, diakses 6 Juni 2020

Marina Petrova, Too Many Actors Means Resolution in Yemen Far Off, , https://reliefweb.int/report/yemen/too-many-actors-means-resolution-yemen-far, diakses 2 Agustus 2019.

Mochtar Kusuma Atmaja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, PT Alumni Bandung, 2003. hal 101.Sidik Jatmika, The Arab Spring 2010: Puncak Gunung Es Krisis Politik di Kawasan Timur Tengah, Jurnal Hubungan Internasional vol.2 No.2 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta 2013. hal. 159 http://journal.umy.ac.id/index.php/jhi/article/view/343/391

diakses pada 18 Desember 2019

Novita Wijayanti Agnes, perlindungan bagi anak-anak akibat serangan cluster munitions terhadap kelompok Houthi di yaman oelh koali arab saudi ditinjau dari hukum hukum humaniter internasional, Fakultas Hukum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2017. hal 11

Situmorang dalam Andre Pareira. “Perubahan Global dan Perkembangan Studi Hubungan Internasional”: Citra Aditya Bakti. Bandung 1999. Hal. 135.

Steven R. Ratner, Law Promotion Beyond Law Talk: The Red Cross, persuasion and The Laws of War, The European Journal of International Law Vol: 22 no 02 tahun 2011, 467, 9tp,.Diakses pada 25 juni 2020

Umar S Bakry, penghantar Ilmu Hubungan Internasional, University Press, Jakarta, 1999. Hal 127.

United Nations, Basic Facts about the United Nations,New York, 2004, hlm. 253-264.

Widia Anggrayni, Perlindungan hukum terhadap anak di yaman pada saat konflik bersenjata non Internasional, dalam jurnal ilmiah mahasiswa bidang hukum kenegaraan, Vol 1(1) agustus 2017, hal 15.

Yaman perang di masa kolera, Mengutip dari https://blogs.icrc.org/indonesia/yaman- perang-di-masa-kolera/ diakses pada 29 juni 2020

(13)

Yemen - port situation, pada http://www.gard.no/web/content/yemen-port-situation, diakses pada 3 april 2020.

Referensi

Dokumen terkait

geografis dan segmentasi demografis. Target pasar toko mebel samsuri adalah pasar sasaran jangka pendek, pasar sasaran primer dan sasaran sekunder. Dan posisi pasar toko

AFRICAN EAST-ASIAN AFFAIRS THE CHINA MONITOR Issue 3 | September 2014 Frank Youngman Engaging academically with China in Africa: The institutional approach of the University